Syamsul Sodiq
Qaalallahu ta’ala fil qurnail karim, Yaa ayyuhalladhiina aamanuu ittaqullaha haqqa
tuqaatih wala tamutunna illa wa antum muslimuun.
“Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan ruh-
Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.”
Alam taraa annallaha sakhkhara lakum maa fissamaawaati wal ardli, wa asbagha ‘alaykum
na’amahu dhaahiratan wa baathinah, wa minannasi man yujaadilu fillahi bighayri ‘ilmin
walaa hudaa walaa kitaabin muniir.
1
Hari ini, insya Allah kita, ummat Islam, sudah 1436 kali “memperingati” atau
setidaknya “melawati” peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Menurut Prof. M. Quraish
Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (volume 7:4), Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi 1
tahun ditambah 5 bulan sebelum Rasulullah Muhammad SAW berhijrah ke
Madinah.
“Maha suci yang telah meng-isra’kan hamba-Nya pada suatu malam dari al-
Masjidil al-Haraami ke al-Aqsha yang telah kami berkati sekitarnya agar kami
perlihatkan kepadanya sebagian ayat-ayat Kami. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS AL-Isra, 17:1).
Ahli Tfsir yang lain, Thabathaba’I (Al-Mishbah, volume 7:5) surat ini
memaparkan tentang ke-Esaan Allah SWT dari segala macam persekutuan.
Surat ini lebih menekankan pada sisi pe-Mahasucian Allah SWT dan sisi
pemujian kepada-Nya, karenanya berulang-ulang disebut pada surat ini kata
subhaana (Maha Suci), misalnya pada ayat ke-1, ayat ke-43, ke-93, dan ke-108.
2
Ayat ke-43:
“Mahasici Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakana dengan
ketinggian yang sebesar-besarnya.” (QS A;-Isra’
“… katakanlah Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia
yang menjadi rasul?” (QS Al-Isra’, 93).
3
Allah SWT sama saja, tidak menambah atau mengurangi ke-Tinggian derajat
Allah SWT. Dengan dua pilihan tersebut, sebagian kaum musyrikin yang telah
mendapatkan pengetahuan sebelumnya, menyatakan “beriman”; “mereka
menyungkur atas dagu-dagu mereka sambil bersujud” mengakui kebesaran dan
kebanaran firman-firman Allah SWT (ayat 107) dan mereka berkata (ayat ke-
108):
Pada ayat 109 dinyatakan bahwa, “Mereka menyungkur atas dagu-dagu mereka
sambil menangis dan mereka bertambah khusu’ (QS Al-Isra’, 17:109).
Jamaah rahmakumullah
Di samping kandung pengesaan Allah SWT ini, sejarah mencatat banyak
hikmah sains yang terungkap dari surat ini dan peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
1. Prof. Dr. Ahmad Baiquni, allahu yarham, ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, pada saat itu, menulis buku berjudul “Al-Qur’an dan Ilmu
Kealaman.” Menurut catatan beliau, keyakinan bahwa kecepatan cahaya
yang mencapai 3333km/detik yang hingga kini masih diyakini oleh para
ilmuwan bukanlah hasil penelitian empiris, melainkan hasl dari studi
“analitis logis” setelah para Ilmuwan membaca kisah Isra’ dan Mi’raj serta
mengukur jarak masjidil Haram dan masjidil Aqsa. Para ulama “muslim”
zaman dahulu itulah yang merumuskan bahwa kecepatan burqun (cahaya)
seperti yang tertulis sekarang ini.
2. Prof. Ahmad Baiquni juga mengutip hasil penelitian Dr. Moody (Amerika
Serikat), seorang doktor psikologi yang juga ahli sosiologi. Beliau meneliti
100 orang yang oernah mati suri, dan setealah hidup kembali kepada mereka
ditanyakan pengalamannya selama mati suri. Pengalaman mereka ada
persamaan. Catatan hasil penelitian ini, merefleksikan Prof. Dr. Ahmad
Baiquni pada Surat Yaasiin, (36:65).
4
“Pada hari itu kami menutup mulut mereka, dan bercakap kepada Kami
tangan mereka, dan memeberi kesaksian kaki mereka menyangkut apa yang
dahulu mereka lakukan” (QS Yaasiin, 36:65).
Yang menarik, menurut Ahli Tafsir Al-Biqaa’i yang juga sapendapat dengan
ahli tafsir Thabathaba’i dan ahli tafsir Ibn Asyuur, bahwa ditutupnya mulut
manusia dalam “pengadilan” akhirat karena nanti di akhirat manusia masih
membawa kebiasaan lamanya selama di dunia. Jika di dunia suka berbohong,
nanti di akhirat juga akan berbohong. Akan tetapi, Allah SWT Maha
Aaliim, Maha Mengetahui, sehingga yang diminta bersaksi adalah tangan
dan kakinya.
3. mm
5
Khutbah kedua
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahirabbil alamiin
Allahumma shalli alla muhammad, wa alaa aali muhammad.
Kama shallayta alla ibraahiim, wa aali ibraahim.
Ya Allah, Engkau saksikan umat yang biasanya bercerai berai berpadu memuji
keagungan-Mu di masjid ini. Siang ini, umat yang biasanya melupakan-
Mu, datang bersimpuh di hadapan-Mu. Hari ini, umat yang sering
mengabaikan firman-Mu, berusaha untuk kembali ke jalan-Mu. Ya Allah
inilah hamba-hamba-Mu yang lemah, yang terseret hawa nafsu, yang
diperbudak oleh dunia, yang bergelimang dengan dosa, berserah diri
kepada-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami, Yaa Ghaffur, rahmatilah kami,
Ya Rahiim, ya arhama raahimiin.
Yaa Allah, bimbinglah kami untuk senantiasa khusuk dan istiqomah bersyukur,
dan tetapkan kami pada jalan-Mu. Yaa muqollibal quluub, tsabit qolbi
‘alaa diinika
6
Yaa Allah, dari sahabat rasul-Mu, Ali bin Abi Thalib, kami paham bahwa anak
kami bukanlah milik kami, tetapi mereka adalah milik zaman mereka.
Karena itu yaa Allah, dengan rahmat-Mu jadikan kesusahpayahan kami,
kesungguhan kami, kerelaberkorbanan kami ini, sebagai wasilah agar
mereka menjadi anak dan generasi yang bermartabat, berbudaya,
berakhlak mulia, dan cakap dalam memecahkan masalah-masalah hidup
mereka kelak.
Yaa Allah, sehatkan tubuh mereka; cerdaskan otak mereka; bersihkan hati
mereka; dan indahkanlah akhlak mereka
Yaa Allah, karuniakan kepada kami, kesabaran, ketegasan bersikap,
kedermawanan dan, kebijaksanaan dan penghambaan kepada ilmu,
sebagaimana
kesabaran yang telah Engkau anugerahkan kepada Abu Bakar Ashidiq,
ketegasan bersikap yang telah Engkau anugerahkan kepada Umar bin
Khotob,
kedermawanan yang telah Engkau anugerahkan kepada Utsman bin
Affan, dan
kebijaksanaan dan penghambaan pada ilmu yang telah Engkau
anugerahkan kepada Ali bin Abi Tholib.
Fasihkanlah lidah kami yaa Allah, untuk tidak berkata yang menyakitkan, untuk
tidak berkata yang membuat kerusakan, untuk tidak berkata hanya untuk
mencari keuntungan pribadi dengan rela mendzalimi orang lain,
sebagaimana fasihnya Bilal bin Rabbah.