EFEKTIFITAS
KEPEMIMPINAN
PENGANTAR.
Tujuan Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah mengembangkan kompetensi
kepemimpinan taktikal pada pejabat struktural eselon III yang akan berperan dalam melaksanakan
tugas dan fungsi kepemerintahan di instansinya masing-masing. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka kompetensi yang dibangun pada Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah kompetensi
kepemimpinan taktikal yaitu kemampuan menjabarkan visi dan misi instansi kedalam
program instansi dan memimpin keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Kemampuan
menjabar visi dan misi tersebut diindikasikan dengan kemampuan : (1) mengembangkan karakter
dan sikap perilaku integritas sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kemampuan
menjunjung tinggi etika publik, taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan bertanggungjawab dalam
memimpin unit instansinya; (2) menjabarkan visi dan misi instansinya kedalam program-program
instansi; (3) melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal dalam mengelola program-
program instansi kearah efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program; (4) melakukan inovasi sesuai
bidang tugasnya guna mewujudkan program-program instansi yang lebih efektif dan efisien; (5)
mengoptimalkan seluruh potensi sumberdaya internal dan eksternal organisasi dalam implementasi
program unit instansinya
Lanjutan ……………………….pengantar
Berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Bab II mengenai
struktur kurikulum, bahwa salah satu mata diklat dari Agenda Inovasi adalah Budaya Kerja Untuk
Efektifitas Kepemimpinan. Melalui pembelajaran pada mata diklat ini, peserta Diklatpim III diharapkan
mampu membangun budaya kerja dalam mendukung terwujudkan kepemimpinan yang efektif.
Pada mata diklat„Budaya Kerja Untuk Efektifitas Kepemimpinan‟, peserta diajak mendalami proses
pembelajaran yang mendiskusikan empat hal pokok, yaitu :
a. pluralisme budaya di Indonesia,
b. budaya lokal yang relevan dengan efektifitas kepemimpinan,
c. hambatan budaya kerja, dan
d. membangun budaya untuk efektkfitas kepemimpinan
Lanjutan …………………….pengantar.
Melalui pembahasan empat topik ini, peserta Diklatpim III diberikan pemahaman
mengenai beranekaragamnya budaya yang dimiliki Indonesia mulai dari Sabang
sampai Merauke. Kekayaan dan keanekaragaman budaya lokal tersebut memiliki
banyak sekali kearifan dan relevansi dengan upaya-upaya pengembangan
kepemimpinan yang efektif dalam birokrasi.
Dengan demikian peserta Diklatpim III diharapkan dapat membangun
kepemimpinan yang efektif berbasiskan kearifan budaya lokal yang relevan.
Waktu yang dialokasikan untuk mata diklat ini adalah 9 jam pelajaran atau tiga
sesi yang setara dengan 405 menit.
PENJELASAN
Materi Pokok UMUM
BUDAYA
Penjelasan Umum : Budaya
Keanekaragaman suku bangsa, budaya, adat-istiadat, agama dan bahasa daerah membentuk pluralism Indonesia.
Dalam pluralism tersebut, terkandung banyak sekali kearifan yang memiliki nilai-nilai (values) yang sangat
tinggi. Nilai-nilai ini menjadi warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Masyarakat Indonesia menjalankan
„governance‟nya dengan berlandaskan pada nilai-nilai ini, yang mencakup berbagai aturan dan ketentuan-
ketentuan yang umumnya tidak tertulis tetapi dipegang secara kuat oleh masyarakat lokal.
Masyarakat budaya di Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang. Hal ini ditandai dari :
a. Pluralisme (Etnik) adalah koeksistensi atau pengakuan terhadap kesetaraan dalam social budaya antra beragam kelompok etnik
yang ada dalam suatu masyarakat.
b. Pluralisme politik adalah merupakan suatu pengakuan terhadap kesetaraan dalam distribusi kekuasaan kepada berbagai
kelompok interest, kelompok penekan, etnik dan ras, organisasi dan lembaga politik dalam masyarakat.
c. Pluralisme kekuasaan yang pluralistic adalah sebuah system yang mengatur pembagian hak kepada semua kelompok yang
beragam dalam suatu masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
d. Pluraslime Media. Dalam studi media meliputi :
1) Pluralisme merupakan pandangan bahwa media masa mempunyai kebebasan dan kemerdekaan yang sangat besar dan di
akui oleh Negara, partai politik dan kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat.
2) Media masa harus di pandang sebagai media untuk melakukan control social karena itu media harus dikelola oleh
sebuah menejemen yang professional sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya yang ideal bagi kebebasan dan
kemerdekaan berpendapat rakyatnya. Didalam pluralisme media, audiens tidak boleh di lihat sebagai sasaran yang dapat
dimanipulasi media. Audiens harus dipertimbangkan dalam relasi
3) Pluralisme juga memandang bahwa media masa merupakan agen terciptanya kebebasan berpendapat dari suatu
masyarakat demokrasi, karena itu institusi media harus dibiarkan bebas untuk mengontrol pemerintahan dan berhubungan
………….penjelasan umum : budaya
1. Wujud Ideal : Sebagai kompleksitas ide, gagasan dan norma. Bersifat abstrak,
tidak bisa diraba, karena ada pada alam pikiran warga masyarakat dimana
kebudayaan itu ada.
2. Sistem Sosial : Untuk mewujudkan ide dan gagasannya, manusia melakukan
aktivitas secara sosial tidak secara individual. Aktivitas budaya bersifat konkrit.
3. Wujud Fisik : Meliputi semua benda hasil karya manusia hasil aktivitas sosial,
seperti candi, keris, rumah, gedung mesin dsbnya. Sifatnya bersifat konkrit. Dapat
diraba dan diobservasi.
Pada dasarnya ketiga wujud kebudayaan ini saling mempengaruhi satu sama lain,
sebagai dialektika yang menandai proses perkembangan kebudayaan dari masa ke masa
WUJUD BUDAYA DALAM EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN
Kebudayaan memiliki ciri-ciri. Beberapa cirri dari
kebudayaan yang dapat diidentifikasi antara lain adalah :
Seperti telah diuraikan di muka, budaya di dalamnya mengandung pengertian mental dan moral. Mental ialah kekuatan
pemikiran (intelegensia) untuk membedakan yang benar dan salah, dan moral adalah kekuatan perasaan dan pikiran untuk
membedakan yang baik dan yang buruk. Ditinjau dari sudut pandang budaya bahwa Budaya Kerja Dalam Efektifitas
Kepemimpinan mengacu pada filosopi Pancasila, karena budaya merupakan bagian dari filsafat, sedangkan Pancasila
merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia dan dijadikan landasan idiil berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dan
berpemerintahan, dan efektifitas kepemimpinan. Landasan konstitusional dari Budaya Kerja Dalam Efektifitas
Kepemimpinan yaitu UUD 1945 dan sumber tertib hukum lainnya (Tap MPRS No XX/1966 jo Tap MPR no. III/2000), sedang
landasan operasionalnya adalah GBHN. Ketiga landasan tersebut dijadikan budaya kerja untuk mencapai tujuan nasional
dengan baik.
Pancasila dijadikan sebagai parameter untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk di dalam
tingkah laku manusia (sebagai rakyat atau aparatur) dalam pergaualan hidup kemasyarakatan dan kenegaraan. Di dalam segala
bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan keamanan harus mengacu pada Budaya Kerja
Dalam Efektifitas Kepemimpinan. Di dalam Budaya Kerja Dalam Efektifitas Kepemimpinan sewajarnya mewujudkan sifat-sifat
kemanusiaan yang tinggi, adil, beradab, santun, dan bersusila, dan menolak segala pemikiran yang menyatakan manusia itu alat
atau materi belaka, sehingga manusia dapat diperlakukan menurut sekehendak hati penguasa, dan menolak doktrine tujuan
menghalalkan segala cara (the end justifies the means=Machiavelli).
Lanjutan ………Dalam Kontek Penyajian Pengalaman
(Implementasi) Kepemimpinan Instansional.
a. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar
belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
b. Harapan dan perilaku atasan.
c. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
d. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
e. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
f. Harapan dan perilaku rekan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh
faktor- faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan
tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan
Dalam mewujudkan efektifitas kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Fakor- faktor tersebut menurut Stephen P Robbin dan Mary Couter adalah
sebagai berikut :
1) Persepsi yang tepat.
Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan
peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional.
2) Tingkat kematangan.
Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat
kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.
3) Penilaian yang tepat terhadap tugas.
Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin
sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat
menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki
beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat- syaratnya.
4) Latar belakang dan pengalaman.
Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena
berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah
menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik.
5) Harapan dan gaya pemimpin.
Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik,
mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk
membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting.
6) Hubungan seprofesi.
Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran.
Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada
waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan.
1. Penerapan the rule of law secara
konsisten dan konsekwen
Para penyelenggara pemerintahan sekarang ini pun mengakui bahwa yang namanya kekosongan hukum selalu ada.
Contohnya: sebelum Undang-Undang Anti Terorisme itu lahir, kekerasan demi kekerasan susul menyusul terjadi dan diatasi
antara lain dengan pasal-pasal dalam KUH Pidana, atau dijerat dengan Undang-Undang Anti Subversi (yang kontradiktif).
Adapun cara-cara mengatasi kekosongan hukum adalah: pertama masih memberlakukan hukum yang lama; kedua mengisi
dengan hukum yang baru; contoh Undang-Undang Kepresidenan, dan Pembentukan Mahkamah Konstitusi; ketiga
melakukan penafsiran dan analogi terhadap hukum. Contoh: Pemberlakuan K U H Perdata, K U H Pidana, H I R sebagai
hukum positip di Indonesia. Adapun yang melandasi asas berlakunya adalah Etika Organisasi Pemerintahan! Etika yang
mana? Yaitu etika (asas hukum) yang mengatakan:
a. Rechts judikata proparitate habitur :
Putusan hakim dianggap benar sepanjang tidak diputuskan lain oleh Pengadilan lebih
tinggi.
b. Die normative kraft factischen : (Perilaku yang diulang mempunyai kekuatan mengikat
menjadi norma).
KEPEMIMPINAN BIROKRASI MELAYANI P
legal and constitutional E
approach,
N P
I
N E
G M
sociological K I
approach A
M
T
A P
BUDAYA KERJA I
religious approach N
DALAM EFEKTIFITAS
N
PENGALAMAN KEPEMIMPINAN L
(IMPLEMENTASI) A
KEPEMIMPINAN
Y P
INSTANSIONAL psychological
approach A E
N R
INOVASI A
N
R
U
ethical approach
P B
U A
B
H
DISKRIPSI cultural approach
L
I A
OPERASIONAL K N
INOVASI
DISKRIPSI OPERASIONAL
TENTANG SEBUAH INOVASI INSTANSIONAL
Pertentangan tujuan
Komunikasi yang kurang/tidak harmonis
Konflik yang di diamkan/latency
Kerjasama yang kurang baik
Persaingan yang kurang/tidak sehat
Pengambilan keputusan yang salah
Respon yang lamban terhadap perubahan
Rendahnya motivasi
ARAH PENGEMBANGAN ORGANISASI
UNTUK MEMECAHKAN MASALAH:
Pertentangan tujuan
Komunikasi yang kurang/tidak harmonis
Konflik yang di diamkan/latency
Kerjasama yang kurang baik
Persaingan yang kurang/tidak sehat
Pengambilan keputusan yang salah
Respon yang lamban terhadap perubahan
Rendahnya motivasi
TUJUAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
Berusaha meningkatkan prestasi keseluruhan dari seluruh kelompok,
departemen dan organisasi secara keseluruhan (memakan waktu cukup lama)
Memudahkan pemecahan masalah dalam pekerjaan (ditempat kerja) dan
meningkatkan mutu keputusan
Mengadakan perubahan-perubahan yang lebih efektif
Mengurangi pertentangan yang sifatnya merusak dan membuatnya menjadi
lebih efektif
Meningkatkan keterlibatan dengan tujuan organisasi
Memelihara kerjasama diantara individu-2 dan kelompok-2 dalam pekerjaan
pengembangan organisasi dengan melibatkan sentimen, emosi, harapan dan
kreativitas/inovasi
Menggunakan metode action research
PROSES PENGEMBANGAN ORGANISASI
Sebagai antisipasi adanya perubahan peran dan tujuan organisasi yang semakin komplek
dan rumit
Bervariasinya dan membesarnya ukuran-ukuran yang diberlakukan untuk standar organisasi
Adaptasi terhadap perkembangan iptek yang semakin canggih
Munculnya bentuk-2 organisasi model baru (dalam kerangka peran, tugas dan hubungan
kerja)
Perubahan pandangan terhadap konsep manusia (tidak hanya sebagai unsur produksi, tetapi
harus lebih dimanusiawikan)
Organisasi dapat menyampaikan pertanggung jawaban pada public
Pemberdayaan seluruh potensi sumber daya.
PERAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
ANALISIS ORGANISASI
INTERVENSI PELAKSANAAN
UMPAN BALIK
TAHAPAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
I. Problems Perception (Pemahaman Persoalan)
KEJELASAN
KriteriaProses
Kriteria Proses Kriteria Sosial:
Kriteria Sosial:
OUTPUT
Internal:Iklim
Internal: Iklim Kepuasan
Kepuasan
Tidak Jelas Organisasidan
Organisasi dan Konstituensi
Konstituensi
Kepuasan
Kepuasan
Karyawan
Karyawan
Sumber: Hari Lubis dan Martani Huseini, 1987:69, Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro
MANAGERIAL GRID
(Blake and Mouton, 1969)
Tinggi
Manajemen Manajemen
1.9 9.9
PERHATIAN Manajemen
PADA
PERHUBUNGAN 5.5
ORANG
Manajemen Manajemen
1.1 9.1
Rendah Tinggi
PERHATIAN PADA TUGAS
KETERANGAN:
Manajemen 1.1 = Melaksanakan dengan usaha yang minimum. Dalam menyelesaikan
pekerjaan sesuai atau hanya sekedar untuk memelihara keanggotaan organisasi
Manajemen 1.9 = Penuh perhatian terhadap kebutuhan orang demi kepuasan perhubungan
yang mengakibatkan iklim organisasi dan kerja yang enak dan ramah
Manajemen 5.5 = Performance organisasi dalam tingkat wajar dengan cara membuat
seimbang kebutuhan kerja dan pemeliharaan semangat pekerja pada tingkat yang
memuaskan
Manajemen 9.1 = Efesiensi dalam operasi sebagai akibat dari pengaturan kondisi-2 kerja
sedemikian rupa sehingga unsur mencampuri manusia sangat minimum
Manajemen 9.9 = Penyelesaian pekerjaan dilakukan oleh orang-orang kompeten dan
committed; mereka saling tergantung karena adanya resiko bersama (common stake) dalam
tujuan organisasi, sehingga ada perhubungan kepercayaan dan respek
PERSYARATAN KEMAMPUAN
DALAM OD
1. Kemampuan mengelola sistem sosial dan segi teknisnya (art)
2. Kemampuan mengembangkan organisasi secara lebih organik (akibat tuntutan
masyarakat yang semakin komplek)
3. Kemampuan mengelola dan mengatasi konflik (organisasi)
4. Kemampuan untuk mengendalikan organisasi secara demokratis
5. Kemampuan mengelola perubahan secara seimbang dan fleksibel
6. Toleransi terhadap ketidak jelasan dan ketidak pastian dalam arti masih ada kemauan
dan kemampuan untuk berprestasi dengan baik (N-Ach)
7. Kemampuan dan sikap untuk mau melakukan penilaian dan perbaikan terhadap
perubahan kegiatan organisasi sesuai tuntutan perubahan secara profesional
BIDANG SASARAN OD (GOAL DOMAIN)
INTERNAL EKSTERNAL
EFESIENSI INTERNAL: EFESIENSI EKSTERNAL :
Fokus: Input – Output Fokus: Posisi/kekuatan organisasi
E dalam lingkungan
Ukuran :
F Ukuran:
• Jumlah produksi/jam kerja
E • Tingkat keuntungan investasi • Ongkos modal/kapital
S • Ongkos produksi per unit produk •Besar pasar yang dikuasai (market
I • Bahan terbuang per unit produk share)
E • Omset/ongkos promosi • Ongkos bahan baku
N • Ongkos buruh
S • Pengembangan produk baru
I • Keuntungan
MANAJER
ADMINISTRATOR PROBLEM
SOLVER
FASE TINDAKAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI
FASE
FASE FASE FASE
PENILAIAN
PEMECAHAN PELAKSANAAN EVALUASI
(Evaluasi
MASALAH OD KEDUA
Pertama)
UMPAN BALIK
PENDEKATAN SOSIOTEKNIS DALAM OD
Evaluasi Kaderisasi
MANAJER
Adaptasi Inovasi
KERANGKA KETERGANTUNGAN
(CONTINGENCY) DALAM PENGUKURAN
EFEKTIVITAS ORGANISASI
Kejelasan Proses Transformasi
Kejelasan
Output
Tidak KRITERIA PROSES KRITERIA SOSIAL:
INTERNAL : Kepuasan Konstituensi
Jelas
Iklim Organisasi,
Kepuasan Karyawan
TERIMA KASIH
DAN SUKSES
a have good work