Kejujuran
(D. Zawawi Imron)
Adil (proporsional)
Yang benar dibela, yang salah diberi sanksi yang proporsional.
Para sahabat menunjuk Usamah bin Zaid, sahabat yang dekat dengan Rasulullah
saw. Kemudian Usamah bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasul, apakah
Anda dapat memberikan keringanan hukuman dari yang telah ditetapkan oleh
Allah swt?”
Lepas dari itu, siapa dari kita yang merasa K + L tinggi dan P rendah? Jika kita
merasa demikian, selamat!! Kita terkena nasihat Sunan Bonang, Allahu yarham
(Imron, 2010:13):
Biasanya saat kita merasa bisa, saat kita merasa K + L = T dan P = 0, sikap kita
pada orang lain “kurang menghargai”. Sebaliknya bagi yang kurang mendapat
penghargaan, pasti merasa. Dari sorot mata, dari mimik, apalagi dari tutur kata.
Dan saat kita merasa tidak/kurang dihargai, lazimnya kita “berontak”. Lazimnya
kita, kalau berontak “memberi balasan lebih jelek” kepada sasaran berontak.
Kita dikata-katai “dua kata” kita balas “> dua kata”. Dikata-katai “nada tinggi”
kita balas nada “>lebih tinggi”. Kita merasa difitnah sekali, kita balas fitnah lain,
atau minimal kita “jawab” fitnah itu “> sekali”. Itu manusiawi, lumrah.
Syekh Juha atau Syeh Huja, konon adalah Nashruddin Huja atau Nashruddin
Effendi, sufi yang hiudup 1208—1284 M, kisahnya lucu, tetapi selalu penuh
hikmah. Beliau dekat dengan pencari rumput sekaligus dekat dengan Timurlenk,
raja yang masih keturunan Kaisar Jenghiz Khan dari Mongol.
Ketika ada orang yang datang meminta maaf karena teah banyak memfitnah
Syekh, beliau menjawab, “Bawakan untukku bantal berisi bulu!”. Lalu orang itu
mencari bantal berisi bulu dan menyerahkannya kepada Syekh. Lalu Syekh
meminta orang itu, “Buka bantal itu, keluarkan isinya agar ditiup angin.” Orang
itu pergi ke tempat lapang, membuka bantal, mengeluarkan bulu-bulu isi bantal.
Lalu Syeh memerintahkan orang itu untuk mengembalikan bulu-bulu itu ke
dalam bantal. “Pasti tidak bisa, bulu-bulu itu telah menyebar ke mana-mana,”
jawab pemfitnah yang akan bertobat. “Begitu juga dengan fitnah yang telah kau
tebarkan, tak mungkin lagi ditarik lagi ke dalam lisan,” ujar Syekh Juha.
Timurlenk, raja Keturunan Jenghiz Khan itu, hampir saja terkena anak panah
seorang pemuda yang membidik mangga. Raja marah, merasa tidak dihargai,
merasa dihina, merasa direndahkan. Raja meminta agar pemuda itu ditangkap dan
dihukum dengan ditancap anak panah.
Saat genting itulah tampil Syekh Juha, “Kalau paduka tadi tertancap panah,
adillah jika sang pemuda dihukum dengan ditancap anak panah. Kalau anak
panah hanya melesat di dekat Paduka, apakah adil jika pemuda ini harus mati
karena tertancap anak panah? Sebaiknya Baginda bertanya dulu pada nurani
dengan hati yang jernih!” Baginda pun tersenyum, menyuruh agar pemuda itu
dilepaskan. Raja telah memenangkan hati nuraninya daripada naluri
kepenguasaannya.
Ketika jadi pemimpin (kepala sekolah, wakasek, kepala bidang, kepala urusan,
kepala perpustakaan, kepala laborataorium, kepala TU, kepala piket, kepala
kedisiplinan sekolah, ketua panitia kita rendah hati ketika berkomunikasi dengan
orang lain yang tidak ada predikat “kepala”-nya. Ketika kita sedang tidak punya
peredikat kepala, ya kita hargai “konsep, pikiran, aturan, kebijakan” yang dibuat
oleh kepala. Itulah proporsional, itulah adil. Saat kita jadi pemimpin kita pakai
teori kepemimpinan (leadership) untuk kita terapkan pada kita, tetapi saat kita
jadi bawahan, jadi anak buah, ya kita terapkan teori kepengikutan (fellowership).
Menilai kebijakan pimpinan ada pada dua tempat: (a) rapat kerja dan (b) tugas
atasan. Antara raker dan raker adalah melaksanakan kebijakan. Jika di saat kita
laksanakan kerjaan koq kita menilai kebijakan, itu tidak proporsional, tidak adil.
Penghargaan
Mmm
Bismillahirrahmaanirrahiim; Alhamdulillahirabbil alamiin; Allahumma shalli alla muhammad, wa
alaa aali muhammad.Kama shallayta alla ibraahiim, wa aali ibraahim.
Yaa Allah, selama bersimpuh dan ber-muhasabah ini, kami merasakan bahwa ternyata
kekurangharmonisan, kekurangnyamanan, kekurangteduhan dalam komunitas
kami di rumah, di sekolah, di masyarakat lingkup kecil dan di masyarakat bangsa
ini antara lain dan utama adalah karena rendahnya sikap kejujuran kami,
tumpulnya sikap adil kami, hilangnya sikap proprsional pada kami, terlalu
bangganya kami dengan sebutan dan gelar yang sebenarnya kosong dan palsu.
Penyakit ghurur (tipu daya) telah cukup lama kami derita, dan ternyata kami
semakin hari justru semakin bangga dengan semakin kronisnya. Lebih getir lagi
ya Allah, sebanarnya kami yang sakit, saya yang tidak jujur, aku yang tidak adil,
dan hamba yang tidak proporsional, tetapi dalam keseharian terlalu sering kami
justru menunjuk orang lain yang tidak jujur, teman lain yang tidak adil, mitra
kerja yang tidak proporsional. Karena itu ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami.
Tunjukilah kami jalan menuju maghfirah, rahmat, berkah, dan ridla-Mu.
Yaa Allah, kami membaca frman-Mu dalam surat Al-Qiyaamah (QS 75:36):
"ayahsabul
insaanu an yutraka sudaa" "Apakah manusia mengira bahwa dirinya akan
dibiarkan tanpa dimintai tanggung jawab?" Karena itu, yaa Allah, ampunilah
dosa-dosa kami, bimbinglah kami untuk menjadi hamba-Mu yang lebih
bertanggung jawab atas tugas dan amanat yang telah kami terima.
Yaa Allah, dari sifat Rahman dan Rahim-Mu, kami meyakini bahwa semua kondisi
baik yang Engkau anugerahkan kepada kami, khususnya di Perguruan
Muhammadiyah Karangpilang ini, adalah karena kesungguhan, keuletan, dan
kerelaberkorbanan, keikhlasan para perintis pendidikan di cabang ini di masa
lalu.
Untuk para perintis dan pendahulu yang telah menghadap-Mu, jadikan amal
beliau sebagai wasilah untuk mengampuni dosa-dosa beliau. Demikian pula,
kepada Bapak dan Ibu kami, perintis dan pendahulu yang masih bersama kami,
jadikan kesungguhan, keuletan, kerelaberkorbanan, keikhlasanbeliau itu sebagai
wasilah untuk menjadi khusnul khatimah.
Yaa Allah, dari sahabat rasul-Mu, Ali bin Abi Thalib, kami paham bahwa anak-anak
kami di rumah dan murid kami di TPQ Ad-Dkwah, di TK Aisyiyah ..., di SD
Muhammadiyah 22, di SMP Muhammadiyah 6, di SMA Muhammadiyah 4, dan
di SMK Muhammaiyah 2 ini bukanlah milik kami, tetapi mereka adalah milik
zaman mereka. Karena itu yaa Allah, jadikan kesusahpayahan kami, kesungguhan
kami, kerelaberkorbanan kami ini, sebagai wasilah agar mereka menjadi anak,
murid, dan pribadi yang bermartabat, berbudaya, berakhlak mulia, dan cakap
dalam memecahkan masalah-masalah hidup mereka kelak.
\
Yaa Allah, sehatkan tubuh mereka; cerdaskan otak mereka; bersihkan hati mereka; dan
indahkanlah akhlak mereka.
Yaa Allah, karuniakan kepada kami keluarga besar komunitas pendidikan nasional,
khususnya komunitas pendidikan di PCM dan PCA Karangpilang sebagai kelurga
yang setia mengemban amanat untuk meninggikan kualitas pendidikan dengan
karakter jujur, adil, proporsional, sabar, tegas dan ramah dalam bersikap,
bijaksana dan profesional, serta penghambaan kepada ilmu, sebagaimana karakter
yang telah Engkau anugerahkan kepada Abu Bakar Ashidiq, Umar bin Khotob,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib radliyallahu ’anhu.
Fasihkanlah lidah kami yaa Allah, untuk tidak berkata yang menyakitkan, untuk tidak
berkata yang membuat kerusakan, untuk tidak berkata hanya untuk mencari
keuntungan pribadi dengan rela mengeksploitasi orang lain, sebagaimana
fasihnya lidah Bilal bin Rabbah radliyallahu ’anhu.