Anda di halaman 1dari 31

DEMOKRASI DI INDONESIA

Makalah

Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kepsel Ilmu Politik
Dosen Pengampu Arik Darojat M.Pd,

Disusun oleh : Wandi Mulyana


Kelas 2 A
NIM. 19612017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN S1
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT
2021
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum W. W.
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan saya
kesempatan dan kesehatan di selah waktu yang tidak mampu saya elahkan, betapa
bersukurnya bisa kemudahan dalam penulisan makalah ini. Sholawat dan salam akan
tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menuntun umat manusia ke sesuatu
yang sebelumnya gelap hingga sekarang mampu menerangi jalan kebahagiaan.
Sebelumnya saya sangat bertertima kasih kepada Jiwa saya pribadi, karena sudah
menemani dan penuh semangat dalam mengerjakan segala apapun itu, kalau tidak ada
dukungan tubuh ini secara fisik ataupun batiniah yah mungkin tahu sahabat semuah, saya
tidak bisa apa-apa. Saya juga berterima kasih kepada dosen saya yang elegant serta luas
pengetahuan yang memberikan pemahaman yang mudah dipahami. jazakalloh khoerun
katsriroon kepada bapak Dr. Arik Darojat M.Pd.
Makalah ini di buat berdasarkan penugasan Dosen pengampu Kepsel Ilmu Politik
dalam melengkapi penilaian guna berupaya sebagai bukti kualitas sejauh mana mahasiswa
memahami materi mata kuliah yang sudah diajarkan, terutama materi ini DEMOKRASI DI
INDONESIA. Saya berharap dalam makalah ini bisa memberikan sedikitnya pemahaman
pembaca ataupun penulis untuk lebih tertarik dalam menelaah materi-materi lain yang
berkesinambungan.
Saya mengakui masih banyak hal yang perlu dipelajari tentang materi ini. Namun,
saya akan berusaha semaksimal mungkin dalam membedah materi ini. Terima kasih
Wassalammulaikum W.W.
Garut, 22 Januari 2021
Penulis
Wandi Mulyana

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ i

Daftar Isi .......................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1

b. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

c. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2

d. Manfaat Penulisan ................................................................................................. 2

BAB II: PEMBAHASAN

a. Demokrasi Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan .......................... 3

b. Demokrasi Parlementer ............................................................................. 6

c. Demokrasi Terpimpin ............................................................................. 13

d. Demokrasi Dalam Pemerintahan Orde Baru .......................................... 14

BAB III : PENUTUP

a. Simpulan ............................................................................................................. 27

b. Saran ................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demokrasi saat ini merupakan kata yang senantiasa mengisi perbincangan berbagai
lapisan masyarakat mulai dari masyarakat bawah sampai masyarakat kelas elit seperti
kalangan elit politik, birokrat pemerintahan, tokoh masyarakat, aktivis lembaga swadaya
masyarakat, cendikiawan, mahasiswa, kaum profesional lainnya. Pada berbagai kesempatan
mulai dari obrolan warung kopi sampai dalam forum ilmiah seperti seminar, lokakarya,
symposium, diskusi publik, dan sebagainya. Semaraknya perbincangan tentang demokrasi
semakin memberi dorongan kuat agar kehidupan bernegara , berbangsa , dan bermasyarakat
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Wacana tentang demokrasi seringkali dikaitkan
dengan berbagai persoalan. Karena itu demokrasi menjadi alternatif system nilai dalam
berbagai lapangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan
Negara.
Demokrasi sepertinya sebuah kata yang sudah tidak asing bagi siapa saja. Oleh karena
itu , untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa, ada baiknya kita sebagai calon tenaga pendidik mengetahui hakikat dari demokrasi
ini.
Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik perkembangan
demokrasi di dunia secara umum, hingga khususnya di Indonesia, mulai dari pengertian dan
konsepsi demokrasi menurut para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia,
terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir. Selain itu juga proses ini
menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia, dimulai saat Kemerdekaan
Indonesia, berdirinya Republik Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran Soekarno
dalam Orde Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi demokrasi pasca
Reformasi 1998 hingga saat ini.
Dari pembahasan pendahuluan di atas, maka saya tertarik untuk membuat dan
menyusun makalah yang berjudul “DEMOKRASI DI INDONESIA”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah:


a. Bagaimana demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan indonesia ?
b. Bagaimana penjelasan tentang demokrasi parlementer ?

1
c. Bagaimana penjelasan tentang demokrasi terpimpin?
d. Bagaimana susasana demokrasi dalam pemerintahan orde baru ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini, diantaranya:
a. Untuk mengetahui demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan indonesia
b. Untuk mengetahui penjelasan tentang demokrasi parlementer
c. Untuk mengetahui penjelasan tentang demokrasi terpimpin
d. Untuk mengetahui susasana demokrasi dalam pemerintahan orde baru

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun Manfaat penulisan makalah ini, diantaranya:
a. bisa mengetahui demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan indonesia
b. bisa mengetahui penjelasan tentang demokrasi parlementer
c. bisa mengetahui penjelasan tentang demokrasi terpimpin
d. bisa mengetahui susasana demokrasi dalam pemerintahan orde baru
e. bagi pembaca bisa dijadikan referensi dalam pembuatan karya ilmiah yang
materinya saling berhubungan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945 -1949)

Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,


memperlihatkan besarnya komitmen para pendiri bangsa untuk mewujudkan demokrasi
politik di Indonesia. Mohammad Yamin memasukkan asas peri kerakyatan dalam usulan
dasar negara Indonesia merdeka. Soekarno memasukkan asas mufakat atau demokrasi
dalam usulan tentang dasar negara Indonesia merdeka yang kemudian diberi nama
Pancasila.
Keyakinan besar para pendiri bangsa tersebut timbul karena dipengaruhi latar
belakang pendidikan. Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang
hanya terbatas pada komitmen. Tetapi juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan.
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan (1945-1949) ini, pelaksanaan demokrasi
baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Sedangkan
elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud. Karena situasi dan
kondisi yang tidak memungkinkan. Karena pemerintah harus memusatkan seluruh
energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga
kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap hidup.
Partai-partai politik tumbuh dan berkembang cepat. Fungsi paling utama partai
politik adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan
kesadaran untuk bernegara serta semangat anti penjajahan. Karena keadaan yang tidak
mengizinkan, Pemilihan Umum belum dapat dilaksanakan sekalipun hal itu telah menjadi
salah satu agenda politik utama.
Tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada
periode ini. Tetapi pada periode ini telah diletakkan hal-hal mendasar bagi perkembangan
demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya, yaitu:
Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Para pembentuk negara
sejak semula punya komitmen besar terhadap demokrasi. Begitu Indonesia menyatakan
kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, semua warga negara yang dianggap
dewasa punya hak politik sama, tanpa diskriminasi ras, agama, suku dan kedaerahan.
Kedua, kekuasaan Presiden dibatasi. Ppresiden yang secara konstitusional ada
kemungkinan untuk menjadi diktator, kekuasaannya dibatasi Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) yang dibentuk menggantikan parlemen.

3
Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden maka dimungkinkan terbentuk sejumlah
partai politik.
Pembentukan sejumlah partai politik ini kemudian menjadi peletak dasar sistem
kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik
Indonesia.
Beberapa hal yang akan saya jelaskan juga mengenai demokrasi masa revolusi
melihat dari pekembangan, kendala serta system politik kerakyatan pada masa ini.
a. Perkembangan Demokrasi pada Masa Revolusi

Semenjak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X 3 November 1945,


yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam
masa revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan seremonial,
sementara kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet, dan,
Parlemen. Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses
pemerintahan. Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa
keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Pergulatan politik
ditandai oleh tarik menarik antara partai di dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan
politik di luar lingkungan kekuasaan, pihak kedua mencoba menarik pihak pertama ke
luar dari lingkungan kekuasaan.
Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama
melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme
yang tumbuh di tengah masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elite politik.
Dalam masa ini yang dikecewakan dari Soekarno adalah masalah presiden yang hanya
sebagai simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar
elite dan antar partai politik di satu sisi, serta di sisi lain akibat adanya sikap Soekarno
dan militer mengenai demokrasi yang dijalankan. Perpecahan antar elite politik ini
diperparah dengan konflik tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan
militer, serta adanya ketidakmampuan setiap kabinet dalam merealisasikan programnya
dan mengatasi potensi perpecahan regional ini mengindikasikan krisis integral dan
stabilitas yang parah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan
nasionalis ekonomi, dan diberlakukannya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah
masa demokrasi terpimpin kini telah mulai.
Periode demokrasi terpimpin ini secara dini dimulai dengan terbentuknya Zaken
Kabinet pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit

4
Presiden 5 Juli 1959. Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secara
signifikan diimbangi dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan
Superstruktur dan infrastruktur politik dikendalikan secara hampir penuh oleh presiden.
Dengan ambisi yang besar PKI mulai memperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta
oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung September 1965, kemudian mulailah pada
massa orde baru.
Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun bereda dalam keadaan memprihatinkan.
Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan rata-
rata satu kali pergantian setiap tahun. Stabilitas politik secara umum memprihatinkan.
Ditandai dengan kuantitas konflik politik yang amat tinggi. Konflik yang bersifat
ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun pasca merdeka.
Krisis ekonomi dalam masa demokrasi parlementer dikarenakan karena kabinet
tidak sempat untuk merealisasikan program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang
sering terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena
kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya
perhatian disektor ekonomi. Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan.
Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses politik menjadikan birokrasi tidak
terurus.
b. Kendala Demokrasi pada Masa Revolusi

Pada masa revolusi 1945-1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa Indonesia,
misalnya perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan
kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka yang
menentangnya dan antara kekuatan Islam dalam kekuatan sekuler. Di awal revolusi tidak
satu pun perbedaan di antara bangsa Indonesia yang terpecahkan. Semua permasalahan
itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok kekuatan itu duduk satu meja
untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan pertama bangsa Indonesia adalah
kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada akhirnya kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata
dan kekuatan diplomasi bersama-sama berhasil mencapai kemerdekaan.
c. Demokrasi Kerakyatan pada Masa Revolusi

Periode panjang pergerakan nasional yang didominasi oleh munculnya organisasi


modern digantikan periode revolusi nasional. Revolusi yang menjadi alat tercapainya
kemerdekaan merupakan kisah sentral sejarah Indonesia. Semua usaha untuk mencari
identitas jati diri, semangat persatuan guna menghadapi kekuasaan kolonial, dan untuk

5
membangun sebuah tatanan sosial yang adil akhirnya membuahkan hasil dengan
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

2.2 Demokrasi Parlementer (1949 – 1959)


Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang
waktu antara 1949-1959. Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang
dasar, yaitu: Pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27
Desember 1949 - 17 Agustus 1950. Dalam rentang waktu ini, bentuk negara Indonesia
berubah dari kesatuan menjadi serikat. Sistem pemerintahan berubah dari presidensil
menjadi quasi parlementer. Pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950 pada rentang waktu 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959. Periode
pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah menjadi negara kesatuan. Sistem
pemerintahan menganut sistem parlementer. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pada periode 1949-1959, negara Indonesia menganut demokrasi parlementer.
parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki
peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam
mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem
presidensiil, sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana
menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensial, presiden
berwenang terhadap jalannya pemerintahan, tetapi dalam sistem parlementer presiden
hanya menjadi simbol kepala negara.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari
dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering
dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari
beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam
sebuah republik kepresidenan.
Masa demokrasi parlementer adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia.
Karena hampir perwujudan semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan
politik di Indonesia. Berikut ini enam indikator ukuran kesuksesan pelaksanaan
demokrasi pada masa pemerintahan parlementer:
Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen berperan tinggi dalam proses
politik. Perwujudan kekuasaan parlemen terlihat dari sejumlah mosi tidak percaya pada
pihak pemerintah. Akibatnya kabinet harus meletakkan jabatan meski pemerintahan baru

6
berjalan beberapa bulan. Seperti Djuanda Kartawidjaja diberhentikan dengan mosi tidak
percaya dari parlemen.
Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada
umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga
sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam
periode ini merupakan contoh konkret tingginya akuntabilitas.
Ketiga, kehidupan kepartaian memperolah peluang sebesar-besarnya untuk
berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem multipartai.
Pada periode ini 40 partai politik terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi
dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partai maupun para pendukungnya.
Campur tangan pemerintah dalam hal rekrutmen tidak ada. Sehingga setiap partai bebas
memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.
Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada 1955,
tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair. Setiap pemilih dapat
menggunakan hak pilih dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.
Kelima, masyarakat umumnya dapat merasakan hak-hak dasar dan tidak dikurangi
sama sekali. Meski tidak semua warga negara dapat memanfaatkan hak-hak dasar dengan
maksimal. Tetapi hak untuk berserikat dan bekumpul dapat diwujudkan, dengan
terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta Pemilihan Umum. Kebebasan
pers dan kebebasan berpendapat dirasakan dengan baik. Masyarakat bisa melakukan
tanpa rasa takut menghadapi risiko, meski mengkritik pemerintah dengan keras. Contoh
Dr. Halim, mantan Perdana Menteri, menyampaikan surat terbuka dengan kritikan sangat
tajam terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno. Surat tersebut
tertanggal 27 Mei 1955.
Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah yang memperoleh
otonomi yang cukup. Daerah-daerah bahkan memperoleh otonomi seluas-luasnya dengan
asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak, dalam mengatur hubungan kekuasaan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Ciri-Ciri Demokrasi Parlementer (Liberal)


Ciri-ciri demokrasi parlementer (liberal) yaitu :
1) Dikepalaioleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan
kepalanegara dikepalai oleh presiden/raja.
2) Kekuasaaneksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja
diseleksiberdasarkan Undang-Undang.

7
3) Perdanamenteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa)untuk mengangkat
danmemberhentikan menteri-menteri yang memimpin departement dan non-
departemen.
4) Menteri-menterihanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
5) Kekuasaaneksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
6) Kekuasaaneksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
7) Kontrolterhadap negara, alokasi sumberdaya alam dan manusia dapat terkontrol.
8) Kelompokminoritas (agama, etnis) boleh berjuang, unuk memperjuangkan dirinya.

KeadaanPolitik Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Liberal


1. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi)sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang
dipimpinMasyumi.
Program kerja :
a) Menggaitkanusaha mencapai keamanan dan ketentraman
b) Meningkatkankesejahteraan masyarakat
c) Mempersiapkan danmenyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
d) Mencapai konsolidasi danpenyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuatdan daulat.
e) Menyempurnakanorganisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas
anggota tentara dangerilya dalam masyarakat.
f) Memperjuangkanpenyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
g) Mengembangkan danmemperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar
bagi pelaksanaan ekonominasional yang sehat.
h) Membantu pembangunanperumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatandan kecerdasan rakyat
2. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari1952); Merupakan kabinet koalisi
antara Masyumi dan PNI, Dipimpin oleh SoekimanWiryosanjoyo

Program kerja :
a) Menjalankanberbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan danketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat
kekuasaan negara.

8
b) Membuatdan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka
pendek untukmempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan
mempercepat usaha penempatanbekas pejuang dalam pembangunan
c) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentukDewan Konstituante dan
menyelenggarakan pemilu itu dalam waktu singkat sertamempercepat
terlaksananya otonomi daerah
d) MenyampaikanUndang-Undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja
sama, penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buru
e) Menyelenggarakan politik luar negeri bebas aktif
f) Memasukkan Irian Barat ke wilayah RI secepatnya
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)

Kabinet ini merupakan zakenkabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dipimpin oleh Mr. Wilopo
Program kerja :
a) Mempersiapkan pemilu
b) Berusahamengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI
c) Meningkatkankeamanan dan kesejahteraan
d) Perbaharuibidang pendidikan dan pengajaran
e) Melaksanakanpolitik luar negeri bebas dan aktif
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955)

Kabinet ini merupakan koalisiantara PNI dan NU. Dipimpin oleh Mr.
AliSastroamijoyo.
Program kerja :
a) Menumpaspemberontakan DI/TII di berbagai daerah
b) Memperjuangkankembalinya Irian Barat kepada RI
c) MenyelenggarakanKonferensi Asia Afrika
d) Meningkatkan keamanandan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
e) Pembebasan Irian Baratsecepatnya.
f) Pelaksanaan politikbebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
g) Penyelesaian Pertikaianpolitik
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.


Program kerja :

9
a) Mengembalikan kewibawaanpemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakatkepada pemerintah.
b) Melaksanakan pemilihanumum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknyaparlemen baru.
c) Masalah desentralisasi,inflasi, pemberantasan korupsi.
d) Perjuangan pengembalianIrian Barat.
e) Politik KerjasamaAsia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan koalisiantara tiga partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
Program kerjanya disebut RencanaPembangunan Lima Tahun, yaitu :
a) Menyelesaikanpembatalan KMB
b) Pembentukanprovinsi Irian Barat
c) Menjalankanpolitik luar negeri bebas aktif
d) Perjuangan pengembalianIrian Barat
e) Pembentukandaerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
f) Mengusahakan perbaikannasib kaum buruh dan pegawai.
g) Menyehatkan perimbangankeuangan negara.
h) Mewujudkan perubahanekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.
i) Pemulihan keamanan danketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan
politik luar negeri bebas aktif
j) Melaksanakan keputusanKAA.
7. Kabinet Djuanda ( 9 April1957-10 Juli 1959 )
Kabinet ini merupakan zakenkabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya.Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang-Undang Dasarpengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan
politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.

Program kerjanya disebut PancaKarya (Kabinet Karya ), yaitu :


a) Membentukdewan nasional
b) Normalisasikeadaan RI
c) Melanjutkanpembatalan KMB
d) MemperjuangkanIrian Barat kembali ke RI

10
e) Mempercepatpembangunan

Keadaan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Liberal


Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesiamasih sangat
buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonominasional yang sesuai
dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.Faktoryang menyebabkan keadaan
ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telahditetapkan dalam
KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5Triliun rupiah dan utang
dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itusebesar 5,1 Miliar.
3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumiyaitu pertanian dan
perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektoritu berkurang akan memukul
perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesiamelainkan dirancang
oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidakmewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadisistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalamanuntuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga
ahli dan dana yangdiperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubungbanyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayahIndonesia.
8. Tidak stabilnya situasipolitik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk
operasi-operasikeamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu seringberganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidakdapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :


1. Mengurangi jumlah uang yang beredar
2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :


1. Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

Upaya-upaya untuk mengatasi masalah ekonomi

11
1. „Gunting Sjafruddin‟, yaitu pemotongan nilaiuang (sanering) pada 20 Maret 1950.
Istilah „Gunting Sjafruddin‟ ini melekatpada era Sjafruddin Prawiranegara menjadi
Menteri Keuangan pada kabinet HattaII. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar agartingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan
pribumi danmendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing.Impor barang tertentu dibatasi dan memberikan lisensi impornya hanya
padaimportir pribumi. Pemberian kredit juga diberikan pada perusahaan-
perusahaanpribumi agar mereka bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi
nasional.Tapi, usaha ini gagal. Pengusaha pribumi memiliki sifat yang
cenderungkonsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi.\
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951,
lewat UU No 24 Tahun 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistemekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mendagri
kalaitu, Iskak Cokrohadisuryo. Langkah yang dilakukan adalah menggalang kerja
samaantara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha nonpribumi
wajibmemberikan latihan-latihan kepada pengusaha pribumi. Sementara itu,
pemerintahmenyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Program inipun tidak berjalan dengan baik. Pengusaha pribumi kurang
berpengalaman sehinggahanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), termasuk
pembubaran UniIndonesia-Belanda. Akibatnya, banyak pengusaha Belanda yang
menjualperusahaannya, sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alihperusahaan-perusahaan tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun, Program yang dilaksanakan umumnya
merupakan programjangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II,
pemerintahanmembentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut
Biro PerancangNegara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir.
Juanda diangkatsebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
RencanaPembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan
antara tahun1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun
1957 sasarandan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan
(Munap).Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.

12
7. Musyawarah Nasional Pembangunan, untukmengubah rencana pembangunan agar
dapat dihasilkan rencana pembangunan yangmenyeluruh untuk jangka panjang.

2.3 Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk


sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi dan menjadi bagian dari
perkembangan demokrasi di Indonesia. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan
umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan
kebijakan dan tujuan yang sama . Atau, dengan kata lain, pemerintah telah belajar untuk
mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan semua hak-hak
mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik. Walaupun mengikuti prinsip-
prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil terhadap otoritarianisme.
Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki dampak yang signifikan
terhadap kebijakan yang dijalankan oleh negara melalui pengefektifan teknik kinerja
humas yang berkelanjutan.
Pada periode pemerintahan Indonesia tahun 1959-1965 tersebut, kekuasaan
didominasi oleh Presiden. Peranan partai politik menjadi terbatas, pengaruh komunis
semakin berkembang, dan peranan TNI/Polri sebagai unsur sosial politik semakin luas.

a. Latar Belakang Lahirnya Demokrasi Terpimpin

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu bentuk usaha untuk
mencari jalan keluar dari kemacetan politik dengan melalui pembentukan
kepemimpinan yang kuat. Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut,
Indonesia jatuh pada masa Demokrasi Terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin
Soekarno bertindak seperti seorang diktator. Ia hampir menguasai semua sektor
kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Demokrasi Terpimpin merupakan sebuah hype pendek demokrasi yang tidak
didasarkan atas paham liberalisme, sosialisme-nasional, fasisme, dan komunisme,
tetapi suatu paham demokrasi yang didasarkan pada keinginan-keinginan luhur bangsa
Indonesia seperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Demokrasi yang
menuju pada satu tujuan yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur yang penuh
dengan kebahagiaan material dan spiritual sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945.

13
Namun di dalam prakteknya, apa yang dinamakan dengan Demokrasi Terpimpin
yang mempunyai tujuan yang luhur ini tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen.
Malah sebaliknya, sistem ini sangat jauh dan menyimpang dari arti yang sebenarnya.
Dalam prakteknya, yang memimpin demokrasi ini bukan Pancasila sebagaimana
yang dicanangkan, tetapi sang pemimpinnya sendiri. Akibatnya, demokrasi yang
dijalankan tidak berdasarkan keinginan luhur bangsa Indonesia, tetapi berdasarkan
keinginan-keinginan atau ambisi politik pemimpinnya sendiri.
b. Sejarah Demokrasi Terpimpin
Pada masa Demokrasi Terpimpin, banyak terjadi penyelewengan terhadap
Pancasila dan UUD 1945 seperti: Pembentukan Nasakom (Nasionalis, Agama dan
Komunis), Tap MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Soekarno
sebagai Presiden Seumur Hidup. Pembubaran DPR hasil pemilu oleh Presiden.
Pengangkatan ketua DPRGR/MPRS menjadi menteri negara oleh Presiden. GBHN
yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA, bukan MPRS.
Dalam demokrasi terpimpin, jika tidak terjadi mufakat dalam sidang DPR,
maka permasalahan yang ada akan diserahkan kepada Presiden sebagai pemimpin
besar revolusi untuk diputuskan sendiri. Dengan demikian, rakyat atau wakil rakyat
yang duduk dalam lembaga legislatif tidak mempunyai peranan yang penting dalam
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Pada akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta
demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya peristiwa G-30-S/PKI 1965 dengan
diikuti krisis ekonomi yang cukup parah.

2.4.Demokrasi Dalam Pemerintahan Orde Baru (1965-1998)


Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam
kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia
masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik. Keputusan
Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah
kondisi ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai
Komunis Indonesia, yang kala itu berniat mempersenjatai diri. Sebelum sempat
terlaksana, peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan mengakibatkan diberangusnya
Partai Komunis Indonesia dari Indonesia. Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-
lahan mulai melemah.

Kejadian-kejadian penting pada saat orde baru

14
a. Kelahiran Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar)

Di kemudian hari, Supersemar diketahui memiliki beberapa versi. Gambar ini


merupakan Supersemar versi Presiden. Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar
legalitasnya. Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada tanggal 11 Maret
1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dipimpin oleh
Presiden Soekarno sedang berlangsung. Di tengah-tengah acara, ajudan presiden
melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan
pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes
Leimena dan berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam I Dr
Subandrio, dan Waperdam III Chaerul Saleh. Leimena sendiri menyusul presiden
segera setelah sidang berakhir.
Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat,
Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan
Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima
Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk
meminta izin menghadap presiden. Segera setelah mendapat izin, pada hari yang sama
tiga perwira tinggi ini datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di
ibu kota Jakarta meyakinkan Presiden Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam
kondisi siap siaga. Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno
mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini.
Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah
yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan
Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan
stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu
Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, Brigadir Jenderal Amir
Machmud, dan Brigadir Jenderal Sabur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden
Cakrabirawa. Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11
Maret 1966 atau Supersemar.

15
b. Pemberangusan Partai Komunis Indonesia

Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret, Letnan Jenderal
Soeharto mengambil beberapa tindakan. Pada tanggal 12 Maret 1966, ia
mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi Partai
Komunis Indonesia serta ormas-ormas yang bernaung dan berlindung atau senada
dengannya untuk beraktivitas dan hidup di wilayah Indonesia. Keputusan ini
kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI ABRI/Mandataris
MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran Partai Komunis
Indonesia beserta ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan karena
merupakan salah satu realisasi dari Tritura.
Pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 orang menteri yang
dinilai tersangkut dalam Gerakan 30 September dan diragukan etika baiknya yang
dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966. Ia kemudian
memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan membersihkan lembaga
legislatif, termasuk MPRS dan DPRGR, dari orang-orang yang dianggap terlibat
Gerakan 30 September. Keanggotaan Partai Komunis Indonesia dalam MPRS
dinyatakan gugur. Peran dan kedudukan MPRS juga dikembalikan sesuai dengan
UUD 1945, yakni di atas presiden, bukan sebaliknya. Di DPRGR sendiri, secara total
ada 62 orang anggota yang diberhentikan. Soeharto juga memisahkan jabatan pimpian
DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi
kedudukan sebagai menteri.
Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1955, diadakanlah Sidang Umum IV MPRS
dengan hasil sebagai berikut:
- Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan
Supersemar.
- Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga
Negara Tingkat Pusat dan Daerah.
- Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri
RI Bebas Aktif
- Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
- Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS
yang Bertentangan dengan UUD 1945.
- Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata
Urutan Perundang-undangan di Indonesia.

16
- Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis
Indonesia dan Pernyataan Partai Komunis Indonesia dan Ormas-Ormasnya sebagai
Organisasi Terlarang di Indonesia.

Hasil dari Sidang Umum IV MPRS ini menjadi landasan awal tegaknya Orde
Baru dan dinilai berhasil memenuhi dua dari tiga tuntutan rakyat (tritura), yaitu
pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur
Partai Komunis Indonesia.
Selain dibubarkan dan dibersihkan, kader-kader Partai Komunis Indonesia juga
dibantai khususnya di wilayah pedesaan-pedesaan di pulau Jawa. Pembantaian ini
tidak hanya dilakukan oleh angkatan bersenjata, namun juga oleh rakyat biasa yang
dipersenjatai. Selain kader, ribuan pegawai negeri, ilmuwan, dan seniman yang
dianggap terlibat juga ditangkap dan dikelompokkan berdasarkan tingkat
keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia. Sebagian diasingkan ke Pulau Buru,
sebuah pulau kecil di wilayah Maluku. Pada tanggal 30 September setiap tahunnya,
pemerintah menayangkan film yang menggambarkan Partai Komunis Indonesia
sebagai organisasi yang keji.
c. Pembentukan Kabinet Ampera

Dalam rangka memenuhi tuntutan ketiga Tritura, Soeharto dengan dukungan


Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 membentuk kabinet baru yang diberi nama
Kabinet Ampera. Tugas utama Kabinet Ampera adalah menciptakan stabilitas
ekonomi dan stabilitas politik, atau dikenal dengan nama Dwidarma Kabinet Ampera.
Program kerja yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet
Ampera, yaitu:
 memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;
 melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
 melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional
sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
 melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.

Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun pelaksanaannya


dilakukan oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Akibatnya,
muncul dualisme kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan bagi
stabilitas politik saat itu. Soekarno kala itu masih memiliki pengaruh politik, namun

17
kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan. Kalangan militer, khususnya yang
mendapatkan pendidikan di negara Barat, keberatan dengan kebijakan pemerintah
Soekarno yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Mengalirnya bantuan dana
dari Uni Soviet dan Tiongkok pun semakin menambah kekhawatiran bahwa Indonesia
bergerak menjadi negara komunis.
Akhirnya pada 22 Februari 1967, untuk mengatasi situasi konflik yang
semakin memuncak kala itu, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada
Jenderal Soeharto. Penyerahan ini tertuang dalam Pengumuman Presiden Mandataris
MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman itu
didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila
presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai
pemegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto memberikan
keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya penyerahan
kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu
dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap konstitusional. Karena itu, diadakanlah
Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya
secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga
terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
d. Kebijakan ekonomi
- Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Di awal kekuasaannya, Pemerintah Orde Baru mewarisi kemerosotan ekonomi
yang ditinggalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Kemerosotan ekonomi ini
ditandai oleh rendahnya pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang hanya
mencapai 70 dollar AS, tingginya inflasi yang mencapai 65%, serta hancurnya
sarana-sarana ekonomi akibat konflik yang terjadi di akhir pemerintahan Soekarno
Untuk mengatasi kemerosotan ini, pemerintah Orde Baru membuat program
jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan
kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan
kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini
diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat dikendalikan dan stabilitas
tercapai, kegiatan ekonomi akan pulih dan produksi akan meningkat.
Mulai tahun 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk
pembangunan yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Repelita pertama yang mulai dilaksanakan tahun 1969 tersebut fokus pada
rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan investasi.

18
Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas untuk memenuhi kebutuhan pangan
sebelum membangun sektor-sektor lain. Pembangunan antara lain dilaksanakan
dengan membangun prasana pertanian seperti irigasi, perhubungan, teknologi
pertanian, kebutuhan pembiayaan, dan kredit perbankan. Petani juga dibantu
melalui penyediaan sarana penunjang utama seperti pupuk hingga pemasaran hasil
produksi.
Repelita I membawa pertumbuhan ekonomi naik dari rata-rata 3% menjadi
6,7% per tahun, pendapatan perkapita meningkat dari 80 dolar AS menjadi 170
dolar AS, dan inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I pada tahun
1974. Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) fokus pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan
penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah
menjadi bahan baku. Pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai status
swasembada beras dari yang tadinya merupakan salah satu negara pengimpor beras
terbesar di dunia pada tahun 1970-an. Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita
V (1989-1994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor pertanian,
juga mulai bergerak menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri yang
menghasilkan barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri
pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin
industri.
e. Swasembada beras

Sejak awal berkuasa, pemerintah Orde Baru menitikberatkan fokusnya pada


pengembangan sektor pertanian karena menganggap ketahanan pangan adalah
prasyarat utama kestabilan ekonomi dan politik. Sektor ini berkembang pesat
setelah pemerintah membangun berbagai prasarana pertanian seperti irigasi dan
perhubungan, teknologi pertanian, hingga penyuluhan bisnis. Pemerintah juga
memberikan kepastian pemasaran hasil produksi melalui lembaga yang diberi nama
Bulog (Badan Urusan Logistik).
Mulai tahun 1968 hingga 1992, produksi hasil-hasil pertanian meningkat
tajam. Pada tahun 1962, misalnya, produksi padi hanya mencapai 17.156 ribu ton.
Jumlah ini berhasil ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 47.293 ribu ton pada tahun
1992, yang berarti produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg
per jiwa. Prestasi ini merupakan sebuah prestasi besar mengingat Indonesia pernah
menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an.
f. Pemerataan kesejahteraan penduduk

19
Pemerintah juga berusaha mengiringi pertumbuhan ekonomi dengan
pemerataan kesejahteraan penduduk melalui program-program penyediaan
kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga
berencana, pendidikan dasar, penyediaan air bersih, dan pembangunan perumahan
sederhana. Strategi ini dilaksanakan secara konsekuen di setiap pelita. Berkat
usaha ini, penduduk Indonesia berkurang dari angka 60% pada tahun 1970-an ke
angka 15% pada tahun 1990-an. Pendapatan perkapita masyarakat juga naik dari
yang hanya 70 dolar per tahun pada tahun 1969, meningkat menjadi 600 dolar per
tahun pada tahun 1993.
Pemerataan ekonomi juga diiringi dengan adanya peningkatan usia
harapan hidup, dari yang tadinya 50 tahun pada tahun 1970-an menjadi 61 tahun
di 1992. Dalam kurun waktu yang sama, angka kematian bayi juga menurun dari
142 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1.000 kelahiran
hidup. Jumlah penduduk juga berhasil dikendalikan melalui program Keluarga
Berencana (KB). Selama dasawarsa 1970-an, laju pertumbuhan penduduk
mencapai 2,3% per tahun. Pada awal tahun 1990-an, angka tersebut dapat
diturunkan menjadi 2,0% per tahun.

g. Penataan Kehidupan Politik


- Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Organisasi masanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas


pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan
kebijakan: Membubarkan Partai Komunis Indonesia pada tanggal 12 Maret 1966
yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 ; Menyatakan Partai
Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Pada tanggal 8 Maret
1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30
September 1965.
- Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada
masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhanaan dan
penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik.
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan
ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu
adalah: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU,

20
Parmusi, PSII, dan PERTI; Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan
gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo; Golongan
Karya
Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru
dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan
pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya
perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi serta pemahaman
Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

- Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali


pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam
setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar
selalu memenangkan Pemilu.
Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan
Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51% dengan perolehan 325 kursi di DPR. Ini
merupakan perolehan suara terbanyak Golkar dalam pemilu. Adapun PPP
memperoleh 89 kursi dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara dengan
hanya mendapat 11 kursi di DPR.
Kemorosotan perolehan suara PDIP disebabkan adanya konflik intern di
tubuh partai berkepala banteng tersebut. PDI akhirnya pecah menjadi PDI Suryadi
dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP. Penyelenggaraan
Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu
berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun
dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan
Pemilu saja yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu
1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang perimbangan
suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan
Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada
masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.

21
- Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Menurut Connie Rahakundini Bakrie, Orde Baru menempatkan militer sebagai
pemain sentral dalam perpolitikan melalui doktrin Dwi Fungsi ABRI. Selain
menjadi angkatan bersenjata, ABRI juga memegang fungsi politik, menjadikannya
organisasi politik terbesar di negara. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI
karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR
mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.
Dasar hukum pelaksanaan Dwifungsi ABRI di antaranya yakni Ketetapan
MPR, yaitu sejak TAP MPR(S) No. II Tahun 1969 hingga TAP MPR No. IV Tahun
1978. Selain itu, dasar hukumnya yakni Undang-Undang (UU) No. 15 dan 16 tahun
1969 yang diperbarui menjadi UU No. 4 dan 5 tahun 1975. Pengukuhan peran
ABRI sebagai kekuatan sosial politik ditegaskan dalam UU No. 20 Tahun 1982.
Dalam penjelasan pasalnya disebutkan bahwa prajurit ABRI dalam bidang sosial
politik bertindak selaku dinamisator dan stabilisator. Peran dinamisator sebenarnya
telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal
Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun
pemimpin pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang
dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah Gerakan
30 September, yang melahirkankan Orde Baru.
Sistem ini memancing kontroversi di tubuh ABRI sendiri. Banyak perwira,
khususnya mereka yang berusia muda, menganggap bahwa sistem ini mengurangi
profesionalitas ABRI. Masuknya pendidikan sosial dan politik dalam akademi
militer mengakibatkan waktu mempelajari strategi militer berkurang.
Secara kekuatan, ABRI juga menjadi lemah dibandingkan negara Asia
Tenggara lainnya. Saat itu, hanya ada 533.000 prajurit ABRI, termasuk Polisi yang
kala itu masih menjadi bagian dari ABRI. Angka ini, yang hanya mencakup 0,15
persen dari total populasi, sangat kecil dibanding Singapura (2,06%), Thailand
(0,46%), dan Malaysia (0,68%). Pendanaan yang didapatkan ABRI pun tak kalah
kecil, hanya sekitar 1,96% dari total PDB, sementara angkatan bersenjata Singapura
mendapatkan 5,48% dan Thailand 3,26%. Selain itu, peralatan dan perlengkapan
yang dimiliki juga sedikit; ABRI hanya memiliki 100 tank besar dan 160 tank
ringan.
h. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

22
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal
dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978
pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan
masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama
terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini
rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Sehingga sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas
tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh
menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas
tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan
Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial
masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh
karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai
dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila,
demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dianggap memiliki kesakralan
(kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
f. Penataan Kehidupan Ekonomi
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan


pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

 Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini


didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
 MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan
serta program stabilisasi dan rehabilitasi.

Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional,


terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi
ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak

23
terus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
i. Pembangunan nasional
direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka
Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program
Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah
melaksanakan enam Pelita yaitu:
1) Pelita I

Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan


menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan
prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
2) Pelita II

Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979.
Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde
Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi
47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
3) Pelita III

Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984.
Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik
berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan.
4) Pelita IV

Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik


berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan

24
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di
tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi
resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah
mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat
berlangsung terus.
5) Pelita V

Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini
pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu
kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan
ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan
gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.
6) Pelita VI

Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program


pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda
negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah
menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya
pemerintahan Orde Baru.
Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang
singkat yaitu antara 1966-1968. Ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden
Republik Indonesia. Karakteristik Demokrasi Pancasila pada masa pemerintahan Orde
Baru berdasarkan indikator demokrasi, yaitu:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir tidak pernah terjadi.
Rotasi kekuasaan eksekutif terjadi pada jajaran yang lebih rendah seperti
gubernur, bupati atau walikota, camat dan kepala desa. Perubahan selama
pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan Wakil Presiden, sementara
pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
2. Rekrutmen politik bersifat tertutup.
Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan politik dalam
penyelenggaraan pemerintah negara. Untuk lembaga eksekutif (pemerintah pusat

25
maupun daerah), legislatif (MPR, DPR dan DPRD) maupun yudikatif (MA). Di
negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis, semua warga negara yang
mampu dan memenuhi syarat mempunyai peluang sama untuk mengisi jabatan
politik tersebut. Tetapi yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru, sistem
rekrutmen politik bersifat tertutup. Sistem rekrutmen tertutup sangat bertentangan
dengan semangat demokrasi. Pengisian jabatan tinggi seperti Mahkamah Agung
(MA),
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan jabatan-jabatan lain dalam
birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga dengan
anggota badan legislatif. Anggora DPR dipilih melalui proses pengangkatan dengan
surat keputusan Presiden. Pada rekrutmen politik lokal (gubernur dan bupati atau
walikota), masyarakat di daerah tidak punya peluang ikut menentukan pemimpin.
Presiden memutuskan siapa yang akan menjabat.
3. Terjadi kecurangan pada Pemilihan Umum.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah


dilangsungkan sebanyak tujuh kali dengan frekuensi setiap lima tahun sekali
secara teratur. Tetapi kualitas pelaksanaan pemilihan umum masih jauh dari
semangat demokrasi. Karena Pemilu tidak melahirkan persaingan sehat, terjadi
kecurangan-kecurangan yang sudah menjadi rahasia umum.
4. Pelaksanaan hak-hak dasar warga negara lemah.
Dunia internasional sering menyoroti politik Indonesia terkait perwujudan
jaminan hak asasi manusia. Terutama masalah kebebasan pers. Persoalan mendasar
adalah selalu ada campur tangan birokrasi yang sangat kuat. Selama pemerintahan
Orde Baru, sejarah pemberangusan surat kabar dan majalah terulang kembali seperti
pada masa Orde Lama. Beberapa media massa dicabut surat ijin penerbitannya atau
dibredel. Setelah mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah
penyelewengan oleh pejabat-pejabat negara. Kebebasan berpendapat menjadi tidak
ada.
Pemerintah melalui aparat keamanan memberikan ruang terbatas kepada
masyarakat untuk berpendapat. Pemberlakuan Undang-undang Subversif membuat
posisi pemerintah kuat karena tidak ada kontrol dari rakyat. Rakyat takut
berpendapat mengenai kebijakan yang diambil pemerintah. Pemerintah
memenjarakan dan mencekal orang-orang yang mengkritisi kebijakan pemerintah.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Banyak sekali pelajar-pelajar yang didapat, betapa berharganya dari perjuangan tokoh
pembangunan demokrasi di Indonesia, walapun banyak rintangan para tokoh nasionalis
tetap teguh untuk mepersatukan Indonesia walapun demokrasi naik turun
perkembangannya.
Pelajaran lain adalah sejarah jangan dilupakan karena banyak ilmu yang akan didapat
bila kita belajar sejarah, terutama sitem politik demokrasi di Indonesia. Indonesia banyak
mengalami banyak fase perihal demokrasi, dari mulai revolusi, terpimpin sampai masuk
ke orde baru. Disanalah banyak nilai-nilai yang bisa kita ambil bila kita telaah dengan
seksama.

3.2 Saran
Tidak luput dari kesalahan, manusia adalah tempat kesalahan tapi bukan berarti juga
temapt selalu salah yang mana harus ada perbaikan diri dalam menempuh kesalahan
tersebut. Dalam makalah ini masih banyak kekurangan bahkan mungkin mendekati
kesalahan , saya atas nama penulis juga penyusun meminta maaf sebesar-besarnya jika
dalam mengutuip sumber atau mengarang masih ada yang ambigu. Oleh karena jika
berkenan bisa memberikan masukan dan saran yang disertai solusi bagaimana
memperbaiki kesalahan tersebut. Jazakalloh khoiron katsiroon ..

27
DAFTAR PUSTAKA

Decequeen, Keyra. 2021. Demokrasi pada Masa Revolusi.


https://doc.lalacomputer.com/makalah-demokrasi-pada-masa-revolusi/. Diakses
tanggal 22 Januari 2021.

Putri, Arum Sutrisni . 2020. KOMPAS.com. Demokrasi Indonesia Masa Revolusi


Kemerdekaan (1945-1949).
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/163000669/demokrasi-indonesia-
masa-revolusi-kemerdekaan-1945-1949?page=all. Diakses tanggal 22 Januari 2021.

Wikipedia. 2021. Sistem parlementer.


https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_parlementer#:~:text=Sistem%20parlementer%20
adalah%20sebuah%20sistem,mengeluarkan%20semacam%20mosi%20tidak%20perc
aya.. Diakses tanggal 22 Januari 2021.

Putri, Arum Sutrisni . 2020. KOMPAS.com. Demokrasi Indonesia Periode Parlementer


(1949-1959). https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/173000969/demokrasi-
indonesia-periode-parlementer-1949-1959-?page=all. Diakses tanggal 22 Januari
2021.

Mangeto, uan Kristoven. 2013. Juuaaannnn : Blog mahasiswa Universitas Brawijaya.


Makalah Demokrasi Parlementer.
http://blog.ub.ac.id/juuaaannnn/2014/11/13/makalah-demokrasi-parlementer/. Diakses
tanggal 22 Januari 2021.

Aditya, Rifan. 2020. Suara.com. Sejarah Demokrasi Terpimpin, Latar Belakang, dan
Kondisi Ekonomi. https://www.suara.com/news/2020/12/11/090111/sejarah-
demokrasi-terpimpin-latar-belakang-dan-kondisi-ekonomi?page=all. Diakses tanggal
22 Januari 2021.

Wikipedia. 2020. Demokrasi terpimpin. https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_terpimpin.


Diakses tanggal 22 Januari 2021.

Putri, Arum Sutrisni . 2020. KOMPAS.com. Karakteristik Demokrasi Periode Orde Baru .
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/13/110000969/karakteristik-demokrasi-
periode-orde-baru?page=all . Diakses tanggal 22 Januari 2021.

iii

Anda mungkin juga menyukai