Anda di halaman 1dari 6

ISSN 2540-8313 URL:http.\\ojs.unud.co.id\index.

php\eum Volume 51 Nomor 2mei 2016

Manajemen anestesi pada clipping aneurisma serebral

Rinal Pardomuan Purba, IB Krisna Sutawan


Bagian/SMF Instalasi Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali
e-mail:medicina_fkudayana@yahoo.co.id

Abstrak
Aneurisma serebral adalah adanya kantong atau balon pada arteri di ruang subarakhnoid. Sebagian
besar aneurisma serebral tidak menunjukan gejala klinis dan ditemukan secara tidak sengaja.
Penatalaksanaan aneurisma serebral memerlukan pendekatan komprehensif dan multidisiplin.
Evaluasi secara menyeluruh harus dilakukan dengan teliti karena penatalaksanaannya memerlukan
pemahaman tentang patofisiologi aneurisma serebral agar memberikan hasil yang optimal. Pasien
perempuan 45 tahun dilakukan clipping aneurisma dengan anestesi umum. Dilakukan monitoring dan
intervensi agar tidak terjadi gejolak hemodinamik dari mulai induksi sampai sesaat sebelum dilakukan
clipping temporer. Tekanan darah dikendalikan lebih tinggi sekitar 20% dari tekanan darah basal pada
saat clipping temporer. Pasca-pembedahan pasien dirawat di ruang terapi intensif dengan bantuan
napas kendali dan diekstubasi empat jam kemudian.
[MEDICINA.2016;50(2):163-8]
Kata kunci: aneurisma serebral, anestesi, clipping aneurisma
Abstract
Cerebral aneurysm is the pockets or balloon in an artery in the subarachnoid space. Most cerebral
aneurysms do not show clinical symptoms and discovered accidentally. Management of cerebral
aneurysm requires a comprehensive and multidisciplinary approach. A thorough evaluation must be
done carefully because its management requires an understanding of the pathophysiology of cerebral
aneurysm in order to provide optimal results. Female patients 45 years old planned for clipping the
aneurysm under general anesthesia. Monitoring and intervention to prevent hemodynamic fluctuation
of starting induction until prior to the temporary clipping. Blood pressure was controlled so that an
increase of approximately 20% of basal blood pressure during temporary clipping. Patients post-
operatively treated in the intensive therapy with the help of breath control and extubated four hours
later. [MEDICINA.2016;50(2):163-8]
Keywords: cerebral aneurysm, anesthetic, clipping aneurysms
Pendahuluan
neurisma serebral adalah media (20%), arteri basiler dan sisanya
A adanya kantong atau balon pada sirkulasi arteri posterior (5-1 sampai 0%).1
arteri di ruang subarakhnoid. Aneurisma Aneurisma dapat diklasifikasikan menjadi
serebral biasanya terbentuk akibat stres 3 tipe yaitu: kongenital, arteriosklerotik,
hemodinamik atau adanya aliran turbulen. dan mikotik. Berdasarkan ukurannya,
Angka kejadian aneurisma serebral lebih aneurisma serebral dapat diklasifikasikan
besar dijumpai pada wanita, pasien dengan menjadi: aneurisma kecil dengan ukuran <
polikistik ginjal, dan pasien dengan 11 mm, aneurisma besar dengan ukuran 11
riwayat keluarga terkena aneurisma sampai 25 mm, dan aneurisma raksasa
intrakranial atau perdarahan subarakhnoid. dengan ukuran >25 mm. Aneurisma yang
Multipel aneurisma ditemukan pada berukuran >7 mm lebih mudah ruptur.
20-30% pasien. Sekitar 85% aneurisma Berdasarkan bentuknya aneurisma serebral
serebral terdapat pada sirkulasi Willis, dapat dibagi menjadi: saccular, fusiform,
paling banyak terletak pada arteri serebral dan disecting.1,2Pasien yang menderita
anterior dan arteri komunikan anterior aneurisma serebral merupakan kasus yang
(30-35%), arteri karotis interna dan arteri jarang dan angka mortalitasnya tinggi.
komunikan posterior (25%), arteri serebral Lima puluh persen meninggal pada 4

163
minggu pertama, dan hanya 30% dari subaraknoid. Pasien diterapi dengan O2 8
pasien yang dapat bertahan hidup tanpa liter per menit, NaCl 0,9% 1500 ml/24
disertai komplikasi neurologis. Hasil yang jam, parasetamol 1 gram tiap 6 jam
optimal dapat dicapai bila dilakukan intravena, manitol 20% 100 ml tiap 4 jam
evaluasi, persiapan, monitoring, dan intravena, nimotop 10 mg tiap 24 jam,
manajemen anestesi secara khusus asam traneksamat 1 gram tiap 6 jam
berdasarkan pemahaman patofisiologi intravena, dan omeprazol 40 mg tiap 24
aneurisma serebral secara komprehensif.1,2 jam. Pasien dilakukan trepanasi evakuasi
Fokus perhatian manajemen anestesi clots cito dengan anestesi umum, dan
clipping aneurisma memiliki perbedaan pascaoperasi pasien dirawat di ruang terapi
prinsip yang mendasar dibandingkan intensif dengan bantuan ventilasi mekanik.
manajemen anestesi kasus pembedahan Pasien dirawat di ruang terapi intensif
yang lain. selama 7 hari, kemudian setelah
Ilustrasi kasus kondisinya membaik pasien dipindah ke
Perempuan 45 tahun, rujukan dari ruang perawatan biasa.
salah satu Rumah Sakit Umum Daerah Di ruang perawatan dilakukan
(RSUD), tiba di Instalasi Gawat Darurat pencitraan CT-angiografi, dan ditemukan
Rumah Sakit Umum Pusat (IGD RSUP) adanya aneurisma leher sempit multipel
Sanglah dengan diagnosis stroke pada segmen dan cabang arteri serebri
hemoragik. media kanan, dengan ukuran masing-
Riwayat empat hari sebelumnya, masing adalah 6 mm dan 10 mm.
pasien mengeluhkan sakit kepala hebat, Kemudian pasien direncanakan untuk
disertai muntah sebanyak dua kali, dilakukan clipping aneurisma.
kemudian pasien dibawa oleh suaminya Saat evaluasi praanestesi dari
untuk mendapatkan pengobatan ke pemeriksaan fisis ditemukan pasien
puskesmas. Dalam perjalanan ke dengan kesadaran kompos mentis,
puskesmas pasien mengalami penurunan frekuensi napas 14 kali per menit, suara
kesadaran. Oleh petugas puskesmas napas vesikuler tidak terdengar suara
kemudian pasien dirujuk ke salah satu tambahan di paru. Suara jantung ke-1 dan
RSUD untuk mendapatkan pengobatan ke-2 tunggal reguler, tidak ada murmur,
yang lebih lengkap. Pasien dirawat selama denyut nadi 92 kali per menit, tekanan
3 hari di RSUD tersebut, dan selama darah 160/90 mmHg.
perawatan mendapatkan terapi cairan Pemeriksaan penunjang didapatkan
tetesan intravena NaCl 0,9%, 1500 hasil sebagai berikut: leukosit 7.630/µL,
mL/hari, sitikolin 250 mg tiap 8 jam hemoglobin 10,2 g/dL, hematokrit 29,7%,
intravena, ranitidin 50 mg tiap 12 jam trombosit 409 x103/uL, waktu perdarahan
intravena, dan asam traneksamat 1000 mg 1 menit, waktu pembekuan 9 menit 30
tiap 6 jam intravena. Selama perawatan detik, PT 11,1 (10,6), APTT 33,4 (37,2),
kesadaran pasien semakin memburuk. INR 0,96, albumin 3,77 g/dL SGOT 29,7
Saat tiba di RSUP Sanglah pasien U/L, SGPT 40,6 U/L, ureum 5 mg/dL,
dengan nilai kesadaran Glasgow Coma kreatinin 0,56 mg/dL, Na+ 139 mmol/L,
Scale (GCS) Eye1, Verbal 1, Motoris 2, K+3,99 mmol/L. Pemeriksaan rontgen
napas spontan frekuensi napas 18x/menit, toraks posisi anterior posterior ditemukan
tekanan darah 160/100 mmHg. kesan kardiomegali, gambaran paru tidak
Pemeriksaan status neurologis ditemukan tampak kelainan. Pemeriksaan
kesan parese nervus VII kiri supranuklear elektrokardiografi didapatkan irama sinus
dan lateralisasi hemiparesis kiri flaksid. denyut jantung 78 kali per menit, aksis
Pemeriksaan computerized tomograhy normal.
(CT) scan kepala tampak gambaran Di ruang operasi dilakukan
perdarahan intrakranial dan perdarahan monitoring, dengan pemasangan

164
elektrokardiografi, saturasi perifer, anestesi melakukan pemeriksaan tanda
pemeriksaan tekanan darah invasif, dan vital dan defisit neurologis, tidak hanya
kateter vena sentral. komplikasi neurologis, tetapi komplikasi
Tehnik anestesi yang dilakukan non-neurologis juga harus dievaluasi dan
adalah anestesi umum dengan pemasangan harus dicari informasi tentang pengobatan
pipa oro-trakhea. Untuk menumpulkan yang sedang diberikan. Pasien dan
refleks laringioskopi intubasi diberikan keluarga harus diinformasikan tentang
fentanyl 4 µg/kgbb, kemudian diinduksi risiko yang berkaitan dengan anestesi.
dengan target control infussion (TCI) Dijelaskan bahwa ruptur aneurisma hebat
propofol model schnider dengan target atau perdarahan ulangan dapat terjadi
efek 3 µg/ml, sampai pasien terinduksi. walaupun angka kejadiannya kecil. Pasien
Untuk memfasilitasi laringoskopi intubasi dan keluarga juga diinformasikan tentang
diberikan rokuronium 0,6 mg/kgBB dan kemungkinan transfusi darah, dan
penyemprotan lidokain intratrakea 1,5 perawatan dengan ventilasi mekanik
mg/kgBB. Pemeliharaan anestesi pascaoperasi.1,3 Pada kasus ini posisi,
dilakukan dengan oksigen, udara, TCI lokasi dan ukuran aneurisma sudah
propofol schinider target efek 2,5 µg/ml, diketahui dari hasil pencitraan CT-
dan sevofluran 0,2 volume persen, fentanyl angiografi. Pasien dan keluarga telah
berkala 50 µg tiap 30 menit dan dijelaskan tentang segala risiko dan
rokuronium kontinu 10 µg/kgBB/menit. komplikasi yang mungkin terjadi.
Ventilasi tekanan positif diberikan dengan Monitor standar, kateter urin, dan
continous mandatory ventilation (CMV) alat pengukur temperatur harus disiapkan.
dengan pengaturan volume tidal 6 Dipasang minimal dua kateter intravena
ml/kgBB dan frekuensi napas 14 x/menit. perifer dengan ukuran besar (14-18) dan
Sekitar 30 menit sebelum membuka pemasangan monitoring invasif tekanan
duramater, diberikan manitol 20% darah. Pemasangan kateter vena sentral
sebanyak 200 ml, bertujuan untuk tidak terlalu penting, namun pada kasus ini
memberikan lapangan operasi yang dilakukan pemasangan kateter vena sentral
optimal. dengan pertimbangan kemungkinan
Pada saat dilakukan clipping diperlukan pemberian vasopressor dan
temporer diberikan norepinefrin sebesar untuk mengantisipasi bila terjadi
0,05 µg/kgBB/menit, untuk menjaga kehilangan darah yang cukup besar.
tekanan darah pasien berada pada kisaran Pada pembedahan clipping
20% lebih tinggi dari tekanan darah aneurisma tujuan umum anestesi adalah:
basalnya. [1] Mengontrol agar tidak banyak
Operasi berlangsung selama 4 jam perubahan pada tekanan gradien
10 menit, pascaoperasi pasien dirawat di transmural aneurisma, [2] Memelihara
ruang terapi intensif dengan bantuan tekanan vena sentral dan penghantaran
napas ventilasi mekanik. Setelah empat oksigen yang adekuat, [3] Menghindari
jam dirawat di ruang terapi intensif, pasien gejolak yang besar dan tiba-tiba pada
diekstubasi dan kemudian dirawat sampai tekanan intrakranial, [4] Memfasilitasi
5 hari di ruang terapi intensif. Hari ke- kondisi yang optimal pada lapangan
enam pasien dipindahkan untuk dirawat pembedahan, [5] Turunkan tekanan
diruang perawatan biasa, karena aneurisma selama clipping (hipotensi dan
kondisinya sudah stabil. clipping sementara), [6] Manejemen
Diskusi iskemik sementara, dan [7] Smooth
Pada saat evaluasi praanestesi emergence serta evaluasi neurologik
pasien aneurisma serebral, seorang ahli segera.
anestesiologi harus mengetahui jumlah, Gradien transmural adalah
lokasi, dan ukuran aneurisma. Ahli perbedaan antara tekanan pada aneurisma

165
(tekanan arteri rerata) dan tekanan diluar cidera dapat terjadi kerusakan
aneurisma (tekanan intrakranial). autoregulasi. Tekanan perfusi harusnya
Peningkatan tekanan darah dan turunnya dipelihara dengan euvolemia dan
tekanan intrakranial yang tiba-tiba harus vasopresor seperti penilefrin atau
dihindari dan segera diterapi dengan obat norepinefrin. Dapat pula disiapkan obat-
yang memiliki awitan cepat, karena hal ini obat penurun tekanan darah onset cepat
dapat memicu ruptur aneurisma.1 Periode seperti esmolol, hidralazin, nicardipine,
yang kemungkinan besar menimbulkan sodium nitroprusside sebelum intubasi.2,4
gejolak hipertensi adalah saat melakukan Pada kasus ini disiapkan vasopressor
laringoskopi intubasi, pemasangan norepinefrin dan penurun tekanan darah
pinning, dan insisi kulit. Pemberian opioid nicardipine, namun selama operasi tidak
fentanyl dosis tinggi pada kasus ini terjadi perubahan tekanan arteri rerata
diharapkan dapat menumpulkan gejolak yang bermakna, sehingga obat-obat
hipertensi yang dapat terjadi pada periode- tersebut tidak digunakan selama periode
periode tersebut. pembedahan.
Dalam manajemen anestesi salah Relaksasi otak adalah upaya
satu tujuan induksi adalah untuk membuat lapangan operasi yang baik
menumpulkan respon hipertensi akibat dengan meminimalkan retraksi otak.
laringoskopi atau intubasi trakea. Selama Secara umum dihindari penggunaan
induksi penurunan atau peningkatan yang anestesi yang berpotensi menyebabkan
dapat ditoleransi adalah 20% dari nilai vasodilator serebrovaskular, penggunaan
awal pasien.2,3 Untuk mencegah terjadinya serebrovasokontriktif, dan
peningkatan gradien transmural pada saat serebrodepresan. Pada kasus ini upaya
intubasi dapat dilakukan dengan cara: [1] menciptakan kondisi relaksasi otak
Intubasi hanya dilakukan bila sudah dilakukan dengan mekanik dan
tercapai relaksasi penuh, [2] Berikan farmakologi. Secara mekanik diupayakan
opioid tinggi sebelum dilakukan intubasi, dengan memposisikan kepala dan leher
[3] Intubasi dilakukan dengan lembut dan sedemikian rupa agar tidak terjadi
cepat oleh seorang ahli anestesi yang obstruksi pada aliran balik serebral dan
berpengalaman, dan [4] Bila tekanan darah memberikan tekanan ventilasi normal.
naik selama intubasi berikan dosis opioid Secara farmakologi pemeliharaan anestesi
tambahan sampai tekanan darah terkontrol. tanpa menggunakan N2O, karena bersifat
Pada kasus ini pasien diinduksi dengan vasodilator serebral. Untuk
propofol. Efek merugikan dari penggunaan mengoptimalkan relaksasi otak diberikan
propofol adalah terjadinya penurunan pemeliharaan sevofluran dosis kurang dari
tekanan darah yang besar. Namun dengan 1 minimum alveolar consentration (MAC),
pemberian opioid fentanyl dosis tinggi karena penggunaan dosis yang lebih besar
dosis propofol dapat dikurangi, sehingga dari 1 MAC, dapat menyebabkan
tidak terjadi perubahan tekanan darah yang vasodilatasi serebral sehingga volume
berarti. Kami menggunakan mesin TCI darah serebral meningkat dan otak
untuk dapat mengontrol dosis propofol menjadi kembung. Propofol digunakan
yang diberikan sesuai dengan konsentrasi sebagai obat induksi dan pemeliharaan
yang diharapkan di plasma. anestesi yang utama, diharapkan dapat
Tekanan perfusi serebral adalah menurunkan volume darah serebral
perbedaan antara tekanan arteri rerata dan sehingga relaksasi otak dapat optimal.
tekanan intrakranial. Tekanan perfusi Penggunaan kombinasi agen volatil dosis
serebral yang adekuat menyediakan rendah dan propofol kontinu untuk
oksigenasi otak dan mencegah iskemia. pemeliharaan anestesi pada kasus ini
Memelihara tekanan perfusi penting diharapkan dosis masing-masing obat
dilakukan karena pada otak yang terkena dapat dikurangi, sehingga gejolak

166
hemodinamik tidak terlalu besar sementara Aneurisma berukuran besar akan
efek anestesinya tetap optimal. berisiko terjadi ruptur selama intraoperatif,
Untuk mengoptimalkan relaksasi maka dokter bedah biasanya melakukan
otak pada kasus ini diberikan manitol 20% oklusi sementara di proksimal arteri untuk
sebanyak 200 ml. Manitol akan memfasilitasi diseksi dan clipping. Untuk
meningkatkan gradien tekanan osmotik mengurangi risiko iskemia fokal di otak,
pada sawar darah otak yang masih utuh periode oklusi tidak boleh terlalu lama.
agar dapat menggeser air ke jaringan Lama oklusi selama 10 menit dikatakan
longgar. Dosis yang digunakan adalah aman, namun ketika lebih dari 20 menit
0,5-1 g/kgBB diberikan sebelum membuka oklusi menyebabkan hasil yang lebih jelek.
duramater. Efek manitol mulai setelah Hipertensi terkendali mungkin diperlukan
10-15 menit, puncaknya 30-45 menit dan selama oklusi untuk memaksimalkan aliran
berakhir 2-4 jam, pemberian dosis yang kolateral. Hipertensi hanya diperbolehkan
lebih besar akan memperpanjang lama setelah clipping temporer telah dilakukan.
kerja manitol. Bila digunakan pada sawar Biasanya digunakan penilefrin, epedrin
otak yang cidera, manitol dapat atau norepinefrin intravena.1,3 Pada kasus
menimbulkan rebound edema dan ini untuk menaikan tekanan darah secara
hipertensi intrakranial sekunder. Manitol terkendali digunakan norefineprin dosis
seharusnya tidak digunakan bila 0,05 µg/kgBB/menit. Tekanan darah naik
osmolaritas serum plasma lebih besar dari sekitar 20% selama clipping temporer
330 mOsm/L. Furosemid dosis 1 mg/kgBB sehingga aliran kolateral dapat
atau dengan kombinasi manitol 5-20 gram dimaksimalkan.
dapat menurunkan tekanan intrakranial dan Batuk, bucking, muntah, dan
mencegah otak kembung. Terapi hipertensi seharusnya dihindari untuk
kombinasi lebih efektif daripada meminimalkan udem otak. Pasien
menggunakan kedua obat ini secara seharusnya dirawat di ruang intensif untuk
tunggal, tetapi hal ini dapat menimbulkan monitoring dan pemeriksaan neurologis.
efek keluarnya cairan bebas dan elektrolit Setelah pembedahan pasien harus dapat
yang lebih besar, sehingga kemungkinan merespon perintah verbal sesegera
menimbulkan hipovolemia dan hipotensi. mungkin agar dapat dilakukan penilaian
Efektivitas dari larutan hiperosmolar status neurologis. Waktu sadar dari
tergantung pada “reflection coefficient”.1 pengaruh anestesi yang memanjang atau
Hiperventilasi yang ringan dan ditemukan defisit neurologis yang baru,
bersifat sementara, dapat digunakan adalah indikasi untuk dilakukan CT
dengan hati-hati, karena tehnik ini angiografi untuk menyingkirkan adanya
berpotensi menyebabkan penurunan aliran perdarahan intraserebral atau oklusi
darah otak. Saat lapangan pembedahan pembuluh darah. Peningkatan 20-30%
sudah adekuat, PaCO2 sebaiknya dijaga tekanan darah dari nilai preoperatif
pada nilai antara 35-38 mmHg. PaCO2 berisiko perdarahan intrakranial dan udem.
yang lebih rendah memperbaiki Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
komplians, namun PaCO2 seharusnya anelgesia, obat-obat antihipertensi, atau
tidak diturunkan sampai di bawah 25 lidokain.3,4 Pada kasus ini, pascaoperasi
mmHg.2 Pada kasus ini ventilasi tekanan pasien dirawat diruang terapi intensif,
positif diberikan dengan pola CMV, laju diberikan analgesia kontinu intravena
napas 14x/menit dan volume tidal 6 opioid fentanyl 0,5 µg/kgBB/jam dan
ml/kgBB. Tidak dilakukan tehnik pasien diobservasi dengan monitoring
hiperventilasi karena target PaCO2 terjaga yang ketat. Setelah empat jam dirawat
antara 36-38 dan tidak terdapat gangguan tidak ditemukan gangguan status
pada lapangan pembedahan. neurologis, pasien dapat merespon

167
perintah verbal dan memenuhi kriteria Daftar pustaka
ekstubasi. 1. Lecours M, Gelb WA. Anesthesia for
Ringkasan the surgical treatment of cerebral
Dilaporkan penatalaksanaan aneurysms. Colombian Journal of
anestesi pada pasien wanita usia 45 tahun Anesthesiology. 2015;43:45-51.
yang dilakukan tindakan pembedahan 2. Vrasjkov V, Kolak R, Uram BA,
clipping aneurisma. Tehnik anestesi Uvelin A, Kiselicki J. Anesthesia
pilihan pada kasus ini adalah anestesi complications and clinical outcome for
umum napas kendali dengan menggunakan ruptured intracranial aneurysms: a
opioid sebagai regimen utama. Dilakukan retrospective comparison between
monitoring hemodinamik secara ketat endovascular coiling and neurosurgical
dengan pemasangan monitoring tekanan clipping. Turk J. 2012;42(3):477-83.
darah invasif. Intervensi farmakologi 3. Feng LB, Yang KC, Fu WZ. Review
dilakukan untuk menjamin tidak terjadi of aneurysmal subarachnoid
gejolak hemodinamik. Relaksasi otak hemorrhage focus on treatment,
dicapai dengan menggunakan tehnik anesthesia, cerebral vasospasm
mekanik yaitu mengendalikan ventilasi, prophylaxis, and therapy. Acta
dan secara farmakologi dengan Anaesthesiologica Taiwanica.
menggunakan manitol 20%. Kondisi 2014;52:77-84.
pasien pascaoperasi stabil dan dilanjutkan 4. Chowdhury T, Petropolis A, Wilkinson
dengan monitoring pascaoperasi di ruang M, Schaller Bernhard, Sandu Nora,
terapi intensif. Pasien kembali ke ruang Ronald B Cappelani. Controversies in
perawatan setelah kondisi secara umum the Anesthetic Management
membaik. Intraoperative Rupture of Intracranial
Aneurysm. Anesthesiology Research
and Practice. 2014;3:1-10.

168

Anda mungkin juga menyukai