Anda di halaman 1dari 26

PERAWATAN PULPA PADA ANAK (GIGI SULUNG)

1.1 Perawatan Pulpotomi pada Gigi Sulung

Pulpotomi merupakan teknik endodontik yang sering digunakan pada gigi geligi
sulung. Arti kata ‘otomy’ adalah ‘memotong’, jadi pulpotomi berarti ‘memotong pulpa’.
Tujuan pulpotomi pada gigi sulung adalah mengamputasi pulpa koronal yang terinflamasi
dan mempertahankan vitalitas pulpa radikuler, sehingga menfasilitasi tanggalnya gigi
sulung yang normal. Pulpotomi tidak dapat dilakukan jika pulpa nekrotik. (Cameron &
Widmer, 2013)
 Pembersihan karies
Gigi yang dirawat harus dibersihkan seutuhnya dari karies sebelum dilakukan
prosedur pulpotomi. Rekomendasi untuk menghilangkan karies dari perifer ke
pulpa tidak hanya mencegah kontaminasi area pulpotomi dengan debris karies
tetapi juga mengurangi risiko paparan pulpa tidak disengaja. Akses pada pulpa
koronal membutuhkan pembersihan komplit atap ruang pulpa. Amputasi pulpa
koronal membutuhkan penghilangan yang bersih hingga dasar ruang pulpa. Sisa
jaringan pada area amputasi akan menimbulkan masalah dengan homeostasis.
Instrumen high-speed rotary dengan semprotan air memberikan pembersihan yang
optimal. Jika dasar ruang pulpa perforasi, maka gigi harus dicabut. (Cameron &
Widmer, 2013)
 Homeostasis
Homeostasis pada area pulpotomi harus didapatkan sebelum aplikasi agen
terapeutik. Hal ini dicapai dengan irigasi berulang dan menekan pelan dengan
cotton wool pellet dan dilakukan selama 5 menit. Jika pendarahan tidak dapat
dihentikan, inflamasi pulpa diduga telah menyebar hingga akar dan dihubungkan
dengan prognosis yang buruk. Hal ini menunjukkan ‘tanda pendarahan’ atau ‘pulpa
hiperemia’. Maka perlu dipertimbangkan perawatan pulektomi atau ekstraksi pada
kasus ini. (Cameron & Widmer, 2013)

1.1.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pulpotomi Gigi Sulung

1
1. Indikasi Pulpotomi pada gigi sulung: (Cameron & Widmer, 2013)
 Paparan pulpa karena karies
 Gigi asimptomatis atau nyeri ringan yang sementara (saat makan)
 Radiografi sebelum perawatan menunjukkan tidak adanya patologi radikuler
 Gigi dapat direstorasi
2. Kontraindikasi Pulpotomi pada gigi sulung: (Rao, 2012)
 Riwayat nyeri spontan
 Pembengkakan
 Fistula
 Nyeri saat perkusi
 Resorpsi internal/eksternal
 Gambaran radiolusen pada periapikal atau inter radikuler
 Kalsifikasi pulpa
 Adanya pus atau eksudat dari area yang terpapar
 Pendarahan tidak terkontrol dari pulp stump yang diamputasi
 Resorbsi panjang akar > setengah

1.1.2 Prosedur Pulpotomi pada Gigi Sulung

Gambar 1.1 Radiografi menunjukkan lesi karies Gambar 1.2 Lesi karies dilihat dari anatomi gigi
yang dalam
spontaneous pain.
1. Kontrol nyeri dengan anastesi lokal dan mengisolasi gigi dengan rubber dam.
2. Pembersihan karies yang komplit dari bagian perifer ke ruang pulpa. (Gambar 1.3)

2
Gambar 1.3 Preparasi kavitas menunjukkan
pembersihan karies perifer total

3. Penghilangan atap ruang pulpa dengan bur no.330 high speed


4. Mengamputasi pulpa koronal dengan eskavator tajam atau bur round putaran lambat
sampai semua pulpa koronal terangkat (Gambar 1.4) dan menciptakan pembukaan
akses yang besar untuk memberikan lapangan pandang pada semua orifis saluran.
Prosedur perlu dilakukan hati-hati untuk mencegah kerusakan lebih banyak pada
pulpa dan perforasi dasar pulpa.

Gambar 1.4 Setelah gigi dikondisikan bebas dari karies, atap pulpa dibersihkan seluruhnya dan
pulpa diamputasi hingga dasar pulpa. Hemostasis harus dicapai pada tahap ini.

5. Melakukan irigasi dengan syringe monoject menggunakan saline steril, natrium


hipoklorit, klorhexidine dan larutan irigasi lainnya.
6. Menghentikan pendarahan pada area amputasi dengan cotton pellet steril untuk
memberikan tekanan dan mengeringkan ruang pulpa.
Tidak diperlukan anastesi lokal intrapulpa atau agen hemostatik lainnya untuk
mengurangi pendarahan karena pendarahan adalah indikator klinis status pulpa
saluran akar.
7. Mengaplikasikan agen terapeutik pada area amputasi (dengan bahan medikasi
pulpa) setelah hemostatik didapatkan. (Gambar 1.5)
Cotton pellet yang dilembabkan dengan larutan Buckley’s (konsentrasi total atau
larutan 1/5) ditempatkan di atas pulp stump selama 5 menit. Ketika pellet diambil,
area pulpotomi seharusnya berwarna coklat gelap (ketika konsentrasi total
formokresol digunakan) atau merah gelap (ketika dilusi larutan 1/5 digunakan).

3
Gambar 1.5 Mengaplikasikan agen terapeutik pada area
pulpotomi
Pendarahan berlebih yang bertahan dan warna ungu tua pada jaringan
mengindikasikan inflamasi telah meluas ke pulpa saluran akar, perawatan pulpa
vital kontraindikasi.
8. Menempatkan basis secara langsung pada area pulpa yang diamputasi dan
melakukan kondensasi ringan untuk melapisi dasar pulpa menggunakan
Intermediate Restorative Material (IRM) berupa campuran reinforced zinc oxide
dan eugenol dengan polimer fibers atau cavit. (Gambar 1.6)
9. Menempatkan material inti (Gambar 1.7)

Gambar 1.6 Basis diaplikasikan untuk menutup area Gambar 1.7 Gigi diisi dengan material inti
pulpotomi secara menyeluruh

10. Merestorasi gigi dengan mahkota metal yang sudah jadi (molar) atau mahkota strip
resin komposit untuk gigi anterior. (Gambar 1.8)

Gambar 1.8 Gigi direstorasi dengan mahkota metal yang tersedia

11. Melakukan pemeriksaan radiografis rutin (Cameron & Widmer, 2013; Pinkham et
al., 2005; Soxman, 2015).
Tingkat kesuksesan pada pulpotomi darurat cukup rendah sebesar (53%) selama 3
bulan pertama dapat disebabkan adanya inflamasi subklinis pulpa yang tidak terdeteksi,
sedangkan kegagalan jangka panjang dapat dihubungkan dengan adanya kebocoran mikro
restorasi sementara (Pinkham et al., 2005)

4
1.1.3 Medikamen Pulpa

Selama beberapa tahun, banyak medikamen, dressing pulpa dan teknik yang
berbeda digunakan pada prosedur terapi pulpa. Formokresol, ferric sulphate, kalsium
hidroksida, glutaraldehide, mineral trioxide aggregate, terapi laser dan bedah elektro
semua telah digunakan dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Sebuah bukti menyebutkan
bahwa formokresol, ferric sulphate, elektrocauter dan MTA memiliki kemiripan
efektivitas. Kalsium hidroksida tampak memiliki tingkat kesuksesan lebih rendah secara
konsisten pada pupotomi gigi sulung dibandingkan keempat agen tersebut. Medikamen
yang luas digunakan di Amerika Utata dan Inggris adalah formokresol. Formokresol
dideskripsikan sebagai gold standard terapi pulpa. Semua agen terapeutik tersebut
memiliki efek toksik dan harus dikelola dengan baik dalam batas terapeutik. Klinisi
seharusnya membaca dengan cermat Materials Safety Data Sheet untuk agen-agen tersebut.
Kasus harus diseleksi dengan baik sesuai petunjuk yang direkomendasikan. (Cameron &
Widmer, 2013; Sultana et al., 2015).
Medikamen terapeutik diaplikasikan pada area pulpotomi setelah tercapainya
homeostasis. Area pulpotomi lalu dilapisi dengan basis terapeutik. Secara kuno, biasanya
menggunakan semen berbasis zinc-oxide eugenol. Namun, eugenol yang berkontak
langsung dengan jaringan pulpa dapat menyebabkan pulpitis kronis. Oleh karena itu,
penggantian semen bebas eugenol sebagai basis terapeutik cukup beralasan. Ketika MTA
digunakan sebagai agen terapeutik, maka ia dapat berfungsi sebagai basis terapeutik.
Akhirnya, material inti harus digunakan untuk melindungi gigi sebelum restorasi final,
idealnya adalah dengan restorasi full coverage. Pada semua gigi yang telah dirawat
pulpotomi harus direstorasi dengan stainless steel crown. Konsep full coverage juga
berlaku pada gigi anterior di mana restorasi full coverage seharusnya digunakan pada
insisif yang telah dilakukan perawatan pulpotomi. (Cameron & Widmer, 2013)
 Kalsium Hidroksida
Penggunaan kalsium hidroksida cukup meluas pada terapi endodontik. Biasanya
sering digunakan sebagai dressing untuk perawatan pulpa vital. Kalsium hidroksida
memiliki properti antibakteri karena sifat alkaline yang tinggi (pH=11) dan membantu

5
dalam membentuk barier kalsifiaksi. Ion kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan
barier didapatkan dari aliran darah dan bukan dari material kalsium hidroksida. Grup
hidroksil dipertimbangkan sebagai komponen paling penting dari kalsium hidroksida
karena menyediakan lingkungan basa dan mengaktivasi alkaline fosfatase karena berperan
penting dalam membentuk jaringan keras. Material terkalsifikasi yang dihasilkan
merupakan produk baik dari odontoblast maupun sel jaringan ikat yang diistilahkan sebagai
osteodentin. (Rao, 2012)
Kalsium hidroksida terdapat dalam bentuk bubuk atau sistem dua pasta (setting
keras). Dan juga tersedia dalam sistem light-cured. Bentuk bubuk dicampur dengan air
steril (bahkan larutan anastesi lokal dapat digunakan) pada glass slab dengan spatula untuk
membentuk pasta yang tebal. Sistem dua pasta (dycal) yang paling sering digunakan
memiliki pH netral. Pasta dengan jumlah yang sama (pasta katalis dan base) diambil dan
dicampur secara cepat sebelum ditempatkan di atas pulpa. Waktu pengerasan untuk
kalsium hidroksida dengan setting keras sangat singkat sehingga membutuhkan manipulasi
yang cepat. (Rao, 2012)
Kekurangan kalsium hidroksida adalah (i) meningkatnya risiko resorpsi gigi sulung;
(ii) dapat terdegradasi dan terlarut di bawah restorasi; (iii) kegagalan interfasial saat
kondensasi amalgam; (iv) jembatan dentin di bawah Ca(OH)2 dihubungkan dengan defek
tunnel; (v) gagal menyediakan penutupan dalam jangka lama (kebocoran mikro). (Rao,
2012)
 Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
MTA merupakan campuran trikalsium silikat, bismuth oksida, dikalsium silikat,
trikalsium aluminat dan kalsium sulfat. Secara kimia, MTA mirip dengan campuran semen
standart. Bubuk MTA bereaksi dengan air untuk membentuk pasta, yang bersifat alkaline
(pH=13) selama fase pengerasan, lalu mengeras membentuk massa inert. Tingkat
keberhasilan klinis pulpotomi MTA mirip dengan formokresol dan ferric sulphate. Bubuk
MTA dicampur dengan air dengan cepat sebelum digunakan. Pasta yang dihasilkan
diaplikasikan pada area pulpotomi menggunakan proprietary carrier / instrumen plastik
dan dibiarkan hingga mengeras. MTA dilapisi dengan material basis yang sesuai sebelum
direstorasi. Pasta seharusnya diaplikasikan setelah tercapai homeostasis. Pendarahan yang

6
berkelanjutan dari area pulpotomi merupakan indikasi pulpektomi atau ekstraksi.
(Cameron & Widmer, 2013)
MTA merupakan pilihan yang baik untuk material biokompatibel pada perawatan
pulpa. Selama beberapa tahun terakhir, perhatian khusus diberikan pada penggunaan MTA
pada perawatan endodontik gigi permanen dan juga sebagai perawatan alternatif selain
formokresol pada gigi sulung vital. (Sultana et al., 2015)
Keuntungan utama MTA adalah (i) perlindungan yang sangat baik terhadap migrasi
bakteri; (ii) MTA menghasilkan jembatan dentin yang signifikan dalam waktu lebih
singkat; (iii) inflamasi pulpa lebih jarang terjadi; (iv) mampu mengeras dalam keadaan
lembab; (vi) menunjukkan adaptasi marginal yang sangat baik; (vii) tidak dapat diserap;
(viii) dapat membentuk lapisan reaktioner pada permukaan dentin dengan struktur mirip
hidroksiapatit; (ix) MTA merangsang pelepasan sitokin, menginduksi proliferasi sel pulpa
dan membantu pembentukan jaringan keras (Rao, 2012; Soxman, 2015)
Beberapa kekurangan MTA adalah (i) sulit dimanipulasi; (ii) waktu setting lama (2-
3 jam); (iii) berpotensi terjadi diskolorisasi; (iv) harganya mahal; (v) penyimpanan sulit.
Paparan terhadap debu MTA dan kristal silika dapat menyebabkan iritasi respirasi,
kerusakan mata dan iritasi kulit. The IARC menetapkan silika sebagai karsinogen pada
manusia. (Cameron & Widmer, 2013; Rao, 2012; Soxman, 2015; Sultana et al., 2015)
 Ferric Sulphate
Ferric sulphate sering digunakan pada kedokteran gigi sebagai agen hemostatik
(astringident®). Awalnya digunakan pada pulpotomi untuk membantu homeostasis
sebelum penempatan kalsium hidroksida. Namun, sebagai agen terapeutik independen,
pulpotomi dengan ferric sulphate memiliki tingkat kesuksesan 74-99%. Ferric sulphate
dikatakan bereaksi dengan jaringan pulpa, membentuk lapisan protektif superfisial yang
terdiri dari kompleks besi-protein. Penyebab predominan kegagalan adalah adanya resorpsi
internal. Ferric sulphate ditempatkan pada pulp stump (area pulpotomi) menggunakan
microbrush selama 15 detik, kemudian dibilas dengan air dan dikeringkan. Pendarahan
yang berkelanjutan setelah pemberian ferric sulphate merupakan indikasi pulpektomi atau
ekstraksi. Ferric sulphate diklasifikasikan sebagai larutan berbahaya, korosif (Worksafe
Australia) dan terdekomposisi menjadi asam sulfat yang menyebabkan luka bakar pada
jaringan superfisial jika tidak dibatasi pada area pulpotomi. (Cameron & Widmer, 2013)

7
 Formokresol
Formokresol telah digunakan dalam pulpotomi vital gigi sulung lebih dari 80 tahun.
Efektivitas formokresol sudah luas dipelajari, dengan tingkat kesuksesan klinis bervariasi
dari 70-100%, menjadikannya standard jika dibandingkan terhadap beberapa teknik baru.
Komponen formaldehyde dari formokresol merupakan bakterisidal yang kuat dan secara
reversibel menghambat banyak enzim pada proses inflamasi. Aslinya, tujuan menggunakan
formokresol adalah untuk memumifikasi secara komplit semua jaringan pulpa residual dan
material nekrotik di dalam saluran akar. Teknik sekarang, bagaimanapun, bertujuan
menciptakan fiksasi lapisan superfisial, bersamaan mempertahankan vitalitas pulpa
radikuler yang lebih dalam. (Cameron & Widmer, 2013; Sultana et al., 2015)
Formokresol diaplikasikan pada area pulpotomi dengan cotton wool pellet. Material
yang berlebih harus dihilangkan sebelum aplikasi. Secara kuno, aplikasi selama 5 menit
direkomendasikan, namun, kontak waktu selama beberapa detik cukup efektif. Lebih baik
untuk membatasi dosis dan waktu kontak. Formokresol seharusnya diaplikasikan pada area
pulpotomi setelah hemostasis didapatkan. Jangan pernah mengaplikasikan pada jaringan
yang berdarah. (Cameron & Widmer, 2013; Sultana et al., 2015)
Aplikasi formokresol menyebabkan absorbsi sistemik formaldehide, namun
formaldehide yang diabsorbsi akan cepat dimetabolisme menjadi formate dan
karbondioksida dengan waktu paruh 1-2 menit. Penggunaan formokresol di kedokteran gigi
berkurang seiring dengan terbatasnya paparan yang dianjurkan, dan paparan jangka pendek
formalehide. Formaldehide tidak mengalami bioakumulasi. Sebuah studi menunjukkan
informasi dan petunjuk mengenai pembatasan teknik formokresol untuk amputasi vital
karena bukti dari pengujian pada binatang bahwa ada potensi mutagenik, karsinogenik,
imunogenik dan toksisitas dari formaldehide dan WHO mengklasifikasikan formokresol
sebagai karsinogen. The International Agency for Research on Cancer (IARC)
menyimpulkan paparan kronis tingkat tinggi dengan formaldehide menyebabkan kanker
nasofaringeal pada manusia. (Cameron & Widmer, 2013; Sultana et al., 2015)
 Glutaraldehide
Glutaraldehide telah diuji luas untuk menggantikan formokresol. Studi
menunjukkan aplikasi 2-4% glutaraldehide menghasilkan fiksasi yng cepat pada
permukaan jaringan pulpa di bawahnya. Beberapa sifat glutaraldehide dibandingkan

8
formokresol adalah : (i) membentuk ikatan protein intra dan intermolekuler yang kuat
menyebabkan fiksasi superior dengan adanya cross linkage; (ii) kemampuan berdifusi
terbatas, sehingga mengurangi ekstensi apikal dari material; (iii) property antimicrobial
sangat baik; (iv) kalsifikasi distropik lebih kecil; (v) menghasilkan zona inisial fiksasi yang
tidak berlanjut ke arah apikal; (vi) mudah diekskresi tubuh di mana 90% tereliminasi dalam
3 hari; (vii) 15-20 kali lebih tidak toksik dibandingkan formokresol dan memiliki sedikit
potensi terjadi interferensi kromosom atau mutagenik. (Rao, 2012)
 Elektrosurgeri
Elektrosurgeri menggunakan energi radiofrekuensi untuk menghasilkan
pembakaran pada jaringan superfisial yang terkontrol. Elektrosurgeri ini bersifat
hemostatik dan antibakteri. Energi atau waktu kontak yang berlebihan menyebabkan
pembakaran jaringan yang dalam menjadi nekrosis pulpa radikuler dan diikuti resorpsi akar
internal. Pulpotomi elektrosurgeri memiliki tingkat kesuksesan 70-94%. Unit elektrosurgeri
harus diatur untuk berkoagulasi dengan pengaturan kekuatan rendah. Ujung berbentuk bola
kecil/ berujung bulat diaplikasikan pada area pulpotomi dan diaktivasi secara singkat. Area
harus segera dibanjiri air untuk menghilangkan panas yang berlebih. Setiap pulp stump
diberi perlakuan secara bergantian. Jika perlu, elektrokoagulasi dapat diulang untuk
mengontrol pendarahan berlebih, hingga total waktu kumulatif adalah 2 detik. Pendarahan
berkelanjutan setelah waktu ini merupakan indikasi pulpektomi atau ekstraksi. Peralatan
elektrosurgeri ini memiliki potensi untuk menganggu pacemakers dan implan elektronik.
(Cameron & Widmer, 2013)

Gambar 1.9 Ujung elektrosurgeri yang Gambar 1.10 Penampakan pulp stump setelah
digunakan pada pulpotomi dilakukan elektrokauter

 Biodentine
Belakangan ini, dengan peningkatan medikamen, bahwa tidak hanya bersifat
biokompatibel, tapi juga bioinduktif, maka fokusnya telah berubah dari preservasi dan

9
konservasi menjadi regenerasi jaringan pulpa yang tersisa. Material berbasis kalsium silikat
yang disebut Biodentine® adalah pilihan baru yang terdiri dari trikalsium silikat yang dapat
dideskripsikan sebagai material pengganti dentin. Material ini memiliki sifat yang mirip
dengan PC dan MTA. (Sultana et al., 2015)
Biodentine memiliki potensi untuk menginduksi aposisi dentin reaktioner dengan
merangsang odontoblas dan dentin reparatif dengan menginduksi differensiasi sel. pH
biodentine sangat tinggi (pH=12), yang memberikan efek bakteriostatik. Selain itu,
biodentine mampu memberikan marginal seal yang baik. Akhirnya, Biodentine
dimanipulasi dalam bentuk creamy, bukan sandy dan akan setting sempurna dalam waktu
12 menit. Material ini adalah semen baru yang aktif secara biologis dengan sifat mekanis
seperti dentin. Tidak seperti produk Portland berbasis semen lainnya, material ini cukup
stabil sehingga dapat digunakan untuk proteksi pulpa dan pengisian sementara. Pabrik
pembuatnya mengklaim biokompatibilitas dan bioaktivitas material ini, yang berperan
penting ketika digunakan pada pulp capping direct dan indirect serta pulpotomi. Terlebih
lagi, material ini menjaga vitalitas pulpa dan membantu proses penyembuhan. Mereka
menyimpulkan bahwa biodentine dan MTA dapat memodifikasi proliferasi barisan sel
pulpa. Menurut pabrik pembuatnya, biodentine terdiri dari bubuk dalam kapsul dan cairan
dalam pipet. Bubuknya terutama mengandung trikalsium dan dikalsium silikat, yang
merupakan komponen semen Portland , dan juga kalsium karbonat. Sirkonium dioksida
berperan sebagai medium kontras. Cairannya mengandung kalsium klorida di dalam
larutan cair dengan campuran polikarboksilat. (Sultana et al., 2015)
Biodentine dibuktikan biokompatibel, contohnya tidak merusak sel pulpa pada
percobaan in vitro / in vivo, dan mampu merangsang pembentuk dentin tersier.
Pembentukan jaringan keras terlihat setelah capping direct dan indirect dengan biodentine.
Dibandingkan kompatibilitasnya dengan MTA dan kalsium hidroksida yang mengeras.
Dilaporkan bahwa biodentine kompatibel. Bioaktivitas material ini menunjukkan
perubahan hidroksil apatit ketika direndam dalam larutan fosfat. Bioaktivitas material ini
dibatasi dengan studi mengenai efeknya pada aktivasi progenitor sel pulpa, differensiasi
dan regenerasi dentin pada kultur gigi manusia. Disimpulkan bahwa biodentine
merangsang regenerasi dentin dengan menginduksi differensiasi odontoblas dari progenitor
sel pulpa. Kapasitas biodentine menginduksi sintesis dentin reparatif dengan memodulasi

10
sel pulpa untuk mensekresi transforming growth factor-beta 1 (TGF-ß1) dan menstimulasi
mineralisasi pulpa gigi manusia. Secara histologis, trikalsium silikat bioaktif menunjukkan
kemampuan untuk menginduksi differensiasi odontoblast dari progenitor sel pulpa.
Hasilnya berupa matriks yang teremineralisasi dengan karakteristik mokeluler dentin.
(Sultana et al., 2015)
Biodentine lebih kuat secara mekanik, tidak mudah larut, dan menghasilkan
penutupan lebih baik. Hal ini mengkualifikasi tiga kekurangan utama kalsium hidroksida
yaitu resorpsi material, kurangnya stabilitas mekanik dan kegagalan mencegah kebocoran
mikro. Ketika digunakan sebagai material pengganti dentin pada teknik sandwich yang
dilapisi komposit, kebocoran yang signifikan muncul pada dentin hingga permukaan
material. Di sisi lain, material berbasis semen glass ionomer dapat dietsa dengan baik dan
tidak terdeteksi perubahan kimia atau fisik atau kebocoran mikro ketika material ini
digunakan sebagai basis di bawah restorasi komposit. Kekasaran mikro semua material
tidak terpengaruh dengan melakukan etsa. Selama fase pengerasan biodentine, kalsium
hidroksida dilepaskan dari semen. Hal ini menyebabkan pH menjadi 12.5 dan
menyebabkan keadaan basa pada sekitarnya. pH yang tinggi ini menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan dapat mendesinfeksi dentin. (Sultana et al., 2015)

1.2 Perawatan Pulpotomi pada Gigi Permanen Muda

Tujuan pulpotomi pada gigi permanen muda adalah mengamputasi pulpa koronal
yang terinflamasi dan mempertahankan vitalitas pulpa yang tersisa untuk membantu dalam
proses apeksogenesis. Apeksogenesis melibatkan keberlangsungan perkembangan normal
pulpa saluran akar di bawah area pulpotomi, sehingga menghasilkan panjang akar normal,
ketebalan dentin saluran akar dan penutupan apikal. Apeksogenesis mengoptimalkan
anatomi dan kekuatan akar. Risiko utama apeksogenesis yaitu potensi terjadi kalsifikasi
pulpa distropik di mana sebelumnya diperlukan pulpotomi. Sifat biomekanikal akar akan
lebih baik setelah apeksogenesis daripada setelah apeksifikasi, namun apeksifikasi satu-
satunya pilihan ketika terjadi nekrosis pulpa pada gigi permanen muda. Perawatan
alternatif apeksifikasi adalah penggunaan stem cell hematogen yang menginduksi
kalsifikasi ruang saluran akar. (Cameron & Widmer, 2013)

11
Tidak seperti gigi sulung di mana pulpotomi selalu pada level dasar pulpa, paparan
karies yang kecil pada tanduk pulpa dari gigi permanen dapat diatasi dengan pulpotomi
superfisial sedalam 1-2 mm. Hal ini berdasarkan pulpotomi Cvek. Ketika terdapat paparan
yang besar, atau pada beberapa area paparan, maka pulpotomi yang dalam diperlukan
hingga terbukanya saluran akar, atau pada level CEJ pada gigi anterior. Area paparan terus-
menerus diirigasi hingga terjadi homeostasis, sebelum aplikasi medikamen terapeutik.
Medikamen terapeutik dapat berupa bubuk / pasta kalsium hidroksida / MTA. Antibiotik/
kortikosteroid (pasta ledermix) dapat digunakan. (Cameron & Widmer, 2013)
Kriteria klinisnya adalah (i) paparan karies pada pulpa; (ii) gigi asimptomatis atau
terdapat nyeri berulang yang ringan, sementara; (iii) radiografi sebelum perawatan
menunjukkan akar belum sempuran dan terbukanya foramen; (iv) tidak adanya patologi
radikuler; (v) gigi dapat direstorasi. (Cameron & Widmer, 2013)
Teknik pulpotomi: (Cameron & Widmer, 2013)
 Kontrol nyeri dan melakukan isolasi dengan rubber dam
 Pembersihan karies menyeluruh
 Pengangkatan atap ruang pulpa
 Mengamputasi pulpa koronal, baik secara superfisial atau dalam hingga terbukanya
saluran akar
 Menghentikan pendarahan pada area amputasi
 Mengaplikasikan medikamen terapeutik (kalsium hidroksida atau MTA)
 Menempatkan basis langsung di atas medikamen terapeutik (IRM® / cavit)
 Merestorasi gigi dengan penutupan mahkota yang baik
 Melakukan pemeriksaan radiografi rutin

Laporan Kasus Pulpotomi

Anak perempuan berumur 6 tahun datang ke BSMMU dengan keluhan nyeri pada
rahang kanan bawah selama 2 hari. Pemeriksaan klinis menunjukkan karies dalam yang
meluas pada molar sulung kanan bawah. Gigi sensitif terhadap rangsangan dingin. Tidak
terlihat pembengkakan dan saluran sinus tidak ditemukan. Pemeriksaan radiologis
menunjukkan gigi tidak memiliki kelainan periapikal. Kasus ini didiagnosa sebagai kasus

12
pulpitis reversibel akut karena karies. Prosedur perawatan yang direncanakan adalah
pulpotomi pada gigi molar sulung kedua kanan bawah. (Sultana et al., 2015)
Metodologi perawatan adalah sekali kunjungan dan dilakukan dengan mengikuti
protokol klinis sebagai berikut. Melakukan desinfeksi lapangan pandang dan memastikan
sterilisasi instrumen dengan baik. Setelah isolasi gigi yang benar dan menggunakan saliva
ejector, dilakukan anastesi lokal berupa inferior alveolar nerve block (2% lidocaine) yang
efektif mengontrol nyeri. Pertama-tama, karies di sekitarnya dibersihkan dan dilakukan
akses pada ruang pulpa dengan bur no. 330 menggunakan high speed hand piece yang
dilengkapi semprotan air. Setelah membersihkan pulpa koronal dengan ekskavator steril ,
ruang pulpa dibilas dengan larutan saline normal, dan homeostasis dicapai dengan
menempatkan cotton pellet steril yang agak lembab yang telah direndam dalam larutan
saline selama 2-3 menit. Selanjutnya, mencampur biodentine sesuai anjuran pabrik hinga
didapatkan konsistensi seperti pasta, lalu mengisi ruang pulpa di mana bahan dipadatkan
dengan halus di atas orifis pulpa yang sudah diamputasi. Material diaplikasikan pada
bagian dalam kavitas dengan amalgam carrier dan dipadatkan dengan cotton pellet.
Akhirnya, gigi direstorasi dengan menggunakan basis semen glass ionomer, dan diisi
dengan komposit. Lalu, dilakukan pengambilan radiografi setelah perawatan. (Sultana et
al., 2015)
Kontrol pasien dilakukan dengan interval 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12
bulan. Setelah 1 tahun, gigi dapat berfungsi dengan baik tanpa adanya tanda dan gejala baik
secara klinis maupun radiografi. (Sultana et al., 2015)

Gambar 1. Karies dalam pada Gambar 2. Foto sebelum Gambar 3. Akses ruang pulpa
gigi molar dua sulung perawatan menunjukkan lesi karies dengan bur no. 330 high speed
pada mesial gigi melibatkan pulpa hand piece

13
Gambar 4. Pembersihan ruang Gambar 5. Biodentine yang Gambar 6. Aplikasi
pulpa dan homeostasis dengan diaduk hingga konsistensi pasta
cotton pellet lembab

Gambar 8. Aplikasi basis GIC Gambar 9. Melakukan etsa


Gambar 7. Mengisi ruang pada permukaan gigi
di atas biodentine
pulpa dengan biodentine

Gambar 10. Aplikasi komposit Gambar 11. Resin komposit Gambar 12. Kompsoit setelah
untuk restorasi kavitas dengan UV light curing curing

Gambar 14. Foto setelah perawatan Gambar 15. Kontrol 1 bulan


Gambar 13. Finishing dan
polishing akhir resin komposit menunjukkan radiopasitas (karena
biodentine, GIC dan komposit) pada
mahkota

14
Gambar 16. Kontrol 3 bulan Gambar 17. Kontrol 6 bulan Gambar 18. Kontrol 1 tahun

1.3 Perawatan Pulpektomi Pada Gigi Sulung


Pulpektomi adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa dari gigi. Pulpektomi gigi
sulung hanya untuk gigi sulung yang telah memiliki akar sempurna. Resorbsi akar pada
gigi sulung dan adanya infeksi yang parah merupakan indikasi untuk pencabutan serta tidak
disarankan untuk dilakukan perawatan pulpectomi. Walaupun morfologi saluran akar gigi
insisivus sulung relatif sederhana, tetapi morfologi saluran akar dari gigi sulung lebih
banyak dan lebih kompleks daripada gigi permanen, adanya lekukan, serta saluran
penghubung antar akar. Anatomis inilah yang merupakan faktor penghambat debridemen
kemo-mekanis dari saluran akar. Anatomi dari apek akar sering terjadi pembengkokan
mungkin sampai 3 mm, sehingga sulit untuk menentukan panjang kerja yang benar. Over
instrumentasi dari saluran akar gigi dapat menyebabkan kerusakan gigi permanen yang ada
dibawahnya. Pengukuran panjang saluran akar dengan alat elektronik dapat membantu
menentukan lokasi apek gigi sulung (Cameron & Widmer, 2013).
Obturasi saluran akar pada gigi sulung tidak boleh mengganggu erupsi gigi
penggantinya. Sehingga membutuhkan pasta pengisian akar yang resorbable. Pengecualian
untuk gigi sulung yang tidak memiliki benih gigi penggantinya dan direncanakan untuk
mempertahankan gigi sulung tersebut. Sehingga bahan yang sesuai untuk obturasi tersebut
adalah Seng oksida eugenol semen (ZnOE), pasta kalsium hidroksida dan pasta iodoform
(Cameron & Widmer, 2013). Definisi pulpektomi adalah pengambilan seluruh jaringan
pulpa dan dilanjutkan pengisian pengisian saluran akar gigi sulung dengan pasta
resorbable (Rao, 2012).

1.3.1 Indikasi Pulpektomi pada Gigi Sulung


 Nekrosis Pulpa dan abses periapikal pada gigi sulung

15
 Gigi bisa direstorasi.
 Gigi yang ingin dipertahankan
 Gigi sulung dengan peradangan pulpa yang lebih dalam melewati mahkota pulpa
 Akar dan tulang alveolar dengan resorbsi patologis minimal
 Adanya pus pada pulpa (Cameron & Widmer, 2013; Rao, 2012)

1.3.2 Kontraindikasi Pulpektomi pada Gigi Sulung


 Gigi sulung yang rusak parah
 Adanya keterlibatan periradikuler sampai ke benih gigi permanen dan dapat
merusak benih gigi permanen
 Resorpsi akar baik internal atau eksternal
 Gigi goyang
 Kerusakan tulang pada apeks atau pada furkasi (Rao, 2012)

1.3.3 Teknik
 Pengendalian rasa sakit dan isolasi daerah kerja.
 Pembersihan karies.
 Preparasi dan irigasi saluran akar, untuk merawat. Irigasi dengan Sodium
hipoklorit
 Obturasi dengan pasta resorbable.
 Restorasi mahkota.
 Foto rontgen (Cameron & Widmer, 2013).

1.3.4 Tipe Pulpektomi


Pulpektomi ada dua jenis yaitu pulpektomi one visit dan multi visit.
1. Pulpektomi one visit
Pulpektomi one visit umumnya dilakukan sebagai lanjutan prosedur pulpotomi,
yang merupakan keputusan yang tepat, saat terjadi pendarahan pada ujung pulpa yang telah
di ambil sebagian dan terlihat berwarna merah tua (Perdarahan normal berwarna merah
terang) dan perdarahan ini tidak terkendali, yang merupakan indikasi adanya jaringan yang

16
meradang. Indikasi lain dilakukan pulpektomi adalah adanya riwayat nyeri spontan tanpa
nekrosis pulpa, abses atau adanya fistula (Rao, 2012)
Prosedur Pulpektomi One Visit
• Dilakukan dengan anestesi lokal dan isolasi daerah kerja
• Semua karies dibersihkan.
• Seluruh atap pulpa dihilangkan dengan bur dan water spray.
• Mahkota pulpa dibersihkan dengan bur bulat atau ekskavator
• Ruang pulpa diirigasi, untuk mengeluarkan semua debris
• Semua pulpa diangkat dengan ektirpasi.
• Saluran akar diperbesar dengan tujuan menghilangkan dentin yang terinfeksi dan sebagai
ruang obturasi. Mencegah instrumen endo menembus apek gigi sehingga meminimalkan
risiko cedera yang mengenai benih gigi permanen.
• File Hedstrom direkomendasikan karena membersihkan jaringan keras saluran akar pada
saat penarikan, yang mencegah terdorongnya sisa jaringan terinfeksi ke apek gigi.
Kerugian dari file Hedstrom adalah lemah dan sehingga mudah aus. File K Flex lebih
kuat dan lebih tahan terhadap patahnya alat. Pengisian dilakukan setelah irigasi. 5%
Sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, NaCl digunakan untuk irigasi. Resistensi poin 2-3
mm dari ujung apek. Setiap saluran akar, intrumen filenya bisa diperbesar 3-4 kali dari
ukuran file pertama
• Radiografi dengan instrumen endodontik diambil untuk penentuan panjang kerja.
• Kanal diirigasi dengan NaCl dan dikeringkan. Paper Poin digunakan untuk mengeringkan
dinding saluran akar
• Saluran akar kemudian obturasi dengan bahan pengisi resorbable
• Seng oksida eugenol ditempatkan di atas bahan obturasi
• Gigi di restorasi SSC (Rao, 2012)

Gambar 1.11 Melakukan anastesi lokal Gambar 1.12 Aplikasi rubber Gambar 1.13 Preparasi akses
17
dam
Gambar 1.14 Angulasi bur Gambar 1.15 Dasar ruang Gambar 1.16 Ekstirpasi pulpa dengan
pulpa broach

Gambar 1.18 Irigasi terus menerus penting


selama prosedur
Gambar 1.19 Saluran akar dikeringkan
Gambar 1.17 Preparasi dengan jarum
dengan paper point
endodontik

Gambar 1.20 Obturasi saluran akar Gambar 1.21 Saluran akar diisi Gambar 1.22 Ruang pulpa diisi
dengan material yang sesuai hingga atap material restorasi sementara

Gambar 1.23. Gambaran radiografi setelah Gambar 1.24. Restorasi permanen dengan SSC
obturasi dan restorasi sementara
18
2. Pulpektomi multi visit
• Untuk gigi sulung non vital dengan atau tanpa Abses
• Tekniknya hamper sama dengan pulpektomi one visit tapi semua prosedurnya tidak
dilakukan pada kunjungan pertama. Pada kunjungan pertama dilakukan ektirpasi jaringan
pulpa, irigasi saluran akar, kering dan di tumpat sementara. Pada kunjungan kedua
saluran akar dipreparasi dan jika semua gejala sudah tidak ada, gigi tersebut dapat di
obturasi dan di tumpat permanen. Obturasi dapat ditunda sampai gejala mereda.
• diantara kunjungan perawatan, obat antibakteri di letakkan didalam ruang pulpa
• Jika terdapat pus, saluran akar dibiarkan terbuka selama 24 jam
• Antibiotik sistemik disarankan jika terdapat abses
• Jumlah kunjungan perawatan, waktu dan instrumentasi ditentukan oleh tanda dan gejala
dari setiap kunjungan.

1.3.5 Pengisian / Obturasi Saluran Akar Gigi Sulung


1. Persyaratan ideal material yang digunakan
• Harus resorbable
• Jangan sampai mengganggu erupsi gigi permanen
• Harus bakterisida
• Harus radiopak
• Harus tidak mengiritasi (Rao, 2012)

2. Bahan yang digunakan


• Semen Seng Oksida Eugenol
ZOE merupakan bahan pengisi pulpektomi yang paling sering digunakan di Amerika.
Seng oksida eugenol digunakan tanpa katalis. Tanpa ada katalis ini berguna untuk
mendapatkan waktu kerja adekuat. Kandungan eugenolnya memiliki sifat antiiflamasi dan
efek analgesik. Sedangkan, ZOE memiliki properti antibakteri. Namun, kerugian ZOE
pada pulpektomi gigi sulung adalah materialnya lebih keras, resorbsi tidak sempurna dan
teresorbsi lebih lambat dibandingkan akar. Oleh karena itu, sedikit pecahan material yang
meluas melebihi akar akan menyebabkan perubahan inflamasi pada jaringan sekitar dan
iritasi pada jaringan periapikal. Selain itu, saat resorpsi mencapai dasar pulpa, gigi

19
permanen dapat beralih dari jalur erupsi normalnya karena adanya obstruksi dari masa seng
oksida. (Rao, 2012; Soxman, 2015)
Penelitian pada pulpektomi dengan ZOE menunjukkan bahwa ZOE merupakan bahan
pengisi yang dapat diandalkan, dengan tingkat kesuksesan 80% dengan beberapa
komplikasi klinis. ZOE berupa ZOE murni, sedangkan material restorasi sementara tidak
boleh digunakan karena tingkat resorbsinya buruk. Pulpektomi dengan ZOE ditemukan
bertahan hingga rata-rata 90.8 bulan. Defek enamel terjadi pada 18.7% gigi pengganti yang
dihubungkan dengan adanya resorbsi akar yang berlebihan sebelum perawatan yang lebih
besar dari 1 mm. pulpektomi dengan ZOE menyebabkan 20% dari gigi insisif dan premolar
erupsi menjadi gigitan silang atau tumbuh ektopik. Ditemukan bahwa 27% bahan ZOE
pada pulpektomi ini masih bertahan rata-rata 40.2 bulan setelah gigi yang dipulpektomi
tanggal. Bahan pengisi yang tertinggal ini dikaitkan dengan bahan pengisi terdorong keluar
saluran akar. (Soxman, 2015)

• Pasta Iodoform
- terdiri dari seng oksida dan Iodoform dicampur menjadi pasta. Lebih menguntungkan
daripada Seng oksida eugenol
- bakterisida
- tidak mengiritasi
- Radiopak
- Aktif secara kimia sampai seluruhnya diresorbsi
- Sifat penyembuhan yang baik
- Tingkat resorbsi yang cepat
Pasta iodoform tersedia secara dipasaran sebagai KRI * dan Mengandung
iodoform, camphor, para-chlorophenol, dan menthol. Iodoform pasta di kombinasikan
dengan seng Oksida tersedia sebagai pasta Maisto yang mengandung Timol dan lanolin.
Iodoform pasta yang dikombinasi dengan kalsium hidroksida juga telah digunakan dan
tersedia dipasaran sebagai Vitapex dan Metapex. Produk iodoform ini dapat resorbsi jika
terjadi overfilling melewati apek gigi, namun laju penyerapan bahan dalam saluran akar
lebih cepat dari pada laju resorbsi akar fisiologis. Bahan pengisi saluran akar lain yang
merupakan campuran dari iodoform, kalsium hidroksida, dan seng oksida, tersedia secara

20
komersial sebagai endoflas. Selain itu, mengandung eugenol triiodometana, seng oksida,
Kalsium hidroksida, barium sulfat, dan iodin distilo orthocresol, dengan cairan yang terdiri
dari eugenol dan paramonochlorophenol. Eugenol salah satu kandungan yang diketahui
menjadi penyebab iritasi periapikal (Rao, 2012)

3. Metode obturasi
• Saluran akar dikeringkan dengan paper point
• Lentulo, jarum syring, kondensor amalgam, syring tuberkulin, file, dll digunakan untuk
obturasi bahan ke dalam saluran akar.
• Bahan dicampur dengan konsistensi yang dibutuhkan, di obturasi ke saluran akar sampai
1-2 mm dibawah apek akar.
• Kapas yang dipegang dengan pinset digunakan untuk mendorong bahan ke saluran akar
• Jarum syring bertekanan adalah alat terbaik yang digunakan untuk obturation karena:
- Menghindari adanya udara yang terperangkap
- dan bahan yang mengendap
- Kekuatannya 300 psi memungkinkan penggunaan pada bahan dengan konsistensi
kental.

1.3.6 Evaluasi Keberhasilan Pulpektomi


• Tidak ada pus dari margin gingiva
• Tidak ada mobilitas gigi
• Tidak ada nyeri pasca perawatan
• Tidak ada resorpsi akar lebih lanjut (kecuali fisiologis)

1.3.7 Kontrol Perawatan


• Evaluasi bulanan sebaiknya dilakukan selama enam bulan.
• Penilaian klinis dan radiografi dilakukan untuk menilai hasil perawatan.
• Setelah perawatan saluran akar, disarankan merestorasi mahkota dengan SSC untuk
mencegah fraktur mahkota (Rao, 2012).

21
Laporan kasus Pulpektomi

Pulpektomi diindikasikan pada gigi sulung dengan karies mengenai pulpa. Saat
ini, beberapa bahan pengisi saluran akar telah diperkenalkan untuk gigi sulung yaitu: seng
oksida eugenol (ZOE), pasta KRI, 3MIX MP, vitapex, dan bahan MTA (Anshul & kumar,
2017)

Kasus 1
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dirujuk ke departemen kedokteran gigi
anak, Dental University of Yazd, Iran. Mengeluh sakit di daerah kanan bawah.
Pemeriksaan klinis menunjukkan karies gigi molar sulung pertama kanan mandibula. Gigi
tidak sakit saat di perkusi. Pelebaran ligamentum periodontal dan radiolusen periapikal
pada molar sulung pertama kanan mandibula serta adanya keanehan anatomi pada molar
sulung pertama kanan yaitu memiliki akar tunggal dan saluran akar tunggal terlihat pada
radiografi periapikal (Gambar 1). Diagnosisnya dens ini dent atau taurodontism dan
rencana dilakukan perawatan saluran akar (pulpektomi), pembukaan akses atau open bur
dilakukan setelah isolasi daerah kerja.
Pemeriksaan klinis, hanya satu saluran akar. Setelah itu penentuan panjang kerja
(11 mm), pembersihan dan preparasi saluran akar. Larutan NaCl digunakan untuk irigasi
diantara instrumentasi. Saluran akar dikeringkan dengan paper poin steril kemudian diisi
dengan pasta seng oksida-eugenol (Kemdent, Purton, Swindon, dan Wilt-shire) dengan
plugger sampai penuh di dasar ruang pulpa. Setelah setting sekitar 2 menit kemudian
dilakukan restorasi amalgam. Enam bulan setelah pulpektomi, dilakukan foto periapikal
dan terlihat penyembuhan daerah periapikal (Gambar 2). Dengan keberhasilan perawatan
tersebut, pasien diminta untuk merestorasi mahkota dengan SSC, tetapi pasien tidak kontrol
kembali (Bahrololoomi et al, 2014)

Gambar 1. Radiografi periapikal sebelum perawatan yang


menunjukkan gigi molar pertama kanan mandibula dengan akar
tunggal

22
Gambar 2. Radiografi menunjukkan molar pertama mandibula kanan
dengan akar tunggal setelah enam bulan

Kasus 2
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dilaporkan mengeluh sakit gigi di daerah
molar kanan mandibula. Pemeriksaan klinis menunjukkan gigi molar sulung kanan karies
(85) dan sakit jika diperkusi. Riwayat telah dilakukan ekstraksi pada gigi 74,75,84 karena
karies dan abses. Radiografi intra oral menunjukkan:

a. Keanehan ruang pulpa, panjang dan tidak memiliki penyempitan pada CEJ.
b. Akar sama tapi saluran akar besar dan terbuka
c. Agenesi folikel premolar kedua.

A: pulp chamber roof B: pulp chamber floor C: apeks


Gambar 1. Gigi taurodontis dan agenesi folikel premolar kedua

Dari foto radiografi, gigi tersebut didiagnosa menjadi hipertourodontik.


Berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografi, diagnosa gigi 85 adalah pulpitis irreversibel
kronis dan tidak ada ankilosis. Menurut orang tua pasien, tidak ada riwayat keluarga
agenesi dan anomali semacam ini.
Rencana perawatan bertujuan untuk menghindari maloklusi dengan
mempertahankan gigi 85 selama mungkin. Setelah mengevaluasi pilihan perawatan,
keputusannya dengan cara paerawatan pulpektomi menggunakan MTA.

23
Memberi penjelasan tujuan perawatan kepada orang tua, persetujuan tertulis
dibuat sebelum dilakukan perawatan. Gigi dianestesi, akses dibuka dan jaringan pulpa yang
ada diambil, natrium hipoklorit 2,5% dan NaCl digunakan sebagai irigasi. Ruang pulpa
sangat besar dan dasar kamar pulpa tidak terlihat, di daerah furkasi ditemukan empat
orifice saluran akar: mesiobukal, mesiolingual, distobuccal dan distolingual.
Setelah dipreparasi dan diirigasi, saluran akar dikeringkan dengan paper poin, dan
MTA (ProRoot, Dentsply, Tulsa Dental) dicampur sesuai instruksi pabrik. Campuran
MTA dikondensasikan ke saluran akar dengan menggunakan plugger dan adaptasi pada
saluran akar diperiksa dengan foto radiografi. Obturasi dilakukan sampai batas panjang
saluran akar yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian cotton pelet steril ditempatkan
di ruang pulpa dan tumpat sementara. Setelah 24 jam pasien kontrol kembali dan
direstorasi dengan GIC dilanjutkan dengan pemasangan SSC.

Gambar 2. OPG menunjukkan taurodontik pada gigi 54, 55, 64, 65 dan agenisi bilateral premolar dua bawah

Pasien tidak ada keluhan setelah tiga bulan perawatan dan pasien merasa puas
dengan perawatan. Dalam kasus ini gigi sulung tanpa gigi permanen pengganti, perawatan
pulpektomi dilakukan dengan cara yang sama seperti gigi permanen. Pulpektomi gigi
sulung dengan gigi permanen pengganti yang tidak ada, saluran akarny dapat menggunakan
gutta-percha, namun ada keterbatasan saluran akar molar sulung yang bengkok dan tidak
ada ukuran file master apikal yang tepat, mungkin sulit untuk mendapatkan obturasi yang
memadai. sehingga sulit untuk menggunakan gutta percha. Mineral Trioksida Agregat
(MTA) direkomendasikan sebagai bahan pengisi saluran akar pada pulpektomi saluran akar
yang kecil dan bengkok, dimana gigi sulung ingin dipertahankan. Tetapi karena sifat MTA

24
yang resisten dan tidak dapat diresorbsi maka pada pulpektomi gigi sulung ditinggalkan,
kecuali pada kasus dimana gigi sulung ingin dipertahankan (Anshul dan Kumar, 2017).

25
DAFTAR PUSTAKA

Anshul & Kumar, Arvind. Taurodontism of Multiple Deciduous Teeth: A Case Report.
Annals of Prosthodontics & Restorative Dentistry, January-March 2017; 3(1):42-45

Bahrololoomi, Ghafourifard & Soleimani. Primary Mandibular First Molar with Single
Root and Single Canal: A Case Report of a Rare Morphology. Journal of Dentistry,
Tehran University of Medica Tehran, Iran 2014; 11(3)

Cameron, Angus & Widmer, Richard. 2013. Handbook of Pediatric Dentistry. 4th edition.
Canberra: Elsevier

Pinkham, et al. 2005. Pediatric Dentistry: Infancy Through Adolescence. 4th edition
Missouri: Elsevier Saunders

Rao, Arathi. 2012. Principles and Practice of Pedodontics. 3 rd edition. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers

Soxman, Jane. 2015. The Handbook of Clinical Techniques in Pediatric Dentistry. Iowa:
Wiley Blackwell

Sultana, et al. Better outcome in pulpotomy on primary molar with Biodentine. Updat
Dent. Coll .j 2015; 5(2):57-62

26

Anda mungkin juga menyukai