Anda di halaman 1dari 20

AKAL DAN WAHYU MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Della Ardelia Alpha

NIM: 11190210000114

E-mail: ard.della19@mhs.uinjkt.ac.id

ABSTRAK

Salah satu objek kajian yang tidak luput dari ajaran Islam adalah masalah wahyu dan akal. Baik wahyu
maupun akal, keduanya memiliki signifikansi peran dalam kehidupan manusia. Tetapi yang menjadi
pertanyaan fundamental adalah bagaimana wahyu dan akal dalam perspektif al-Qur`an. Pertanyaan ini
sangat urgen dikemukakan mengingat keduanya diklaim sebagai sumber kebenaran. Oleh karena itu, pada
tulisan ini akan dibahas tentang wahyu dan akal dalam perspektif al-Qur`an. Diawali dengan pengertian
dari wahyu dan akal menurut perspektif al-Qur`an, kedudukannya, serta fungsi dari akal manusia. Dengan
harapan, rahasia dari makna keduanya dapat terungkap dengan jelas dan benar. Tulisan ini telah
menyajikan dalam berbagai pesrspektif sumber utama agama islam, yaitu Al-Qur‟an. Didalam Al-Qur‟an
kata akal dan wahyu terbagi kedalam beberapa makna. „Aql dalam Al Qur‟an terulang sebanyak 49 kali,
sedangkan al-wahy beserta mustaqotnya menurut beberapa ulama secara keseluruhan terulang sebanyak
67 kali.

Kata Kunci: Akal, Wahyu, Perspektif Al-Qur‟an


Pendahuluan
Dalam ajaran agama islam memperoleh pengetahuan ada dua jalan yaitu dengan
wahyu dan akal. Jalan akal yaitu jalan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia,
dengan menggunakan kesan-kesan dari hasil pancaindera sebagai bahan pemikiran agar
sampai menjadi kesimpulan-kesimpulan. Yang kedua yaitu jalan wahyu dalam arti
komnikasi dari tuhan kepada manusia. Pengetahuan yang dibawa wahyu bersifat absolut
dan mutlak benar, sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif,
mungkin benar dan mungkin salah.
Materi „aql dalam Al Qur‟an terulang sebanyak 49 kali. Kecuali satu, semuanya datang
dalam bentuk fi‟il mudhari‟ terutama materi yang bersambung dengan wawu jama‟ah,
seperti bentuk ta‟qilun atau ya‟qilun. Kata kerja ta‟qilun terulang sebanyak 24 kali dan
kata kerja ya‟qilun sebanyak 22 kali. Sedangkan kata kerja „aqala, na‟qilu, dan ya‟qilu
masing-masing terdapat satu kali. Sebagai contoh adalah redaksi af‟alaa ta‟qilun, yang
paling mencolok dalam redaksi tersebut adalah penggunaan bentuk istifham inkari
(pertanyaan negatif) 1. Akal bukan hanya daya pikir dari pancaindera namun juga
sebagai pengikat pikiran, karena itu maka dinamai oleh Al Qur‟an dengan „aql (akal)
yang secara harfiah berarti tali, yakni yang mengikat hawa nafsu manusia dan
menghalanginya terjerumus kedalam dosa, pelanggaran dan kesalahan. Hal ini dapat
kita lihat dalam Q.S. Ar-Rum ayat 24 berikut:2
ٍ ‫َا‬٠٢ َ‫ رٌَِه‬ِٟ‫ا إِ َّْ ف‬َٙ ِ‫ذ‬ْٛ َِ َ‫ض تَ ْعذ‬
ٍَ ْٛ َ‫خ ٌِم‬ ْ ِٗ ِ‫ ت‬ٟ١ِ ْ‫ُح‬١َ‫غ َّاءِ َِا ًء ف‬
َ ‫األس‬ َ َٚ ‫ ًفا‬َْٛ ‫ىُ ُُ ْاٌثَ ْشقَ خ‬٠‫ ُِش‬٠ ِٗ ِ‫َاذ‬٠‫ِِٓ آ‬
َّ ٌ‫ُٕض ُي َِِٓ ا‬٠َٚ ‫غ َّعًا‬ ْ َٚ
(42( ٍَُْٛ‫َ ْع ِم‬٠
Terjemahnya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan
kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan
hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mempergunakan akalnya.”
Pernyataan tadi menunjukkan bahwa akal mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Dengan akal, manusia bisa menangkap ilmu-ilmu yang
diturunkan oleh Allah SWT. dan untuk itu Allah menciptakan manusia sebagai kholifah
di muka bumi.

1
M. Arif Setiawan, & Melvien Zainul Asyiqien "Urgensi Akal Menurut Al Qur’an Dan Implikasinya Dalam
Mencapai Tujuan Pendidikan Islam.,” (Kediri: Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman), h. 36
2
Ibid., 37.
Mengenai wahyu sebagai pasangan dari akal, maka kata ٝ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬sebagai kata benda
disebut enam kali dalam Al-Qur‟an, dan disebut berkali-kali kata kerjanya. Berikut
rinciannya:
ٝ‫ح‬ٚ disebut dua kali, kata ‫ا‬١‫ح‬ٚ disebut satu kali, kata ‫ٕا‬١‫ح‬ٚ disebut dua kali, kata ٗ١‫ح‬ٚ
disebut sekali.
Selebihnya disebut dalam bentuk kata kerja dengan perincian sebagai berikut:
ٟ‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut 8 kali, kata ٓ١‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut sekali, kata ‫ٕا‬١‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut 24 kali, kata ٟ‫ح‬ٛٔ
disebut 4 kali, kata ٗ١‫ح‬ٛٔ disebut 2 kali, kata ‫ا‬ٙ١‫ح‬ٛٔ disebut sekali, kata ْٛ‫ ح‬ٛ١ٌ disebut
sekali, kata ٓ‫ح‬ٛ٠ disebut 4 kali, kata ٟ‫ح‬ٛ١‫ ف‬disebut sekali, kata ٟ‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut 11 kali, kata
‫ذ‬ٛ٠ disebut sekali dan ‫ذ‬ٛ٠ disebut 4 kali. Dengan demikian kata ٟ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬beserta
mustaqotnya secara keseluruhan berjumlah 67 buah3.
Al-Qur‟an merupakan wahyu yang Allah turunkan untuk kemaslahatan umat
manusia agar dapat selamat dari hakikat kehidupan dunia. Dari sini dapat dikatakan
bahwa Islam adalah agama wahyu.4 Oleh karena itu, pembahasan tentang wahyu dan
akal dalam pandangan Islam, terutama dalam perspektif al-Qur`an adalah sangat
menarik untuk terus dikaji. Karena salah satu faktor yang fundamental dalam meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat adalah sangat bergantung pada keduanya.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
atau library research, yakni penelitian yang dilakukan melalui mengumpulkan data atau
karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang
bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah
yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-
bahan pustaka yang relevan.5
Secara tegas, metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori
teori yang relevan dengan masalah-masalah penelitian. Adapun masalah pada penelitian
ini adalah untuk mengetahui Akal dan Wahyu Menurut Perspektif Al Qur‟an.

3
Maria Ulfah "Akal dan wahyu dalam Islam (perbandingan pemikiran antara Muhammad Abduh dan
Harun Nasution).,” (Semarang: IAIN Walisongo), h. 63
4
Ade Wahidin, Wahyu Dan Akal Dalam Perspektif al-Qur’ān, Bogor: Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur'an
dan Tafsir, h. 266
5
M. Arif Setiawan, & Melvien Zainul Asyiqien, Op. Cit., h. 38.
Penelitian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan
berdasarkan literatur yang tersedia, terutama dari kitab-kitab tafsir al-Quran yang
didukung oleh artikel-artikel yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Kajian
pustaka berfungsi untuk membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam
penelitian.

Pembahasan
Akal Menurut Al-Qur’an
Akal berasal dari kata ً‫ اٌْ َع ْم‬yang berarti faham dan mengerti. Ayat-ayat Al-
Qur,an yang berhubungan dengan akal hampir semua menggunakan kata kerja atau
verba, masa kini dan masa lampau. Terdapat ayat tentang akal menggunakan ( ٍَُْٛ‫) ذ َ ْع ِم‬
sebanyak 24 ayat, „aqaluh ( ٍَُُٖٛ‫عم‬
َ ) 1 ayat, na‟qil ( ًُ ‫ ) َٔ ْع ِم‬1 ayat, ya‟qiluha ( ‫ا‬َٙ ٍُ‫َ ْع ِم‬٠ ) 1 ayat
dan ya‟qilun ( ٍَُْٛ‫َ ْع ِم‬٠ ) sebanyak 22 ayat, yang menjelaskan bahwa
kata „aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berpikir 6.
Contohnya sebagai berikut:

َ َ‫ّللاَث ُ ََنَيُ َح ِ ّرفًَُْ ََ َُهِيَبَ ْع َِدَ َها‬


﴾٥٧﴿َََ‫عقَلٍََُُْ َُُّ َْنَيَ ْعلَ ُوْى‬ ََِ َ‫ىَك َََل ََم‬
ََ ُْ‫س َوع‬ ََ ‫أَفَت َ ْط َوعُْىَََأَىَي ُ ْؤ ِهٌُْاَلَكُ َْنَ َّقَ َْدَكَا‬
ْ َ‫ىَفَ ِريقََ ِّه ٌْ ُِ َْنَي‬

Artinya: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal
segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka merobahnya setelah
mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?.” (Qs.Al-Baqarah: 75)

﴾ٔٓ﴿َ‫ِير‬
َِ ‫سع‬
َ ‫بَال‬ ْ َ ‫س َو َُعَأ َ ًَََّْ ْع ِقلََُ َهاَكٌَُاَفِيَأ‬
َِ ‫ص َحا‬ ْ ًََ‫َّقَالُْاَلَ ََْْكٌَُا‬

Artinya: “Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan


(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala”. (Qs. Al-Mulk: 10)
Dari konteks ayat-ayat yang menggunakan kata `aql dapat dipahami bahwa ia antara
lain mencakup makna, pertama: Daya untuk memahami dan menggambarkan
sesuatu,7sebagaimana firman-Nya:
(24( َُّْٛ ٌِ ‫ا ِإال ْاٌ َعا‬َٙ ٍُ‫ ْع ِم‬٠َ ‫ َِا‬َٚ ‫اط‬ ْ َ‫ذ ٍِْه‬َٚ
ِ َّٕ ٌٍِ ‫ا‬َٙ ُ‫األِثَا ُي َٔع ِْشت‬
6
Harun Nasution, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta: Universitas Indonesia, 1982, h.
7
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 2005), h. 294.
Artinya: Demikian itulah perumpamaanperumpamaan yang Kami berikan kepada
manusia, tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang alim
(berpengetahuan). (Q. S : al-`Ankabut : 43).
Daya yang dimiliki manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratakan
alQur`an antara lain dalam ayat-ayat yang berbicara tentang kejadian langit dan bumi,
silih bergantinya malam dan siang dan lain-lain. Ada yang dinyatakan sebagai
buktibukti keesaan Allah.
(462( ٍَُْٛ‫َ ْع ِم‬٠ ٍَ ْٛ َ‫… ٌِم‬
…Bagi orang-orang yang berakal, (Q. S. al-Baqarah: 164) dan ada juga kata Ulil al-
Bâb yang juga dengan makna sama, tetapi mengandung pengertian lebih tajam dari
sekedar memiliki pengetahuan. Keanekaragaman akal dalam konteks menarik makna
menyimpulkannya terlihat juga dari penggunaan istilah-istilah seperti nazhara, tafakkur,
tadabbur, dan sebagainya yang semuanya mengandung makna mengantar kepada
pengertian dan kemampuan pemahaman.
Kedua, Bermakna dorongan moral8, sebagaimana firman-Nya
(454( ٍَُْٛ‫صاوُ ُْ ِت ِٗ ٌَ َعٍَّىُ ُْ ذ َ ْع ِم‬ ِ ّ ‫َّللاُ ِإ َّال ِت ْاٌ َح‬
َّ َٚ ُْ ُ‫ك رَ ٌِى‬ َّ ََ ‫ َح َّش‬ِٟ‫ظ اٌَّر‬
َ ‫ا إٌَّ ْف‬ٍُُٛ‫ َال ذ َ ْمر‬َٚ …
artinya : ... dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang
nampak atau tersembunyi dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
kecuali dengan sebab yang benar. Demikian itu diwasiatkan Tuhan kepadamu semoga
kamu memiliki dorongan moral untuk meninggalkannya. (Q. S. al-An`am: 151).
Ketiga, Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Untuk
maksud ini biasanya digunakan kata rusyd. Daya ini menggabungkan kedua daya di
atas, sehingga ia mengandung daya memahami, daya menganalisis dan menyimpulkan
serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan berfikir. Seseorang yang yang
memiliki dorongan moral, boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang kuat dan boleh jadi
pula seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak memiliki dorongan moral,
tetapi seseorang yang memiliki rusyd, maka dia telah menggabungkan kedua
keistimewaan tersebut 9. Dari sini dapat dimengerti mengapa penghuni neraka di hari
kemudian berkata :
‫ش‬١ِ
ِ ‫غع‬َّ ٌ‫ة ٱ‬ ۟ ٌُ‫لَا‬َٚ
ْ َ ‫ أ‬ِٝٓ ‫ َٔ ْع ِم ًُ َِا وَُّٕا ف‬ْٚ َ ‫ وَُّٕا َٔ ْغ َّ ُع أ‬ْٛ ٌَ ‫ا‬ٛ
ِ ‫ص َٰ َح‬

8
M. Quraish Shihab, Wawasan, h. 294.
9
M. Quraish Shihab, Wawasan, h. 295.
“ Seandainya kami mendengar dan berakal maka pasti Kami tidak termasuk penghuni
neraka.” (Q. S: al-Mulk:10).

Kata al-`aql dalam Alquran juga bermakna intelellect. Dalam penggunaannya


kata al-`aql mengandung pengertian kemampuan berpikir atau menggunakan nalar.
Kata ini telah terserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu kata akal. Dalam
perkembangannya orang yang memiliki kemampuan berpikir dan nalar sangat tinggi,
serta menguasasi suatu pengetahuan tertentu secara sistematis lazim disebut pakar.
Seorang pakar belum tentu seorang sarjana. Kata intelektual yang artinya sebanding
dengan Ulul-albab. Ulul-albab adalah orang- orang yang memiliki pemikiran dan
pemahaman yang bersih dan cemerlang (sempurna) dengan ketinggian taqwa
keistimewaan dan keagungan) yang terpelihara dan terlepas dari ikatan material (fisik).
Ulul-albab biasa juga disebut para cerdik cendikia atau cendikiawan10. Biasanya
intelektual adalah orang yang berpendidikan akademis 11. Secara harfiah, intelektual
adalah orang yang memiliki intelek yang kuat atau intelegensi yang tinggi.
Istilah Lain yang Bermakna Akal
Di samping itu, dalam al-Qur‟an terdapat istilah-istilah atau kata-kata yang semakna
dengan akal. 12 Berikut ini beberapa istilah lain yang semakna dengan akal dalam al-
Qur`an:
a) Al-Albâb
Al-Albâb adalah bentuk plural dari kata lubb. Biasanya kata Al-Albâb ini diawali dengan
kata ulû atau ulî yang berarti para pemilik. Demikian halnya dalam al-Qur`an, kata Ulul
Al-Albâb disebutkan sebanyak 16 kali yang berarti ashhâb al-„uqûl yaitu orang-orang
yang berakal. Di antaranya dalam surat al-Baqarah ayat 179:

(479( َُْٛ‫ب ٌَ َعٍَّىُ ُْ ذَرَّم‬ ْ ٌُِٟٚ‫ا أ‬٠َ ٌ ‫اج‬١َ ‫اص َح‬


ِ ‫األٌ َثا‬ ِ ‫ص‬َ ‫ ْاٌ ِم‬ِٟ‫ٌَىُ ُْ ف‬َٚ
Dalam hukum qishos itu terdapat kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang
berakal.
b) An-Nuhâ

10
Ade Jamarudin, Eksistensi Fungsi Akal Manusia Perspektif al-Qur’ān, Jakarta: Jurnal An-Nur, h. 97
11
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur`an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, (Jakarta:
Paramadina, 2002), h. 558.
12
Ade Wahidin, Op. Cit., h. 277-279.
Kata lain yang bermakna akal adalah an-Nuhâ. Biasanya kata Al-Albâb ini diawali
dengan kata ulû atau ulî yang berarti para pemilik. Demikian halnya dalam al-Qur`an,
kata Ulî al-Nuhâ disebutkan sebanyak dua kali yaitu dalam surat Thoha ayat 54 dan 128
dengan firman-Nya:
ٍ ‫َا‬٠٢ َ‫ رٌَِه‬ِٟ‫ا أ َ ْٔ َعا َِىُ ُْ ِإ َّْ ف‬ْٛ ‫ع‬
(52( َٝٙ ٌُّٕ‫ ا‬ٌِٟ ٚ‫خ أل‬ ْ َٚ ‫ا‬ٍُُٛ‫و‬
َ ‫اس‬
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
orang-orang yang berakal.
c) Al-Qalb
Kata lainnya yang bermakna akal adalah al-Qalb. Kata al-Qalb disebutkan dalam al-
Qur`an sebanyak 144 kali. Pada asalnya, kata ini banyak diartikan dengan hati. Akan
tetapi ada beberapa ayat yang menyebutkan kata al-Qalb bermakna akal, di antaranya
adalah surat Al-A‟raf ayat 179.

(479( …‫ا‬َٙ ‫َْ ِت‬ُٛٙ َ‫َ ْفم‬٠ ‫بٌ َال‬ٍُُٛ‫ ُْ ل‬ُٙ ٌَ…
Mereka memiliki hati tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah.
d) Al-Hijr
Kata lainnya yang bermakna akal dalam al-Qur`an adalah al-Hijr. Kata ini disebutkan
dalam al-Qur`an sebanyak tiga kali, tetapi yang bermakna akal disebutkan satu kali
yaitu dalam surat al-Fajr ayat 5

(5( ‫دْش‬ َ َ‫ رٌَِهَ ل‬ِٟ‫٘ ًَْ ف‬


ٍ ِ‫ ح‬ٞ‫غ ٌُ ٌِ ِز‬
Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang
berakal.
e) Al-Fikr
Kata lainnya yang bermakna akal dalam al-Qur`an adalah al-Fikr dan derivasinya.
Berikut ini beberapa derivasi dari kata al-Fikr yang artinya berpikir.
1) Menggunakan kata Fakkara artinya dia berpikir. Kata ini disebutkan dalam al-
Qur`an sebanyak satu kali. Sebagaimana dalam surat al-Muddatstsir ayat 18-19:
َ ١‫) فَمُرِ ًَ َو‬48( ‫لَذ ََّس‬َٚ ‫ِإَُّٔٗ فَ َّى َش‬
(49( ‫ْف لَذ ََّس‬
Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka
celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?
2) Menggunakan kata Tatafakkarû yang artinya kalian berpikir. Kata ini disebutkan
dalam al-Qur`an sebanyak satu kali. Sebagaimana dalam surat Sabâ ayat 46.
(26(.. ‫ا‬ٚ‫ ث ُ َُّ ذَرَفَ َّى ُش‬َٜ‫فُ َشاد‬َٚ َْٕٝ‫ّلِل َِث‬
ِ َّ ِ ‫ا‬ُِٛ ُٛ‫احِ ذَ ٍج أ َ ْْ ذَم‬َٛ ‫ ِت‬..
Yaitu supaya kalian menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-
sendiri; kemudian kalian fikirkan (tentang Muhammad).
3) Menggunakan kata Tatafakkarûn yang artinya kalian berpikir. Kata ini
disebutkan dalam al-Qur`an sebanyak tiga kali. Di antaranya dalam surat al-Baqarah
ayat 219.
َٛ ‫َْ لُ ًِ ْاٌعَ ْف‬ُٛ‫ُ ْٕ ِفم‬٠ ‫َٔهَ َِارَا‬ٌَُٛ‫َ ْغأ‬٠َٚ ‫ َّا‬ِٙ ‫ َّا أ َ ْوثَ ُش ِ ِْٓ َٔ ْف ِع‬ُٙ ُّ ْ‫إِث‬َٚ ‫اط‬ ٌ ِ‫ َّا إِثْ ٌُ َوث‬ِٙ ١ِ‫غ ِِش لُ ًْ ف‬١ْ َّ ٌ‫ ْا‬َٚ ‫ع ِٓ ْاٌ َخ ّْ ِش‬
ِ ٌٍَِّٕ ‫ ََِٕافِ ُع‬َٚ ‫ش‬١ َ َ‫َٔه‬ٌَُٛ‫َ ْغأ‬٠
(449( َْٚ‫خ ٌَعٍََّىُ ُْ ذَر َ َف َّى ُش‬ ِ ‫َا‬٠٢‫َّللاُ ٌَىُُُ ا‬ َّ ُٓ ِّ١َ‫ُث‬٠ َ‫َوزٌَِه‬

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian berfikir.


4) Menggunakan kata Yatafakkarû yang artinya mereka berpikir. Kata ini
disebutkan dalam al-Qur`an sebanyak dua kali. Di antaranya dalam surat ar-Rum ayat 8.
(8( ..ُْ ِٙ ‫ أ َ ْٔفُ ِغ‬ِٟ‫ا ف‬ٚ‫َرَفَ َّى ُش‬٠ ُْ ٌََٚ َ ‫أ‬
Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?
5) Menggunakan kata Yatafakkarûna yang artinya mereka berpikir. Kata ini
disebutkan dalam al-Qur`an sebanyak sebelas kali. Di antaranya dalam surat Ar-Ra‟d
ayat 3.
(4( َْٚ‫رَفَ َّى ُش‬٠َ ٍَ ْٛ َ‫خ ٌِم‬
ٍ ‫ا‬٠َ ٢ َ‫ رٌَِه‬ِٟ‫ ِإ َّْ ف‬..
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda bagi orang-orang yang
berpikir.13

Wahyu Menurut Al-Qur’an


Wahyu berasal dari kata Arab ٝ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬yang berarti suara, api, dan kecepatan. Katad al-
wahy adalah kata asli Arab dan bukan kata yang berasal dari bahasa asing. ٝ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬juga
mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. ٝ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬selanjutnya mengandung
pengertian pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Kata wahyu lebih
populer dikenal dalam pengertian apa yang diwahyukan Allah kepada para Nabi.
Wahyu dijadikan sebagai sumber pengetahuan, maksudnya adalah wahyu yang
diturunkan kepada orang pilihan-Nya agar diteruskan kepada umat manusia agar
dijadikan pegangan hidup berisi ajaran, petunjuk dan pedoman yang diperlukan bagi

13
Fahmî Quthb ad-Dîn an-Najjâr, al-‘Aql Fî al-Qur`ân al-Karîm,
http://www.alukah.net/culture/0/65235/#ixzz3RuTa9iUb, diakses pada 23 Februari 2015 WIB.
umat manusia di dunia dan akhirat. Dalam Islam wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW terkumpul dalam Al-Qur‟an.14
kata ٝ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬sebagai kata benda disebut enam kali dalam Al-Qur‟an, dan disebut berkali-
kali kata kerjanya. Berikut rinciannya:
ٝ‫ح‬ٚ disebut dua kali, kata ‫ا‬١‫ح‬ٚ disebut satu kali, kata ‫ٕا‬١‫ح‬ٚ disebut dua kali, kata ٗ١‫ح‬ٚ
disebut sekali.
Selebihnya disebut dalam bentuk kata kerja dengan perincian sebagai berikut:
ٟ‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut 8 kali, kata ٓ١‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut sekali, kata ‫ٕا‬١‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut 24 kali, kata ٟ‫ح‬ٛٔ
disebut 4 kali, kata ٗ١‫ح‬ٛٔ disebut 2 kali, kata ‫ا‬ٙ١‫ح‬ٛٔ disebut sekali, kata ْٛ‫ ح‬ٛ١ٌ disebut
sekali, kata ٓ‫ح‬ٛ٠ disebut 4 kali, kata ٟ‫ح‬ٛ١‫ ف‬disebut sekali, kata ٟ‫ح‬ٚ‫ ا‬disebut 11 kali, kata
‫ذ‬ٛ٠ disebut sekali dan ‫ذ‬ٛ٠ disebut 4 kali. Dengan demikian kata ٟ‫ح‬ٌٛ‫ ا‬beserta
mustaqotnya secara keseluruhan berjumlah 67 buah.15
Adapun makna wahyu secara etimologi yang dikorelasikan dengan kata-kata wahyu dan
derivasinya yang termaktub dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut:16
1) Wahyu bermakna ilham fitri kepada manusia, seperti wahyu Allah kepada
ibunya Nabi Musa. Allah berfirman dalam surat al-Qashash ayat 7:

َِِٓ ٍُُٖٛ ِ‫ َخاع‬َٚ ِ‫ْه‬١ٌَِ‫ُٖ إ‬ُّٚ‫ إَِّٔا َساد‬ِٟٔ َ‫ال ذ َحْض‬َٚ ِٟ‫ال ذَخَاف‬َٚ ُّ ِ ١َ ٌ‫ ْا‬ِٟ‫ ِٗ ف‬١ِ‫ ِٗ فَأ َ ٌْم‬١ْ ٍَ‫ع‬ َ ُِٛ َّ ِ ُ ‫ أ‬ٌَٝ ِ‫َٕا إ‬١ْ ‫ َح‬ْٚ َ ‫أ‬َٚ
ِ ‫ أ َ ْْ أ َ ْس‬ٝ‫ع‬
ِ ‫ ِٗ فَئِرَا خِ ْف‬١ِ‫ظع‬
َ ‫د‬
(7( َٓ١ٍِ‫ع‬ َ ‫ْاٌ ُّ ْش‬
Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai Nil. Dan janganlah kamu khawatir dan
janganlah pula bersedih hati, Karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya
kepadamu, dan men- jadikannya salah seorang dari para rasul.‛
2) Wahyu bermakna ilham naluri kepada binatang, seperti wahyu Allah kepada
lebah. Allah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 67:

(67( ٍَُْٛ‫َ ْع ِم‬٠ ٍَ ْٛ َ‫َحً ٌِم‬٠٢ َ‫ رٌَِه‬ِٟ‫غًٕا إِ َّْ ف‬ َ ُْٕٗ ِِ َُْٚ‫ب ذَرَّخِ ز‬
َ ‫ ِس ْصلًا َح‬َٚ ‫عى ًَشا‬ ِ ‫األ ْعَٕا‬َٚ ً١ ِ ‫ِِٓ ث َ َّ َشا‬
ِ ِ‫خ إٌَّخ‬ ْ َٚ
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarangsarang di bukit-bukit, di pohon-
pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia."

14
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h, 15
15
Maria Ulfah "Akal dan wahyu dalam Islam (perbandingan pemikiran antara Muhammad Abduh dan
Harun Nasution).,” (Semarang: IAIN Walisongo), h. 63
16
Ade Wahidin, Wahyu Dan Akal Dalam Perspektif al-Qur’ān, Bogor: Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur'an
dan Tafsir, h. 268
3) Isyarat cepat yang didemontrasikan berupa simbol atau lambang, seperti isyarat
yang didemontrasikan oleh Nabi Zakariya dalam al-Qur‟an. Allah berfirman dalam
surat Maryam ayat 11:

َ َٚ ً ‫ا تُ ْى َشج‬ٛ‫عثِّ ُح‬
(44( ‫ًّا‬١‫ع ِش‬ ِ ‫ ِِ ِٗ َِِٓ ْاٌ ِّح َْشا‬ْٛ َ‫ ل‬ٍَٝ‫فَخ ََش َج َع‬
َ ْْ َ ‫ ُْ أ‬ِٙ ١ْ ٌَِ‫ إ‬ٝ‫ َح‬ْٚ َ ‫ب فَأ‬
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang.
4) Wahyu bermakna bisikan setan dan menjadikan perbuatan buruk terasa indah
dalam jiwa manusia. Seperti firman Allah dalam surat al-An‟am ayat 112:
ً ‫ ِي غُ ُش‬ْٛ َ‫ف ْاٌم‬
‫ شَا َء َستُّهَ َِا‬ْٛ ٌََٚ ‫سا‬ٚ ُ ‫ َت ْع‬ٟ ِ‫ح‬ُٛ٠ ِّٓ ‫ ْاٌ ِد‬َٚ ‫اْل ْٔ ِظ‬
ٍ ‫ َت ْع‬ٌَِٝ‫ ُْ إ‬ُٙ ‫ع‬
َ ‫ط ُص ْخ ُش‬ ِ ْ َٓ١ ِ‫اغ‬١َ ‫ش‬
َ ‫ا‬ًُّٚ ‫عذ‬ ّ ‫ َوزٌَِهَ َخ َع ٍَْٕا ٌِىُ ًِّ َٔ ِث‬َٚ
َ ٍٟ
(444( َْٚ‫َ ْفر َُش‬٠ ‫ َِا‬َٚ ُْ ُ٘‫ُٖ فَزَ ْس‬ٍَُٛ‫فَع‬
Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis
manusia dan jenis jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain
perkataanperkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Jikalau Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan
apa yang mereka ada-adakan.
5) Wahyu bermakna pesan yang Allah sampaikan kepada malaikat berupa perintah
supaya dikerjakan oleh mereka. Seperti dalam surat al-Anfal ayat 12:

ِ ‫قَ األ ْعَٕا‬ْٛ َ‫ا ف‬ُٛ‫ْة فَاظ ِْشت‬


‫ق‬ َ ‫اٌشع‬ ِ ٍُُٛ‫ ل‬ِٟ‫ ف‬ِٟ‫عأ ُ ٌْم‬
ُّ ‫ا‬ٚ‫َٓ َوف َُش‬٠ِ‫ب اٌَّز‬ َ ‫ا‬َُِٕٛ ‫َٓ آ‬٠ِ‫ا اٌَّز‬ُٛ‫ َِ َعىُ ُْ فَث َ ِّثر‬َِّٟٔ‫ ْاٌ َّال ِئ َى ِح أ‬ٌَٝ‫ َستُّهَ ِإ‬ٟ ِ‫ح‬ُٛ٠ ‫ِإ ْر‬
(44( ْ‫َا‬ ٍ َٕ‫ ُْ وًَُّ ت‬ُٙ ْٕ ِِ ‫ا‬ُٛ‫اظ ِْشت‬َٚ
Ingatlah, Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
bersama kalian, maka teguhkan pendirian orang-orang yang telah beriman". Kelak
akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah
kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
Dari penjabaran definisi wahyu secara bahasa di atas, paling tidak ada dua konklusi
yang dapat diuraikan.
Pertama: bahwa makna wahyu secara global dalam perspektif etimologi adalah sebuah
pesan yang disampaikan pihak pertama kepada pihak kedua. Baik melalui perantara
ataupun tidak. Di samping itu, pesan ini juga baik berupa isyarat, tulisan maupun
lisan. 17

17
Ade Wahidin, Wahyu Dan Akal Dalam Perspektif al-Qur’ān, Bogor: Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur'an
dan Tafsir, h. 270
Kedua: bahwa wahyu secara etimologi yang dikorelasikan dengan term wahyu yang
ada dalam al-Qur‟an, memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada definisi wahyu
secara terminologi. Di mana wahyu tidak khusus disampaikan kepada Nabi Allah saja,
tetapi juga dialami oleh selainnya. Seperti kepada lebah, dan kepada ibunya Musa. Atau
juga dapat bermakna bisikan-bisikan setan kepada sekutunya. Walaupun ketika kata
wahyu diangkat secara mutlak, maka makna yang dimaksud adalah dalam perspektif
terminologinya. 18
Kedudukan Wahyu dalam Al-Qur’an
Didalam beberapa ayat Al-Quran menceritakan Allah memberikan wahyu
kepada Nabi-Nya yang bertujuan sebagai senjata untuk melindungi diri dari ancaman
orang-orang yang membenci keberadaannya. Meskipun ada beberapa definisi wahyu
yang disebutkan para ulama, walaupun dengan kalimat yang berbeda-beda namun
maknanya sama. Kedudukan wahyu dalam islam sangat penting, karena tanpa wahyu
maupun akal, islam tidak akan sempurna. Wahyu dan akal sangat berpengaruh dalam
segala hal tentang islam. Seperti contoh dalam hukum-hukum islam, keberadaan antara
wahyu dan akal sebagai penyeimbang. Manusia akan jatuh tersesat jika tidak ada wahyu
dan tidak ada yang dapat selamat dari hakikat kehidupan dunia ini kecuali dengan
wahyu.
Bahkan Allah berfirman tentang kondisi Nabi Muhammad sebelum mendapat wahyu
adalah dalam kebingungan dalam QS Ad-Dhuha: 7
َٰٜ َ‫ذ‬َٙ َ‫ظا ٓ ا ًّال ف‬
َ َ‫ َخذَن‬َٚ َٚ
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk.”
Jika hukum islam berbicara tentang wahyu, maka akal secara otomatis akan
menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hukum tersebut sesuai akan suatu
tindakan dari hukum tersebut. karena wahyu dan akal memiliki persamaan yang
diberikan Allah, bedanya wahyu hanya diberikan kepada orang-orang tertentu dan tidak
seorangpun yang mengetahui, sedangkan akal adalah hadiah sempurna bagi setiap
manusia yang diberikan oleh Allah.
Wahyu merupakan perintah Allah yang diberikan kepada utusan-Nya yang
berlaku umum untuk seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik

18
Ibid., 271.
perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang disampaikan oleh
wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan wahyu sejalan dengan prinsip-
prinsip akal. Wahyu dapat menegakkan hukum dari perbuatan manusia, baik perintah
maupun larangan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, akal yang semesetinya
beriringan dengan wahyu yang dianugerahi oleh Allah kepada orang yang terpilih
terkadang harus dipertanyakan keaslian wahyu tersebtu, apakah wahyu itu benar atau
hanya pemikiran seseorang yang beranggapan bahwa semua itu wahyu.
Allah ta‟alaa berfirman:
َ َ‫ْه‬١ٍَ‫ع‬
‫ ًّا‬١ ِ‫عِظ‬ َّ ًُ ‫ع‬
َ ِ‫َّللا‬ َ َٚ َ‫ ْاٌحِ ْى َّح‬َٚ ‫َاب‬
ْ َ‫ َواَْ ف‬َٚ ۚ ُُ ٍَْ‫عٍَّ َّهَ َِا ٌَ ُْ ذَىُ ْٓ ذَع‬ َ ‫ْهَ ْاٌ ِىر‬١ٍَ‫ع‬ َّ َ‫أ َ ْٔضَ ي‬َٚ
َ ُ‫َّللا‬
“Dan Allah telah menurunkan al-Kitab dan al-Hikmah kepadamu dan telah mengajarkan
kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar
atasmu”. (Q.S An-Nisâ : 113).
Allah Ta‟âla juga berfirman:
‫ش‬١
ً ِ‫َخث‬ ‫فًا‬١ ِ‫ٌَط‬ َْ‫َوا‬ َّ
َ‫َّللا‬ َّْ ِ‫إ‬ ۚ ‫ ْاٌحِ ْى َّ ِح‬َٚ َّ
ِ‫َّللا‬ ‫خ‬
ِ ‫َا‬٠‫آ‬ ِْٓ ِ َّٓ ُ‫ذِى‬ُٛ١ُ‫ت‬ ِٟ‫ف‬ َٰٝ ٍَْ‫ُر‬٠ ‫َِا‬ َْ‫ارْوُ ْش‬َٚ
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumah kamu (para istri Nabi) dari ayat-ayat
Allah dan Hikmah (Sunnah Nabi). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha
mengetahui”. (Q.S Al-Ahzâb : 34).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat ini: “Yaitu amalkanlah
(wahai istri-istri Nabi) apa yang diturunkan Allah Tabaraka wa Ta‟ala kepada Rasul-
Nya Shallallahu „alaihi wa sallam di rumah-rumah kalian, yang berupa Al-Kitab dan as-
Sunnah”. Jadi istri-istri Nabi diperintahkan Allah untuk mengamalkan apa yg
diturunkan Allah berupa Kitab dan Sunnah.
Kedudukan Akal dalam Al-Qur’an
Tidak sedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya
banyak berfikir dan mempergunakan akalnya, maka kata-kata yang di pakai dalam Al-
Qur‟an untuk menggambarkan perbuatan berfikir bukan hanya „aqala tetapi juga kata-
kata berikut antara lain:
1) Nazara19, melihat secara abstrak dalam arti berfikir dan merenungkan, terdapat
di dalam 30 ayat lebih, antara lain:

ٍ ‫ا ِِٓ فُ ُش‬َٙ ٌَ ‫ َِا‬َٚ ‫ََّّٕاَ٘ا‬٠ َ‫ص‬َٚ ‫َٕاَ٘ا‬١ْ َٕ‫ْف َت‬


﴾٦﴿ ‫ج‬ٚ َّ ٌ‫ ا‬ٌَٝ‫ا ِإ‬ٚ‫ِٕظُ ُش‬٠َ ُْ ٍََ‫أَف‬
َ ١‫ ُْ َو‬ُٙ َ‫ل‬ْٛ َ‫غ َّاءِ ف‬
19
Harun Nasution .,Op.,cit. h.39
﴾٧﴿ ‫ح‬١
ٍ ِٙ ‫ج َت‬ َ ‫اع‬َٚ ‫ا َس‬َٙ ١ِ‫َٕا ف‬١ْ َ‫أ َ ٌْم‬َٚ ‫ض َِذَدَْٔاَ٘ا‬
ٍ ْٚ َ‫ا ِِٓ وُ ًِّ ص‬َٙ ١ِ‫أَٔ َثرَْٕا ف‬َٚ ِٟ َ ‫ ْاأل َ ْس‬َٚ

Artinya :Tidaklah mereka perhatikan langit di atas mereka bagaimana ia Kami jadikan
serta hiasi dan tiada celah-celah padanya ? Dan bumi Kami bentangkan serta letakkan di
atasnya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya dari tiap jenis pasangan yang
indah ? (Qs. Qaf: 6-7).
2) Tadabbara, merenugkan terdapat dalam beberapa ayat seperti:
﴾٩٢﴿ ‫ب‬ِ ‫ ْاأل َ ٌْثَا‬ٌُُٛٚ‫َرَزَ َّو َش أ‬١ٌِ َٚ ِٗ ِ‫اذ‬٠َ ‫ا آ‬ٚ‫َذَّت َُّش‬١ٌِّ ٌ‫اسن‬
َ َ‫ْهَ ُِث‬١ٌَِ‫ِورَابٌ أَٔضَ ٌَْٕاُٖ إ‬

Artinya: Kitab yang Kami turunkan pada mu penuh berkat agar mereka merenungkan
ayat-ayatnya dan orang berfikiran memperoleh pelajaran. (Qs. Sad: 29).

3) Tafakkara, berfikir terkandung dalam 16 ayat, antara lain:

﴾٣١﴿ َْٚ‫رَفَ َّى ُش‬٠َ ٍَ ْٛ َ‫خ ٌِّم‬ ِ ‫ ْاأل َ ْس‬ِٟ‫ َِا ف‬َٚ ‫خ‬
ٍ ‫ا‬٠َ ٢َ َ‫ رَٰ ٌَِه‬ِٟ‫ ًعا ِِّ ُْٕٗ ۚ ِإ َّْ ف‬١ِّ‫ض َخ‬ ِ ‫ا‬ٚ‫ا‬ َّ ٌ‫ ا‬ِٟ‫ع َّخ َش ٌَىُُ َِّا ف‬
َ َّ ‫غ‬ َ َٚ
Artinya: Tuhanlah yang membuat laut bagimu tunduk agar padanya kapal-kapal
berlayar atas perintahNya dan kamu cari karunia –Nya, semoga kamu berterimakasih. Ia
buat segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi tunduk bagimu, semua nya
adalah dari padaNya, sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaumyang mau berfikir.
(Qs.Al-jasiyah : 13).
4) Faqiha, mengerti , faham terdapat dalam 16 ayat antara lain:

َ ُْ ُٙ ْٕ ِِّ ‫ َال َٔف ََش ِِٓ وُ ًِّ ف ِْشلَ ٍح‬ْٛ ٍََ‫ا وَافَّحً ۚ ف‬ٚ‫َٕف ُِش‬١ٌِ َُِِْٕٛ ْ‫ َِا َواَْ ْاٌ ُّؤ‬َٚ
ِ ‫ اٌ ِذ‬ِٟ‫ا ف‬ُٛٙ َّ‫َرَفَم‬١ٌِّ ٌ‫غائِفَح‬
ُْ ِٙ ١ْ ٌَِ‫ا إ‬ُٛ‫ ُْ إِرَا َس َخع‬ُٙ َِ ْٛ َ‫ا ل‬ٚ‫ُٕز ُِس‬١ٌِ َٚ ٓ٠ّ
﴾٣٩٩﴿ َْٚ‫َ ْحزَ ُس‬٠ ُْ ُٙ ٍَّ‫ٌَ َع‬
Artinya : Tidak semestinya orang-orang mukmin semua pergi. Mengapa sebagian dari
tiap golongan tidak pergi memperdalam pemahaman tentang agama agar dapat memberi
peringatan bagi kaumnya,bila mereka kembali.Semoga mereka berjaga-jaga. (Qs At-
taubah: 122).
5) Tazakkara, mengingat, memperoleh peringatan, mendapat pelajaran,
memperhatikan dan mempelajari.Yang semuanya mengandung perbuatan berfikir ,
terdapat dalam lebih dari 40 ayat.antra lain:
﴾٣٧﴿ َْٚ‫ ْخٍُ ُك ۗ أَفَ َال ذَزَ َّو ُش‬٠َ ‫ ْخٍُ ُك َو َّٓ َّال‬٠َ َّٓ َ‫أَف‬
Artinya:Apakah yang menciptakan sama dengan yang tidak menciptakan ? Apakah
tidak kamu perhatikan ? (Qs An-nahl : 17)
6) Fahima, memahami dalam bentuk fahhama pada ayat berikut :
﴾٧٧﴿ َٓ٠‫ ُْ شَا ِ٘ ِذ‬ِٙ ِّ‫وَُّٕا ٌِ ُح ْى‬َٚ َِ ْٛ َ‫غَٕ ُُ ْاٌم‬َ ِٗ ١ِ‫َد ف‬ْ ‫ز ِإرْ َٔفَش‬ ِ ‫ ْاٌ َح ْش‬ِٟ‫اْ ف‬ ِ َّ ُ‫َ ْحى‬٠ ْ‫ َّاَْ ِإر‬١ْ ٍَُ‫ع‬َٚ َ ‫د‬ٚٚ‫ا‬ ُ َ‫د‬َٚ
﴾٧٢﴿ َٓ١ٍِ‫ ُو َّٕا َفا ِع‬َٚ ۚ ‫ َْش‬١‫ط‬ َ ُ٠ َ‫د َ ْاٌ ِد َثاي‬ٚٚ‫ا‬
َّ ٌ‫ا‬َٚ َْٓ‫غ ِّثح‬ َ َٚ ۚ ‫ع ٍِْ ًّا‬َٚ ‫َٕا ُح ْى ًّا‬١ْ َ ‫ ُو ًّال آذ‬َٚ ۚ َْ‫ َّا‬١ْ ٍَ‫ع‬
ُ َ‫ع َّخ ْشَٔا َِ َع د‬ ُ ‫ َّْٕاَ٘ا‬َّٙ َ‫فَف‬
Artinya: Dan Daud dan Sulaiman sewaktu menentukan keputusan tentang ladang, ketika
domba oarang masuk ke dalamnya pada malam hari, dan Kami menjadi saksi atas
keputusan itu. kami buat Sulaiman memahaminya dan kepada keduanya Kami berikan
hikmat dan ilmu, Kami jadikan bersama Daud gunung dan burung tunduk memuja
Kami. Kamilah Pembuat semua itu. (Qs Al-anbiyya‟:78-79)
7) Kata-kata yang berasal dari „aqala sendiri terdapat dalam lebih dari 45 ayat
sebagai berikut:
﴾٩٩﴿ ٍَُْٛ‫َ ْع ِم‬٠ ‫َٓ َال‬٠ِ‫ص ُُّ ْاٌثُ ْى ُُ اٌَّز‬
ُّ ٌ‫ب عِٕذَ َّللاَّ ِ ا‬ ِّ ‫ا‬ََّٚ ‫إِ َّْ ش ََّش اٌذ‬
Artinya: Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli, bisu dan tidak
mempergunakan akal.(Qs.Al-anfaal : 22)20
Semua bentuk ayat-ayat di atas, di dalamnya terdapat kata-kata nazara,
tadabbara, tafakkara, faqiha, tazakkara, fahima, dan „aqala yang berarti anjuran,
dorongan dan perintah agar manusia banyak berfikir dan mempergunakan akalnya. Al-
Qur‟an sebagai sumber utama dari ajaran Islam memberikan kedudukan yang tinggi
pada akal. Tingginya kedudukan akal dalam ajaran Islam dapat dilihat dari hadis Qudsi
berikut, yang di dalamnya digambarkan Allah SWT bersabda kepada akal:

“Demi kekuasdaan dan keagungan-Ku tidaklah Kuciptakan makhluk lebih mulia dari
engkau. Karena engkaulah Aku mengambil dan memberi dan karena engkaulah Aku
menurunkan pahala dan menjatuhkan hukuman.

Tinggi keududukan akal dalam ajaran agama Islam, bukan hanya tinggi dalam
soal-soal keduniaan saja, tetapi juga dalam soal-soal keagamaan. Penghargaan tinggi
terhadap akal sejalan pula dengan ajaran Islam lain yang erat hubungannya dengan akal,
yaitu menuntut ilmu.

20
Anonim, Akal dan Wahyu dalam Al-Quran, https://dyna99roufa.wordpress.com/2012/06/29/akal-
wahyu-dalam-al-quran/#_ftn1, diakses pada 29 juni 2012 WIB.
Fungsi Akal Manusia Persperktif Al-Qur’an

Al-Qur‟an berulang-ulang menyuruh dan mendorong perhatian manusia dengan


bermacam-macam cara, supaya manusia menggunakan akalnya. Ada secara tegas,
perintah menggunakan akal dan ada pula berupa petunjuk, mengapa seseorang tidak
menggunakan akalnya, kemudian diterangkan pula bahwa segala benda di langit dan di
bumi menjadi bukti kebenaran kekuasaan, kemurahan dan kebijaksanaan Allah, hanya
manusia yang berakal dan menggunakannya yang dapat memahaminya. Akal dalam al-
Qur‟an memang ditemukan dalam bentuk beberapa kata yang telah kita ungkapkan pada
uraian makna generic seperti albab, fu‟ad, dan hijr. Dengan demikian al-Qur‟an sendiri
sangat memperhatikan keberadaan akal sebagai suatu potensi pada diri manusia. Untuk
itu kita kaji ayat-ayat yang telah kita iventarisasi.

1) Akal sebagai sarana memahami kebenaran


Pada sub tema ini kita mengangkat kata afala ta‟qilun yang diungkapkan
sebanyak 13 kali dalam al-Qur‟an yang berarti “tidakkah kamu berfikir?”, menurut
Yusuf Qardhawi “yang paling mencolok dalam redaksi tersebut adalah penggunaan
bentuk istifham inkari (pernyataan negatif) yang bertujuan memberi dorongan dan
membangkitkan semangat.”21 Ayat 44 dari surah al-Baqarah yang kita tampilkan
mengandung makna sebagai berikut:
a. “ataa‟ muruunan naasa bilbirri : (mengapa kamu menyuruh orang lain
berbuat kebaikkan) yaitu beriman pada kerasulan Muhammad,
b. “watan sawna anfusakum : (sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri)
hingga kamu mengabaikannya dan tak tak mau beriman kepadanya,
c. “wa antum tatluuna alkitaaba : (padahal kamu membaca kitab) yakni
Taurat, didalamnya tercantum ancaman atau siksaan terhadap orang yang tidak
sesuai perkataan dengan perbuatannya,
d. “afala ta‟qiluun (tidakkah kamu pikirkan?)akibat jelek perbuatanmu
hingga kamu jadi insaf.”22
Di jelaskan pula dalam ayat 16 surah Yunus menurut Imam Jalaluddin
As-Sayuthi bahwa: afala ta‟qiluun yakni maka apakah kalian tidak

21
Qordhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. 1998.hlm19
22
Imam J. As-Suythi. Tafsir Jalalain. Jil. I.2004.hlm 24
memikirkannya bahwa sahnya al-Qur‟an itu bukanlah buatan aku sendiri
(Muhammad SAW).23
Dari tafsir ayat di atas, afala ta‟qiluun mendorong manusia untuk
menggunakan akalnya agar memikirkan untuk memahami kebenaran-
kebenaran yang telah nyata apalagi itu berasal dari wahyu, menurut DR.
Abdurrahman Umdirah di dalam bukunya, bahwa “aqal didalam Islam
mempunyai tugas tersendiri, di dalam hal keimanan dengan meletakan baginya
aqidah-aqidah dan patokan-patokan untuk itu, ialah untuk menerima risalah
(wahyu) dengan tugasnya memahami apa yang diterima dari Rasulullah
SAW.”24
2) Akal digunakan untuk berfikir dan ayat-ayat kauniyah adalah bahan
kajian
Menurut DR. Mahdi Ghulyani di dalam bukunya, ada 750 ayat al-Qur‟an yang
mengungkapkan tentang fenomena alam, dan hampir seluruhnya ayat ini
memerintahkan manusia untuk mempelajari dan memahaminya. Dalam sub tema ini
terfokus pada kata ta‟qilun yang di dalam al-Qur‟an terulang 24 kali, berkaitan dengan
ayat-ayat yang Allah jelaskan serta harus dipikirkan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis tapi dapat dilihat. Seperti surat al- Baqarah ayat 242 di dalamnya termaktub “ ُٓ ١ِّ ‫ُ َث‬٠
ٍَُْٛ‫َاذِ ِٗ ٌَعٍََّىُ ُْ ذ َ ْع ِم‬٠‫َّللاُ ٌَىُ ُْ آ‬
َّ ”
”(Allah menjelaskan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti (memahaminya).25
Ayat ini menjelaskan tentang ayat sebelumnya yaitu ayat 241, dimana terdapat
penjelasan tentang ketentuan suami memberi mut‟ah terhadap istri yang diceraikannya
sebagai haqqan (sebagai suatu kewajiban). Dan ini berarti Allah melalui ayat
mempertegas agar memikirkan dan memahami suatu ketentuan yang telah ditetapkanya.
Menurut Yusuf Qardhawi di dalam bukunya “bahwa yang di maksud dengan aayaatihii
(ayat-ayat Kami atau tanda-tanda kebesaran Kami) adalah ayat-ayat kauniyah (alam
semesta maupun yang tertulis)”. Salah satunya penjelasan tentang hukum-hukum Allah.
Dan ini dipertegas dengan Q.S Al- Baqarah : 164 jelas menerangkan tentang objek
kajian akal secara rinci tentang ayat-ayat kauniyah, dan Q.S Ar-Rum : 24, Q.S Al-
Jatsiyah:5, Q.S Ar- Rad : 4, Q.S An-Nahl : 66-67. Dengan demikian objek kajian akal

23
Imam J. As-Suythi, Tafsir Jalalain. Jilid II. hlm 855
24
Ade Jamarudin, Eksistensi Fungsi Akal Manusia Perspektif al-Qur’ān, Jakarta: Jurnal An-Nur, h. 99
25
Ibid., 100.
meliputi semua sisi jagad raya ini, baik bagian atas maupun bawahnya, manusia antara
hari ini dan masa lalu, serta ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat tertulis dalam al-Qur‟an. 26
3) Teguran bagi yang tidak menggunakan akal
Pada bagian ini mengambil kata laa ya‟qiluun (mereka tidak berfikir). Sebagaimana
yang telah di uraikan adalah sebagai cercaan terhadap mereka yang tidak menggunakan
akal mereka yang dianugerahkan oleh Allah. Mereka bahkan manafikan akal tersebut
sama sekali sehingga mereka bersifat statis dan ingkar. Surat al-Maidah ayat 58 sebagai
berikut:27

(58( ٍَُْٛ‫ ْع ِم‬٠َ ‫ ٌَ َال‬ْٛ َ‫ ُْ ل‬ُٙ ََّٔ‫ٌَ ِعثًا رٌَِهَ ِتأ‬َٚ ‫ا‬ًٚ ‫َ٘ا ٘ ُُض‬ُٚ‫ص َال ِج اذَّ َخز‬
َّ ٌ‫ ا‬ٌَٝ ‫ر ُ ُْ ِإ‬٠ْ َ‫ ِإرَا َٔاد‬َٚ
4) Keutamaan Ulul-Albab (cendikiawan) dalam al-Qur’an
Kata ulul-albab atau ulil-albab dalam al-Qur‟an adalah sebutan lain dari akal yang “di
identikkan dengan kata lub jamaknya al-albab, sehingga kata Ulul-albab dapat diartikan
orang-orang yang berakal” . Imam al-Baqa‟i berkata, “Albab adalah akal yang memberi
manfaat kepada pemiliknya dengan memilah sisi substansial dari kulitnya.” Tentang
ulul-albab atau ulil-albab di dalam al-Qur‟an teulang sebanyak 16 kali, sembilan
diantaranya Makkiyah dan tujuh lainnya adalah Madani. Di antaranya Q.S. al-Baqarah:
179, Q.S. al-Maa‟idah: 100, Q.S. ath-Thalaq: 10 –11, Q.S. Ali Imran: 190-191.28
Hakikat dari akal yaitu sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur aktivitas
yang akan dilakukan setiap manusia. Dan yang akan menentukan baik, buruk dan
akibatnya. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna
jika tidak didasarkan akal, iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat.
Dan akal-lah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa.

Kesimpulan
Dari pembahasan hasil penelitian yang telah penulis paparkan dalam artikel tentang akal
dan wahyu menurut perspektif al-qur‟an, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Akal adalah daya untuk memperoleh pengetahuan dan memahami sesuatu, yang
di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa
salah juga bisa benar, bisa baik atau jahat. Wahyu adalah firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi pilihan-Nya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk

26
Ade Jamarudin, Eksistensi Fungsi Akal Manusia Perspektif al-Qur’ān, Jakarta: Jurnal An-Nur, h. 101
27
Ibid.
28
Ibid., 103.
disampaikan kepada manusia atau umatnya sebagai pedoman hidup. Dalam islam
wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad terkumpul dalam Al-Qur‟an.
2. Dari sejumlah ayat Al-Qur‟an dapat dipahami bahwa, akal memiliki beberapa
makna, antara lain daya untuk memahami dan daya untuk mengambil pelajaran dan
kesimpulan serta hikmah. Sedangkan wahyu memiliki makna ilham fitri kepasa
manusia, ilham naluri kepada binatang, dan pesan yang Allah sampaikan kepada
malaikat maupun nabi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, M. A., & Asyiqien, M. Z. (2019). Urgensi Akal Menurut Al Qur‟an Dan
Implikasinya Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan Islam. Jurnal Intelektual: Jurnal
Pendidikan Dan Studi Keislaman, 9(01), 35-52.

Jamarudin, A. (2015). Eksistensi Fungsi Akal Manusia Perspektif al-Qur‟ān. Jurnal An-
Nur, 4(1).

Wahidin, A. (2017). WAHYU DAN AKAL DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN. Al-


Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 2(02).

Ulfah, M. (2009). Akal dan wahyu dalam Islam (perbandingan pemikiran antara
Muhammad Abduh dan Harun Nasution) (Doctoral dissertation, IAIN Walisongo).

Nasution, H. (1986). Akal dan wahyu dalam Islam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press).

Shihab, M. Q. (2005). Wawasan al-Qur‟an, Bandung: Mizan. Shihab, M. Quraish.

Al-Qusyairi, S. (2009). Kamus Akbar Arab-Indonesia. Surabaya: Giri Utama.

Anonim. 2012.Akal dan Wahyu dalam Al-Quran.


https://dyna99roufa.wordpress.com/2012/06/29/akal-wahyu-dalam-al-quran/#_ftn1.29
juni 2012.

Qardhawi, Y. (1998). Al-Qur‟an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan. Jakarta:
Gema Insani.

Al-Mahalli, I. J., & As-Suyuti, I. J. (2004). Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul Jilid 1, Terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

As-Suyuthi, I. J. A. M. (2001). Tafsir Jalalain Jilid 2.


Rahardjo, M. D. Ensiklopedi al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002).," Fatwa MUI Cermin Radikalisasi Syariat
Islam".

Anda mungkin juga menyukai