Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN ULKUS PEPTIKUM

Disusun Oleh :

1. Elsa Rahmadi Januastuti


2. Erwin

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM

2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terucap hanya pada Allah SWT yang Maha Esa atas Ridhanya, akhirnya
kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan Dengan Ulkus
Peptikum.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang senantiasa taat dalam
menjalankan syariatnya.

Kami mengucapkan terima kasih yang tiada tara kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak. Bila
dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak berkenan bagi pembaca, dengan
segala kerendahan hati saya mohon maaf yang setulusnya.

Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa menyertai kita semua
menuju terciptanya keridhaan Allah SWT.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi ulkus peptikum
B. Definisi ulkus peptikum
C. Etiologi
D. Patopisiologi
E. Pathway
F. Klasifikasi
G. Menifestasi klinis
H. Pemeriksaan penunjang
I. Penatalaksanaan
J. Komplikasi
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Intervensi
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR FUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat
mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah
menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10
klai lebih sering dari pada ulkus lambung.
Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 –
60 tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi
pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada
wanita, tetapi terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah
menopause.
Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak
dari pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara
berkembang.
Kasus ulkus peptikum bervariasi dengan jenis ulkus, jenis kelamin, usia, kondisi
geografis dan lokasi lingkungan. Ras, pekerjaan, kecenderungan genetik, dan faktor
sosial diduga juga memainkan peranan dalam patogenesis ulkus peptikum. Prevalensi
ulkus peptikum di Amerika Serikat telah mengalami pergeseran yang semula didominasi
oleh kaum pria, kini prevalensi antara pria dan wanita sebanding. Tren terbaru
menunjukkan bahwa prevalensi menurun pada pria yang lebih muda dan meningkat pada
wanita yang lebih tua. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan penurunan kebiasaan
merokok pada pria muda, dan peningkatan penggunaan AINS pada wanita yang lebih tua.
Ulkus peptikum dengan komplikasi pendarahan dan perforasi telah meningkat dan
meningkatkan resiko kematian.
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40
dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi
pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus
peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak disetiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastrointerostomi, juga jejunum.Walaupun factor penyebab yang penting adalah aktivitas
pencernaan peptic oleh getah lambung, namun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
banyak faktor yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H.
pylori dijumpai pada sekitar 90% penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus yang
lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, cirri genetic, dan stress. Banyak terdapat
antara kemiripan dan perbedaan antara ulkus peptikum dan duodenum, sehingga
beberapa aspek dalam hal ini dipertimbangkan bersamaan untuk memudahkan, dan
masalah-masalah khusus yang berkaitan.

B. Rumusan masalah
1. Apakah Definisi Ulkus Peptikum?
2. Apa Etiologi dari Ulkus Peptikum?
3. Apa saja tanda dan gejala ulkus peptikum?
4. Bagiamana patofisiologi ulkus peptikum?
5. Bagaimana penatalaksanaan ulkus peptikum?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ulkus peptikum?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.
b. Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit
ulkus peptikum.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut
b. Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana
penatalaksanaan serta pengobatannya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi fisiologi ulkum peptikum

Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang
berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin
yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi
komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri
pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada
awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi
nutrisi unsur pokoknya melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit  (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

B. Defini ulkus peptikum


Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang
menyebutkan kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada
tahun 1586 menjadi orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui
autopsi, pada tahun 1688 Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada
tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum
secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang
tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga
sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung,
duodenum, jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum
diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat
tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi
yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor
yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus
duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar
memudahkan dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding
mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut
sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth
& Brunner. 2002. hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-
kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan
dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak)
yang terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas
( first portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu
penderita yang mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel
disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena
stress). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).

C. Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung.
Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita
dengan anemia pernisiosa disertai dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum
diketahui dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita
dengan golongan darah O kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38%
lebih besar dibandingkan golngan lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat
dihubungkan dengan golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa ataupun
karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan pada
korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan
duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk
neoplasma primer atau sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat
menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya
sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-
lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. Inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga
sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya
pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi
khemis lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya
pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab
didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang
mana dapat disebutkan juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak.
Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak
yang akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata
dari erosi akut ke tukak yang akut.
6. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark,
karena asam getah lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan
trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer. Aspirin, alkohol, tembakau dapat
menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung)
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah
golongan salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung.
Phenylbutazon juga dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya
juga histamin, reseprin akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan
penyelidikan, ternyata golongan salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.
9. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada
pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang
menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh
sebab itu, family anamnesa perlu ditegakkan
10. Berhubungan dengan penyakit lain:
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin
merupakan tempat timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada
sirosis lebih banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak
duodeni pada kaum wanita dengan sirosis biliaris ternyata bertambah, jika
neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering
ditemukan. Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan
dengan bertambah beratnya emfisema dan corpulmonale.
11. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan
jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.

D. Patopisiologi
1. Penyebab umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
kecepatan sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar
mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum.
Semua daerah yang secara normal terpapar oleh cairan lambung dipasok dengan
baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus campuran pada esophagus
bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada
leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang
menyekresi mukus yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum
dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas
yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam
klorida cairan lambung sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah
pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam
jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci
pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa
netralisasi cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks
mekanisme ini menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara
persarafan maupun secara hormonal sehingga menurunkan kecepatan
pengosongan lambung.
b. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa
usus, kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan
sekresi yang cepat dari cairan pancreas- yang mengandung natrium
bikarbonat berkonsentrasi tinggi sehingga tersedia natrium bikarbonat
untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan
oleh salah-satu dari dua judul sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh
mukosa lambung, atau berkurangnya kemampuan sawar mukosa
gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks asam
pepsin.
2. Penyebab khusus
a. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus
peptikum menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung,
dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali pasien
terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri
dapat melakukan penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan
kemampuanya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan
melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,
cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat
berpenetrasi kedalam jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel,
bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju
pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
b. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal,
bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari
peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan
pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum
mengarah kepada sekresi cairan yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor
psikogenik seperti pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan
merokok.
c. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti
Indometasin, Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan
siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan
duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga
memperlemah perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat
ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel
mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga
akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
d. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf
pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan
epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
e. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas
yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi
predisposisi kerusakan epitel mukosa.
f. Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang
berlanjut pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya
jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi dari seluruh dinding lambung.
E. Pathway
penyebab dan faktor predisposisi:

Asam dalam lumen, empedu, alkohol,


NSAIDs, H. pillory, stress,
herediter, makanan / minuman yang dapat
mengiritasi lambung

Peningkatan permeabilitas
sawar lambung

Asam lambung kembali


berdifusi ke mukosa

Pengeluaran
histamin

Merangsang sekresi asam


sehingga asam meningkat

Merusak mukosa
lambung

Ulkus peptikum

Rubahan setatus Kerusakan barier Fungsi sawar Kerusakan mukosa


kesehatan lambung mukosa lambung
lambung menurun
Kurang informasi Peningkatan asam Fungsi sawar Reaksi radang
tentang penyakit lambung mukosa
lambung menurun

Kurang Pelepasan hormon


pengetahuan bradikinin, serotonin
Destruksi kapiler
Nausea Muntah dan vena

Merangsang
Resiko kekurangan Pendarahan terus hipotalamus pada
volume cairan menerus pusat nyeri

Penurunan volume
darah Nyeri kronis

Penurunan
hemoglobin

Mual

Anoreksia

Intake makanan
tidak adekuat

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
F. Klasifikasi
No Ulkus duodenal Ulkus Lambung
1 Insidens Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih
Pria: wanita → 3:1 Pria:wanita → 2:1
Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung Normal sampai hiposekresi asam
Dapat mengalami penambahan berat badan lambung
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering Penurunan berat badan dapat terjadi
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi. Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
Makan makanan menghilangkan nyeri makan; jarang terbangun pada malam
Muntah tidak umum hari;
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus dapat hilang dengan muntah.
lambung tetapi bila ada milena lebih umum Makan makanan tidak membantu dan
daripada hematemesis. kadang meningkatkan nyeri.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada Muntah umum terjadi
ulkus lambung Hemoragi lebih umum terjadi daripada
ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada milena.

3 Kemungkinan Malignansi Kemungkinan malignansi Kadang-


Jarang kadang

4 Faktor Risiko Faktor Risiko


Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress. stres

G. Menifestasi klinis
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah
suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual,
muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan
cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat gangguan
motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien
merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang
setelah pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa
sakit tukak gaster yang timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang
merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster
sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign)
akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit
bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster
karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak
dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat
obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan,
hanya diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang
timbul pada tukak peptic disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik
(obstruksi gastric outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet
obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri
tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan adanya
ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi, ulkus
dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn biopsy
didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak
terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative
terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung)
dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida
dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis terhadap
antibody pada antigen H. pylori.

I. Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
1. Penurunan stress dan istirahat.
2. Penghentian merokok
3. Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam
lambung.
4. Obat-obatan
5. Intervensi bedah
Penatalaksanaan Farmakologis
1. Antagonis Reseptor H2/ARH2.
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek
histaminàsel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung.Inhibisi bersifat reversible. Dosis terapeutik:
a. Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
b. Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance  150 mg
c. Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
d. Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
e. Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg
malam hari.
contoh-contoh obat anti ulkus
Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan
meningkatkan pH.
a. ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg,
Almunium hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia,
gastritis. Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah
fosfat. Efek samping: Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi
obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe, antagonis H2, kuinidin,
warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.
b. ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)
Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152
mg, Simetikon 25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung,
pirosis dan “heartburn” pada kehamilan.
Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan.
Hiperaditas lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai
kebutuhan. Pirosis dan “heartburn” pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum
sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.Efek
samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi
usus.
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.
c. ANTASIDA DOEN (Medipharma)
Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel
Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium
Hidroksida) 200 mg, Magnesium Hidroksida 200 mg.
Indikasi:
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan
asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan
gejala-gejala.
J. Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi
pembedahan (Price, 1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang
berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat.
Pasien dapat tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja,
memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu mengikuti
program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran
pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik
untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula
sudah bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang
memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa mengalami degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton,
1996). Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun
yang tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat
ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung pada
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara
tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat
mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok, dan
memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.
3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price,
1995). Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung
karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien
dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang parah
pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis kimia akibat
keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat.
Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas.
Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras
seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala
saja diagnosis dipastika melalui adanya udar bebas dalam rongga peritoneal,
dinyatakan sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan hati dan diafragma.
Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami
perporasi (Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau
jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul
lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus
lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia mual dan kembung
setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul kehilangan berat
badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan
muntah (Mineta,1983)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal
lahir,agama dan tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama/alasan masuk RS
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut, ulu
hati dan mual serta muntah.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah
makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam
4. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi,
riwayat masuk RS)
5. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’
lambung.
6. Data Dasar Pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise. Ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari – hari.
Tanda: periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.
b. Integritas Ego
Gejala: ketidak berdayaan, putus asa
Marah ditekan
Tanda: Depresi, ansietas.
c. Eliminasi
Gejala: diare Konstipasi
Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung
Penggunaan laksatif/diuretic.
d. Makanan/Cairan
Gejala: lapar terus menerus/menyangkal lapar
Takut penigkatan berat badan.
Tanda: penurunan berat badan / anoreksia
Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor
buruk.
e. Higiene
Tanda: peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
f. Neurosensori
Gejala :Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk.
Tanda: Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
Mental: tak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Oftalmik: hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen, seperti terbakar
h. Keamanan
Tanda: penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.
j. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum:
Penampilan umum : Klien tampak rapi
Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat: sakit
Kesadaran: sadar
GCS: E4V5M6
BB: 50 Kg
TB: 165 cm
2) Tanda- tanda vital:
TD: 120/80 mmHg
ND: 80x/menit
RR: 20 x/menit
S: 37 oC
3) Kulit
Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,): Pucat
Kelembapan : kering
Turgor kulit : baik
Ada/tidaknya oedema : tidak ada oedema
4) Mata
Fungsi penglihatan : baik
Palpebra : terbuka / tertutup
Ukuran pupil : .Normal
Oedema palpebra : Tidak ada oedema
5) Mulut dan tenggorok
Membran mukosa : Kering
kebersihan mulut : Baik
Keadaan gigi : Baik.
Tanda radang (bibir, gusi, lidah) : tidak ada
Kesulitan menelan : Tidak ada
6) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
Perkusi : batas hepar, batas ginjal, batas lien, ada/tidaknya
penimbunan cairan diperut (kembung).
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien
Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling
menonjol selama periode eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi
2-3 jam setelah makan dan sering disertai dengan mual dan muntah. Pada
ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat
digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini
sering hilang dengan makanan dan meningkat dengan merokok dan stres
emosi. Selama remisi pasien asimtomatik

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan Kerusakan mukosa lambung
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Intake makanan tidak adekuat
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

C. Rencana asuhan keperawatan


Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi
keperawatan (NOC) (NIC)
Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan lokasi, karaktristik,
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam, kualitas dan keparahan nyeri
Kerusakan mukosa klien dapat menunjukkan: sebelum mengobati pasien
lambung  Mengambarkan factor 2. Cek perintah pengobatan
penyebab meliputi obat, dosis dan
 Mengenali kapan nyeri frekuensi obat analgesik yang
terjadi diresepkan
3. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi tujuan
jangka pendek dan jangka
panjang yang tepat
4. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung
5. Sediakan lingkungan yang
aman dan bersih
Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. berikan makanan dalam porsi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 2x24 jam, kecil dan lebih sering serta
kebutuhan tubuh klien dapat menunjukkan: tingkatkan porsi secara
berhubungan dengan  Asupan makanan dan cairan
Intake makanan secara oral bertahap
tidak adekuat  Asupan kalori, protein, 2. bantú pasien untuk memilih
lemak dan karbohidrat makanan yang lunak, lembut
dan tidak mengandung asam
sesuai kebutuhan
3. memberikan pengetahuan
terkait dengan memilih
makanan yang baik dan benar
4. berikan pengetahuan tentang
terkait dengan pentingnya
asupan nutrisi bagi tubuh

Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Dapatkan riwayat makanan


volume cairan keperawatan selama 2x24 jam, seperti makanan yang
berhubungan dengan klien dapat menunjukkan: disukai, yang tidak disukai
mual dan muntah  Keseimbangan intake dan dan prekuensi makanan
output dalam 24 jam sesuai budaya
 Kelembapan memberan 2. Berikan dukungan fisik
mukosa selama muntah
3. Tingkatkan pemberian cairan
secara bertahap jika tidak
ada muntah yang terjadi
selama 30 menit
4. Monitor keseimbangan
cairan dan elektrolit
5. Dorong istrahat
6. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk
mengelola muntah

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,
jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas
ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada
lapisan mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
1. Penurunan stress dan istirahat.
2. Penghentian merokok
3. Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam
lambung.
4. Obat-obatan
5. Intervensi bedah

B. Saran
Menyajikan karya tulis yang lebih Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk kebaikan kedepannya agar penyusun dapat baik lagi.
DAFTAR FUSTAKA
Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran indonesia

Anda mungkin juga menyukai