gangguan tidur yang menyebabkan penderitanya sulit tidur, atau tidak cukup
tidur, meskipun terdapat cukup waktu untuk melakukannya. Gangguan tersebut
menyebabkan kondisi penderita tidak prima untuk melakukan aktivitas keesokan harinya.
Terdapat dua tipe insomnia yaitu insomnia primer dan insomnia sekunder. Insomnia primer
adalah insomnia yang tidak terkait dengan kondisi medis lain. Sedangkan insomnia sekunder
adalah insomnia yang disebabkan oleh gangguan kesehatan lain, misalnya radang sendi,
asma, depresi, kanker, atau refluks asam lambung (GERD). Insomnia sekunder juga dapat
disebabkan oleh konsumsi obat-obatan atau alkohol.
Perbedaannya, insomnia akut terjadi selama jangka pendek, bisa berlangsung selama tiga bulan
atau kurang dari itu. Sedangkan insomnia kronis terjadi lebih dari tiga bulan secara berturut-
turut.
Gejala Insomnia
Insomnia ditandai dengan sulit tidur atau tidur yang tidak nyenyak. Akibatnya, penderita
insomnia dapat mudah marah dan depresi. Gejala itu dapat memicu gejala lain, seperti:
Sulit tidur dapat membuat penderita insomnia kurang konsentrasi, sehingga berisiko mengalami
kecelakaan. Insomnia juga dapat menurunkan daya ingat dan gairah seks, serta menimbulkan
gangguan fisik dan mental.
Stres
Depresi
Gaya hidup tidak sehat
Pengaruh obat-obatan tertentu.
Faktor gaya hidup Beberapa faktor gaya hidup penyebab insomnia kronis primer sulit diubah,
seperti bekerja shift malam atau tinggal di suatu tempat dengan banyak kebisingan. Aspek
kehidupan sehari-hari lain yang dapat berkontribusi pada insomnia kronis primer meliputi:
Tempat tidur yang tidak nyaman Tidak mendapatkan aktivitas fisik yang cukup Banyak stres
Paparan cahaya di malam hari Konsumsi kafein Konsumsi alkohol
Pengobatan Insomnia
Ada mitos yang menyebutkan bahwa insomnia adalah penyakit yang ringan dan tidak perlu
diobati. Padahal, sebagian kasus insomnia tergolong serius dan perlu mendapatkan penanganan
dokter.
Insomnia bisa diatasi dengan beberapa cara, misalnya penggunaan obat-obatan, suplemen
melatonin, terapi perilaku kognitif, atau kombinasi ketiganya. Pengobatan yang dilakukan akan
disesuaikan dengan kondisi tiap pasien. Jika diperlukan, dokter akan memberi pasien obat tidur
untuk beberapa minggu. Obat ini tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang karena
berisiko menimbulkan efek samping.
Insomnia bisa dicegah dengan cara:
2. Insomnia kronis
Insomnia disebut kronis apabila terjadi setidaknya 3 kali dalam seminggu selama satu bulan,
bahkan lebih lama. Ada dua jenis insomnia kronis, yaitu primer yang tidak diketahui penyebab
pastinya dan sekunder yang lebih umum terjadi. Pada insomnia kronis sekunder, ada kondisi
khusus yang menyertainya.Beberapa penyebab terjadinya insomnia kronis adalah:
3. Onset insomnia
Nama penyakit susah tidur berikutnya adalah onset insomnia, yaitu kesulitan untuk bisa mulai
tidur atau terlelap. Ini bisa terjadi pada jangka pendek maupun kronis. Penyebab yang paling
umum adalah masalah psikologis seperti stres, cemas berlebih, bahkan depresi.Dalam sebuah
penelitian di tahun 2009, orang yang menderita onset insomnia kronis biasanya juga memiliki
masalah tidur lainnya, seperti restless leg syndrome atau limb movement disorder. Konsumsi
stimulan menjelang waktu tidur seperti kopi juga bisa menimbulkan onset insomnia.
4. Maintenance insomnia
Orang yang kerap terjaga dan sulit untuk bisa kembali tidur bisa jadi mengalami nama penyakit
susah tidur yang disebut maintenance insomnia. Jenis insomnia ini menyebabkan penderitanya
khawatir karena sulit untuk bisa kembali tertidur apabila sudah terbangun. Pada jangka panjang,
siklus tidur menjadi berantakan.Pemicunya beragam, di antaranya:
BIC sleep-onset
Ini adalah jenis behavioral insomnia of childhood yang terjadi karena siklus tidur terkait dengan
kebiasaan tertentu. Misalnya harus ada kedua orangtua di samping atau menonton televisi. Pada
anak yang mengalami BIC sleep-onset, mereka sulit terlelap meski sudah beberapa waktu.
BIC limit-setting
Untuk jenis insomnia akut, biasanya dapat diatasi sendiri di rumah dengan mengelola stres atau
mengonsumsi obat sesuai dengan petunjuk dokter. Namun pada insomnia kronis yang terjadi
karena kondisi medis lain, perlu dilakukan terapi perilaku kognitif atau pengobatan kondisi
medis yang memicu insomnia.