Anda di halaman 1dari 6

Keutaman Ibadah Sosial

Bagikan:

WhatsAppTelegramFacebookTwitterEmai
lShare
Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan
manfaat bagi manusia, begitulah cara kita mengutaman ibadah sosial

Hidayatullah.com | PADA suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, ia


tertidur di Masjidil Haram. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat
turun dari langit, lalu yang satu berkata kepada yang lain, “Berapa banyak
orang yang berhaji pada tahun ini?” “Enam ratus ribu,” jawab yang lain.

Lalu ia bertanya lagi, “Berapa banyak yang diterima?” Jawabnya, “Tidak


seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik
bernama Muwaffaq. Dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga
semua yang haji pada tahun itu diterima dengan  berkat hajinya Muwaffaq.”

Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka


terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat menuju Damsyik
mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampai ke rumahnya.

Ketika diketuk pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia tanya namanya.
Orang itu pun menjawab, “Muwaffaq.”

Kemudian Abdullah bin Mubarak menceritakan mimpinya dan bertanya


padanya, “Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai
derajat yang sedemikian itu?”

Jawab Muwaffaq, “Tadinya aku ingin berhaji namun tidak terlaksana karena
keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat uang tiga ratus dirham dari
pekerjaanku membuat dan menambal sepatu, lalu aku berniat haji pada tahun
ini. Pada saat itu istriku sedang hamil, maka suatu hari ia mencium bau
makanan dari rumah tetanggaku dan ingin mencicipi makanan itu. Aku pun
pergi ke rumah tetanggaku dan menyampaikan tujuanku kepadanya.”

Tetanggaku kemudian menjelaskan, “Aku terpaksa membuka rahasiaku,


sebenarnya anak-anakku sudah tiga hari tanpa makanan, karena itu aku keluar
mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba menemukan bangkai himar di
suatu tempat, lalu aku potong bagian tubuhnya dan aku bawa pulang untuk
dimasak. Adapun makanan ini halal bagi kami dan haram untukmu.”
Ketika aku mendengar jawaban itu, aku segera kembali ke rumah dan
mengambil uang tiga ratus dirham dan kuserahkan kepada tetanggaku
tersebut seraya menyuruhnya membelanjakan uang itu untuk keperluan anak-
anak yatim yang ada dalam pemeliharaannya itu.

“Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku.” demikian Muwaffaq


menutup kisahnya. Allahu Akbar. (dalam Irsyadul ‘Ibad ila Sabilir Rasyad karya
Syekh Zainuddin ibn Abdul Aziz al-Malibari).

Kisah di atas telah memberikan pelajaran berharga bagi kita kaum Muslimin
bahwa sesungguhnya haji adalah amal yang utama. Berjihad juga amal utama.
Namun, menyantuni anak yatim, orang miskin, dan orang terlantar merupakan
amal yang lebih utama dan mulia.

Sebab, beribadah haji itu hanya untuk kepentingan pribadi, sedangkan


menyantuni anak yatim dan memberi makan kepada fakir miskin menjadi
ibadah sosial yang manfaatnya lebih besar.

TERKAIT

Menyantuni Anak Yatim dan Menangis Karenanya

Ketika Rasulullah di Medan Perang Bersama Umat Islam


‫‪‬‬

‫‪Khutbah Jumat: Adzan, Suara Panggilan Menuju Allah yang Maha‬‬


‫‪Rahman‬‬

‫‪‬‬

‫‪Khutbah Jumat: Mewaspadai Tiga Sebab Kehancuran Umat‬‬

‫شىۡ ٍء َفاِنَّ ال ٰلّ َه ِب ٖه عَ ِليۡ ٌم‬


‫لَ ۡن تَنَالُوا ۡال ِبرَّ َح ٰتّى ت ُۡن ِفق ُۡوا ِممَّا تُ ِحب ُّۡونَ ؕ وَ مَا ت ُۡن ِفق ُۡوا ِم ۡن َ‬

‫‪“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum‬‬


‫‪kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang‬‬
‫‪kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS: Ali Imran [3]:‬‬
‫‪92).‬‬

‫‪Anas bin Malik berkata berkaitan ayat di atas, lalu Abu Thalhah berdiri‬‬
‫;ﷺ ‪menghadap Rasulullah‬‬

‫;‪Dalam hadist riwayat Muslim disebutkan‬‬

‫ك يَ ُقواُل‬ ‫س ِمعَ َأنَسَ بْنَ مَا ِل ٍ‬ ‫ْن َأ ِبي ط َ ْل َح َة َأنَّ ُه َ‬ ‫ْن عَ ْب ِد اللَّ ِه ب ِ‬ ‫ْح َق ب ِ‬ ‫ك عَ نْ ِإس َ‬ ‫َح َّدثَنَا ي َْحيَى بْنُ ي َْحيَى َقا َل َقرَ ْأ تُ عَ لَى مَا ِل ٍ‬
‫س ِج ِد وَ َكانَ رَ سُو ُل‬ ‫ستَ ْق ِبلَ َة ا ْل َم ْ‬
‫ت ُم ْ‬ ‫ي ِبا ْل َم ِدينَ ِة َمااًل وَ َكانَ َأ َحبُّ َأمْ وَ ا ِل ِه ِإلَ ْي ِه بَيْرَ َحى وَ َكانَ ْ‬ ‫َأ َأ‬
‫َكانَ بُو ط َ ْل َح َة ْكثَرَ نْصَ ِ‬
‫ار ٍّ‬ ‫َأ‬
‫ت َه ِذ ِه اآْل يَ ُة { لَنْ تَنَالُوا ا ْل ِبرَّ َحتَّى‬ ‫ب َقا َل َأنَسٌ َفلَمَّا نَزَ لَ ْ‬ ‫شرَ بُ ِمنْ مَا ٍء ِفي َها طَيِّ ٍ‬ ‫اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه وَ َ‬
‫سلَّ َم يَدْخُ لُ َها وَ يَ ْ‬
‫سلَّ َم َف َقا َل ِإنَّ اللَّ َه يَقُو ُل ِفي ِكتَ ِاب ِه { لَنْ تَنَالُوا‬ ‫تُ ْن ِفقُوا ِممَّا تُ ِحبُّونَ } َقا َم َأبُو ط َ ْل َح َة ِإلَى رَ سُو ِل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه وَ َ‬
‫ي بَيْرَ َحى وَ ِإنَّ َها صَ َد َق ٌة ِللَّ ِه َأرْ ُجو ِبرَّ َها وَ ُذخْ رَ َها ِع ْن َد اللَّ ِه‬ ‫ا ْل ِبرَّ َحتَّى تُ ْن ِفقُوا ِممَّا تُ ِحبُّونَ } وَ ِإنَّ َأ َحبَّ َأمْ وَ ا ِلي ِإلَ َّ‬
‫سلَّ َم ب َْخ َذ ِلكَ مَا ٌل رَ ِابحٌ َذ ِلكَ مَا ٌل رَ ِابحٌ َق ْد‬ ‫ت َقا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه وَ َ‬ ‫ْث ِشْئ َ‬ ‫َفضَ ْع َها يَا رَ سُو َل اللَّ ِه َحي ُ‬
‫َأ‬ ‫ت ِفي َها وَ نِّي َأرَ ى َأنْ تَ ْج َعلَ َها ِفي اَأْل ْقرَ بينَ َف َق َ َأ‬
‫ار ِب ِه وَ بَ ِني عَ ِّم ِه‬ ‫س َم َها بُو ط َ ْل َح َة ِفي َق ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِإ‬ ‫س ِم ْعتُ مَا ُق ْل َ‬ ‫َ‬
“Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] ia berkata, saya telah
membacakan kepada [Malik] dari [Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah] bahwa
ia mendengar [Anas bin Malik] berkata; Abu Thalhah adalah orang Anshar
yang terkaya di Madinah. Dan harta yang paling di sukainya ialah sebuah
kebun yang di beri nama ‘Bairaha`, yang letaknya berhadapan dengan masjid.
Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah masuk ke dalam taman itu dan meminum air yang
terdapat di dalamnya, yang ternyata manis. Kata Anas selanjutnya; Ketika
turun ayat; “Sekali-kali kamu tidak akan mencapai kebaikan (yang sempurna),
sehingga kamu menafkahkan sebagian hartamu yang kamu cintai.”

Maka Abu Thalhah pergi menemui Rasulullah ‫ ﷺ‬seraya berkata,


“Sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam kitab-Nya, ‘Sekali-kali kamu
tidak akan mencapai kebaikan (yang sempurna), sehingga kamu menafkahkan
sebagian hartamu yang kamu cintai.’ Maka hartaku yang paling aku cintai
adalah Bairaha`.

Mulai saat ini aku sedekahkan karena Allah, yang mana aku mengharapkan
pahala dan tabungan di sisi Allah. Karena itu manfaatkanlah taman itu sesuai
dengan keinginan Anda wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Bagus, harta yang betul-betul menguntungkan. Harta
yang betul-betul menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang kamu
ucapkan mengenai harta itu. Namun, aku berpendapat sebaiknya kebun
tersebut kamu bagikan kepada familimu yang terdekat.” Lalu Abu Thalhah
membagi-bagikan tamannya itu kepada famili-familinya yang dekat, termasuk
anak-anak pamannya.” (HR: Muslim).

Ibadah sosial seperti memberi kebahagiaan dan meringankan kesulitan hidup


orang lain memiliki keutamaan yang besar. Di antaranya, “Allah senantiasa
menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” (HR: Muslim).

َ ‫اج ِة َأ ِخي ِه َكانَ اللَّ ُه ِفى َح‬


‫اج ِت ِه‬ َ ‫وَ مَنْ َكانَ ِفى َح‬

“Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa
menolongnya dalam hajatnya.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda,


ُ‫ َأوْ تَ َك ِشف‬, ‫س ِل ٍم‬ ْ ‫ وَ َأ َحبُّ اَألعْ مَا ِل ِإلَى اللَّ ِه تَعَا َلى سُرُ ورٌ تُ ْد ِخلُ ُه عَ َلى ُم‬, ‫َّاس‬ ‫َأ‬
ِ ‫َّاس ِإلَى اللَّ ِه تَعَالَى ْن َف ُع ُه ْم ِللن‬
ِ ‫َحبُّ الن‬
‫َأ‬
َ‫ي ِمنْ َأنْ َأعْ تَ ِكف‬ َّ َ‫اج ٍة َأ َحبُّ ِإل‬
َ ‫ي مَعَ َأ ِخ ِفي َح‬ َ ‫ وَ َألنْ َأمْ ِش‬, ‫ َأوْ تَطْرُ ُد عَ ْن ُه ُجوعً ا‬, ‫ضي عَ ْن ُه َد ْينًا‬ ِ ‫ َأوْ تَ ْق‬, ‫عَ ْن ُه ُكرْ بَ ًة‬
‫ش ْهرً ا‬َ ‫س ِج َد ا ْل َم ِدينَ ِة‬ ْ ‫ِفي َه َذا ا ْل َم‬
ْ ‫س ِج ِد يَ ْع ِني َم‬

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan
manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah
membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain,
membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku
berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku
cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.”
(HR: Thabrani)

Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar dapat memberikan


manfaat yang lebih besar dan luas kepada orang lain sebagai bagian dari
ibadah sosial. Wallahu a’lam.*/H. Imam Nur Suharno, Kepala Divisi HRD dan
Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai