2011 Yro
2011 Yro
YAYU ROMDHONAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Yayu Romdhonah
NRP F152080051
ii
ABSTRACT
iii
RINGKASAN
Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika
diantaranya adalah standard peak. Analisis dengan Computational Fluid
Dynamics (CFD) mampu memodelkan distribusi suhu udara dan pola pergerakan
udara di dalam rumah tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi
distribusi suhu udara, kelembapan udara (RH), dan aliran udara di dalam rumah
tanaman tipe standard peak menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)
serta mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi.
Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang diteliti memiliki
ventilasi berupa bukaan pada dinding dan atap yang ditutup kassa dengan
porositas 0.64. Pengukuran data cuaca dan iklim mikro dilakukan pada bulan
Pebruari 2010. Simulasi CFD dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai
dengan Januari 2011 menggunakan software Solidworks® Office Premium 2010.
Data radiasi matahari, kecepatan angin (WS) 0 m/dt, 0.4 m/dt, dan 1.8 m/dt, suhu
udara lingkungan, suhu lantai dan suhu atap digunakan sebagai data masukan.
Keluaran dari simulasi berupa potongan kontur suhu dan RH serta vektor aliran
udara.
Suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari permukaan
lantai berkisar antara 24.6-32.2 ⁰C pada selang suhu udara lingkungan 23.0-
32.2 ⁰C. Perbedaan suhu udara lingkungan dan di dalam rumah tanaman tidak
lebih dari 5 ⁰C. Suhu udara pada ketinggian 5 m dari permukaan lantai atau berada
di dekat ventilasi atap hampir setiap saat lebih rendah dari pada suhu udara pada
ketinggian 1 m dari lantai. Rata-rata suhu udara pada ketinggian 5 m dari lantai
adalah 26.36 ⁰C, sedangkan pada ketinggian 1 m mencapai 27.45 ⁰C. Rata-rata
RH di dalam rumah tanaman adalah 87.79% dengan nilai terendah 64.85% dan
maksimum 95.42%. Hasil simulasi menunjukkan terjadinya gradien suhu dan RH,
namun tidak terlalu signifikan. Validasi terhadap nilai suhu udara dan RH hasil
simulasi menghasilkan error masing-masing mencapai 12.81% dan 19.56%.
Hasil simulasi menunjukkan bukaan di dinding berfungsi sebagai inlet dan
bukaan di atap berfungsi sebagai outlet saat angin tidak bertiup maupun saat
kecepatan angin rendah dan tidak ada tabrakan aliran udara. Saat angin tidak
bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi karena
adanya chimney effect. Udara panas keluar melalui bukaan dinding dan atap.
Dengan demikian, bukaan ventilasi di dinding dan di atap rumah tanaman sangat
berperan dalam menciptakan iklim mikro yang optimal bagi tanaman tanpa harus
menambah biaya operasional.
iv
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
v
SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN UDARA
UNTUK PENGEMBANGAN DESAIN RUMAH TANAMAN DI
DAERAH TROPIKA BASAH
YAYU ROMDHONAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng
vii
Judul Tesis : Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembapan Udara untuk
Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika
Basah
Nama : Yayu Romdhonah
NIM : F152080051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Mengetahui
viii
PRAKATA
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………...………………………………..….xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………….…………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam ....... 25
Distribusi Suhu Udara dan RH .......................................................................... 29
Pola Aliran Udara dan Ventilasi Alamiah ......................................................... 38
Simpulan ............................................................................................................ 43
Saran .................................................................................................................. 43
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau adapted
sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c)................................ 2
4. Rumah tanaman tipe standard peak yang digunakan dalam penelitian. ......... 13
5. Weather station merk Davis tipe 6163 dan Wireless Vantage Pro2 beserta
komputer yang digunakan. ............................................................................. 14
10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1. ...................... 19
11. Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran pada Kasus 1. ................. 19
15. Kondisi suhu udara di luar rumah tanaman (Tout) di University Farm dari
tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. .................................. 25
16. Kondisi RH di luar rumah tanaman (RHout) di University Farm dari tanggal
6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ............................................... 26
17. Kecepatan angin (WS) yang terukur pada ketinggian 5 m di University Farm
dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010. ........................... 26
18. Radiasi matahari (R) yang terukur di University Farm dari tanggal 6 Pebruari
sampai dengan 20 Pebruari 2010. ................................................................ 27
19. Profil suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari lantai
(Tair I m back), suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 5 m
xiii
dari lantai (Tair 5 m back), suhu permukaan lantai (Tf back), dan RH pada
ketinggian 1 m dari lantai (RHin 1 m) rumah tanaman tipe standard peak
yang diteliti pada tanggal 11 Pebruari 2010. ............................................... 28
20. Distribusi suhu udara saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 30
21. Distribusi RH saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak depan
pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 31
22. Distribusi suhu udara saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m
(b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). .................. 32
23. Distribusi RH saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 33
24. Distribusi suhu udara saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m
(b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). .................. 34
25. Distribusi RH saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan
tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c). ............................... 35
27. Pola aliran udara pada WS=0 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a),
tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian
Y= 1 m di atas lantai (c). .............................................................................. 39
28. Pola aliran udara pada WS=0.4 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a),
tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian
Y= 1 m di atas lantai (c). .............................................................................. 41
29. Pola aliran udara pada WS=1.8 m/dt tampak depan pada jarak X=9.375 m (a),
tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian
Y= 1 m di atas lantai (c). .............................................................................. 42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
3. Dimensi dan luas bukaan ventilasi pada rumah tanaman yang diteliti……. 52
xv
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Greenhouse atau rumah tanaman saat ini telah menjadi kebutuhan di
Indonesia seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi hidroponik dalam
budidaya tanaman bernilai ekonomis tinggi. Letak rumah tanaman tersebut
tersebar di beberapa area dataran tinggi Indonesia dan mengalami permasalahan
yang hampir sama, yaitu tingginya kelembapan udara dan populasi hama yang
mengganggu produktivitas tanaman (Richardson, 2007). Suhu udara yang tinggi
yang menyebabkan tanaman stress di dalam rumah tanaman juga merupakan
permasalahan yang umum dijumpai di Indonesia (Harmanto et al., 2007).
Hasil survei yang dilakukan Balai Penelitian Sayuran Departemen Pertanian
(sekarang BBPP Lembang) di daerah sentra produksi paprika Lembang, Bandung,
menyatakan bahwa kualitas konstruksi rumah tanaman menempati peringkat
kepentingan nomor dua setelah hama penyakit dari sepuluh faktor kendala utama
sistem produksi sayuran di rumah tanaman (Adiyoga et al., 2007). Oleh karena
itu, desain struktur rumah tanaman untuk daerah tropika basah perlu
dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang panas dan lembap.
Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika
(Gambar 1). Menurut Richardson (2007) tipe rumah tanaman yang terbaik untuk
daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi
biaya pembangunannya mahal. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006)
mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi
silindris atau quonset. Sementara itu, Suhardiyanto (2002) mengembangkan tipe
standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable) untuk
kondisi iklim Indonesia.
Desain standard peak dikembangkan berdasarkan pada teori ventilasi
alamiah. Saat angin bertiup pertukaran udara akan terjadi dan membawa udara
panas keluar rumah tanaman melalui bukaan di dinding dan di atap. Ketika angin
bertiup sangat rendah, pertukaran udara pun dapat terjadi karena adanya
kombinasi efek angin dan termal. Bahkan ketika angin tidak bertiup, dengan
bukaan ventilasi pada bagian atap (bubungan), pertukaran udara tetap terjadi
akibat adanya efek termal.
2
Gambar 1. Beberapa tipe rumah tanaman di daerah tropika basah: sere atau
adapted sawtooth (a), adapted tunnel (b), dan standard peak (c).
Dalam prakteknya, bukaan ventilasi tersebut ditutup dengan kassa (screen)
untuk menghindari masuknya serangga ke dalam rumah tanaman. Sebagai
konsekuensi, pertukaran udara menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap iklim
mikro di dalam rumah tanaman, terutama pada suhu udara yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemeriksaan iklim mikro perlu
dilakukan terhadap existing rumah tanaman di Indonesia pada tipe standard peak
yang telah diusulkan.
3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. melakukan simulasi distribusi suhu, aliran, dan kelembapan udara (RH) di
dalam rumah tanaman tipe standard peak dengan menggunakan
Computational Fluid Dynamics (CFD)
2. mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard
peak dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)
Hipotesis
Simulasi terhadap sistem rumah tanaman dapat dilakukan menggunakan
software CFD dan memberikan output berupa prediksi kelembapan udara,
distribusi suhu dan vektor aliran udara pada waktu yang diinginkan. Selain itu,
fenomena ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe standard peak
dapat ditunjukkan.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA
Iklim Mikro Rumah Tanaman
Sejumlah faktor lingkungan pada suatu waktu di dalam rumah tanaman
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman disebut
greenhouse climate (Bot, 1993) atau greenhouse microclimate (Day dan Bailey,
1999). Dalam Bahasa Indonesia, istilah greenhouse climate diterjemahkan
menjadi iklim mikro rumah tanaman. Iklim mikro berbeda dengan kondisi cuaca
di luar rumah tanaman. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya struktur yang
menyelimuti udara dan terjadinya proses radiasi (Bot, 1993).
Struktur rumah tanaman diibaratkan envelope atau selubung yang
menyebabkan udara di dalamnya stagnan. Pertukaran udara menjadi berkurang
dibandingkan apabila tanpa envelope. Hal ini berpengaruh langsung terhadap
kesetimbangan energi dan massa udara di dalam rumah tanaman. Kecepatan udara
di dalam juga kecil dibandingkan di luar dan berpengaruh terhadap pertukaran
energi, uap air dan CO2 antara udara dalam dan setiap elemen rumah tanaman
(tanaman, permukaan tanah, dan peralatan di dalamnya).
Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan
radiasi gelombang pendek yang masuk. Berbagai material dalam rumah tanaman
dengan sifat radiatifnya kemudian merubah radiasi gelombang pendek tersebut
menjadi gelombang panjang yang berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di
dalam rumah tanaman sehingga menaikkan suhu udara.
Proses fisika yang menghasilkan iklim mikro rumah tanaman sangat rumit
(Bot, 1983). Namun, proses tersebut dapat dijelaskan dengan model matematika
berdasarkan hukum kesetimbangan panas dan kesetimbangan massa yang terjadi
pada sistem rumah tanaman (Fitz-Rodriguez et al., 2010). Suhardiyanto et al.
(2007) menganalisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam
sistem pindah panas untuk rumah tanaman dengan persamaan kesetimbangan
panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).
Suhu udara dan kelembapan relatif (RH) adalah dua parameter lingkungan
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Hanan et al., 1978). Dua
paramater ini dapat mewakili kondisi iklim mikro rumah tanaman karena
pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Suhu udara berpengaruh
6
Ventilasi alamiah
Konduksi
dan kelembapan udara rumah tanaman (Mistriotis et al., 1997b, Kacira et al.,
1998; Lee and Short, 2000; Lee et al., 2000; Barzanas et al., 2001; Pontikakos et
al., 2006).
Paket CFD telah banyak beredar baik yang komersial maupun open source.
Beberapa paket komersial CFD adalah PHOENICS, Fluent, FLOW3D, CFD
2000, dan Solidworks®. Kode program CFD yang rumit tidak lagi menjadi
masalah karena pengguna tinggal menggunakan interface untuk memasukkan
parameter dan untuk memeriksa hasil simulasi. Semua paket program CFD
memiliki tiga tahap proses utama, yaitu pre-processor, solver dan post-processor
(Versteeg dan Malalasekera, 1995). Gambar 3 memperlihatkan diagram alir
proses simulasi CFD.
Pre-processor
Pre-processor merupakan bagian input dari permasalahan aliran ke dalam
program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator
(Versteeg dan Malalasekera, 1995). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pre-
processor adalah:
a. Mendefinisikan geometri dari domain yang akan dianalisis
b. Pembentukan grid (meshing) pada setiap domain
c. Pemilihan fenomena kimia-fisika yang diinginkan
d. Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas
jenis, dan sebagainya)
e. Menentukan kondisi batas (boundary condition)
Solver
CFD merupakan pendekatan dari persamaan matematis yang asalnya
kontinum (memiliki jumlah sel tak hingga) menjadi model diskrit (jumlah sel
hingga) (Patankar, 1980). Proses solver merupakan tahapan pemecahan masalah
secara matematik dalam CFD. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan aliran
fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika (Versteeg dan Malalasekera,
1995), yaitu:
1. Massa fluida kekal (kekekalan massa fluida)
2. Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida
(Hukum II Newton)
3. Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan
dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika)
( u) ( v) ( w)
0 (1)
x y z
dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m3) dan x, y, z adalah arah koordinat
kartesian.
Persamaan Momentum 3 Dimensi
Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes dalam
bentuk sesuai dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Momentum x:
2 2 2
u u u p u u u
u v w S MX (2)
x y z x x2 y2 z2
Momentum y:
2 2 2
v v v p v v v
u v w 2 2
S MY (3)
x y z y x y z2
Momentum z:
2 2 2
w w w p w w w
u v w S MZ (4)
x y z z x2 y2 z2
dimana µ adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s) dan SMX, SMY, SMZ adalah
momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing
untuk koordinat x, y, dan z.
(W/m⁰C), T adalah suhu fluida (⁰C), dan Si adalah energi yang ditambahkan per
Ventilasi Alamiah
Ventilasi alamiah merupakan pertukaran udara yang berlangsung antara
dalam dan luar rumah tanaman melalui bukaan tanpa bantuan peralatan mekanis.
Terjadinya aliran udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara dua
tempat pada rumah tanaman tersebut. Perbedaan tekanan ini dapat ditimbulkan
oleh gaya angin dan gaya termal (Soegijanto, 1999). Gaya termal disebabkan
adanya perbedaan suhu di dalam dan di luar ruangan (Hellickson & Walker,
1983). Ventilasi yang disebabkan oleh gaya termal disebut ventilasi termal dan
yang disebabkan oleh gaya angin disebut ventilasi angin. Dengan adanya dua
lubang dengan ketinggian yang berbeda maka akan terjadi aliran udara dari dalam
11
ke luar melalui lubang yang terletak di atas (Soegijanto, 1999). Pergerakan udara
bisa disebabkan oleh masing-masing gaya yang bekerja sendiri atau kombinasi
dari keduanya, tergantung pada kondisi atmosfer, rancangan bangunan, dan lokasi
(Hellickson & Walker, 1983).
Pertukaran udara dipengaruhi oleh total bukaan ventilasi, ventilasi bagian
mana yang dibuka, kecepatan angin dan perbedaan antara suhu di dalam dengan di
luar rumah tanaman. Kecepatan dan arah angin menentukan banyaknya ventilasi
yang akan dibuka. Semakin baik pertukaran udara di dalam ruangan terjadi, maka
semakin baik penurunan suhu ruangan yang terjadi. Pertukaran udara disebut
sempurna apabila seluruh udara yang berada dalam suatu ruangan dapat
digantikan dengan yang baru. Menurut Brockett dan Albright (1987), laju
ventilasi alamiah karena faktor angin ditentukan oleh kecepatan angin, arah angin,
luas bukaan ventilasi dan penghalang di sekitar rumah tanaman.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah
rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah
tanaman terletak di University Farm, Kampus IPB, Cikabayan, Bogor pada
6°18'00" LS dan 106°24'00" BT serta ketinggian 230 m dpl.
Rumah tanaman dibangun dengan orientasi Timur-Barat. Gambar tekniknya
dapat dilihat pada Lampiran 2. Konstruksi rumah tanaman menggunakan rangka
baja ringan. Lantai rumah tanaman diplester sebagian. Atap rumah tanaman
memiliki kemiringan 30⁰ dan ditutup mengunakan polycarbonate merk Solar Tuff
setebal 0.8 mm (transmisivitas 0.9). Rumah tanaman memiliki bukaan ventilasi
pada atap dan dinding yang ditutup kawat ram (porositas 0.64). Dimensi bukaan
pada dinding dan pada atap diberikan pada Lampiran 3.
Pengukuran data cuaca dan iklim mikro rumah tanaman untuk simulasi dan
validasi model dilakukan pada bulan Pebruari 2010. Sementara itu, simulasi CFD
dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011.
Gambar 4. Rumah tanaman tipe standard peak yang digunakan dalam penelitian.
14
Metode
Pengukuran Data Cuaca dan Iklim Mikro Rumah Tanaman
Data kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman dan iklim mikro dibutuhkan
untuk simulasi. Untuk kondisi cuaca di sekitar rumah tanaman, parameter yang
diukur adalah kecepatan dan arah angin, suhu udara, kelembapan udara, tekanan
udara, curah hujan dan radiasi sinar matahari.
Pengukuran dilakukan menggunakan weather station (Davis tipe 6163)
yang merekam data cuaca secara otomatis setiap 30 menit selama 15 hari untuk
kondisi cuaca berawan, berangin, cerah dan hujan. Data yang digunakan untuk
simulasi adalah data cuaca pada saat tidak ada angin dan kecepatan angin rendah.
Weather station terdiri dari sensor kecepatan dan arah angin (anemometer),
sensor suhu dan kelembapan (pshychrometer), sensor radiasi matahari
(pyranometer), dan sensor curah hujan (typing bucket precip gauge). Satuan unit
masing-masing parameter adalah suhu dalam satuan ˚C, RH dalam persen,
kecepatan angin dalam m/dt, arah angin dalam derajat, radiasi matahari dalam
W/m2 dan curah hujan dalam mm/hari.
Weather station di pasang di luar rumah tanaman sedangkan Wireless
Vantage Pro2 untuk menyimpan data cuaca diletakkan di basecamp. Komputer
kemudian mengunduh data tersebut dengan software Weatherlink. Gambar 5
memperlihatkan weather station dan data logger yang digunakan dalam penelitian
ini.
Gambar 5. Weather station merk Davis tipe 6163 dan Wireless Vantage Pro2
beserta komputer yang digunakan.
15
Iklim mikro yang diukur adalah suhu permukaan atas atap rumah tanaman,
suhu udara di dalam rumah tanaman dekat lubang ventilasi, suhu udara di dalam
rumah tanaman setinggi tanaman, suhu permukaan lantai, suhu dinding rumah
tanaman sebelah inlet dan outlet. Pengukuran dilakukan menggunakan termokopel
dan hybrid recorder.
Termokopel (tipe T) digunakan untuk mengukur suhu atap rumah tanaman
di bagian luar, suhu udara bola basah dan bola kering di dalam rumah tanaman,
suhu permukaan lantai, suhu pada batas lantai dengan permukaan tanah, suhu
tanah pada kedalaman 0.01 m dan 0.02 m dari permukaan lantai. Selama
pengukuran sensor termokopel dilindungi dari radiasi matahari langsung untuk
menghasilkan data suhu yang akurat. Gambar 6 memperlihatkan pengukuran suhu
permukaan tanah dengan termokopel. Skema titik pengukuran dapat dilihat pada
Gambar 7.
Termokopel
Simulasi CFD
kelembapan udara (Gambar 11). Default material padat (solid) dalam simulasi ini
adalah brick (Gambar 12).
Gambar 10. Tipe analisis dan input nilai radiasi matahari untuk Kasus 1.
Gambar 11. Pengaturan fluida yang dianalisis dan tipe aliran pada Kasus 1.
20
(8)
dimana Tin adalah suhu udara di dalam rumah tanaman (˚C), Tf adalah
suhu permukaan lantai rumah tanaman (˚C), dan l adalah panjang
karakteristik rumah tanaman dalam hal ini lebar rumah tanaman (8 m).
3. Mesh pada awal perhitungan diatur pada level 3.
4. Daerah perhitungan dibuat untuk daerah di luar dan di dalam greenhouse
(Tabel 2).
Tabel 2. Daerah perhitungan dalam simulasi
Koordinat Jarak (m)
Xmin 40.837
Xmax 59.587
Ymin -0.067
Ymax 47.04
Zmin 48.994
Zmax 40.994
Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam
38
36
34
Suhu Udara (⁰C)
32
30
28
26
24
22
20
Tanggal
Gambar 15. Kondisi suhu udara di luar rumah tanaman (Tout) di University Farm
dari tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.
Garis putus pada grafik suhu udara, RH, dan radiasi matahari yang terukur
selama penelitian disebabkan data logger wireless Vantage Pro2 mati, yaitu pada
tanggal 7 Pebruari, 9 Pebruari, 14 Pebruari, dan 19 Pebruari 2010. Pukul 18.00
WIB pada tanggal tersebut terjadi hujan badai dan listrik padam sampai dengan
tanggal 8 Pebruari 2010 pukul 05.00 WIB sehingga data logger mati dan tidak
dapat merekam kondisi cuaca. Hal yang sama terjadi pada tanggal 14 dan 19
Pebruari 2010, sedangkan pada tanggal 9 Pebruari terjadi error pada data logger
akibat setting yang salah saat pemindahan lokasi Wireless Vantage Pro2.
26
100
95
Relative Humidity (%) 90
85
80
75
70
65
60
55
50
Tanggal
Gambar 16. Kondisi RH di luar rumah tanaman (RHout) di University Farm dari
tanggal 6 Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.
3,5
3
Kecepatan Agnin (m/s)
2,5
1,5
0,5
Tanggal
1200
800
600
400
200
Tanggal
Gambar 18. Radiasi matahari (R) yang terukur di University Farm dari tanggal 6
Pebruari sampai dengan 20 Pebruari 2010.
Pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat rumah tanaman dalam keadaan
kosong tanpa tanaman. Pada Gambar 19 ditampilkan profil suhu udara di dalam
rumah tanaman selama 24 jam pada tanggal 11 Pebruari 2010. Suhu udara di
dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari permukaan lantai berkisar antara
24.6-32.2 ⁰C pada selang suhu udara lingkungan 23.0-32.2 ⁰C. Perbedaan suhu
udara lingkungan dan di dalam rumah tanaman tidak lebih dari 5 ⁰C. Ventilasi
rumah tanaman yang terdiri dari bukaan di dinding dan di atap ini dapat
dikategorikan efektif karena dapat mempertahankan kenaikan suhu udara di
bawah 6 ⁰C (Suhardiyanto, 2009).
Hasil pengukuran juga menunjukkan terjadi gradien suhu di dalam rumah
tanaman, tetapi tidak terlalu besar. Suhu udara pada ketinggian 5 m dari
permukaan lantai atau berada di dekat ventilasi atap hampir setiap saat lebih
rendah dari pada suhu udara pada ketinggian 1 m dari lantai (Gambar 19). Rata-
rata suhu udara pada ketinggian 5 m dari lantai adalah 26.36⁰C, sedangkan pada
ketinggian 1 m memiliki rata-rata 27.45⁰C. Kenaikan suhu udara di dekat
permukaan lantai disebabkan oleh adanya pindah panas radiasi dari permukaan
lantai yang sebagian diplester ke udara dalam.
28
40
38
36
34
Suhu (⁰C) 32
30
28
26
24
22
20
0:00 6:00 12:00 18:00 0:00
Waktu (WIB)
Tout T air 1 m back Tin 5 m Back Tf back
100
95
90
85
RH (%)
80
75
70
65
60
55
50
0:00 6:00 12:00 18:00 0:00
Waktu (WIB)
RHout RHin 1 m
Gambar 19. Profil suhu udara di dalam rumah tanaman pada ketinggian 1 m dari
lantai (Tair I m back), suhu udara di dalam rumah tanaman pada
ketinggian 5 m dari lantai (Tair 5 m back), suhu permukaan lantai
(Tf back), dan RH pada ketinggian 1 m dari lantai (RHin 1 m) rumah
tanaman tipe standard peak yang diteliti pada tanggal 11 Pebruari
2010.
Saat radiasi mencapai maksimum di siang hari, suhu udara di dalam rumah
tanaman tercatat melebihi 30 ⁰C. Padahal, tingkat suhu udara untuk produksi
tanaman di dalam rumah tanaman relatif sama, sekitar 10-30 oC untuk hampir
semua spesies dengan beberapa pengecualian pada aplikasi tertentu (Hanan,
1998).
Untuk RH, pada Gambar 19 hanya ditampilkan data pengukuran pada
ketinggian 1 m dari permukaan lantai karena data pengukuran pada ketinggian
5 m dari lantai tidak valid. Suhu bola basah yang terukur lebih tinggi dari suhu
29
bola kering. Rata-rata RH di dalam rumah tanaman adalah 87.79% dengan nilai
terendah 64.85% dan maksimum 95.42%. Perbedaan antara RH lingkungan dan
RH di dalam rumah tanaman disajikan pada Gambar 19. Perbedaan RH tertinggi
(18.15%) terjadi saat tidak ada angin bertiup dan radiasi matahari mencapai
872 W/m2 pada pukul 11.00.
Gambar 20. Distribusi suhu udara saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak
Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai
(c).
31
Gambar 21. Distribusi RH saat WS=0 m/dt dan radiasi matahari 0 W/m2 tampak
depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m
(b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
32
Gambar 22. Distribusi suhu udara saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904
W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping
pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y=1 m di
atas lantai (c).
33
Gambar 23. Distribusi RH saat WS=0.4 m/dt dan radiasi matahari 904 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak
Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y=1 m di atas lantai (c).
34
Gambar 24. Distribusi suhu udara saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663
W/m2 tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping
pada jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di
atas lantai (c).
35
Gambar 25. Distribusi RH saat WS=1.8 m/dt dan radiasi matahari 663 W/m2
tampak depan pada jarak X=9.375 m (a), tampak samping pada
jarak Z=4 m (b), dan tampak atas pada ketinggian Y= 1 m di atas
lantai (c).
Untuk mengetahui keakuratan model CFD yang dibuat maka dilakukan
validasi terhadap nilai suhu udara dan RH hasil simulasi. Tabel 4 menampilkan
perbedaan antara suhu udara hasil simulasi dan hasil pengukuran. Error yang
terjadi untuk suhu udara mencapai 12.81%. Terdapat 6 titik dimana hasil prediksi
memiliki error lebih dari 10%. Hal ini disebabkan pendefinisian material yang
36
kurang detail pada bagian lantai rumah tanaman. Sebagian permukaan lantai
diplester semen dan sebagian berupa tanah yang ditutup batu kerikil, tetapi dalam
simulasi lantai didefinisikan sebagai solid kerikil. Hal ini dapat berpengaruh
terhadap hasil prediksi suhu dan menyebabkan error yang cukup besar. Sementara
untuk RH, pada Kasus 1, 2, dan 3 masing-masing terjadi error sebesar 12.37%,
19.56%, dan 19.11% (Tabel 5).
40
y = 1,130x - 2,295
R² = 0,913
35
Simulasi (⁰C)
30
25
20
20 25 30 35 40
Pengukuran (⁰C)
Pada Gambar 27 juga terlihat sebagian udara yang keluar melalui ventilasi
atap masuk kembali ke dalam rumah tanaman melalui bukaan di dinding. Hal ini
disebabkan adanya vacuum effect di dalam rumah tanaman, yang menarik udara
masuk ke dalam melalui bukaan yang lebih rendah. Hal ini dapat diantisipasi
dengan menutup bukaan sebagian yaitu yang berada tepat di bawah atap.
Gambar 27. Pola aliran udara pada WS=0 m/dt tampak depan pada jarak
X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak
atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
40
Pada saat WS=0.4 m/dt, udara di dalam rumah tanaman bergerak dengan
kecepatan hingga 0.2 m/dt. Kecepatan udara di dalam rumah tanaman menurun
karena melewati bukaan dinding yang ditutup kassa. Pola aliran udara dapat
dilihat pada Gambar 28. Di bagian belakang rumah tanaman (X=15 m), terjadi
putaran udara akibat pertemuan udara yang dibawa angin dari arah Utara (dinding
kiri) dan udara yang masuk karena perbedaan suhu melalui dinding kanan.
Demikian pula untuk WS=1.8 m/dt, kecepatan udara di dalam rumah
tanaman menurun yaitu hanya sebesar 0.075 m/dt pada posisi X= 9.375 m. Tetapi,
kondisi di dalam rumah tanaman lebih baik dimana suhu udara seragam pada
ketinggian 1 m dari lantai.
Chimney effect terjadi pada saat tidak ada angin maupun saat kecepatan
angin rendah. Menurut Suhardiyanto et al. (2006) pada waktu kecepatan angin
kurang dari 2 m/dt pertukaran udara cenderung lebih dipengaruhi oleh perbedaan
suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Chimney effect akan berfungsi
efektif apabila desain bangunannya mendukung seperti tipe standard peak yang
diteliti. Terlihat dalam Gambar 28 dan Gambar 29 bahwa bukaan ventilasi di
dinding berfungsi sebagai inlet dan bukaan ventilasi di atap berfungsi sebagai
outlet.
41
Gambar 28. Pola aliran udara pada WS=0.4 m/dt tampak depan pada jarak
X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak
atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
42
Gambar 29. Pola aliran udara pada WS=1.8 m/dt tampak depan pada jarak
X=9.375 m (a), tampak samping pada jarak Z=4 m (b), dan tampak
atas pada ketinggian Y= 1 m di atas lantai (c).
43
1. Distribusi suhu, pola aliran udara, dan RH di dalam rumah tanaman tipe
standard peak dapat disimulasikan menggunakan CFD. Suhu udara
terdistribusi pada kisaran 22.44 oC hingga 34.24 oC, dan RH pada kisaran
62.85% hingga 97.78%. Kontur suhu dan RH menunjukkan adanya gradien
suhu dan RH secara vertikal dan horizontal, tetapi besarnya tidak signifikan.
Vektor aliran udara hasil simulasi menunjukkan bukaan di dinding berfungsi
sebagai inlet dan bukaan di atap berfungsi sebagai outlet saat angin tidak
bertiup maupun saat kecepatan angin rendah. Error yang terjadi untuk
prekdiksi suhu udara mencapai 12.81%. Sementara untuk RH, pada Kasus 1,
2, dan 3 masing-masing terjadi error sebesar 12.37%, 19.56%, dan 19.11%.
Hasil validasi menunjukkan simulasi CFD dapat memprediksi suhu, pola
aliran udara dan RH dengan cukup baik.
2. Ventilasi alamiah berlangsung secara efektif pada rumah tanaman tipe
standard peak pada kecepatan angin kurang dari 2 m/dt. Saat angin tidak
bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi
karena adanya chimney effect. Aliran udara masuk melalui bukaan di dinding
dan keluar melalui ventilasi atap sehingga tidak ada tabrakan aliran udara.
Dengan demikian, bukaan ventilasi di dinding dan di atap rumah tanaman
sangat berperan dalam menciptakan iklim mikro yang optimal bagi tanaman
tanpa harus menambah biaya operasional.
Saran
1. Perlu pendefinisian sistem yang lebih baik agar error lebih kecil, diantaranya
dengan cara pembuatan geometri yang detail mendekati kenyataan di lapang
dan penggunaan persamaan daripada memasukkan konstanta untuk koefisien
pindah panas yang diminta pada general setting.
2. Simulasi CFD perlu dilakukan pada saat kecepatan angin tinggi untuk
mengetahui bagian ventilasi yang berperan sebagai inlet dan outlet.
3. Perlu dilakukan simulasi untuk bukaan dinding yang ditutup plastik sebagian
dan sebagian lagi dengan kassa dalam rangka pengembangan perancangan
rumah tanaman di daerah tropika basah.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., N. Gunadi, T.K. Moekasan, Subhan. 2007. Identifikasi potensi dan
kendala produksi paprika di rumah plastik. Jurnal Hortikultura 17: 88-100.
Avissar, R., M. Ytshaq. 1982. Verification study of numerical greenhouse
microclimate model. Trans. ASAE: 1711- 1720.
Barzanas T., T. Boulard, C. Kittas. 2001. Numerical simulation of the airflow and
temperature distribution in a tunnel greenhouse equipped with insect-proof
screen in the openings. Computers and Electronics in Agriculture. Special
Issue on Applications of CFD in the Agri-food Industry 34: 207-221.
Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic
Model [PhD Thesis]. Wageningen: Agricultural University of Wageningen.
240p.
Bot, G.P.A. 1993. Physical modelling of greenhouse climate. Di dalam:
Hashimoto,Y., W. Day, H.-J Tantau, G.P.A. Bot. The computerized
greenhouse: Automatic Control Application in Plant Production. Tokyo:
Academic Press Inc. hlm 51-73.
Brockett, B.L., L.D. Albright. 1987. Natural ventilation in single airspan building.
Journal of Agricultural Engineering Research 37: 141-154.
Campen, J.B. 2005. Greenhouse design applying CFD for Indonesian conditions.
Acta Horticulturae 691: 419–424.
Cengel, Y.A. 2003. Heat Transfer. New York: McGraw-Hill.
Day, W., B.J. Bailey, 1999. Physical Principles of Microclimate Modification. Di
dalam: G. Stanhill and H. ZviEnoch, Editors, Ecosystem of the World Vol.
20, Greenhouse Ecosystems. Amsterdam: Elsevier. hlm 71-99.
Fitz-Rodriguez, E., C. Kubota, G.A.Giacomelli, M.E.Tignor, S.B.Wilson,
M.McMahon. 2010. Dynamic modeling and simulation of greenhouse
environments under several scenarios: a web-based application. Computers
and Electronics in Agriculture 70: 105-116.
Hanan J.J., W.D. Holley, K.L. Goldsberry. 1978. Greenhouse Management. New
York: Springer-Verlag.
Harmanto, A. Prabowo, A. Nurhasanah. 2007. Prospek pengembangan low-cost
adapted screenhouse untuk budidaya hortikultura di daerah tropis. Balai
Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.
Harmanto. 2006. Evaluation of Net Greenhouse for Tomato Production in the
Tropics [Ph.D Thesis]. Hannover: Institute for Horticultural and
Agricultural Engineering, University of Hannover. 146p.
Hellickson, M.A., J.N. Walker. 1983. Ventilation of Agricultural Structures.
Michigan: American Society of Agricultural Engineers.
46
Impron, I., S. Hemming, G.P.A. Bot. 2007. Simple greenhouse climate model as a
design tool for greenhouses in tropical lowland. Biosytem Engineering 98:
79-89.
Kacira M., T.H. Short, R.R. Stowel. 1998. A CFD evaluation of naturally
ventilated, multi-span, sawtooth greenhouses. Trans. ASAE 41: 833-836.
Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for
Tropical Conditions [Ph.D Thesis]. Cranfield: SAFE, Cranfield University.
Katalog Solar Tuff. http://www.palram.com/htmls/product.aspx?c0=12684&bsp=13801
Lee, I., L. Okushima, A. Ikegushi, S. Sase, T.H. Short. 2000. Prediction of natural
ventilation of multi-span greenhouses using CFD techniques and its
verification with wind tunnel test, presented at the 93rd Annu. Int. Meeting
of ASAE, Paper No. 005003, Milwaukee, Winsconsin. July 9-12, 2000.
Lee, I., T.H. Short. 2000. Two-dimensional numerical simulation of natural
ventilation in a multi-span greenhouse. Trans. ASAE 43(3): 745-753.
Maksum, M. A. A. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam
Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid
Dynamics (CFD) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mistriotis, A., C. Arcidiacono , P. Picuno , G.P.A. Bot, G. Scarascia-.Mugnozza.
1997a. Computational analysis of ventilation in greenhouses at zero- and
low-wind-speeds. Agricultural and Forest Meteorology 88: 121-135.
Mistriotis, A., P. Picuno, G.P.A. Bot, Scarascia-Mugnozza G. 1997b.
Computational study of the natural ventilation driven by buoyancy forces.
Proceedings of the 3rd international workshop on mathematical and control
applications in agriculture and horticulture. Oxford: Pergamon Press. hlm
67-72.
Patankar, S. V. 1980. Numerical Heat Transfer and Fluid Flow. Hemishpere
Publishing Corporation. New York: Mc-Graw Hill.
Pontikakos, C., K.P. Ferentinos, T . Tsiligiridis, A.B. Sideridis. 2006. Natural
ventilation efficiency in a twin-span greenhouse using 3D computational
fluid dynamics. Proceeding of the 3rd International Conference on
Information and Communication Technologies in Agriculture (HAICTA),
September 20-23, Volos, Greece.
Rault, P.A., 1988. Protected crops in humid tropical regions. How we avoid or
reduce excessive temperatures? How could we select the cladding materials
and the greenhouse design? International Symposium on High Technology
in Protected Cultivation; Hamamatsu, Japan, 12-15 May 1988. Acta
Horticulture 230: 565-572.
Richards, P J., Hoxey R P. 1992. Computational and wind tunnel modeling of
mean wind loads on the Silsoe structures building. Journal of Wind
Engineering and Industrial Aerodynamics, 43(1–3), 1641–1652.
47
LAMPIRAN
50
Lampiran 3. Dimensi dan luas bukaan ventilasi pada rumah tanaman yang
diteliti
Dimensi
Luas
Ventilasi Panjang Lebar
(m2)
(m) (m)
Bukaan di atap menghadap Utara 18.75 1.00 18.7500
Bukaan di atap menghadap Selatan 18.75 1.00 18.7500
Bukaan dinding menghadap Utara 18.75 3.63 68.0625
Bukaan dinding menghadap Selatan 18.75 3.63 68.0625
Bukaan dinding menghadap Timur 8.00 3.63 29.0400
Bukaan gable menghadap Timur 8.00 2.74 10.9600
1.75 1.00 1.7500
1.75 1.00 1.7500
Bukaan dinding menghadap Barat 8.00 3.63 29.0400
Bukaan gable menghadap Barat 8.00 2.74 10.9600
1.75 1.00 1.7500
1.75 1.00 1.7500
Total 260.0625
53