Anda di halaman 1dari 69

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN UDARA

UNTUK PENGEMBANGAN DESAIN RUMAH TANAMAN DI


DAERAH TROPIKA BASAH

YAYU ROMDHONAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Simulasi


Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk Pengembangan Desain Rumah
Tanaman di Daerah Tropika Basah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Yayu Romdhonah
NRP F152080051

ii
ABSTRACT

YAYU ROMDHONAH. Simulation of Temperature and Humidity Distribution


for Development of Greenhouse Design in the Humid Tropics. Supervised by
HERRY SUHARDIYANTO, ERIZAL and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Greenhouse design for the humid tropical regions is still a challenge.


Microclimate analysis of a standard peak type greenhouse has been conducted
using Computational Fluid Dynamics (CFD). The objectives of this research were
to simulate temperature, humidity, and airflow distribution by using CFD, and to
investigate the greenhouse natural ventilation performance on zero and low
windspeed conditions. Climate data and greenhouse characteristics were used as
inputs for the simulation. The CFD model predicted temperature, relative
humidity, and airflow distributions inside the greenhouse. Visual representations
of the three parameters distributions in the greenhouse were created by
isothermal line. The simulation produced realistic approximations of the dynamic
behavior of greenhouse environments. Results of this study showed the
importance of roof vents and sidewalls openings for efficient thermally driven
ventilation.

Keywords: Computational Fluid Dynamics (CFD), humid tropical greenhouse,


temperature, humidity, ventilation, simulation

iii
RINGKASAN

YAYU ROMDHONAH. Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk


Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah. Dibimbing
oleh HERRY SUHARDIYANTO, ERIZAL dan SATYANTO KRIDO
SAPTOMO.

Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika
diantaranya adalah standard peak. Analisis dengan Computational Fluid
Dynamics (CFD) mampu memodelkan distribusi suhu udara dan pola pergerakan
udara di dalam rumah tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi
distribusi suhu udara, kelembapan udara (RH), dan aliran udara di dalam rumah
tanaman tipe standard peak menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)
serta mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi.
Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang diteliti memiliki
ventilasi berupa bukaan pada dinding dan atap yang ditutup kassa dengan
porositas 0.64. Pengukuran data cuaca dan iklim mikro dilakukan pada bulan
Pebruari 2010. Simulasi CFD dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai
dengan Januari 2011 menggunakan software Solidworks® Office Premium 2010.
Data radiasi matahari, kecepatan angin (WS) 0 m/dt, 0.4 m/dt, dan 1.8 m/dt, suhu
udara lingkungan, suhu lantai dan suhu atap digunakan sebagai data masukan.
Keluaran dari simulasi berupa potongan kontur suhu dan RH serta vektor aliran
udara.
Suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari permukaan
lantai berkisar antara 24.6-32.2 ⁰C pada selang suhu udara lingkungan 23.0-
32.2 ⁰C. Perbedaan suhu udara lingkungan dan di dalam rumah tanaman tidak
lebih dari 5 ⁰C. Suhu udara pada ketinggian 5 m dari permukaan lantai atau berada
di dekat ventilasi atap hampir setiap saat lebih rendah dari pada suhu udara pada
ketinggian 1 m dari lantai. Rata-rata suhu udara pada ketinggian 5 m dari lantai
adalah 26.36 ⁰C, sedangkan pada ketinggian 1 m mencapai 27.45 ⁰C. Rata-rata
RH di dalam rumah tanaman adalah 87.79% dengan nilai terendah 64.85% dan
maksimum 95.42%. Hasil simulasi menunjukkan terjadinya gradien suhu dan RH,
namun tidak terlalu signifikan. Validasi terhadap nilai suhu udara dan RH hasil
simulasi menghasilkan error masing-masing mencapai 12.81% dan 19.56%.
Hasil simulasi menunjukkan bukaan di dinding berfungsi sebagai inlet dan
bukaan di atap berfungsi sebagai outlet saat angin tidak bertiup maupun saat
kecepatan angin rendah dan tidak ada tabrakan aliran udara. Saat angin tidak
bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi karena
adanya chimney effect. Udara panas keluar melalui bukaan dinding dan atap.
Dengan demikian, bukaan ventilasi di dinding dan di atap rumah tanaman sangat
berperan dalam menciptakan iklim mikro yang optimal bagi tanaman tanpa harus
menambah biaya operasional.

Kata kunci: Computational Fluid Dynamics (CFD), rumah tanaman, suhu,


kelembapan, ventilasi, simulasi

iv
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

v
SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN UDARA
UNTUK PENGEMBANGAN DESAIN RUMAH TANAMAN DI
DAERAH TROPIKA BASAH

YAYU ROMDHONAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

vii
Judul Tesis : Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk
Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika
Basah
Nama : Yayu Romdhonah
NIM : F152080051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc


Ketua

Dr. Ir. Erizal, M.Agr Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si


Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal Ujian: 25 Pebruari 2011 Tanggal Lulus:

viii
PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas


limpahan karunia, taufik dan hidayah Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul
”Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk Pengembangan Desain
Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah” dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada kedua orang tua,
mertua, suami, kakak-kakak dan adik yang selalu memberikan do’a, semangat dan
kasih sayangnya. Ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam juga disampaikan
kepada Prof. Dr. Herry Suhardiyanto, Dr. Erizal, dan Dr. Satyanto K. Saptomo
selaku komisi pembimbing; kepada Dr. Nora H. Pandjaitan selaku Ketua Program
Studi SIL; serta kepada Dr. Yuli Suharnoto selaku dosen penguji luar komisi pada
ujian tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Hiroshige
Nishina, Dr. Kotaro Takayama, Ueka Yuko, PhD, dan Dr. Zaenal Abidin atas
bimbingannya selama penulis belajar di Ehime University, Jepang.
Penulis berterima kasih kepada Dr. Ahmad Indra Siswantara, Drs. Subagyo
dan satuan keamanan IPB, Bapak Ahmad dan Mas Firman, rekan-rekan SIL 2008,
dan Kru Cyber Merpati yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
Kepada para sahabat yang mencerahkan dan kepada Ir. Rudi Basarah, MM,
diucapkan terima kasih tak terhingga.
Disadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
diharapkan saran dan kritik untuk perbaikan hasil penelitian di kemudian hari.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

Penulis

ix
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilegon, Banten pada tanggal 24 Juli 1979. Penulis


adalah anak ketiga dari Bapak H. E.M. Romli dan Ibu Hj. Eha Chaerayati.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 2 Cilegon pada tahun 1991,
dan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Cilegon pada tahun 1994.
Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMUN 8 Bandung pada tahun 1997.
Penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian IPB pada tahun 1997 melalui
Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian pada tahun 2002. Setelah lulus S1, penulis aktif menulis
makalah tentang rumah tanaman dan tiga diantaranya telah dipublikasikan.
Pada tahun 2008 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor
Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL). Selama menjadi mahasiswa pascasarjana
penulis aktif dalam berbagai kegiatan, diantaranya sebagai peserta The
Indonesian-Netherlands Open Science Meeting: Science, innovation and
volarisation bridging the gap between science, market and society di Belanda pada
November 2009 dengan travel grant dari Departemen Pendidikan Pemerintah
Belanda (KNAW); menjadi peserta Exchange Program East Asian Young
Researcher (EPEAYR) 2009 dengan judul penelitian “Design of Sustainable
Greenhouse Structure for the Tropical Region” di Ehime University, Jepang, pada
bulan April 2010 dengan dana dari JSPS; dan menjadi presenter pada
International Seminar of Sustainable Bio-Resources for Global Welfare di Bali
pada 7 Agustus 2010 dengan judul “Tropical Greenhouses: A literature study and
ongoing research progress”.

x
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL…………………………...………………………………..….xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………….…………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

Latar Belakang .................................................................................................... 1


Tujuan .................................................................................................................. 3
Hipotesis .............................................................................................................. 3

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5

Iklim Mikro Rumah Tanaman ............................................................................. 5


Computational Fluid Dynamics (CFD) ............................................................... 6
Ventilasi Alamiah .............................................................................................. 10
Kriteria Rumah Tanaman untuk Tropika Basah ................................................ 11

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 13

Tempat dan Waktu ............................................................................................ 13


Metode ............................................................................................................... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 25

Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam ....... 25
Distribusi Suhu Udara dan RH .......................................................................... 29
Pola Aliran Udara dan Ventilasi Alamiah ......................................................... 38

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 43

Simpulan ............................................................................................................ 43
Saran .................................................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45


LAMPIRAN .......................................................................................................... 49

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Input kondisi awal dan kondisi batas ................................................................ 17

2. Daerah perhitungan dalam simulasi .................................................................. 22

3. Sifat bahan yang dimasukkan ke dalam data teknik Solidworks® ................... 22

4. Perbedaan suhu udara antara hasil pengukuran dan simulasi ........................... 36

5. Perbedaan RH antara hasil pengukuran dan simulasi ....................................... 37

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau adapted
sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c)................................ 2

2. Proses perpindahan panas pada empat subsistem rumah tanaman (Suhardiyanto


et al., 2007). .................................................................................................... 6

3. Diagram alir simulasi CFD. ............................................................................ 7

4. Rumah tanaman tipe standard peak yang digunakan dalam penelitian. ......... 13

5. Weather station merk Davis tipe 6163 dan Wireless Vantage Pro2 beserta
komputer yang digunakan. ............................................................................. 14

6. Pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel. ................................ 15

7. Letak titik pengukuran cuaca dan iklim mikro. .............................................. 16

8. Portable paperless recorder untuk menampilkan suhu yang terukur oleh


termokopel. ..................................................................................................... 16

9. Geometri rumah tanaman dan daerah perhitungan model simulasi. ............... 18

10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1. ...................... 19

11. Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran pada Kasus 1. ................. 19

12. Pengaturan material padat pada Kasus 1. ..................................................... 20

13. Kondisi batas pada Kasus 1.......................................................................... 20

14. Kondisi awal pada Kasus 1. ......................................................................... 21

15. Kondisi suhu udara di luar rumah tanaman (Tout) di University Farm dari
tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. .................................. 25

16. Kondisi RH di luar rumah tanaman (RHout) di University Farm dari tanggal
6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ............................................... 26

17. Kecepatan angin (WS) yang terukur pada ketinggian 5 m di University Farm
dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ........................... 26

18. Radiasi matahari (R) yang terukur di University Farm dari tanggal 6 Pebruari
sampai dengan 20 Pebruari 2010. ................................................................ 27

19. Profil suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari lantai
(Tair I m back), suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 5 m

xiii
dari lantai (Tair 5 m back), suhu permukaan lantai (Tf back), dan RH pada
ketinggian 1 m dari lantai (RHin 1 m) rumah tanaman tipe standard peak
yang diteliti pada tanggal 11 Pebruari 2010. ............................................... 28

20. Distribusi suhu udara saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 30

21. Distribusi RH saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak depan
pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 31

22. Distribusi suhu udara saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m
(b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). .................. 32

23. Distribusi RH saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 33

24. Distribusi suhu udara saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m
(b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). .................. 34

25. Distribusi RH saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 35

26. Perbandingan suhu udara hasil simulasi dengan pengukuran. ...................... 37

27. Pola aliran udara pada WS=0 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a),
tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian
Y= 1 m di atas lantai (c). .............................................................................. 39

28. Pola aliran udara pada WS=0.4 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a),
tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian
Y= 1 m di atas lantai (c). .............................................................................. 41

29. Pola aliran udara pada WS=1.8 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a),
tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian
Y= 1 m di atas lantai (c). .............................................................................. 42

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Diagram alir proses perhitungan dalam CFD untuk mendapatkan solusi


(Patankar, 1980; Versteeg dan Malalasekera, 1995)................................... 50

2. Gambar teknik rumah tanaman................................................................... 51

3. Dimensi dan luas bukaan ventilasi pada rumah tanaman yang diteliti……. 52

4. Data validasi RH hasil simulasi dan pengukuran…………………............ 53

xv
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Greenhouse atau rumah tanaman saat ini telah menjadi kebutuhan di
Indonesia seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi hidroponik dalam
budidaya tanaman bernilai ekonomis tinggi. Letak rumah tanaman tersebut
tersebar di beberapa area dataran tinggi Indonesia dan mengalami permasalahan
yang hampir sama, yaitu tingginya kelembapan udara dan populasi hama yang
mengganggu produktivitas tanaman (Richardson, 2007). Suhu udara yang tinggi
yang menyebabkan tanaman stress di dalam rumah tanaman juga merupakan
permasalahan yang umum dijumpai di Indonesia (Harmanto et al., 2007).
Hasil survei yang dilakukan Balai Penelitian Sayuran Departemen Pertanian
(sekarang BBPP Lembang) di daerah sentra produksi paprika Lembang, Bandung,
menyatakan bahwa kualitas konstruksi rumah tanaman menempati peringkat
kepentingan nomor dua setelah hama penyakit dari sepuluh faktor kendala utama
sistem produksi sayuran di rumah tanaman (Adiyoga et al., 2007). Oleh karena
itu, desain struktur rumah tanaman untuk daerah tropika basah perlu
dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang panas dan lembap.
Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika
(Gambar 1). Menurut Richardson (2007) tipe rumah tanaman yang terbaik untuk
daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi
biaya pembangunannya mahal. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006)
mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi
silindris atau quonset. Sementara itu, Suhardiyanto (2002) mengembangkan tipe
standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable) untuk
kondisi iklim Indonesia.
Desain standard peak dikembangkan berdasarkan pada teori ventilasi
alamiah. Saat angin bertiup pertukaran udara akan terjadi dan membawa udara
panas keluar rumah tanaman melalui bukaan di dinding dan di atap. Ketika angin
bertiup sangat rendah, pertukaran udara pun dapat terjadi karena adanya
kombinasi efek angin dan termal. Bahkan ketika angin tidak bertiup, dengan
bukaan ventilasi pada bagian atap (bubungan), pertukaran udara tetap terjadi
akibat adanya efek termal.
2

Gambar 1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau
adapted sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c).
Dalam prakteknya, bukaan ventilasi tersebut ditutup dengan kassa (screen)
untuk menghindari masuknya serangga ke dalam rumah tanaman. Sebagai
konsekuensi, pertukaran udara menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap iklim
mikro di dalam rumah tanaman, terutama pada suhu udara yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemeriksaan iklim mikro perlu
dilakukan terhadap existing rumah tanaman di Indonesia pada tipe standard peak
yang telah diusulkan.
3

Penelitian mengenai sebaran suhu di dalam rumah tanaman tipe standard


peak telah dilakukan oleh Maksum (2009). Dengan software Computational
Fluid Dynamics (CFD) sebaran suhu dan aliran udara dapat dilihat secara visual
berupa potongan kontur dan vektor. Metode CFD ini juga digunakan untuk
simulasi iklim mikro dalam rangka pengembangan desain rumah tanaman yang
mengoptimalkan ventilasi alamiah (Mistriotis et al., 1997a, Mistriotis et al.,
1997b, Kacira et al., 1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al.,
2001; Pontikakos et al., 2006).
Sebelumnya, Suhardiyanto et al., (2007) mengembangkan model
matematika pindah panas yang cukup berhasil memprediksi suhu udara di dalam
rumah tanaman. Namun demikian, prediksi suhu udara saja tidak cukup mewakili
kondisi iklim mikro rumah tanaman, diperlukan pengembangan model yang dapat
memprediksi kelembapan udara di dalam rumah tanaman. Diharapkan, kondisi
iklim mikro rumah tanaman berupa sebaran suhu dan kelembapan udara dapat
diprediksi sebelum rumah tanaman tersebut dibangun di suatu lokasi. Penelitian
ini berupaya menjawab tantangan tersebut dengan memberikan pemahaman yang
mendalam mengenai hubungan antara struktur rumah tanaman dengan kondisi
cuaca di sekitarnya.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. melakukan simulasi distribusi suhu, aliran, dan kelembapan udara (RH) di
dalam rumah tanaman tipe standard peak dengan menggunakan
Computational Fluid Dynamics (CFD)
2. mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard
peak dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Hipotesis
Simulasi terhadap sistem rumah tanaman dapat dilakukan menggunakan
software CFD dan memberikan output berupa prediksi kelembapan udara,
distribusi suhu dan vektor aliran udara pada waktu yang diinginkan. Selain itu,
fenomena ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard peak
dapat ditunjukkan.
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Iklim Mikro Rumah Tanaman
Sejumlah faktor lingkungan pada suatu waktu di dalam rumah tanaman
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman disebut
greenhouse climate (Bot, 1993) atau greenhouse microclimate (Day dan Bailey,
1999). Dalam Bahasa Indonesia, istilah greenhouse climate diterjemahkan
menjadi iklim mikro rumah tanaman. Iklim mikro berbeda dengan kondisi cuaca
di luar rumah tanaman. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya struktur yang
menyelimuti udara dan terjadinya proses radiasi (Bot, 1993).
Struktur rumah tanaman diibaratkan envelope atau selubung yang
menyebabkan udara di dalamnya stagnan. Pertukaran udara menjadi berkurang
dibandingkan apabila tanpa envelope. Hal ini berpengaruh langsung terhadap
kesetimbangan energi dan massa udara di dalam rumah tanaman. Kecepatan udara
di dalam juga kecil dibandingkan di luar dan berpengaruh terhadap pertukaran
energi, uap air dan CO2 antara udara dalam dan setiap elemen rumah tanaman
(tanaman, permukaan tanah, dan peralatan di dalamnya).
Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan
radiasi gelombang pendek yang masuk. Berbagai material dalam rumah tanaman
dengan sifat radiatifnya kemudian merubah radiasi gelombang pendek tersebut
menjadi gelombang panjang yang berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di
dalam rumah tanaman sehingga menaikkan suhu udara.
Proses fisika yang menghasilkan iklim mikro rumah tanaman sangat rumit
(Bot, 1983). Namun, proses tersebut dapat dijelaskan dengan model matematika
berdasarkan hukum kesetimbangan panas dan kesetimbangan massa yang terjadi
pada sistem rumah tanaman (Fitz-Rodriguez et al., 2010). Suhardiyanto et al.
(2007) menganalisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam
sistem pindah panas untuk rumah tanaman dengan persamaan kesetimbangan
panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).
Suhu udara dan kelembapan relatif (RH) adalah dua parameter lingkungan
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Hanan et al., 1978). Dua
paramater ini dapat mewakili kondisi iklim mikro rumah tanaman karena
pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Suhu udara berpengaruh
6

langsung terhadap proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi,


pengambilan ion, transpirasi, pembentukan pigmen, reproduksi, dan masih banyak
lagi (Hanan et al., 1978). Sementara itu, RH secara langsung mempengaruhi
hubungan tanaman dengan air dan secara tidak langsung mempengaruhi
pertumbuhan daun, fotosintesis, penyerbukan, dan terjadinya penyakit. RH yang
tinggi mengurangi evapotranspirasi, meningkatkan beban panas tanaman,
menyebabkan penutupan stomata, mengurangi penyerapan CO2, mengurangi
transpirasi, dan mempengaruhi translokasi bahan makanan dan nutrisi.
Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dan kondisi cuaca di
luar rumah tanaman akan membuka jalan untuk melakukan kontrol terhadap
parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Selanjutnya, informasi ini dapat digunakan untuk menghitung biaya produksi
terutama dalam perhitungan konsumsi energi rumah tanaman (Bot, 1993).

Ventilasi Radiasi matahari


alamiah gelombang pendek
Konveksi
Radiasi termal
Konveksi gelombang panjang
ke angkasa

Ventilasi alamiah

Konduksi

Radiasi gelombang panjang

Gambar 2. Proses perpindahan panas pada empat subsistem rumah tanaman


(Suhardiyanto et al., 2007).

Computational Fluid Dynamics (CFD)


Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang
meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti reaksi
kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer (Versteeg dan
Malalasekera, 1995). Analisis menggunakan CFD dapat diterapkan di berbagai
bidang seperti aerodinamika suatu pesawat, perancangan mobil, rekayasa proses
kimia, dan pemodelan aliran darah dari jantung di kedokteran. Di bidang
pertanian, CFD telah banyak digunakan, misalnya untuk simulasi distribusi suhu
7

dan kelembapan udara rumah tanaman (Mistriotis et al., 1997b, Kacira et al.,
1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al., 2001; Pontikakos et
al., 2006).
Paket CFD telah banyak beredar baik yang komersial maupun open source.
Beberapa paket komersial CFD adalah PHOENICS, Fluent, FLOW3D, CFD
2000, dan Solidworks®. Kode program CFD yang rumit tidak lagi menjadi
masalah karena pengguna tinggal menggunakan interface untuk memasukkan
parameter dan untuk memeriksa hasil simulasi. Semua paket program CFD
memiliki tiga tahap proses utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor
(Versteeg dan Malalasekera, 1995). Gambar 3 memperlihatkan diagram alir
proses simulasi CFD.

Gambar 3. Diagram alir simulasi CFD.


8

Pre-processor
Pre-processor merupakan bagian input dari permasalahan aliran ke dalam
program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator
(Versteeg dan Malalasekera, 1995). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pre-
processor adalah:
a. Mendefinisikan geometri dari domain yang akan dianalisis
b. Pembentukan grid (meshing) pada setiap domain
c. Pemilihan fenomena kimia-fisika yang diinginkan
d. Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas
jenis, dan sebagainya)
e. Menentukan kondisi batas (boundary condition)

Solver
CFD merupakan pendekatan dari persamaan matematis yang asalnya
kontinum (memiliki jumlah sel tak hingga) menjadi model diskrit (jumlah sel
hingga) (Patankar, 1980). Proses solver merupakan tahapan pemecahan masalah
secara matematik dalam CFD. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan aliran
fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika (Versteeg dan Malalasekera,
1995), yaitu:
1. Massa fluida kekal (kekekalan massa fluida)
2. Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida
(Hukum II Newton)
3. Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan
dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika)

Kekekalan Massa 3 Dimensi


Keseimbangan massa fluida menyatakan laju kenaikan (pertambahan) massa
elemen fluida sama dengan laju net aliran massa ke dalam elemen fluida. Karena
semua elemen fluida merupakan fungsi dari ruang dan waktu, maka massa jenis
fluida ρ ditulis dalam bentuk ρ (x, y, z, t) dan komponen kecepatan fluida ditulis
sebagai dx/dt=u, dy/dt=v, dan dz/dt=w. Dalam bentuk persamaan matematika
untuk fluida yang tidak terkompresi dinyatakan sebagai berikut (Versteeg dan
Malalasekera, 1995):
9

( u) ( v) ( w)
0 (1)
x y z
dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m3) dan x, y, z adalah arah koordinat
kartesian.
Persamaan Momentum 3 Dimensi
Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam
bentuk sesuai dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Momentum x:
2 2 2
u u u p u u u
u v w S MX (2)
x y z x x2 y2 z2

Momentum y:
2 2 2
v v v p v v v
u v w 2 2
S MY (3)
x y z y x y z2

Momentum z:
2 2 2
w w w p w w w
u v w S MZ (4)
x y z z x2 y2 z2

dimana µ adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s) dan SMX, SMY, SMZ adalah
momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing
untuk koordinat x, y, dan z.

Persamaan Energi 3 Dimensi


Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang
menyatakan bahwa : Laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan
panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada
partikel. Secara matematik dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Versteeg
dan Malalasekera, 1995):
2 2 2
T T T u v w T T T
u v w p k Si (5)
x y z x y z x2 y2 z2
2 2 2
u u u p u u u
dimana : u v w S MX
x y z x x2 y2 z2
10

dimana p adalah tekanan fluida (Pa), k adalah konduktivitas termal fluida

(W/m⁰C), T adalah suhu fluida (⁰C), dan Si adalah energi yang ditambahkan per

unit volume per unit waktu.


Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metode iterasi
(Patankar, 1980; Versteeg dan Malalasekera, 1995). Nilai solusi awal, umumnya
merupakan nilai dugaan (a guessed solution), dibutuhkan di awal proses
perhitungan. Persamaan numerik digunakan untuk menghasilkan nilai pendekatan
yang lebih akurat dimana semua variabel telah memenuhi ketiga persamaan aliran
fluida. Nilai baru yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai nilai awal
dalam perhitungan selanjutnya. Proses ini terus berulang sampai nilai error, atau
disebut juga residual variation, cukup kecil atau konvergen. Setiap pengulangan
dalam proses mendapatkan solusi ini disebut iterasi. Untuk analisis pada kondisi
tunak (steady state), proses perhitungan akan berulang sampai dengan konvergen,
sedangkan pada kondisi tidak tunak (unsteady state) proses berlanjut ke time step
berikutnya (Patankar, 1980). Diagram alir pada Lampiran 1 memperlihatkan
proses solver atau perhitungan dalam CFD untuk mendapatkan solusi.
Post-processor
Post-processor merupakan hasil akhir dari dua tahap sebelumnya. Hasil
yang disajikan dapat berupa tampilan geometri domain dan mesh, plot vektor, plot
permukaan 2 dimensi dan 3 dimensi, serta pergerakan partikel (Versteeg dan
Malalasekera, 1995).

Ventilasi Alamiah
Ventilasi alamiah merupakan pertukaran udara yang berlangsung antara
dalam dan luar rumah tanaman melalui bukaan tanpa bantuan peralatan mekanis.
Terjadinya aliran udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara dua
tempat pada rumah tanaman tersebut. Perbedaan tekanan ini dapat ditimbulkan
oleh gaya angin dan gaya termal (Soegijanto, 1999). Gaya termal disebabkan
adanya perbedaan suhu di dalam dan di luar ruangan (Hellickson & Walker,
1983). Ventilasi yang disebabkan oleh gaya termal disebut ventilasi termal dan
yang disebabkan oleh gaya angin disebut ventilasi angin. Dengan adanya dua
lubang dengan ketinggian yang berbeda maka akan terjadi aliran udara dari dalam
11

ke luar melalui lubang yang terletak di atas (Soegijanto, 1999). Pergerakan udara
bisa disebabkan oleh masing-masing gaya yang bekerja sendiri atau kombinasi
dari keduanya, tergantung pada kondisi atmosfer, rancangan bangunan, dan lokasi
(Hellickson & Walker, 1983).
Pertukaran udara dipengaruhi oleh total bukaan ventilasi, ventilasi bagian
mana yang dibuka, kecepatan angin dan perbedaan antara suhu di dalam dengan di
luar rumah tanaman. Kecepatan dan arah angin menentukan banyaknya ventilasi
yang akan dibuka. Semakin baik pertukaran udara di dalam ruangan terjadi, maka
semakin baik penurunan suhu ruangan yang terjadi. Pertukaran udara disebut
sempurna apabila seluruh udara yang berada dalam suatu ruangan dapat
digantikan dengan yang baru. Menurut Brockett dan Albright (1987), laju
ventilasi alamiah karena faktor angin ditentukan oleh kecepatan angin, arah angin,
luas bukaan ventilasi dan penghalang di sekitar rumah tanaman.

Kriteria Rumah Tanaman untuk Tropika Basah


Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988)
untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Rumah tanaman lebih ditujukan
untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas
radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media,
serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009).
Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat
memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada
bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah
tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan
rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk
ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup
kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya
pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan
kemungkinan perluasan area rumah tanaman.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah
kemiringan atap (Suhardiyanto, 2009) dan tinggi dinding (Bot, 1983). Hal ini
merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah
tanaman.
12
13

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah
rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah
tanaman terletak di University Farm, Kampus IPB, Cikabayan, Bogor pada
6°18'00" LS dan 106°24'00" BT serta ketinggian 230 m dpl.
Rumah tanaman dibangun dengan orientasi Timur-Barat. Gambar tekniknya
dapat dilihat pada Lampiran 2. Konstruksi rumah tanaman menggunakan rangka
baja ringan. Lantai rumah tanaman diplester sebagian. Atap rumah tanaman
memiliki kemiringan 30⁰ dan ditutup mengunakan polycarbonate merk Solar Tuff
setebal 0.8 mm (transmisivitas 0.9). Rumah tanaman memiliki bukaan ventilasi
pada atap dan dinding yang ditutup kawat ram (porositas 0.64). Dimensi bukaan
pada dinding dan pada atap diberikan pada Lampiran 3.
Pengukuran data cuaca dan iklim mikro rumah tanaman untuk simulasi dan
validasi model dilakukan pada bulan Pebruari 2010. Sementara itu, simulasi CFD
dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011.

Gambar 4. Rumah tanaman tipe standard peak yang digunakan dalam penelitian.
14

Metode
Pengukuran Data Cuaca dan Iklim Mikro Rumah Tanaman

Data kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman dan iklim mikro dibutuhkan
untuk simulasi. Untuk kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman, parameter yang
diukur adalah kecepatan dan arah angin, suhu udara, kelembapan udara, tekanan
udara, curah hujan dan radiasi sinar matahari.
Pengukuran dilakukan menggunakan weather station (Davis tipe 6163)
yang merekam data cuaca secara otomatis setiap 30 menit selama 15 hari untuk
kondisi cuaca berawan, berangin, cerah dan hujan. Data yang digunakan untuk
simulasi adalah data cuaca pada saat tidak ada angin dan kecepatan angin rendah.
Weather station terdiri dari sensor kecepatan dan arah angin (anemometer),
sensor suhu dan kelembapan (pshychrometer), sensor radiasi matahari
(pyranometer), dan sensor curah hujan (typing bucket precip gauge). Satuan unit
masing-masing parameter adalah suhu dalam satuan ˚C, RH dalam persen,
kecepatan angin dalam m/dt, arah angin dalam derajat, radiasi matahari dalam
W/m2 dan curah hujan dalam mm/hari.
Weather station di pasang di luar rumah tanaman sedangkan Wireless
Vantage Pro2 untuk menyimpan data cuaca diletakkan di basecamp. Komputer
kemudian mengunduh data tersebut dengan software Weatherlink. Gambar 5
memperlihatkan weather station dan data logger yang digunakan dalam penelitian
ini.

Gambar 5. Weather station merk Davis tipe 6163 dan Wireless Vantage Pro2
beserta komputer yang digunakan.
15

Iklim mikro yang diukur adalah suhu permukaan atas atap rumah tanaman,
suhu udara di dalam rumah tanaman dekat lubang ventilasi, suhu udara di dalam
rumah tanaman setinggi tanaman, suhu permukaan lantai, suhu dinding rumah
tanaman sebelah inlet dan outlet. Pengukuran dilakukan menggunakan termokopel
dan hybrid recorder.
Termokopel (tipe T) digunakan untuk mengukur suhu atap rumah tanaman
di bagian luar, suhu udara bola basah dan bola kering di dalam rumah tanaman,
suhu permukaan lantai, suhu pada batas lantai dengan permukaan tanah, suhu
tanah pada kedalaman 0.01 m dan 0.02 m dari permukaan lantai. Selama
pengukuran sensor termokopel dilindungi dari radiasi matahari langsung untuk
menghasilkan data suhu yang akurat. Gambar 6 memperlihatkan pengukuran suhu
permukaan tanah dengan termokopel. Skema titik pengukuran dapat dilihat pada
Gambar 7.

Termokopel

Gambar 6. Pengukuran suhu permukaan tanah dengan termokopel.

Termokopel dihubungkan dengan portable paperless recorder merk


Yokogawa tipe MV Advance 1000 untuk menampilkan suhu yang terukur oleh
termokopel (Gambar 8). Data suhu ini tersimpan dalam usb pada hybrid yang
kemudian dipindahkan ke komputer menggunakan usb flash. Pengambilan data
iklim mikro dilakukan dengan selang waktu 1 jam selama 15 hari.
16

Gambar 7. Letak titik pengukuran cuaca dan iklim mikro.

Gambar 8. Portable paperless recorder untuk menampilkan suhu yang terukur


oleh termokopel.

Simulasi CFD

Simulasi CFD dilakukan menggunakan Software Solidworks® Office


Premium 2010. Model simulasi yang dilakukan sangat bergantung pada memori
dan kecepatan processor komputer yang digunakan. Pada penelitian ini komputer
yang digunakan adalah komputer desktop dengan spesifikasi CPU Intel® Core™
i7; 8GB RAM; dan 64-bit Operating system.
Analisis yang dilakukan adalah analisis 3 dimensi terhadap aliran fluida dan
termal yang mencakup perpindahan panas konveksi, konduksi, dan radiasi pada
kondisi tunak (3-dimensional steady state analysis). Asumsi yang digunakan
dalam simulasi adalah:
i. udara bergerak dalam keadaan steady
17

ii. udara tidak terkompresi (incompressible)


iii. panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan
iv. udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi
v. distribusi suhu udara pada tiap atap dan lantai rumah tanaman seragam

Simulasi dilakukan untuk mengetahui performa rumah tanaman tipe


standard peak pada saat angin tidak bertiup dan saat kecepatan angin di luar
rumah tanaman (WS) rendah. Menurut Sase et al. (1984) dan Mistriotis et al.
(1997a), analisis kinerja ventilasi alamiah rumah tanaman dilakukan pada
kecepatan angin kurang dari 2 m/dt. Dalam penelitian ini, simulasi dilakukan
terhadap 3 kasus, yaitu saat angin tidak bertiup (WS=0 m/dt) untuk Kasus 1, saat
WS=0.4 m/dt untuk Kasus 2, dan WS=1.8 m/dt untuk Kasus 3. Data input kondisi
awal dan kondisi batas simulasi disajikan pada Tabel 1. Data tersebut merupakan
hasil pengukuran pada tanggal 11 Pebruari 2010 pada jam-jam dimana kecepatan
angin di luar rumah tanaman sesuai dengan kriteria dari Sase et al. (1984),
Suhardiyanto (2009) dan Mistriotis et al. (1997a).

Tabel 1. Input kondisi awal dan kondisi batas


Kasus
Input
1 2 3
Kondisi Awal
Suhu lingkungan (oC) 23.00 32.20 31.30
Suhu material padat (oC) 28.08 37.05 36.50
RH lingkungan (%) 97 71 73
Kecepatan angin (m/dt) 0 0.4 1.8
Radiasi Matahari (W/m2) 0 904 663
Letak geografis 6° 18' 00" LS; 6° 18' 00" LS; 6° 18' 00" LS;
106° 24' 00" BT 106° 24' 00" BT 106° 24' 00" BT
Waktu (WIB) 06:00 13:30 14:00
Kondisi Batas
Suhu atap menghadap Utara (oC) 22.48 42.00 35.33
Suhu atap menghadap Selatan (oC) 22.43 45.76 38.81
Suhu lantai (oC) 28.08 37.05 36.50
Media berpori
Jenis Kawat kassa
Porositas kassa 0.64
Tipe permeabilitas isotropik
Resistance calculation formula (k) Dependency on reference pore size (D)
Panjang 0.254 m
Luas 0.000025 m2
Meshing Mesh 3
18

Langkah-langkah proses simulasi menggunakan software Solidworks®


Office Premium 2010 adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan geometri rumah tanaman.
Dimensi rumah tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
sebenarnya. Kondisi rumah tanaman diusahakan menyerupai kenyataaan di
lapang. Selanjutnya, membuat kotak dengan ukuran panjang 5L, lebar 5L, dan
tinggi 5L (Richards & Hoxey, 1992), dimana L adalah lebar rumah tanaman,
sehingga rumah tanaman berada di dalam kotak (Gambar 9). Kotak tersebut
nantinya akan menjadi daerah perhitungan.

Gambar 9. Geometri rumah tanaman dan daerah perhitungan model simulasi.

2. Lakukan general setting.


Pada bagian ini diatur tipe analisis, fluida, material padat, kondisi batas, dan
kondisi awal simulasi secara umum. Gambar 10 sampai dengan Gambar 14 adalah
tampilan interface general setting untuk Kasus 1.
Analisis aliran dipilih tipe aliran internal dengan memasukkan cavities,
dalam hal ini rumah tanaman, karena bagian yang dianalisis adalah bagian yang
berada di dalam geometri rumah tanaman. Berdasarkan proses pindah panas yang
terjadi di dalam rumah tanaman (Gambar 2), maka proses konduksi yang terjadi
pada material padat diperhitungkan. Pada interface ini nilai radiasi matahari dan
environtment temperature dimasukkan (Gambar 10). Fluida yang dianalisis adalah
udara (air) dengan tipe aliran laminar dan turbulen serta memperhitungkan
19

kelembapan udara (Gambar 11). Default material padat (solid) dalam simulasi ini
adalah brick (Gambar 12).

Gambar 10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1.

Gambar 11. Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran pada Kasus 1.
20

Gambar 12. Pengaturan material padat pada Kasus 1.

Gambar 13. Kondisi batas pada Kasus 1.


21

Gambar 14. Kondisi awal pada Kasus 1.

Sebagai kondisi batas, permukaan dinding terluar (default outer wall


radiation surface) merupakan non-radiation surface dimana radiasi tidak
berpengaruh pada permukaan padat. Kekasaran (roughness) diset sebesar 0 µm
(Gambar 13). Nilai suhu udara pada initial and ambient condition dan tekanan
sebesar 101.325 kPa dimasukkan pada interface selanjutnya dalam general setting
(Gambar 14).
Pada bagian input kondisi termal dinding terluar (Gambar 13), nilai
koefisien pindah panas dimasukkan berupa konstanta. Persamaan 6, 7, dan 8
digunakan untuk menghitung koefisien tersebut:
a. ho, koefisien pindah panas konveksi di bagian luar atap rumah tanaman
(Suhardiyanto dan Romdhonah, 2008).
ho 1.78 1.84u 0.33 (6)
dimana u adalah kecepatan angin (m/dt) pada ketinggian 5 m.
b. hi, koefisien pindah panas konveksi di bagian dalam atap rumah tanaman
(Suhardiyanto dan Romdhonah, 2008).
(7)
22

dimana Ac adalah luas permukaan atap rumah tanaman (m2), dan As


adalah luas permukaan lantai rumah tanaman (m2).
c. hf, koefisien pindah panas konveksi di permukaan lantai (Suhardiyanto
dan Romdhonah, 2008).

(8)

dimana Tin adalah suhu udara di dalam rumah tanaman (˚C), Tf adalah
suhu permukaan lantai rumah tanaman (˚C), dan l adalah panjang
karakteristik rumah tanaman dalam hal ini lebar rumah tanaman (8 m).
3. Mesh pada awal perhitungan diatur pada level 3.
4. Daerah perhitungan dibuat untuk daerah di luar dan di dalam greenhouse
(Tabel 2).
Tabel 2. Daerah perhitungan dalam simulasi
Koordinat Jarak (m)
Xmin 40.837
Xmax 59.587
Ymin -0.067
Ymax 47.04
Zmin 48.994
Zmax 40.994

5. Pendefinisian material rumah tanaman


Atap rumah tanaman didefinisikan sebagai PC (Polycarbonate), dinding
merupakan media berpori (poros media), dan lantai rumah tanaman didefinisikan
sebagai gravel. Karena material tersebut tidak ada di dalam data teknik
(engineering database) Solidworks®, maka data-data sifat bahan perlu
dimasukkan. Sifat bahan rumah tanaman tersebut diberikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat bahan yang dimasukkan ke dalam data teknik Solidworks®


Sifat bahan Satuan Polycarbonate+ Brick* Gravel*
3
Kerapatan (ρ) kg/m 1200 2100 1522
Panas jenis (Cp) J/kg oC 1300 900 840
Konduktivitas panas (k) W/m oC 0.20899 1.4 2
Tipe konduktivitas - isotropik isotropik isotropik
Melting temperature (⁰C) 630 1648.85 1026.85
Keterangan: + Katalog Solar Tuff
* Cengel (2003)
23

6. Set kondisi batas.


Komponen rumah tanaman yang merupakan sumber panas terbesar adalah
lantai dan atap. Kondisi batas dalam analisis distribusi suhu dan pola aliran udara
ini adalah lantai dan atap. Permukaan lantai dan atap yang menjadi kondisi batas
adalah yang berhubungan langsung dengan udara di dalam rumah tanaman.
7. Set tujuan (goal) dari analisis
Goal dalam simulasi ini adalah global goal temperature dari fluid
(maximum, minimum, dan average), global goal velocity (maximum, minimum,
dan average), dan global goal temperature pada solid (average).
8. Lakukan proses running atau perhitungan.
Persamaan-persamaan konservasi diselesaikan dengan metode iterasi
SIMPLER (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equations Revised). Proses
perhitungan dimulai dengan memecahkan variabel kecepatan fluida dan tekanan
(Lampiran 1). Proses perhitungan ini diperlihatkan kepada user berupa grafik
yang menunjukkan konvergenitas residual variation. Jika proses perhitungan
menghasilkan residual yang menurun dari satu iterasi ke iterasi berikutnya, maka
dikatakan bahwa tebakan nilai terhadap variabel-variabel cukup baik dan solusi
akan diperoleh. Proses iterasi akan berhenti saat kondisi konvergen tercapai.
Untuk analisis termal kondisi tunak, Solidworks® secara otomatis mengatur
time step sama dengan 1. Karena simulasi dilakukan pada steady flow dimana
udara tidak terkompresi, maka nilai massa jenis konstan selama iterasi.
9. Pada tahap post-processor ditentukan tampilan yang akan disajikan oleh
CFD, misal dalam bentuk kontur suhu, vektor kecepatan udara, mesh yang
dihasilkan, dan animasi tampillan tersebut.
Validasi Model

Validasi program dilakukan dengan membandingkan suhu udara hasil


simulasi dengan hasil pengukuran di lapangan. Pengujian keabsahan dilakukan
dengan menggunakan garis regresi yang terbentuk pada hubungan linear antara
suhu hasil simulasi (Y) dan hasil pengukuran (X). Dimana a menyatakan intersep
atau perpotongan garis regresi dengan sumbu tegak dan b menyatakan kemiringan
atau gradien garis regresi.
Y = a + bX (9)
24

Model simulasi dinyatakan memberikan prediksi suhu dan kelembapan


udara yang semakin baik bila persamaan regresinya memiliki koefisien intersep
(a) mendekati nol dan gradiennya mendekati satu.
25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam

Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di


sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas. Kondisi iklim makro di
University Farm, Cikabayan dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari
2010 ditampilkan pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18. Suhu udara
terendah adalah 22.2 ⁰C dan tertinggi adalah 35.7 ⁰C dengan RH terendah sebesar
54% dan tertinggi sebesar 90.18%. Selama 15 hari pengukuran, kecepatan angin
tertinggi dan radiasi matahari masing-masing adalah 3.1 m/dt dan 1034 W/m2.

38
36
34
Suhu Udara (⁰C)

32
30
28
26
24
22
20

Tanggal

Gambar 15. Kondisi suhu udara di luar rumah tanaman (Tout) di University Farm
dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.
Garis putus pada grafik suhu udara, RH, dan radiasi matahari yang terukur
selama penelitian disebabkan data logger wireless Vantage Pro2 mati, yaitu pada
tanggal 7 Pebruari, 9 Pebruari, 14 Pebruari, dan 19 Pebruari 2010. Pukul 18.00
WIB pada tanggal tersebut terjadi hujan badai dan listrik padam sampai dengan
tanggal 8 Pebruari 2010 pukul 05.00 WIB sehingga data logger mati dan tidak
dapat merekam kondisi cuaca. Hal yang sama terjadi pada tanggal 14 dan 19
Pebruari 2010, sedangkan pada tanggal 9 Pebruari terjadi error pada data logger
akibat setting yang salah saat pemindahan lokasi Wireless Vantage Pro2.
26

100
95
Relative Humidity (%) 90
85
80
75
70
65
60
55
50

Tanggal

Gambar 16. Kondisi RH di luar rumah tanaman (RHout) di University Farm dari
tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.

3,5

3
Kecepatan Agnin (m/s)

2,5

1,5

0,5

Tanggal

Gambar 17. Kecepatan angin (WS) yang terukur pada ketinggian 5 m di


University Farm dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari
2010.
27

1200

Radiasi Matahari (W/m2) 1000

800

600

400

200

Tanggal

Gambar 18. Radiasi matahari (R) yang terukur di University Farm dari tanggal 6
Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.
Pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat rumah tanaman dalam keadaan
kosong tanpa tanaman. Pada Gambar 19 ditampilkan profil suhu udara di dalam
rumah tanaman selama 24 jam pada tanggal 11 Pebruari 2010. Suhu udara di
dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari permukaan lantai berkisar antara
24.6-32.2 ⁰C pada selang suhu udara lingkungan 23.0-32.2 ⁰C. Perbedaan suhu
udara lingkungan dan di dalam rumah tanaman tidak lebih dari 5 ⁰C. Ventilasi
rumah tanaman yang terdiri dari bukaan di dinding dan di atap ini dapat
dikategorikan efektif karena dapat mempertahankan kenaikan suhu udara di
bawah 6 ⁰C (Suhardiyanto, 2009).
Hasil pengukuran juga menunjukkan terjadi gradien suhu di dalam rumah
tanaman, tetapi tidak terlalu besar. Suhu udara pada ketinggian 5 m dari
permukaan lantai atau berada di dekat ventilasi atap hampir setiap saat lebih
rendah dari pada suhu udara pada ketinggian 1 m dari lantai (Gambar 19). Rata-
rata suhu udara pada ketinggian 5 m dari lantai adalah 26.36⁰C, sedangkan pada
ketinggian 1 m memiliki rata-rata 27.45⁰C. Kenaikan suhu udara di dekat
permukaan lantai disebabkan oleh adanya pindah panas radiasi dari permukaan
lantai yang sebagian diplester ke udara dalam.
28

40
38
36
34
Suhu (⁰C) 32
30
28
26
24
22
20
0:00 6:00 12:00 18:00 0:00
Waktu (WIB)
Tout T air 1 m back Tin 5 m Back Tf back

100
95
90
85
RH (%)

80
75
70
65
60
55
50
0:00 6:00 12:00 18:00 0:00
Waktu (WIB)
RHout RHin 1 m

Gambar 19. Profil suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari
lantai (Tair I m back), suhu udara di dalam rumah tanaman pada
ketinggian 5 m dari lantai (Tair 5 m back), suhu permukaan lantai
(Tf back), dan RH pada ketinggian 1 m dari lantai (RHin 1 m) rumah
tanaman tipe standard peak yang diteliti pada tanggal 11 Pebruari
2010.
Saat radiasi mencapai maksimum di siang hari, suhu udara di dalam rumah
tanaman tercatat melebihi 30 ⁰C. Padahal, tingkat suhu udara untuk produksi
tanaman di dalam rumah tanaman relatif sama, sekitar 10-30 oC untuk hampir
semua spesies dengan beberapa pengecualian pada aplikasi tertentu (Hanan,
1998).
Untuk RH, pada Gambar 19 hanya ditampilkan data pengukuran pada
ketinggian 1 m dari permukaan lantai karena data pengukuran pada ketinggian
5 m dari lantai tidak valid. Suhu bola basah yang terukur lebih tinggi dari suhu
29

bola kering. Rata-rata RH di dalam rumah tanaman adalah 87.79% dengan nilai
terendah 64.85% dan maksimum 95.42%. Perbedaan antara RH lingkungan dan
RH di dalam rumah tanaman disajikan pada Gambar 19. Perbedaan RH tertinggi
(18.15%) terjadi saat tidak ada angin bertiup dan radiasi matahari mencapai
872 W/m2 pada pukul 11.00.

Distribusi Suhu Udara dan RH


Simulasi CFD dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu udara dan RH di
dalam rumah tanaman. Simulasi dilakukan pada 3 kondisi kecepatan angin (WS)
yaitu saat tidak ada angin (WS=0 m/dt) untuk Kasus 1, WS=0.4 m/dt untuk Kasus
2, dan saat WS=1.8 m/dt untuk Kasus 3. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kinerja ventilasi alamiah rumah tanaman. Distribusi suhu udara dan RH
ditampilkan berupa potongan kontur tampak depan (X=9.375 m), tampak samping
(Z=4 m), dan tampak atas (Y=1 m).
Saat tidak ada angin suhu udara di dalam rumah tanaman yang terletak dekat
bukaan hampir sama dengan dengan suhu lingkungan (Gambar 20). Gradien suhu
baik secara horizontal, yaitu suhu udara di tengah-tengah (X=6-12 m), maupun
secara vertikal tidak terlalu besar. Nilai RH di dalam rumah tanaman lebih rendah
dari pada RH lingkungan. Tetapi, secara umum pola distribusi RH tidak jauh
berbeda dengan suhu udara seperti terlihat pada Gambar 21.
Gambar 22 sampai dengan Gambar 25 merupakan kondisi suhu udara dan
RH saat kecepatan angin rendah. Pada saat angin bertiup dengan kecepatan rendah
(WS=0.4 m/dt dan WS=1.8 m/dt) terlihat bahwa suhu udara di dalam rumah
tanaman hingga ketinggian 3 m dari permukaan lantai tidak berbeda jauh dengan
suhu lingkungan. Hal ini disebabkan adanya aliran udara yang bertiup ke dalam
rumah tanaman membawa udara segar melalui bukaan di dinding. Udara
memasuki rumah tanaman dengan suhu hampir sama dengan yang di luar dan
keluar dengan suhu 3 ⁰C lebih hangat. Sementara, di bagian atas terlihat gradien
suhu, terutama di dekat atap. Untuk RH, nilainya lebih rendah dibandingkan di
luar rumah tanaman dan terlihat adanya gradien RH secara vertikal.
30

Gambar 20. Distribusi suhu udara saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak
Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai
(c).
31

Gambar 21. Distribusi RH saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m
(b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
32

Gambar 22. Distribusi suhu udara saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904
W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping
pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y=1 m di
atas lantai (c).
33

Gambar 23. Distribusi RH saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak
Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y=1 m di atas lantai (c).
34

Gambar 24. Distribusi suhu udara saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663
W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping
pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di
atas lantai (c).
35

Gambar 25. Distribusi RH saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada
jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas
lantai (c).
Untuk mengetahui keakuratan model CFD yang dibuat maka dilakukan
validasi terhadap nilai suhu udara dan RH hasil simulasi. Tabel 4 menampilkan
perbedaan antara suhu udara hasil simulasi dan hasil pengukuran. Error yang
terjadi untuk suhu udara mencapai 12.81%. Terdapat 6 titik dimana hasil prediksi
memiliki error lebih dari 10%. Hal ini disebabkan pendefinisian material yang
36

kurang detail pada bagian lantai rumah tanaman. Sebagian permukaan lantai
diplester semen dan sebagian berupa tanah yang ditutup batu kerikil, tetapi dalam
simulasi lantai didefinisikan sebagai solid kerikil. Hal ini dapat berpengaruh
terhadap hasil prediksi suhu dan menyebabkan error yang cukup besar. Sementara
untuk RH, pada Kasus 1, 2, dan 3 masing-masing terjadi error sebesar 12.37%,
19.56%, dan 19.11% (Tabel 5).

Tabel 4. Perbedaan suhu udara antara hasil pengukuran dan simulasi


Titik Suhu
Kasus X Y Z Simulasi Pengukuran Perbedaan Error
(m) (m) (m) (⁰C) (⁰C) (⁰C) (%)
1 3 1 0 23.04 23.93 0.89 3.72
3 1 -4 23.11 23.59 0.48 2.03
3 1 -8 23.04 23.19 0.15 0.63
3 5 -4 23.09 23.41 0.32 1.37
15.75 1 0 23.04 22.59 0.45 2.00
15.75 1 -4 23.11 24.81 1.70 6.87
15.75 1 -8 23.04 22.46 0.58 2.57
15.75 5 -4 23.08 23.42 0.34 1.47
3 0 -4 28.08 25.03 3.05 12.19
15.75 0 -4 28.08 28.08 0.00 0.00
2 3 1 0 32.68 29.52 3.16 10.70
3 1 -4 32.73 31.06 1.67 5.37
3 1 -8 32.69 31.45 1.24 3.94
3 5 -4 32.93 30.39 2.54 8.35
15.75 1 0 32.73 29.01 3.72 12.81
15.75 1 -4 32.76 31.10 1.66 5.35
15.75 1 -8 32.69 29.72 2.97 10.00
15.75 5 -4 32.91 29.70 3.21 10.80
3 0 -4 37.05 34.36 2.69 7.83
15.75 0 -4 37.05 37.05 0.00 0.00
3 3 1 0 31.55 28.62 2.93 10.25
3 1 -4 31.60 30.16 1.44 4.77
3 1 -8 31.60 28.94 2.66 9.18
3 5 -4 31.70 29.25 2.45 8.39
15.75 1 0 31.55 28.51 3.04 10.68
15.75 1 -4 31.62 30.63 0.99 3.25
15.75 1 -8 31.56 29.31 2.25 7.69
15.75 5 -4 31.81 28.98 2.83 9.78
3 0 -4 36.50 34.68 1.82 5.25
15.75 0 -4 36.50 36.50 0.00 0.00

Maksimum 3.72 12.81


Rata-rata 1.71 5.91
Minimum 0.00 0.00
37

Tabel 5. Perbedaan RH antara hasil pengukuran dan simulasi


Titik RH
Kasus X Y Z Simulasi Pengukuran Perbedaan Error
(m) (m) (m) (%) (%) (%) (%)
1 15.75 1 -4 96.55 85.92 10.63 12.37

2 15.75 1 -4 68.85 85.59 16.74 19.56

3 15.75 1 -4 71.69 88.63 16.94 19.12

Maksimum 16.94 19.56


Rata-rata 14.77 17.02
Minimum 10.63 12.37

Error yang terjadi pada prediksi suhu maupun RH kemungkinan disebabkan


oleh pendefinisian sistem pada pemodelan yang masih kurang mendekati
kenyataan di lapang. Dalam pembuatan geometri, struktur rumah tanaman tidak
dibuat secara detail. Rangka besi dan meja tanaman yang terdapat di dalam rumah
tanaman tidak dimasukkan sehingga diperkirakan menjadi penyebab perbedaan
yang cukup besar. Untuk mendapatkan hasil prediksi yang lebih baik seharusnya
kedua elemen tersebut dimasukkan ke dalam geometri dan didefinisikan sebagai
heat source atau sumber panas.

40
y = 1,130x - 2,295
R² = 0,913
35
Simulasi (⁰C)

30

25

20
20 25 30 35 40
Pengukuran (⁰C)

Gambar 26. Perbandingan suhu udara hasil simulasi dengan pengukuran.


38

Pengujian keabsahan juga dilakukan dengan menggunakan garis regresi


yang terbentuk pada hubungan linear antara suhu hasil simulasi (Y) dan hasil
pengukuran (X). Persamaan regresi yang terbentuk untuk simulasi suhu udara
dapat dilihat pada Gambar 26. Koefisien intersep -2.295 dan gradiennya 1.130.
Model simulasi dinyatakan cukup baik memprediksi suhu udara. Untuk RH,
pengujian menggunakan garis regresi tidak dapat dilakukan. Hanya ada 3 titik dari
30 titik validasi akibat dari data pengukuran yang tidak valid (Lampiran 4).

Pola Aliran Udara dan Ventilasi Alamiah


Suhu udara di dalam rumah tanaman cenderung lebih tinggi dari pada di luar
akibat greenhouse effect. Karena kondisi lantai yang sebagian diplester maka suhu
udara di dekat lantai lebih panas dari pada di bagian atasnya (Gambar 19).
Simulasi dengan CFD mampu memberikan visualisasi vektor aliran udara yang
terjadi di dalam rumah tanaman seperti terlihat pada Gambar 27, Gambar 28, dan
Gambar 29.
Saat WS=0 m/dt, terjadi pergerakan udara dari bagian bawah rumah
tanaman menuju ke atas (Gambar 27). Karena terdapat bukaan ventilasi di
dinding, sebagian udara panas tersebut keluar melalui dinding dan sebagian lagi
bergerak menuju bukaan ventilasi di atap dan kemudian keluar rumah tanaman.
Vektor aliran udara menunjukkan aliran udara masuk melalui ventilasi dinding
menggantikan udara yang keluar.
Apabila dilihat dari atas (Y=1 m), terlihat bahwa udara masuk ke dalam
rumah tanaman melalui keempat bukaan dinding. Udara menuju bagian tengah
rumah tanaman dan menyerap panas dari lantai. Suhu udara meningkat dan
menjadi lebih ringan sehingga bergerak ke atas. Pergerakan udara ini berlangsung
terus tanpa bantuan alat-alat mekanis seperti kipas angin ataupun exhaust fan.
Pola aliran udara tersebut disebut ventilasi alamiah karena thermal effect yang
dikenal sebagai "efek cerobong asap" atau chimney effect.
Simulasi dengan CFD mampu memberikan prediksi kecepatan pergerakan
udara di dalam rumah tanaman. Pada saat WS=0 m/dt, udara di dalam rumah
tanaman bergerak dengan kecepatan hingga 0.12 m/dt. Di bagian tengah pada
ketinggian Y=1 m, diperkirakan udara bergerak hampir mendekati 0, yaitu 0.02
m/dt.
39

Pada Gambar 27 juga terlihat sebagian udara yang keluar melalui ventilasi
atap masuk kembali ke dalam rumah tanaman melalui bukaan di dinding. Hal ini
disebabkan adanya vacuum effect di dalam rumah tanaman, yang menarik udara
masuk ke dalam melalui bukaan yang lebih rendah. Hal ini dapat diantisipasi
dengan menutup bukaan sebagian yaitu yang berada tepat di bawah atap.

Gambar 27. Pola aliran udara pada WS=0 m/dt tampak depan pada jarak
X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak
atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
40

Pada saat WS=0.4 m/dt, udara di dalam rumah tanaman bergerak dengan
kecepatan hingga 0.2 m/dt. Kecepatan udara di dalam rumah tanaman menurun
karena melewati bukaan dinding yang ditutup kassa. Pola aliran udara dapat
dilihat pada Gambar 28. Di bagian belakang rumah tanaman (X=15 m), terjadi
putaran udara akibat pertemuan udara yang dibawa angin dari arah Utara (dinding
kiri) dan udara yang masuk karena perbedaan suhu melalui dinding kanan.
Demikian pula untuk WS=1.8 m/dt, kecepatan udara di dalam rumah
tanaman menurun yaitu hanya sebesar 0.075 m/dt pada posisi X= 9.375 m. Tetapi,
kondisi di dalam rumah tanaman lebih baik dimana suhu udara seragam pada
ketinggian 1 m dari lantai.
Chimney effect terjadi pada saat tidak ada angin maupun saat kecepatan
angin rendah. Menurut Suhardiyanto et al. (2006) pada waktu kecepatan angin
kurang dari 2 m/dt pertukaran udara cenderung lebih dipengaruhi oleh perbedaan
suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Chimney effect akan berfungsi
efektif apabila desain bangunannya mendukung seperti tipe standard peak yang
diteliti. Terlihat dalam Gambar 28 dan Gambar 29 bahwa bukaan ventilasi di
dinding berfungsi sebagai inlet dan bukaan ventilasi di atap berfungsi sebagai
outlet.
41

Gambar 28. Pola aliran udara pada WS=0.4 m/dt tampak depan pada jarak
X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak
atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
42

Gambar 29. Pola aliran udara pada WS=1.8 m/dt tampak depan pada jarak
X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak
atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
43

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

1. Distribusi suhu, pola aliran udara, dan RH di dalam rumah tanaman tipe
standard peak dapat disimulasikan menggunakan CFD. Suhu udara
terdistribusi pada kisaran 22.44 oC hingga 34.24 oC, dan RH pada kisaran
62.85% hingga 97.78%. Kontur suhu dan RH menunjukkan adanya gradien
suhu dan RH secara vertikal dan horizontal, tetapi besarnya tidak signifikan.
Vektor aliran udara hasil simulasi menunjukkan bukaan di dinding berfungsi
sebagai inlet dan bukaan di atap berfungsi sebagai outlet saat angin tidak
bertiup maupun saat kecepatan angin rendah. Error yang terjadi untuk
prekdiksi suhu udara mencapai 12.81%. Sementara untuk RH, pada Kasus 1,
2, dan 3 masing-masing terjadi error sebesar 12.37%, 19.56%, dan 19.11%.
Hasil validasi menunjukkan simulasi CFD dapat memprediksi suhu, pola
aliran udara dan RH dengan cukup baik.
2. Ventilasi alamiah berlangsung secara efektif pada rumah tanaman tipe
standard peak pada kecepatan angin kurang dari 2 m/dt. Saat angin tidak
bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi
karena adanya chimney effect. Aliran udara masuk melalui bukaan di dinding
dan keluar melalui ventilasi atap sehingga tidak ada tabrakan aliran udara.
Dengan demikian, bukaan ventilasi di dinding dan di atap rumah tanaman
sangat berperan dalam menciptakan iklim mikro yang optimal bagi tanaman
tanpa harus menambah biaya operasional.
Saran

1. Perlu pendefinisian sistem yang lebih baik agar error lebih kecil, diantaranya
dengan cara pembuatan geometri yang detail mendekati kenyataan di lapang
dan penggunaan persamaan daripada memasukkan konstanta untuk koefisien
pindah panas yang diminta pada general setting.
2. Simulasi CFD perlu dilakukan pada saat kecepatan angin tinggi untuk
mengetahui bagian ventilasi yang berperan sebagai inlet dan outlet.
3. Perlu dilakukan simulasi untuk bukaan dinding yang ditutup plastik sebagian
dan sebagian lagi dengan kassa dalam rangka pengembangan perancangan
rumah tanaman di daerah tropika basah.
44
45

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., N. Gunadi, T.K. Moekasan, Subhan. 2007. Identifikasi potensi dan
kendala produksi paprika di rumah plastik. Jurnal Hortikultura 17: 88-100.
Avissar, R., M. Ytshaq. 1982. Verification study of numerical greenhouse
microclimate model. Trans. ASAE: 1711- 1720.
Barzanas T., T. Boulard, C. Kittas. 2001. Numerical simulation of the airflow and
temperature distribution in a tunnel greenhouse equipped with insect-proof
screen in the openings. Computers and Electronics in Agriculture. Special
Issue on Applications of CFD in the Agri-food Industry 34: 207-221.
Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic
Model [PhD Thesis]. Wageningen: Agricultural University of Wageningen.
240p.
Bot, G.P.A. 1993. Physical modelling of greenhouse climate. Di dalam:
Hashimoto,Y., W. Day, H.-J Tantau, G.P.A. Bot. The computerized
greenhouse: Automatic Control Application in Plant Production. Tokyo:
Academic Press Inc. hlm 51-73.
Brockett, B.L., L.D. Albright. 1987. Natural ventilation in single airspan building.
Journal of Agricultural Engineering Research 37: 141-154.
Campen, J.B. 2005. Greenhouse design applying CFD for Indonesian conditions.
Acta Horticulturae 691: 419–424.
Cengel, Y.A. 2003. Heat Transfer. New York: McGraw-Hill.
Day, W., B.J. Bailey, 1999. Physical Principles of Microclimate Modification. Di
dalam: G. Stanhill and H. ZviEnoch, Editors, Ecosystem of the World Vol.
20, Greenhouse Ecosystems. Amsterdam: Elsevier. hlm 71-99.
Fitz-Rodriguez, E., C. Kubota, G.A.Giacomelli, M.E.Tignor, S.B.Wilson,
M.McMahon. 2010. Dynamic modeling and simulation of greenhouse
environments under several scenarios: a web-based application. Computers
and Electronics in Agriculture 70: 105-116.
Hanan J.J., W.D. Holley, K.L. Goldsberry. 1978. Greenhouse Management. New
York: Springer-Verlag.
Harmanto, A. Prabowo, A. Nurhasanah. 2007. Prospek pengembangan low-cost
adapted screenhouse untuk budidaya hortikultura di daerah tropis. Balai
Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.
Harmanto. 2006. Evaluation of Net Greenhouse for Tomato Production in the
Tropics [Ph.D Thesis]. Hannover: Institute for Horticultural and
Agricultural Engineering, University of Hannover. 146p.
Hellickson, M.A., J.N. Walker. 1983. Ventilation of Agricultural Structures.
Michigan: American Society of Agricultural Engineers.
46

Impron, I., S. Hemming, G.P.A. Bot. 2007. Simple greenhouse climate model as a
design tool for greenhouses in tropical lowland. Biosytem Engineering 98:
79-89.
Kacira M., T.H. Short, R.R. Stowel. 1998. A CFD evaluation of naturally
ventilated, multi-span, sawtooth greenhouses. Trans. ASAE 41: 833-836.
Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for
Tropical Conditions [Ph.D Thesis]. Cranfield: SAFE, Cranfield University.
Katalog Solar Tuff. http://www.palram.com/htmls/product.aspx?c0=12684&bsp=13801
Lee, I., L. Okushima, A. Ikegushi, S. Sase, T.H. Short. 2000. Prediction of natural
ventilation of multi-span greenhouses using CFD techniques and its
verification with wind tunnel test, presented at the 93rd Annu. Int. Meeting
of ASAE, Paper No. 005003, Milwaukee, Winsconsin. July 9-12, 2000.
Lee, I., T.H. Short. 2000. Two-dimensional numerical simulation of natural
ventilation in a multi-span greenhouse. Trans. ASAE 43(3): 745-753.
Maksum, M. A. A. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam
Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid
Dynamics (CFD) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mistriotis, A., C. Arcidiacono , P. Picuno , G.P.A. Bot, G. Scarascia-.Mugnozza.
1997a. Computational analysis of ventilation in greenhouses at zero- and
low-wind-speeds. Agricultural and Forest Meteorology 88: 121-135.
Mistriotis, A., P. Picuno, G.P.A. Bot, Scarascia-Mugnozza G. 1997b.
Computational study of the natural ventilation driven by buoyancy forces.
Proceedings of the 3rd international workshop on mathematical and control
applications in agriculture and horticulture. Oxford: Pergamon Press. hlm
67-72.
Patankar, S. V. 1980. Numerical Heat Transfer and Fluid Flow. Hemishpere
Publishing Corporation. New York: Mc-Graw Hill.
Pontikakos, C., K.P. Ferentinos, T . Tsiligiridis, A.B. Sideridis. 2006. Natural
ventilation efficiency in a twin-span greenhouse using 3D computational
fluid dynamics. Proceeding of the 3rd International Conference on
Information and Communication Technologies in Agriculture (HAICTA),
September 20-23, Volos, Greece.
Rault, P.A., 1988. Protected crops in humid tropical regions. How we avoid or
reduce excessive temperatures? How could we select the cladding materials
and the greenhouse design? International Symposium on High Technology
in Protected Cultivation; Hamamatsu, Japan, 12-15 May 1988. Acta
Horticulture 230: 565-572.
Richards, P J., Hoxey R P. 1992. Computational and wind tunnel modeling of
mean wind loads on the Silsoe structures building. Journal of Wind
Engineering and Industrial Aerodynamics, 43(1–3), 1641–1652.
47

Richardson, R. 2007. AMARTA Assessment Greenhouse. Horticulture Prospect


for Selected Greenhouse Production Areas in Indonesia. Trip Report May
15 – June 2, 2007 for the U.S. Agency for International Development
(USAID). Development Alternatives, Inc.
http://www.amarta.net/amarta/EN/consultancy-
reports.aspx?mn=G2&lang=EN [30 Desember 2009]
Sase, S., T. Takakura, M. Nara, 1984. Wind-tunnel testing on airllow and
temperature distribution of a naturally ventilated greenhouse. Acta Hort.
148: 329-336.
Soegijanto. 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau
dari Aspek Fisika Bangunan. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Suhardiyanto, H. 2002. Penerapan Teknologi Pengendalian Lingkungan dalam
Sistem hidroponik untuk Menunjang Peningkatan Ekspor Paprika. Laporan
akhir Program Penerapan Iptek untuk Pengembangan UKM dalam Memacu
Ekspor Nasional Non Migas. Bogor: LPM IPB.
Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah:
Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor: IPB Press.
Suhardiyanto, H., Y. Chadirin, T. Nuryawati, Y. Romdhonah. 2007. Analisis
sudut datang radiasi matahari untuk pengembangan model pindah panas
pada rumah kaca di daerah tropika. Jurnal Teknik Pertanian 21(1): 57 – 66.
Suhardiyanto, H., Y. Romdhonah. 2008. Determination of convective coefficient
at the outside cover of a monitor greenhouse in indonesia. Journal of
applied sciences in environmental sanitation 3 (1): 37-46.
Takakura, T. 1989. Climate under Cover: Digital Dynamic Simulation in
Biological and Agricultural Sciences. Tokyo: Lab. of Environ. Eng., Dept.
of Agric. Eng, University of Tokyo.
Takakura, T., K.A. Jordan, L.L. Boyd. 1971. Dynamic simulation of plant
growth and environment in the greenhouse. Trans. ASAE: 964 - 971.
Versteeg, H.K., W. Malalasekera. 1995. An Introduction to Computational Fluid
Dynamics: The Finite Volume Method. New York: Longman Scientific and
Technical.
von Zabeltitz, C. 1999. Greenhouse Structures. Di dalam: G. Stanhill and H.
ZviEnoch, Editors, Ecosystem of the World Vol. 20, Greenhouse
Ecosystems, Elsevier, Amsterdam, hlm. 17–71.
48
49

LAMPIRAN
50

Lampiran 1. Diagram alir proses perhitungan dalam CFD untuk


mendapatkan solusi (Patankar, 1980; Versteeg dan
Malalasekera, 1995)
51

Lampiran 2. Gambar teknik rumah tanaman


52

Lampiran 3. Dimensi dan luas bukaan ventilasi pada rumah tanaman yang
diteliti
Dimensi
Luas
Ventilasi Panjang Lebar
(m2)
(m) (m)
Bukaan di atap menghadap Utara 18.75 1.00 18.7500
Bukaan di atap menghadap Selatan 18.75 1.00 18.7500
Bukaan dinding menghadap Utara 18.75 3.63 68.0625
Bukaan dinding menghadap Selatan 18.75 3.63 68.0625
Bukaan dinding menghadap Timur 8.00 3.63 29.0400
Bukaan gable menghadap Timur 8.00 2.74 10.9600
1.75 1.00 1.7500
1.75 1.00 1.7500
Bukaan dinding menghadap Barat 8.00 3.63 29.0400
Bukaan gable menghadap Barat 8.00 2.74 10.9600
1.75 1.00 1.7500
1.75 1.00 1.7500
Total 260.0625
53

Lampiran 4. Data validasi RH hasil simulasi dan pengukuran


Titik RH
X Y Z Simulasi Pengukuran Perbedaan Error
Kasus (m) (m) (m) (%) (%) (%) (%)
1 3 1 0 NA NV NA NA
3 1 -4 96.52 NV NA NA
3 1 -8 NA NV NA NA
3 5 -4 96.64 NV NA NA
15.75 1 0 NA NV NA NA
15.75 1 -4 96.55 85.92 10.63 12.37
15.75 1 -8 NA NV NA NA
15.75 5 -4 96.72 NV NA NA
3 0 -4 NA NV NA NA
15.75 0 -4 NA NV NA NA
2 3 1 0 NA NV NA NA
3 1 -4 68.99 NV NA NA
3 1 -8 NA NV NA NA
3 5 -4 68.21 NV NA NA
15.75 1 0 NA NV NA NA
15.75 1 -4 68.85 85.59 16.74 19.56
15.75 1 -8 NA NV NA NA
15.75 5 -4 68.29 NV NA NA
3 0 -4 NA NV NA NA
15.75 0 -4 NA NV NA NA
3 3 1 0 NA NV NA NA
3 1 -4 71.79 NV NA NA
3 1 -8 NA NV NA NA
3 5 -4 71.37 NV NA NA
15.75 1 0 NA NV NA NA
15.75 1 -4 71.69 88.63 16.94 19.12
15.75 1 -8 NA NV NA NA
15.75 5 -4 70.93 NV NA NA
3 0 -4 NA NV NA NA
15.75 0 -4 71.79 NV NA NA

Maksimum 16.94 19.56


Rata-rata 14.77 17.02
Minimum 10.63 12.37
Keterangan: NA=tidak ada data (not available) ; NV=tidak valid (not valid)

Anda mungkin juga menyukai