Akidah
FREEPIK
Bagikan:
WhatsAppTelegramFacebookTwitterEmai
lShare
Oleh: Kholili Hasib
Mahasiswa dari perguruan tinggi Islam tidak banyak. Materi yang saya
sampaikan berjudul “Akidah dan Ilmu Kalam”.
Materi yang saya berikan lebih saya tekankan pada dasar-dasar
serta framework pengkajian. Meski saya sentuh juga beberapa isu kalam yang
lumayan mendalam. Seperti teori tentang teori wujud.
Saya terangkan tentang teori wujud karena salah satu sifat Allah Swt dari dua
puluh itu adalah sifat wujud yang pertama. Pengertian wujud, perbedaan
dengan ‘adam (tidak ada), kapan sesuatu itu disebut wujud dan kapan tidak.
Lalu tentang tingkatan wujud (maratibul wujud). Allah Swt
merupakan wujud paling tinggi.
Jika kajian ini diteruskan, maka akan sampai pada area kajian tasawuf. Justru
para mahasiswa peserta training tertarik untuk meneruskan kajian pada area
tasawuf. Tentu saja saya tidak berani. Karena harus ada dasar sebelumnya agar
pemahaman yang diterima adalah utuh.
Kepentingan dari kajian seperti ini, sebagai contoh, mempelajari sifat pertama
Allah yaitu wujud itu bukan saja pasti akan memahami hakikat Tuhan yang
secara otomatis menafikan ateisme, akan tetapi mengajak mahasiswa untuk
berfikir lebih tinggi lagi.
Materi “Akidah dan Ilmu Kalam” yang saya sampaikan merupakan ringkasan
mata kuliah yang saya ajar di IAI Darullughah Wadda’wah Bangil. Saya
mengajar mata kuliah ilmu kalam sejak 2017.
Namun dasar pijakannya adalah akidah dan ilmu kalam. Ilmu akidah atau ilmu
kalam mengajar untuk berfikir secara rasional. Pemikiran-pemikiran dan
keyakinan menyimpang dijawab secara rasional dalam ilmu ini. Sehingga
keyakinan-keyakinan tentang pokok-pokok akidah dapat dibuktikan
secara aqliyah. Tetapi dalam tasawuf, berfikirnya sudah suprarasional. Satu
tingkatan berfikir yang tinggi.
TERKAIT
Kitab tentang ilmu akidah yang disusun dalam bentuk syair. Syaikh Ibrahim
dalam kitab syarahnya menjelaskan bahwasannya salah satu cara mengenal
Allah Swt (ma’rifatullah) adalah dengan melakukan penelaah tentang hakikat
jiwa, menelaah tentang alam semesta ini. Ia kemudian menukil sebuah riwayat
saidina Ali radhiallahu ‘anhu: Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa
rabbahu (barangisapa yang mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya).
Hal ini diakui oleh George Makdisi bahwa ilmu ushul yang dikodifikasi oleh
Imam Syafi’i tidak ada yang baru. Kandungan kitab al-Risalah- nya
berhubungan dengan ushul al-din. Sehingga Makdisi menyebut ilmu ini
dengan Juridical Theology.
Justru para mahasiswa yang studi ilmu-ilmu sains sangat membutuhkan ilmu
akidah dengan framework seperti ini. Meningkatkan intelektualisme dan
‘radikalisme’. Yaitu radikalisme dalam arti berfikir mendalam dan sampai
akarnya.*