Anda di halaman 1dari 15

RESUME TELAAH ARTIKEL/JURNAL

“GANGGUAN ELIMINASI URIN DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DAN


GANGGUAN ELIMINASI URIN DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPILASI (BPH)”

Diusulkan Oleh :
LULU NOHARIA
NIM: 201133039

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN PROFESI NERS KEPERAWATAN
PONTIANAK
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

RESUME TELAAH JURNAL/ARTIKEL


GANGGUAN ELIMINASI URINDENGAN ISK
DAN GANGGUAN ELIMINASI URIN DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPILASI (BPH)

Telah Mendapatkan Persetujuan Dari Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Konsep Dasar
Keperawatan.
Telah disetujui pada
Hari :
Tanggal :

Oleh:

Dosen Pembimbing

Ns. Egidius umbu ndeta M.kes


NIK:1991090220151101
1. INFEKSI SALURAN KEMIH DENGAN MASALAH GANGGUAN ELIMINASI
URINE

URL https://www.googlekeperawatan-medikal-bedah-gangguan-eliminasi-
urin ISK.co.uk
JUDUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFEKSI SALURAN
KEMIH DENGAN MASALAH GANGGUAN ELIMINASI URINE
DI RUANG DAHLIA RSUD JOMBANG
PENULIS Imvitahul Mawaddah, Nita Arisanti Dan Dwi Prasetyaningati
PENDAHULUA Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang
N ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam
saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal sampai kandung kemih
dengan jumlah bakteriuria yang bermakna,sebagai akibat terjadinya
gangguan eliminsi urine. Gangguan eliminsi urine adalah salah satu
dari proses metabolik tubuh yang bertujuan untuk mengeluarkan bahan
sisa dari tubuhInfeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi pada wanita.
Di karenakan uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri
kontaminan lebih mudah melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain
yang berperan adalah kecenderungan untuk menahan urin serta iritasi
kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin. Uretra yang pendek
meningkatkankemungkinan mikroorganisme yang menempel dilubang
uretra sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih
(Sepalanita 2012).
ISK memunculkan gejala-gejala nyeri yang sering dan rasa panas
ketika berkemih, Spasame pada areakandung kemih, hematuria, nyeri
punggung dapat terjadi, demam, menggigil, nyeri panggul dan
pinggang, nyeri ketika berkemih, malaise, mual dan muntah sehingga
terjadi gangguan eliminasi urine ( Samirah,dkk, 2013). Menurut WHO
pada tahun 2011, infeksi saluran kemih termasuk kedalam kumpulan
infeksi paling sering didapatkan oleh pasien yang sedang mendapatkan
perawatan di pelayanan kesehatan (Health care-associatedinfection).
Bahkan tercatat infeksi saluran kemih menempati posisi kedua tersering
(23,9%) di negara berkembang setelah infeksi luka operasi (29,1%)
sebagai infeksi yang paling sering didapatkan oleh pasien di fasilitas
kesehatan. ISK merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
cukup signifikan.Infeksi saluran kemih juga lebih sering dijumpaipada
wanita dari pada laki-laki. Indonesia merupakan negara berpenduduk
ke empat terbesar dunia setelah China,India dan Amerika serikat.
Sementara itu penduduk indonesia yang menderita Infeksi Saluran
Kemih diperkirakan sebanyak 222 juta jiwa , Dalam daerah jawa timur
berkisar 123 juta jiwa(Kasmad 2007).
Data statistik menyebutkan 20-30% perempuan akan mengalami infeksi
saluran kemih berulang pada suatu waktu dalam hidup mereka,
sedangkan pada laki-laki hal tersebut sering terjadi terjadi setelah usia
50 tahun keatas (Kayser, 2005). Infeksi saluran kemih salah satu
penyakit infeksi dengan jumlah bakteri uria berkembang biak dengan
jumlah kuman biakan urin >100.000 /ml urin. Bakteriuria asimtomatik
didefinisikan sebagai kultur urin positif tanpa keluhan, sedangkan
bakteriuria simtomatik didefinisikan sebagai kultur urin positif disertai
keluhan (Kahlmeter, 2006). Penyakit Infeksi saluran Kemih(ISK)
,Penatalaksanaan pada penderita yang paling utama adalah
mempertahankan fungsi saluran kemih dan meningkatkan kualitas
hidup penderita dengan penanganan segera berkemih agar tidak tejadi
gangguan eliminasi urine (Jennyver 2012).
Intervensi mandiri yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara
lain :Memberikan posisi nyaman pada pasien sehingga biasa
mengurangi rasa sakitnya , palpasi kandung kemih setiap 4 jam untuk
mengetahui adanya distensi , Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
Beriintake minum 2 –2,5 liter per hari ( kiran,dkk 2013). Peran perawat
yang bisa diberikan pada pasien ISK dngan membantu mengajarkan
cara mengelurkan kemih sehingga saluran kemih tidak terjadiinfeksi
(Ronald 2013)
HASIL Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 25 April 2018
diperoleh data subjektif Klien 1 mengeluh nyeri saat berkemih. Data
objektif nyeri timbul saat beraktivitas, nyeri seperti di tusuk-tusuk,
nyeri timbul di abdomen bagian bawah, skala nyeri 6, dan nyeri hilang
timbul, timbul selama 15-20 menit sedangkan pada Klien 2 diperoleh
data subjektif mengeluh nyeri saat berkemih . Data objektif nyeri
muncul saat beraktivitas, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul dari
abdomen bagian bawah , skala nyeri 6, dan nyeri hilang timbul, timbul
selama 05-10 menit. Hasil Pada klien dengan masalah Gangguan
Eliminasi Urine intervensi yang di gunakan adalah NOC: Gangguan
Eliminasi Urine NIC: Kontrol Infeksi. Berdasarkan hasil peneliti pada
kedua klien di dapatkan perbedaan dari hasil UL klien, Antara klien 1
lebih rendah dari klien 2.
PEMBAHASAN Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang
ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam
saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal sampai kandung kemih
dengan jumlah bakteriuria yang bermakna,sebagai akibat terjadinya
gangguan eliminsi urine. Gangguan eliminsi urine adalah salah satu
dari proses metabolik tubuh yang bertujuan untuk mengeluarkan bahan
sisa dari tubuhInfeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi pada wanita.
Penyakit Infeksi saluran Kemih(ISK) ,Penatalaksanaan pada penderita
yang paling utama adalah mempertahankan fungsi saluran kemih dan
meningkatkan kualitas hidup penderita dengan penanganan segera
berkemih agar tidak tejadi gangguan eliminasi urine (Jennyver 2012).
- Diagnosa KeperawatanPada klien 1 dan klien 2 muncul masalah
keperawatan Gangguan Eliminasi Urine. Ditandai dengan kondisi
klien yang merasa kesakitan saat berkemih. Eliminasi urin
merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urin ini sangat
tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra(Smeltzer, 20013). Menurut peneliti penanganan Gangguan
Eliminasi Urine dengan menggunakan kontrol infeksi pada klien
Infeksi saluran kemih(ISK) dapat menurunkan nyeri yang timbul
pada klien Infeksi Saluran Kemih dengan masalah keperawatan
Gangguan Eliminasi Urine
- Intervensi KeperawatanIntervensi yang diberikan kepada Klien 1 dan
Klien 2 dengan masalah Gangguan Eliminasi Urine. Intervensi yang
digunakan untuk kontrol infeksintervensi yang diberikan untuk klien
dengan masalah keperawatan Gangguan Eliminasi Urine yaitu
Dorong untuk beristirahat, Berikan terapi antibiotik yang sesuai,
Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik seperti yang di resepkan,
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejal infeksi dan
kapan harus melaporkannya kepada penyedia perawatan kesehatan,
Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagimana
menghindari infeksi. Menurut peneliti, berdasarkan penelitian NIC
yang sesuai dengan klien Infeksi Saluran Kemih (ISK) Dengan
kontrol infeksi Berikan terapi antibiotik yang sesuai dan Ajarkan
klien dan anggota keluarga mengenai bagimana menghindari infeksi.
- Implementasi Keperawatan Implementasi yang diberikan kepada
Klien 1 dan Klien 2 dengan masalah Gangguan Eliminasi Urine.
Implementasi yang digunakan untuk mengontrol infeksi Dorong
untuk beristirahat, Berikan terapi antibiotik yang sesuai, Anjurkan
pasien untuk meminum antibiotik seperti yang di resepkan, Ajarkan
pasien dan keluarga mengenaitanda dan gejal infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada penyedia perawatan kesehatan,
Ajarkan paseien dan anggota keluarga mengenai bagimana
menghindari infeksi Implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakanyang mencakup
tindakan mandiridan tindakan kolaborasi. Menurut peneliti,
berdasarkan penelitian implementasi sesuai NIC yang diberikan
kepada klien infeksi saluran kemih(ISK)dengan melakukan Kontrol
infeksi Dengan kontrol infeksi Berikan terapi antibiotik yang sesuai
dan Ajarkan klien dan anggota keluarga mengenai bagimana
menghindari infeksi.
- 5.Evaluasi Keperawatan Pada tanggal 24 April 2018 pada klien 1
Data Subyektif : klien mengatakan nyeri saat berkemih. Data
Obyektif: keadaan umum : lemah, kesadaran composmentis, GCS 4-
5-6 TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 22 x/menit, S:
36ᵒC ,P: nyeri timbul saat berkemih, Q: nyeri seperti ditusu-tusuk, R:
nyeri timbul diperut bagian bawah, S: skala nyeri 6, T: nyeri hilang
timbul, timbul selama 10-15 menit. A: masalah belum teratasi. P:
intervensi dihentikan klien pulang. Sedangkan NY.R S: klien
mengatakan nyeri Saat berkemih mulai berkurang. Data Obyektif:
keadaan umum : lemah, kesadaran composmentis, GCS 4-5-6,
TTV:TD: 140/70 mmHg, N: 84 x/menit, RR: 22 x/menit, S: 364ᵒC,
P: Nyeri muncul saat berkemih, Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk, R:
nyeri timbul dari perut bawah , S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang
timbul, timbul selama 5-10 menit. A: masalah belum teratasi. P:
intervensi dipertahankan.Evaluasi untuk penderita Infeksi Saluran
Kemih(ISK) dapat berkurang dengan di lakukan kontrol infeksi.
KESIMPULAN  Diagnosa utama pada klien 1 dan Klien 2 yaitu Gangguan Eliminasi
urine berhubungan dengan Iritasi Ureteral.
 Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien mengenai kontrol
infeksi: Dorong untuk beristirahat, Berikan terapi antibiotik yang
sesuai, Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik seperti yang di
resepkan, Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejal
infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada penyedia perawatan
kesehatan, Ajarkan paseien dan anggota keluarga mengenai
bagimana menghindari infeksi, Bersihkan lingkungan dengan baik
setelah di gunakan untuk setiap pasien, Batasi jumlah pengunjung,
Ajarkan cuci tangan bagi tenaga kesehatan, Anjurkan pasien
mengenai teknik cuci tangan dengan tepat, Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien, Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang
sesuai, Cuci tanagan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
pasien, Pakai sarung tangan sebagaimana di anjurkan oleh
kebijakan pencegahan universal, Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi kualiatas, intensitas atau aberatny nyeri dan faktor
pencetus, Pastikan perawatan anaalgesik bagi pasien di lakukan
dengan pemantauan yang ketat, Gali pengetahuan dan kepercayaan
pasien mengenai nyeri.
 Implementasike perawatan yang dilakukan dengan mengontrol
infeksi dan respon klien: Dorong untuk beristirahat, Berikan terapi
antibiotik yang sesuai, Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik
seperti yang di resepkan, Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
tanda dan gejal infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
penyedia perawatan kesehatan, Ajarkan paseien dan anggota
keluarga mengenai bagimana menghindari infeksi, Bersihkan
lingkungan dengan baik setelah di gunakan untuk setiap pasien,,
Anjurkan pasien mengenai teknik cuci tangan dengan tepat,
Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki
dan meninggalkan ruangan pasien, Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan yang sesuai, Cuci tanagan sebelum dan
sesudahkegiatan perawatan pasien, Pakai sarung tangan
sebagaimana di anjurkan oleh kebijakan pencegahan universal,
Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi kualiatas, intensitas atau
aberatny nyeri dan faktor pencetus, Pastikan perawatan anaalgesik
bagi pasien di lakukan dengan pemantauan yang ketat, Gali
pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
 Evaluasi keperawatan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
tiga hari dapatdilakukan evaluasi dengan hasil nyeri berkurang
terutama pada klien 1 sedangkan pada klien 2 masih merasakan
nyeri.
Can the result be YA.
applied to the Penelitian ini dapat di jadikan acuan bagi perawat dalam memandu
local population? pembuat dalam mengidentifikasi strategi efektif (diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi) yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan pada klien yang menderita gangguan
eliminasi urine dengan infeksi saluran kemih (ISK)

REFERENSI
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Missouri : Elsevier.Bulechek, Gloria M. 2013.
Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri : Elsevier.Darsono.
(2016). Asuhan Keperawatan pada pasien Infeksi Saluran Kemih
(ISK).Banjarmasin
Dewi, Sri. (2014). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Peningkatan
Glasgow Coma Scale (GCS).
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan
Definisi&Klasifikasi.Jakarta:EGC
Stikes. 2017. Buku Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah : Studi
Kasus. Jombang : Stikes Icme.
2. GANGGUAN ELIMINASI URINE (RETENSI URINE) PADA PASIEN BENIGNA
PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)
URL https://www.googlekeperawatan-medikal-bedah-gangguan-eliminasi-
urin BPH.co.uk
JUDUL ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
GANGGUAN ELIMINASI URINE (RETENSI URINE) PADA
PASIEN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) DI RSU DR.
WAHIDIN SUDIRO HUSODOMOJOKERTO
PENULIS NOVIA PUSPA ANDINI
PENDAHULUA Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia(BPH) merupakan salah satu
N penyakit yang mayoritas diderita oleh kalangan lelaki berusia tua (usia
di atas 50 tahun). Beningn Prostatic Hyperplasia(BPH) itu sendiri
merupakan suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat (Amin Huda Nurarif,
2016). Berbagai masalah dapat di derita akibat gejala-gejala yang di
timbulkan oleh Benigna Prostat Hiperplasia(BPH) antara lain nyeri,
retensi urin, gangguan eleminasi urin, ketidakefektifan perfusi ginjal,
risiko infeksi dan risiko perdarahan. Masalah utama pada pasien
Benigna Prostat Hiperplasia(BPH) biasanya mengalami gangguan
eliminasi urin (retensi urin), hal ini dikarenakan adanya disfungsi
ketidakmampuan kronis untuk berkemih yang diikuti dengan berkemih
involunter (inkontinensia aliran berlebih) (Carpenito, 2009).Menurut
data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35%
kasus. Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di
antaranya diderita oleh laki-laki berusia di atas 60 tahun (Filzha Adelia,
2017). Hasil penelitian di RS Bhayangkara Mataram pada bulan april
sampai bulan juni 2015 terdapat 89 kasus BPH, di RSUD Dr. Soedarso
Pontianak pada bulan januari -februari 2016 terdapat 86 kasus BPH, di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada bulan desember 2013
-januari 2014 terdapat 60 kasus BPH. Sedangkan di Jawa Timur
(Riskesdas, 2013) terdapat 672.502 kasus BPH, sedangkan data didapat
oleh peneliti dari rekam medik RSU Dr.Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto pada tahun 2017 terdapat 125 kasus BPH dan pada tahun
2018 terdapat 105 kasus BPH. Pada tanggal 5 Oktober 2018 di ruang
Kertabumi RSU Dr.Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto didapatkan dari
hasil wawancara dengan perawat ruangan pada bulan September 2018
dengan diagnosa BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)yaitu 11 orang per
bulan dengan gangguan eliminasi (retensi) urine sebesar 75%. Pada
umumnya penyebab BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)terjadi pada
setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling
dalam prostat membesardengan terbentuknya adenoma yang tersebar.
Menurut Mansjoer Arif, 2003 dalam (Amin Huda Nurarif & Hardhi
Kusuma, 2015) pembesaran prostat terjadi secara pelahan-lahan pada
traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga
menyebabkanperubahan fisiologis yang mengakibatkan retensi uretra
daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi
lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli
akan terlihat sebagai balok-balok yang tampak (trabekulasi). Jika
dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat
menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan
mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
dua kemungkinan adanya residu urin berlebihan yang berlanjut pada
adanya gangguan eliminasi urine, dan retensi urin total yang berlanjut
pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Peran perawat
terhadap masalah ini adalah memberi asuhan keperawatan pada pasien,
dengan cara terapi konservatif, meliputi pemijatan prostat, kaji keluhan
klien tentang BAK. Mengobservasi warna, jumlah, frekuensi,
menjelaskan penyebab dan perubahan pola eliminasi urine, pembatasan
cairan jangka pendek untuk distesi kandung kemih dan anti mikrobial
untuk infeksi (Nursing,2011). Merangsang reflek kandung kemih
dengan menerapkan dingin untuk perut, memantau asupan dan
keluaran, memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan
perkusi, anjurkan pasien/keluarga untuk merekam output urine seusai
pemasangankateter penuh (NANDA NIC NOC, 2016).
HASIL hasil yang diperoleh dari pengkajian ditemuan perbedaan antara klien 1
dan klien 2 yaitu: keluhan utama, klien 1 mengeluh susah BAK urine
bisa keluar jika terpasang kateter (pengosongan urin tidak sempurna
secara total), pada klien 2 mengeluh susah BAK urine keluar menetes
dan sedikit mengeluarkan darah, hasil USG dan cystoscopy ukuran
prostat klien 1 volume ± 46cc atau 0,5 cm, pada klien 2 volume ±
100cc atau 1 cm, setelah dipasang kateter volume urine klien 1 sejak
semalam tertampung ± 1000cc dengan karakteristik urine kuning
bening, pada klien 2 tertampung ± 100 cc dengan karakteristik urine
kuning kemerahan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari aktivitas dan
kebiasaan minum air dalam tiap harinya sehingga mempengaruhi
kondisi antara klien1 dan klien 2.
Manifestasi klinis dari BPH dengan gangguan eliminasi urine (retensi
urine) adalah mutu dan tenaga aliran kencing menurun, sulit memulai
mikturisi (kencing), merasa buang air dengan tidak tuntas, dan kadang-
kadang retensi urine, prostat membesar saat dilakukan palpasi rectal,
lebih sering kencing disertai nokturia, inkontinensia, dan kemungkinan
hematuria akhirnya bisa berakibat infeksi yang diikuti obstruksi
kencing menyeluruh, gumpalan di tengah saluran yang bisa dilihat
(kandung kemih mengalami distensi) yang mencerminkan kandung
kemih yang kosong secara tidak menyeluruh. (Nursing, 2011)Dengan
batasan karakteristik: Subyektif: desakan berkemih (urgensi), urine
menetes (dribbling), sering buang air kecil, nokturia, mengompol,
enuresis, distensi kandung kemih, volume residu urine meningkat,
sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, inkontinensia
berlebih (PPNI, 2017).
PEMBAHASAN pembesaran prostat terjadi secara pelahan-lahan pada traktus urinarius.
Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan retensi uretra daerah prostat, leher
vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan
penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat
sebagai balok-balok yang tampak (trabekulasi). Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan
menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang
berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
KESIMPULAN Hasil asuhan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 yang mengalami
BPH dengan gangguan eliminasi urine di RSU. Wahidin Sudiro
Husodo Kota Mojokerto selama 3 hari bahwa: Pengkajian pre op yang
didapatkan kesamaan pada klien 1 dan klien 2 mengeluh susah BAK,
nyeri saat BAK didaerah bladder, ketidak puasan saat berkemih. Dan
pada post op juga didapatkan kesamaan pada klien 1 dan klien 2 tidak
ada keluhan mengenai eliminasi urine, karakteristik dari urine saat
dilakukan drinase berwarna kuning bening sedikit kemerahan.
Diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2 yaitu gangguan
eliminasi urine (retensi urine) berhubungan dengan hyperplasia.
Intervensi yang dilakukan peneliti adalah mengobservasi warna,
jumlah, frekuensi urine, menjelaskan penyebab dan perubahan pola
eliminasi urine, perkusi/palpasi area supra pubik. Implementasi
dilakukan sesuai dengan rencana asuhan, namun peneliti menambahkan
edukasi kapada keluarga pasien mengenai monitoring system kateter/
drainase selama irigasi pasca bedah, dan ditambahkan pemberian HE
serta pemberian motivasi untuk klien agar tidak terbiasa menahan
BAK. Evaluasi pada klien 1 dan klien 2 masalah teratasi pada hari ke 2
post operasi, dengan keadaan pasien baik, kesadaran komposmentis,
GCS: 4,5,6 serta tidak ada keluhan dari klien 1 dan klien 2.
Can the result be YA.
applied to the Penelitian ini dapat di jadikan acuan bagi perawat dalam memandu
local population? pembuat dalam mengidentifikasi strategi efektif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien yang
menderita gangguan eliminasi urine dengan benigna prostat
hyperplasi (BPH)
REFERENSI Nanda Internasional Inc. (2015). Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017.Jakarta: EGC.
Ns.Andra Saferi Wijaya & Ns. Yessie Mariza Putri. (2017). KMB 1
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KEPERAWATAN DEWASA
TEORI DAN CONTOH ASKEP.Yogyakarta, Jawa Tengah ,
Indonesia: Nuha Medika.
Nursalam, D. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta: Salemba Medika.PPNI, t. P.
(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia .Jakarta: DPP
PPNI.
Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan
.Yogyakarta: Nuha Medika.Pusrwanto, H. (2016). Keperawatan
Medikal Bedah II.Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
Tarwoto, w. (2010). Kebutuhan Dasar Mansia dan Proses
Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.Wilkinson, J. M. (2016).
Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA-I, intervensi NIC, hasil
NOC, Ed 10.Jakarta: EGC

3. Perbedaan dari jurnal tersebut adalah :


a. penyakit yang di bahas jurnal pertama tentang gangguan eliminasi urin tentang ISK
dan jurnal keduan tentang ganguan elimasi urin BPH
b. pembahasan jurnal tentang gangguan eliminasi urin dengan ISK lebih ke focus ke
penanganan dan penatalaksaan langsung terhadap pasien sedangkan jurnal gangguan
elimasi urin BPH hanya berfokus tentang konsep penyakit
c. jurnal gangguan eliminasi urin dengan ISK lebih focus konsep, pembahasan,
intervensi dan implementasi dari pada jurnal gangguan elimanasi urin dengan BPH,
sehingga perawat dapat dengan mudah untuk melakukan refrensi untuk tindakan
4. tindakan keperawatan
demgan kasus Gangguan eliminasi urin B/D proses penyakit: ISK dan BPH
a. Intervensi
1) Observasi
 Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine
 Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
warna)
2) Terapeutik
 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
3) Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
 Anjurkan mengambil specimen urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
4) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu

Anda mungkin juga menyukai