Anda di halaman 1dari 53

BUDAYA KERJA DALAM

EFEKTIFITAS
KEPEMIMPINAN
PENGANTAR.
 Tujuan Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah mengembangkan kompetensi
kepemimpinan taktikal pada pejabat struktural eselon III yang akan berperan dalam melaksanakan
tugas dan fungsi kepemerintahan di instansinya masing-masing. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka kompetensi yang dibangun pada Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah kompetensi
kepemimpinan taktikal yaitu kemampuan menjabarkan visi dan misi instansi kedalam
program instansi dan memimpin keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Kemampuan
menjabar visi dan misi tersebut diindikasikan dengan kemampuan : (1) mengembangkan karakter
dan sikap perilaku integritas sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kemampuan
menjunjung tinggi etika publik, taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan bertanggungjawab dalam
memimpin unit instansinya; (2) menjabarkan visi dan misi instansinya kedalam program-program
instansi; (3) melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal dalam mengelola program-
program instansi kearah efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program; (4) melakukan inovasi sesuai
bidang tugasnya guna mewujudkan program-program instansi yang lebih efektif dan efisien; (5)
mengoptimalkan seluruh potensi sumberdaya internal dan eksternal organisasi dalam implementasi
program unit instansinya
Lanjutan ……………………….pengantar

Berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Bab II mengenai
struktur kurikulum, bahwa salah satu mata diklat dari Agenda Inovasi adalah Budaya Kerja Untuk
Efektifitas Kepemimpinan. Melalui pembelajaran pada mata diklat ini, peserta Diklatpim III diharapkan
mampu membangun budaya kerja dalam mendukung terwujudkan kepemimpinan yang efektif.
Pada mata diklat„Budaya Kerja Untuk Efektifitas Kepemimpinan‟, peserta diajak mendalami proses
pembelajaran yang mendiskusikan empat hal pokok, yaitu :
a. pluralisme budaya di Indonesia,
b. budaya lokal yang relevan dengan efektifitas kepemimpinan,
c. hambatan budaya kerja, dan
d. membangun budaya untuk efektkfitas kepemimpinan
Lanjutan …………………….pengantar.

 Melalui pembahasan empat topik ini, peserta Diklatpim III diberikan pemahaman
mengenai beranekaragamnya budaya yang dimiliki Indonesia mulai dari Sabang
sampai Merauke. Kekayaan dan keanekaragaman budaya lokal tersebut memiliki
banyak sekali kearifan dan relevansi dengan upaya-upaya pengembangan
kepemimpinan yang efektif dalam birokrasi.
 Dengan demikian peserta Diklatpim III diharapkan dapat membangun
kepemimpinan yang efektif berbasiskan kearifan budaya lokal yang relevan.
 Waktu yang dialokasikan untuk mata diklat ini adalah 9 jam pelajaran atau tiga
sesi yang setara dengan 405 menit.
PENJELASAN
Materi Pokok UMUM
BUDAYA
 
Penjelasan Umum : Budaya

 Sebelum peserta Diklatpim III mampu membangun budaya kerja di lingkungan


kerja masing-masing, mereka terlebih dahulu diberikan pemahaman mengenai
pluralism budaya di Indonesia.
 Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia
yang terdiri dari 17.508 pulau dengan luas wilayahnya mencakup 1,904,569 km2.
Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa, budaya, adat-istiadat, agama
dan bahasa daerah. Terdapat 726 suku bangsa. Setiap daerah memiliki
kekhasan budaya yang unik satu sama lain. Namun demikian, Indonesia tetap satu
di bawah semboyan Binneka Tungga Ika, yang artinya walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu.
……….Penjelasan Umum : Budaya

Keanekaragaman suku bangsa, budaya, adat-istiadat, agama dan bahasa daerah membentuk pluralism Indonesia.
Dalam pluralism tersebut, terkandung banyak sekali kearifan yang memiliki nilai-nilai (values) yang sangat
tinggi. Nilai-nilai ini menjadi warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Masyarakat Indonesia menjalankan
„governance‟nya dengan berlandaskan pada nilai-nilai ini, yang mencakup berbagai aturan dan ketentuan-
ketentuan yang umumnya tidak tertulis tetapi dipegang secara kuat oleh masyarakat lokal.
Masyarakat budaya di Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang. Hal ini ditandai dari :

a. Kebiasaan hidup yang telah terlembagakan dalam kehidupan sehari- hari;


b. Adanya kebutuhan akan identitas yang unik dari suatu kelompok,golongan, masyarakat;
c. Proses asimilasi, adaptasi dan pembelajaran yang terus menerus;
d. Kepercayaan terhadap Sang Pencipta (Religiusitas) memberikan warna dalam wujud
kebudayaan masyarakat.
 
Pluralisme Budaya diIndonesia

1. Memahami Pluralisme Di Indonesia


 Pernahkah anda membayangkan berapa jumlah suku bangsa di Indonesia?
Ataukah anda telah menemukan jawaban pertanyaan berapa jumlah suku bangsa di
Indonesia? Menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah suku bangsa
 berdasarkan hasil sensus penduduk terakhir, diketahui bahwa
 
 Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa,dengan jumlah penduduk terbanuak adalah
suku Jawa dan suku yang paling sedikit jumlahnya adalah Suku Nias, dengan jumlah
1.041.925 atau hanya 0,44 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Berikut ini
disajikan table ke 13 Suku terbesar di Indonesia sebagai berikut :
No Nama Jumlah Jiwa % Bahasa Lokasi Utama
Suku
1 Jawa 95.000.000 41 Jawa Jawa Timur dan
Jawa Tengah

2 Sunda 36.000.000 15 Sunda Jawa Barat


3 Tiongho 9.000.000 3,7 Tionghoa Kalimantan Barat
a

4 Melayu 8.700.000 3,3% Melayu Sumatra


5 Madura 8.400.000 3,3% Madura Pulau Madura
6 Batak 8.200.000 3% Batak Sumatera Utara
7 Minang 8.000.000 2,7% Minang Sumatera Barat
Kabau

8 Betawi 6.500.000 2,5% Betawi DKI Jakarta


9 Bugis 6.300.000 2,4% Bugis Sulawesi Selatan
10 Arab 6.100.000 2,3% Arab/Indo Menyebar di
nesia Indonesia

11 Banten 5.800.000 2,1% Banten Propinsi Banten


12 Banjar 5.500.000 1,7% Banjar Kalimantan
Selatan

13 Bali 5.000.000 1,5% Bali Propinsi Bali


Pluralisme dapat dipahami sesuai dengan penggolongannya.
Penggolongan tersebut diantaranya:

a. Pluralisme (Etnik) adalah koeksistensi atau pengakuan terhadap kesetaraan dalam social budaya antra beragam kelompok etnik
yang ada dalam suatu masyarakat.
b. Pluralisme politik adalah merupakan suatu pengakuan terhadap kesetaraan dalam distribusi kekuasaan kepada berbagai
kelompok interest, kelompok penekan, etnik dan ras, organisasi dan lembaga politik dalam masyarakat.
c. Pluralisme kekuasaan yang pluralistic adalah sebuah system yang mengatur pembagian hak kepada semua kelompok yang
beragam dalam suatu masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
d. Pluraslime Media. Dalam studi media meliputi :
 1) Pluralisme merupakan pandangan bahwa media masa mempunyai kebebasan dan kemerdekaan yang sangat besar dan di
akui oleh Negara, partai politik dan kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat.
 2) Media masa harus di pandang sebagai media untuk melakukan control social karena itu media harus dikelola oleh
sebuah menejemen yang professional sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya yang ideal bagi kebebasan dan
kemerdekaan berpendapat rakyatnya. Didalam pluralisme media, audiens tidak boleh di lihat sebagai sasaran yang dapat
dimanipulasi media. Audiens harus dipertimbangkan dalam relasi
 3) Pluralisme juga memandang bahwa media masa merupakan agen terciptanya kebebasan berpendapat dari suatu
masyarakat demokrasi, karena itu institusi media harus dibiarkan bebas untuk mengontrol pemerintahan dan berhubungan
………….penjelasan umum : budaya

 Kata kebudayaan berasal darI bahasa Sansekerta buddhayah . Sebagai


bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti “budi” dan “akal”. Jadi
kebudayaan adalah hal2 yang berkaitan dengan budi dan akal. Pendapat
lain mengatakan kebudayaan berasal dari kata majemuk “budidaya” yang
berarti “daya dari budi” dan “daya dari akal “ yang berupa cipta, karsa
dan rasa. Sedangkan kebudayaan diartikan oleh Sir Edward B. Taylor
sebagai keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan
manusia dalam pengalaman historisnya. Sedangkan menurut Kessing,
kebudayaan didefinisikan sebagai totalitas pengetahuan manusia,
pengalaman yangterakumulasi dan yang ditransmisikan secara sosial.
Kebudayaan adalah tingkah laku yang diperoleh melalui proses sosialisasi.
Kebudayaan sudah barang tentu memiliki wujud. Terdapat paling tidak tiga
wujud kebudayaan, yaitu

 1. Wujud Ideal : Sebagai kompleksitas ide, gagasan dan norma. Bersifat abstrak,
tidak bisa diraba, karena ada pada alam pikiran warga masyarakat dimana
kebudayaan itu ada.
 2. Sistem Sosial : Untuk mewujudkan ide dan gagasannya, manusia melakukan
aktivitas secara sosial tidak secara individual. Aktivitas budaya bersifat konkrit.
 3. Wujud Fisik : Meliputi semua benda hasil karya manusia hasil aktivitas sosial,
seperti candi, keris, rumah, gedung mesin dsbnya. Sifatnya bersifat konkrit. Dapat
diraba dan diobservasi.
Pada dasarnya ketiga wujud kebudayaan ini saling mempengaruhi satu sama lain,
sebagai dialektika yang menandai proses perkembangan kebudayaan dari masa ke masa
WUJUD BUDAYA DALAM EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN
Kebudayaan memiliki ciri-ciri. Beberapa cirri dari
kebudayaan yang dapat diidentifikasi antara lain adalah :

 1. Kebudayaan adalah produk manusia, ciptaan manusia bukan ciptaan Tuhan.


 2. Kebudayaan selalu bersifat sosial. Tidak pernah bersifat individual.
 3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Diwariskan dari generasi
yang satu ke generasi berikutnya.
 4. Kebudayaan bersifat simbolik. Sebagai ekspresi atau ungkapan
kehadiran manusia.
 5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia.
Tidak seperti hewan, manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan
cara-cara yang beradab. Misalnya dalam mengolah makanan
BUDAYA LOKAL YANG RELEVAN DENGAN KEPEMIMPINAN
 

 Terdapat beberapa kriteria budaya yang relevan dengan kepemimpinan khususnya


dalam konteks membangun kepemimpinan yang efektif. Kriteria tersebut antara
lain adalah :
 1. Hasil asli budaya Indonesia (original);
 2. Dinilai tinggi oleh WNI sebagai milik kebudayaan bersama;
 3. Orang sudah mengakui/pengakuan dari rakyat Indonesia sendiri;
 4. Dipakai sebagai wahana komunikasi seluruh rakyat Indonesia;
(Dr. Dhana-FIB Udayana: “Nilai Budaya yang Dapat Diadopsi Sebagai
Nilai Budaya Nusantara”) 
Upaya membangun budaya lokal yang sejalan dengan pengembangan kepemimpinan
yang efektif, memiliki banyak tantangan. Tantangan tersebut antara lain :

1. Perbedaan penafsiran tentang suatu nilai budaya lokal misalnya istilah


dalam Bahasa Jawa : Sabdo Pandito Ratu (mentaati apa yang
diperintahkan oleh atasan); Mikul duwur, mendem jero (mengambil
yang baik dan melupakan yang buruk dari sifat seseorang).
2. Senioritas yang berlebihan;
3. Persepsi kepatuhan terhadap atasan vs kepatuhan organisasi.
Dalam Kontek Penyajian Pengalaman (Implementasi) Kepemimpinan
Instansional

 Pengertian dari Budaya Kerja Dalam Efektifitas Kepemimpinan adalah pengaturan dalam


sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang disamping berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan dan mempertimbangkan pula
pada peraturan hidup lainnya; yaitu peraturan agama, peraturan kodrat manusia (kesusilaan),
peraturan adat-istiadat, dan asas-asas (etika) hukum
 Budaya Kerja Dalam Efektifitas Kepemimpinan dapat pula diartikan cara pemerintah
(aparatur) dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dengan legal and constitutional
approach, tetapi terikat pula pada sociological approach, psychological approach, religious
approach, dan ethical approach/pendekatan etika, dan cultural approach
Lanjutan ………Dalam Kontek Penyajian Pengalaman
(Implementasi) Kepemimpinan Instansional.

 Seperti telah diuraikan di muka, budaya di dalamnya mengandung pengertian mental dan moral. Mental ialah kekuatan
pemikiran (intelegensia) untuk membedakan yang benar dan salah, dan moral adalah kekuatan perasaan dan pikiran  untuk
membedakan yang baik dan yang buruk. Ditinjau dari sudut pandang budaya bahwa Budaya Kerja Dalam Efektifitas
Kepemimpinan mengacu pada filosopi Pancasila, karena budaya merupakan bagian dari filsafat, sedangkan Pancasila
merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia dan dijadikan landasan idiil berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dan
berpemerintahan, dan efektifitas kepemimpinan. Landasan konstitusional dari Budaya Kerja Dalam Efektifitas
Kepemimpinan yaitu UUD 1945 dan sumber tertib hukum lainnya (Tap MPRS No XX/1966 jo Tap MPR no. III/2000), sedang
landasan operasionalnya adalah GBHN. Ketiga landasan tersebut dijadikan budaya kerja untuk mencapai tujuan nasional
dengan baik.
 Pancasila dijadikan sebagai parameter untuk membedakan  yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk di dalam
tingkah laku manusia (sebagai rakyat atau aparatur) dalam pergaualan hidup kemasyarakatan dan kenegaraan. Di dalam segala
bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan keamanan harus mengacu pada Budaya Kerja
Dalam Efektifitas Kepemimpinan. Di dalam Budaya Kerja Dalam Efektifitas Kepemimpinan sewajarnya mewujudkan sifat-sifat
kemanusiaan yang tinggi, adil, beradab, santun, dan bersusila, dan menolak segala pemikiran  yang menyatakan manusia itu alat
atau materi belaka, sehingga manusia dapat diperlakukan  menurut sekehendak hati penguasa, dan menolak doktrine tujuan
menghalalkan segala cara (the end justifies the means=Machiavelli).
Lanjutan ………Dalam Kontek Penyajian Pengalaman
(Implementasi) Kepemimpinan Instansional.

 Budaya Kerja Dalam Efektifitas Kepemimpinan yang baik  dapat dilihat pada 


segala tindakan Pemerintah atau pemimpinnya yang selalu mengabdi pada
ketentuan Undang-Undang (legal), tetapi bukan berarti pemerintah tersebut
menjadi budak Undang-Undang, melainkan  pemerintah mampu pula
menemukan hukumnya (rechtfinding) secara normatif manakala terjadi
kefakuman hukum, dan arif bijaksana dalam penerapan hukum positipnya
(Asas Freis Ermersen). Tiada yang lebih arif bijaksana dari pada pemerintah
dan para pemimpinnya yang mengabadikan dan mengabdikan seluruh
pemerintahannya kepada kepentingan rakyat, negara, dan Tuhan.
Penerapan Budaya Kerja Dalam Efektifitas
Kepemimpinan

Penerapan Budaya Kerja Dalam Efektifitas Kepemimpinan adalah upaya dan langkah keberhasilan


untuk mampu menjawab atas pertanyaan-pertanyaan:
 1.      Bagaimana menerapkan the rule of law secara konsisten dan konsekwen?
 2.      Bagaimana menerapkan penafsiran terhadap hukum?
 3.      Bagaimana mengisi kekosongan hukum? 
APA ITU EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN

 Berdasarkan pengertian kepemimpinan dan efektifitas seperti diuraikan di


atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas kepemimpinan akan dapat
dilaksanakan oleh pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana kondusif
sehingga mendorong sikap positif yang berdampak terhadap kefektifan
dalam mencapai tujuan
 Aunurrahman (2009) menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu
menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan, dan tidak arogan atau nondefensif
serta selalu berupaya mendorong sikap positif, akan dapat mendorong
terjadinya keefektifan dalam kepemimpinan. Dalam melaksanakan keefektifan
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
NANANG FATTAH(2001), TENTANG FAKTOR –
FAKTOR YANG MENDORONG :

 a. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar
belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
 b. Harapan dan perilaku atasan.
 c. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
 d. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
 e. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
 f. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh
faktor- faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan
tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan
Dalam mewujudkan efektifitas kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Fakor- faktor tersebut menurut Stephen P Robbin dan Mary Couter adalah
sebagai berikut :
1) Persepsi yang tepat.
 Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan
peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional.
2) Tingkat kematangan. 
Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat
kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.
3) Penilaian yang tepat terhadap tugas. 
Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin
sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat
menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki
beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat- syaratnya.
4) Latar belakang dan pengalaman.
Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena
berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah
menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik.
5) Harapan dan gaya pemimpin.
Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik,
mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk
 
membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting.
6) Hubungan seprofesi.
Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran.
Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada
waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan.
1. Penerapan the rule of law secara
konsisten dan konsekwen

Untuk terwujudnya the rule of law seperti itu diperlukan adanya:


 a. Supremacy of law (hukum adalah panglima) : yaitu dimana semua tindakan pemerintah harus berdasarkan kepada
undang-undang, atau peraturan yang ada, bukan berdasarkan kepada kekuasaan atau wewenang belaka yang akan
menimbulkan tindakan sewenang-wenang. Supremacy of law itu untuk menghindarkan adanya supremacy of man.
 b. Equality  before the law (persamaan di muka hukum) : Untuk  terciptanya supremacy of law diperlukan adanya equality
before the law, yaitu baik penguasa (bestuur) maupun rakyat mempunyai  kedudukan yang sama di muka hukum.. Tanpa
adanya persamaan di muka hukum antara penguasa dan yang dikuasai atau antara pemerintah dan yang diperintah,
dapat berakibat tindakan pemerintah yang melanggar undang-undang tidak dapat dituntut ke Pengadilan.
 c. Social equality (persamaan sosial)  : Equality before the law tidak akan ada tanpa adanya social equality. Bagaimana
akan tercipta persamaan di muka hokum jika kedudukan sosial seluruh warga negara atau rakyat tidak sama? Jadi asas
persamaan sosial ini merupakan akar atau sumber dari pada adanya the rule of law. Pengakuan terhadap persamaan
sosial ini membawa konsekwensi logis bahwa manusia itu dalam bermasyarakat dan bernegara mempunyai status yang
sama dan mesti diperlakukan secara sama. Contoh: dalam pasal  amandemen 27 dan 28 A-J dari UUD 1945.
2. Obyektifitas penafsiran terhadap hukum

Hukum dibuat oleh para pembuatnya untuk dimengerti dan ditaati,


baik taat untuk melakukan sesuatu ataupun taat untuk tidak
melakukan sesuatu. Penafsiran diperlukan terhadap hukum dalam
rangka untuk lebih memahami isi, arti, maksud dan tujuan daripada
hukum tersebut. Penafsiran terhadap hukum tidak sekedar mencoba
mengerti maknanya secara tektual, melainkan memahami konsep dan
konteks dari hukum yang ditafsirkan.
3. Mengisi kekosongan hukum

 Para penyelenggara pemerintahan sekarang ini pun mengakui bahwa yang namanya kekosongan hukum selalu ada.
Contohnya: sebelum Undang-Undang Anti Terorisme itu lahir, kekerasan demi kekerasan  susul menyusul terjadi dan diatasi
antara lain dengan pasal-pasal dalam KUH Pidana, atau dijerat dengan Undang-Undang Anti Subversi (yang kontradiktif).
 Adapun cara-cara mengatasi kekosongan hukum adalah: pertama masih memberlakukan hukum yang lama; kedua mengisi
dengan hukum yang baru; contoh Undang-Undang Kepresidenan, dan Pembentukan Mahkamah Konstitusi; ketiga
melakukan penafsiran dan analogi terhadap hukum. Contoh: Pemberlakuan K U H Perdata, K U H Pidana, H I R sebagai
hukum positip di Indonesia. Adapun yang melandasi asas berlakunya adalah Etika Organisasi Pemerintahan! Etika yang
mana? Yaitu etika (asas hukum) yang mengatakan:
 a. Rechts judikata proparitate habitur  :
Putusan hakim dianggap benar sepanjang     tidak diputuskan lain oleh Pengadilan lebih
tinggi.
 b. Die normative kraft factischen : (Perilaku yang diulang mempunyai kekuatan mengikat
menjadi norma).
KEPEMIMPINAN BIROKRASI MELAYANI P
legal and constitutional E
approach,
N P
I
N E
G M
sociological K I
approach A
M
T
A P
BUDAYA KERJA I
religious approach N
DALAM EFEKTIFITAS
N
PENGALAMAN KEPEMIMPINAN L
(IMPLEMENTASI) A
KEPEMIMPINAN
Y P
INSTANSIONAL psychological
approach A E
N R
INOVASI A
N
R
U
ethical approach
P B
U A
B
H
DISKRIPSI cultural approach
L
I A
OPERASIONAL K N
INOVASI
DISKRIPSI OPERASIONAL
TENTANG SEBUAH INOVASI INSTANSIONAL

Inovasi sebagai Komitmen terhadap BARU , ADOPSI/ADAPTASI


perubahan dalam pengelola KUALITAS
KUALITAS INOVASI & MODIFIKASI
INOVASIorganisasi PERUBAHAN
(PERUBAHAN) ( AREA & FOKUS RB)

CAKUPAN MANFAAT Output & outcome


PENINGKATAN
UPAYA PENINGKATAN
PELAYANAN KEJELASAN TAHAPAN Benang merah &
KINERJA PELAYANAN
PUBLIK
PUBLIK DI
DI KECAMATAN (RENCANA AKSI) Kualitas hasil
KECAMATAN
PEMETAAN
Kuantitas & kualitas
Kreatifitas STAKEHOLDER pemangku kepentingan

OUTPUT : KEBIJAKAN STRATEGIS OUTCOME : ORGANISASI BERKINERJA TINGGI


KOMITMEN TERHADAP
PERUBAHAN DILANJUTKAN
DENGAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI (ORGANIZATIONAL
DEVELOPMENT)
PENGEMBANGAN ORGANISASI
(ORGANIZATION DEVELOPMENT)

Suatu usaha jangka panjang yang di dukung oleh pimpinan


berintegritas yang tinggi untuk memperbaiki proses-proses
pemecahan masalah dan pembaharuan organisasi, terutama melalui
diagnosa dan pengelolaan budaya organisasi secara kolaborasi dan
lebih efektif dengan penekanan khusus pada tim kerja yang formal,
tim sementara dan antar kelompok kebudayaan dengan bantuan
konsultan, fasilitator dan dengan penggunaan teori serta teknologi
dari ilmu perilaku terapan, termasuk penelitian tindakan (action
research)
PENGEMBANGAN ORGANISASI

 Sebagai usaha perubahan berencana (planned change) = berkelanjutan


 Dikendalikan dan dipimpin oleh top manajemen = ide gagasan
 Tujuannya untuk meningkatkan keefektifan kerja dan kesehatan organisasi = Tim efektif yang
melibatkan stakeholder internal/eksternal
 Dilakukan dengan metode intervensi berencana terhadap proses dalam organisasi dengan
memanfaatkan teori-teori perilaku = berpikir serba system = system thinkings
 Berorientasi pada pelaksanaan kerja dan dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan
(Suistainable action plan ) = periodic
 Peningkatan profesionalisasi kerja (reward, spesialisasi, identitas, responsbelitas, akuntabelitas) =
pengembangan sumber daya ( sdm, resources, 5 M)
 Intervensi pengembangan organisasi dilakukan oleh manajer atau konsultan dengan sasaran
individu, kelompok dan organisasi (Man Power Development)
ARAH PENGEMBANGAN ORGANISASI
UNTUK MEMECAHKAN MASALAH:

 Pertentangan tujuan
 Komunikasi yang kurang/tidak harmonis
 Konflik yang di diamkan/latency
 Kerjasama yang kurang baik
 Persaingan yang kurang/tidak sehat
 Pengambilan keputusan yang salah
 Respon yang lamban terhadap perubahan
 Rendahnya motivasi
ARAH PENGEMBANGAN ORGANISASI
UNTUK MEMECAHKAN MASALAH:

 Pertentangan tujuan
 Komunikasi yang kurang/tidak harmonis
 Konflik yang di diamkan/latency
 Kerjasama yang kurang baik
 Persaingan yang kurang/tidak sehat
 Pengambilan keputusan yang salah
 Respon yang lamban terhadap perubahan
 Rendahnya motivasi
TUJUAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
 Berusaha meningkatkan prestasi keseluruhan dari seluruh kelompok,
departemen dan organisasi secara keseluruhan (memakan waktu cukup lama)
 Memudahkan pemecahan masalah dalam pekerjaan (ditempat kerja) dan
meningkatkan mutu keputusan
 Mengadakan perubahan-perubahan yang lebih efektif
 Mengurangi pertentangan yang sifatnya merusak dan membuatnya menjadi
lebih efektif
 Meningkatkan keterlibatan dengan tujuan organisasi
 Memelihara kerjasama diantara individu-2 dan kelompok-2 dalam pekerjaan
pengembangan organisasi dengan melibatkan sentimen, emosi, harapan dan
kreativitas/inovasi
 Menggunakan metode action research
PROSES PENGEMBANGAN ORGANISASI

PELATIHAN SURVAI ATAU


LABORATORIUM RISET UMPAN BALIK
ARTI PENTINGNYA
PENGEMBANGAN ORGANISASI

 Sebagai antisipasi adanya perubahan peran dan tujuan organisasi yang semakin komplek
dan rumit
 Bervariasinya dan membesarnya ukuran-ukuran yang diberlakukan untuk standar organisasi
 Adaptasi terhadap perkembangan iptek yang semakin canggih
 Munculnya bentuk-2 organisasi model baru (dalam kerangka peran, tugas dan hubungan
kerja)
 Perubahan pandangan terhadap konsep manusia (tidak hanya sebagai unsur produksi, tetapi
harus lebih dimanusiawikan)
 Organisasi dapat menyampaikan pertanggung jawaban pada public
 Pemberdayaan seluruh potensi sumber daya.
PERAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

 Sebagai sistem pendekatan atau metode


 Sebagai strategi dan model
 Sebagai teknologi/desian/rekayasa perubahan
PROSES PENGEMBANGAN
ORGANISASI
1. Pre- Work (minat, niat, kapabelitas)
2. Koleksi data (pengumpulan data)
3. Diagnosis (meneliti, menganalisis, menginterprestasi)
4. Planned Change Inervention (intervensi perubahan terencana)
MODEL PENGEMBANGAN ORGANISASI

IDENTIFIKASI MASALAH (Pengenalan Persoalan)

ANALISIS ORGANISASI

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERVENSI

INTERVENSI PELAKSANAAN

PENGUKURAN DAN PENILAIAN

UMPAN BALIK
TAHAPAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
I. Problems Perception (Pemahaman Persoalan)

II. Diagnosa (Merumuskan hakekat persoalan)

III. Un-Freezing (Mengurangi secara bertahap)

IV. Increased Exprimentation/Trial and Error (Uji dan coba)

V. Re- Freezing (Pemantapan)

VI. Limiting Change Effort (Menentukan fokus perubahan)


EFEKTIVITAS ORGANISASI
KEJELASAN PROSES TRANSFORMASI
Lengkap Tidak Lengkap
KriteriaEfesiensi:
Kriteria Efesiensi: Kriteria Output:
Kriteria Output:
Ongkosuntuk
Ongkos untuk Keberhasilan
Keberhasilan
Jelas mencapaisasaran
mencapai sasaran mencapai sasaran
mencapai sasaran

KEJELASAN
KriteriaProses
Kriteria Proses Kriteria Sosial:
Kriteria Sosial:
OUTPUT
Internal:Iklim
Internal: Iklim Kepuasan
Kepuasan
Tidak Jelas Organisasidan
Organisasi dan Konstituensi
Konstituensi
Kepuasan
Kepuasan
Karyawan
Karyawan

Sumber: Hari Lubis dan Martani Huseini, 1987:69, Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro
MANAGERIAL GRID
(Blake and Mouton, 1969)

Tinggi
Manajemen Manajemen
1.9 9.9

PERHATIAN Manajemen
PADA
PERHUBUNGAN 5.5
ORANG

Manajemen Manajemen
1.1 9.1

Rendah Tinggi
PERHATIAN PADA TUGAS
KETERANGAN:
Manajemen 1.1 = Melaksanakan dengan usaha yang minimum. Dalam menyelesaikan
pekerjaan sesuai atau hanya sekedar untuk memelihara keanggotaan organisasi
Manajemen 1.9 = Penuh perhatian terhadap kebutuhan orang demi kepuasan perhubungan
yang mengakibatkan iklim organisasi dan kerja yang enak dan ramah
Manajemen 5.5 = Performance organisasi dalam tingkat wajar dengan cara membuat
seimbang kebutuhan kerja dan pemeliharaan semangat pekerja pada tingkat yang
memuaskan
Manajemen 9.1 = Efesiensi dalam operasi sebagai akibat dari pengaturan kondisi-2 kerja
sedemikian rupa sehingga unsur mencampuri manusia sangat minimum
Manajemen 9.9 = Penyelesaian pekerjaan dilakukan oleh orang-orang kompeten dan
committed; mereka saling tergantung karena adanya resiko bersama (common stake) dalam
tujuan organisasi, sehingga ada perhubungan kepercayaan dan respek
PERSYARATAN KEMAMPUAN
DALAM OD
1. Kemampuan mengelola sistem sosial dan segi teknisnya (art)
2. Kemampuan mengembangkan organisasi secara lebih organik (akibat tuntutan
masyarakat yang semakin komplek)
3. Kemampuan mengelola dan mengatasi konflik (organisasi)
4. Kemampuan untuk mengendalikan organisasi secara demokratis
5. Kemampuan mengelola perubahan secara seimbang dan fleksibel
6. Toleransi terhadap ketidak jelasan dan ketidak pastian dalam arti masih ada kemauan
dan kemampuan untuk berprestasi dengan baik (N-Ach)
7. Kemampuan dan sikap untuk mau melakukan penilaian dan perbaikan terhadap
perubahan kegiatan organisasi sesuai tuntutan perubahan secara profesional
BIDANG SASARAN OD (GOAL DOMAIN)
INTERNAL EKSTERNAL
EFESIENSI INTERNAL: EFESIENSI EKSTERNAL :
Fokus: Input – Output Fokus: Posisi/kekuatan organisasi
E dalam lingkungan
Ukuran :
F Ukuran:
• Jumlah produksi/jam kerja
E • Tingkat keuntungan investasi • Ongkos modal/kapital
S • Ongkos produksi per unit produk •Besar pasar yang dikuasai (market
I • Bahan terbuang per unit produk share)
E • Omset/ongkos promosi • Ongkos bahan baku
N • Ongkos buruh
S • Pengembangan produk baru
I • Keuntungan

E EFEKTIVITAS INTERNAL : EFEKTIVITAS EKSTERNAL :


F Fokus: Kepuasan karyawan Fokus: Kepuasan Konstituensi
E Ukuran: Ukuran:
K • Turn over karyawan • Kepuasan lingkungan terhadap
T • Sikap karyawan organisasi
I • Iklim kerja organisasi • Kepuasan leveransir terhadap
V • Komitmen karyawan organisasi
• Kepuasan konsumen tanggung
I • Hubungan intern personal
jawab sosial organisasi
T • Kualitas hidup dalam lingkungan
A sebagai akibat eksistensi organisasi
S
TIPE IDEAL MANAJER
PROFESIONAL
AHLI STRATEGI PEMIMPIN

MANAJER

ADMINISTRATOR PROBLEM
SOLVER
FASE TINDAKAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI

FASE
FASE FASE FASE
PENILAIAN
PEMECAHAN PELAKSANAAN EVALUASI
(Evaluasi
MASALAH OD KEDUA
Pertama)

UMPAN BALIK
PENDEKATAN SOSIOTEKNIS DALAM OD
Evaluasi Kaderisasi

Sistem Strategi Sistem Sosial

AHLI STRATEGI PEMIMPIN

MANAJER

ADMINISTRATOR PROBLEM SOLVER

Sistem Administrasi Sistem Teknik

Adaptasi Inovasi
KERANGKA KETERGANTUNGAN
(CONTINGENCY) DALAM PENGUKURAN
EFEKTIVITAS ORGANISASI
Kejelasan Proses Transformasi

Lengkap Tidak Lengkap


KRITERIA EFESIENSI: KRITERIA OUTPUT:
Ongkos untuk mencapai Keberhasilan mencapai
Jelas sasaran sasaran

Kejelasan
Output
Tidak KRITERIA PROSES KRITERIA SOSIAL:
INTERNAL : Kepuasan Konstituensi
Jelas
Iklim Organisasi,
Kepuasan Karyawan
TERIMA KASIH
DAN SUKSES
a have good work

Anda mungkin juga menyukai