Anda di halaman 1dari 3

Tugas Antropologi: Kearifan Lokal Di Kota Semarang

Nama : Rangga Setyawan

Kelas / No. Absen : XII MIPA 1 / 28

1. Dugderan

Upacara adat dugderan biasanya diselenggarakan untuk menyambut


datangnya bulan Ramadan. Upacara ini dimulai dengan pemukulan beduk
yang dilanjutkan dengan dentuman meriam. Suara yang dihasilkan dari
kegiatan inilah yang menjadi dasar penamaan ritual adat Dugderan.
Biasanya, setelah upacara usai diadakan pawai keliling kota mengenakan
pakaian adat. Terdapat pula festival tradional Semarang yang sayang jika
dilewatkan.
2. Magengan

Selain dugderan, Semarang pun masih melestarikan upacara Magengan, yakni


ritual adat yang digelar untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Magengan tercatat sebagai salah satu tradisi yang dibawa oleh Sunan Kalijaga,
penyebar Islam di tanah Jawa.
Sedikit berbeda dari upacara Dugderan, pada upacara Magengan warga harus
melakukan bersih diri. Tidak hanya sebatas raga, melainkan juga jiwa demi
menjaga kesucian bulan Ramadan. Puncak dari ritual adat ini ditutup dengan
makan bersama. Sebagai rasa syukur dipertemukan kembali dengan bulan
Ramadan, warga akan membagikan kue apem.
3. Nyadran

Nyadran merupakan ritual adat yang dilakukan ketika bulan Ruwah tiba.
Warga akan berkumpul untuk membersihkan makam secara bersama-
sama. Setelah makam selesai dibersihkan, acara dilanjutkan dengan
makan bersama. Tak jarang, ritual adat ini juga dilakukan secara
personal dengan mengunjungi makam keluarga, membersihkan, dan
mendoakannya.
4. Padusan
Selain upacara Dugderan dan Mangengan, Semarang masih memiliki
satu tradisi lain yang juga digelar untuk menyambut Ramadan, yakni
Padusan. Upacara adat ini berasal dari Bahasa Jawa “adus” yang
artinya mandi atau membersihkan diri. Biasanya, upacara Padusan
ini dilakukan warga dengan mandi bersama di satu tempat, seperti
kolam pemandian. Warga setempat yakin bahwa dengan
membersihkan diri, ibadah puasa di bulan Ramadan akan lebih
lancar dan berkah. Serupa dengan Magengan, tradisi Padusan pun
dibawa oleh Walisongo ketika menyebarkan agama Islam di
Nusantara, khususnya Pulau Jawa.
5. Popokan

Satu lagi ritual adat yang masih dilakukan oleh masyarakat


Semarang hingga kini, yaitu Popokan. Upacara melempar lumpur ini
biasanya digelar pada Jumat kliwon di bulan Agustus. Konon, ritual
ini dulunya berawal dari kisah seekor macan yang mendatangi
daerah Beringin.
Lantaran menganggu dan mengancam keselamatan warga, macan
tersebut diusir menggunakan lumpur. Kini, upacara Popokan dilakukan
untuk menolak bala agar terhindar dari kejahatan dan hal buruk lainnya.

Anda mungkin juga menyukai