Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

DISUSUN OLEH :

NAMA : LINUS DARISERA

NPM : 12114201200125

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


Cedera Kepala

A. Defenisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak,
(Morton, 2012).
Klasifikasi cedera kepala
Berdasarkan patologi :
1. Cedera kepala primer, merupakan akibat cedera awal yang menyebabkan gangguan
integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang menyebabkan kematian
sel.
2. Cedera kepala sekunder, menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi
setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali, melalui respon
fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan biokimia, hipotensi
sistemik, dan infeksi.

Menurut jenis cedera :

1. Cedera kepala terbuka, dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter, dan dapat menembus tengkorak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup, dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dan
cedera serebral yang luas.

Berdasarkan GCS (Glasgwon Coma Scale)

1. Cedera kepala ringan


a. GCS 14-15
b. Kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
c. Tidak fraktur tengkorak, dan hematoma
2. CKS
a. GCS 9-13
b. Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
d. Terjadi contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.
3. CKB
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan bisa terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. Terjadi laserasi atau hematoma intra kranial.

B. Etiologi
1. Cedera akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak.
2. Cedera deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam.
3. Cedera akselerasi-deselerasi, terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera coup-countre coup, terjadi jika kepala yang terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak
yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
5. Cedera rotasional, terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang menyebabkan robeknya neuron dalam substansi alba
serat robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.

C. Manifestasi klinis
1. Komosio serebri : tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi
otak sesat (pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca sedera kepala.
2. Kontusio serebri : adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan >10
menit) atau teradapat lesi neurologik yang jelas.
3. Laserasi serebri : kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur
terbuka pada kranium.
4. Epidural hematom (EDH) : penuruan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis
sisi kiri dan kanan.
5. Subdural hematom (SDH) : gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengantuk,
berpikir lambat, kejang dan odema pupil, dan secara klinis ditandai dengan penurunan
kesadaran, diserta adanya laterasi yang paling sering berupa hemiparase/plegi.

D. Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT Scan

E. Penatalaksanaan
1. Stabilisasi, mencakup prinsi ABC.
2. Semua CKB memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan pertama
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera dibagian tubuh
lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis, mecakup respons mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil,
dna dapat terjadi penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
rendah.
5. Pemberian therapy pengobatan : antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostic: scen tomografi computer otak, angoigrafi serebral,
dan lainnya.
F. Masalah keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kognitif
3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan kadar elektrolik
(muntah)
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh
7. Resiko cidera berhubungan dengan penuruan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi,
gerakan involunter dan kejang.
8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan perfusi
serebral.

PATOFISIOLOGI
Trauma Kepala

Ekstra Kranial Tulang kranial Intra Kranial

Terputusnya kontinuitas Resiko Jaringan otak


Terputusnya
jaringan kulit, otot, dan perdarahan rusak
kontinuitas jaringan
vaskuler
tulang
Perdarahan
Perdarahan dan
Gangguan Nyeri Akut autoregulasi dan
hemastoma Resiko infeksi
suplai darah odema serebral

Peningkatan
Iskemia Kerusakan memori Kejang
TIK

Hipoksia Resiko ketiadkefektifan


perfusi jaringan otak a. Bersihan jalan nafas
b. Obstruksi jalan nafas
Gangguan c. Dispnea
kesadaran d. Henti nafas
Mual, muntah, papilodema, pandangan
e. Perubahan pola nafas
kabur, penurunan fungsi pendengaran,
dan nyeri kepala
imobilisasi
Ketiadkefektifan
Resiko kekurangan volume cairan bersihan jalan nafas
Hambatan
mobilitas fisik

Daftar Pustaka
Amin Huda Nurarif. Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.
Jogjakarta : Mediaction Publishing.

Anda mungkin juga menyukai