PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada
umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Namun, zaman sekarang ini banyak orang-orang yang menyalahgunakannya dengan
memanfaatkan teknologi kedokteran untuk kepentingan pribadi yang notabenenya
betentangan dengan agama. Misalnya melakukan operasi untuk kecantikan dan melakukan
keinginan yang tidak diperbolehkan dalam agama.
Oleh karena itu, didalam makalah ini penulis memaparkan mengenai beberapa teknologi
kedokteran yang sudah berkembang pesat di masyarakat bahkan mendunia dan bagaimana
hukumnya dalam perspektif agama islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Inseminasi berasal dari Bahasa Inggris “Insemination” yang artinya pembuahan atau
penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiyah. Kita mengenal dua macam
inseminasi yaitu inseminasi alamiyah atau Natural Insemination, yaitu pembuatan dengan
cara hubungan badan antara dua jenis makhluk biologi. Dan inseminasi buatan Artuficialn
semination. Kata talqih yang sama pengertiannya dengan dengan inseminasi, diambil oleh
Dokter ahli kandungan Bahasa Arab, dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang
menginginkan kehamilan padahal sebenarnya istilah itu berasal dari petani kurma yang
pekerjaannya menaburkan serbuk Bunga jantan terhadap bunga betina, agar pohon
kurmanya berubah. Maka bangsa Arab sering mengatakan “petani itu sering mengawinkan
pohon kurmanya”.
Bayi Tabung, disebutnya sebagai istilah thiflu al-anaabib yang artinya jabang bayi,
yaitu sel telur yang dibuahi oleh sperma yang telah dibiyakkan dalam tempat pembiyakan
(cawan) yang sudah siap untuk diletakkan kerahim seorang ibu.
Banyak orang yang sebenarnya memiliki sperma atau ovum yang cukup subur tetapi
justru dia tidak membuahi ataupun dibuahi, karena ada kelainan nya (alat reproduksi)
misalnya seorang wanita yang tersumbat saluran sel-sel telurnya dan proses evolusinya tidak
normal atau gerakan sperma laki-laki tidak dapat menjangkau (mati sebelum bertemu
dengan ovum wanita), maka tidak akan terjadi pertemuan (pencampuran) antara dua macam
sel ketika melakukan coitus (senggama).
Kalau terjadi kasus seperti diatas, maka dokter ahli dapat mengupayakannya dengan
mengambil telur (ovum) wanita, dengan cara fungsi aspirasi cairan folikel melalui vagina,
dengan menggunakan alat yang disebut “ transfaginal transkuler ultra sound” yang
2
bentuknya pipih memangjang sebesar dua jari telunjuk orang dewasa. Pemaduan kedua sel
tersebut lalu disimpan dalam cawan pembiakan selama beberapa hari. Inilah yang disebut
dengan bayi tabung yaitu jabang bayi yang akan diletakkan kedalam Rahim seorang ibu
dengan cara menggunakan semacam alat suntikan.
Dengan adanya proses inseminasi ini, banyak pasangan yang akhirnya berhasil
memiliki buah hati. Namun, sering kali kemajuan teknologi ini disalahgunakan. Yang paling
popular adalah dengan adanya donor sperma terutama bagi kalangan lesbian atau penganut
kebiasaan hidup.
3
Dalil yang berkaitan dengan proses inseminasi buatan yaitu dalam QS. Al-Isro : 70.
“Dan sesungguhnya, kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami Angkut mereka di
darat dan laut, dan kami beri mereka rezeki dan yang baik-baik dan kami lebihkan mereka
diatas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
Upaya inseminasi buatan dan bayi tabung dibolehkan dalam Islam, karena adanya
perpaduan sperma dengan ovum yang besumber dari suami-istri yang sah (Inseminasi
homolog) yang disebut juga dengan Artifisial insemination husband (AIH), dan yang
dilarang adalah Inseminasi buatan dan bayi tabung yang berasal dari perpaduan sperma dan
ovum dari orang lain (Inseminasi heterelog).
Inseminasi homolog dan bayi tabung tidak melanggar ketentuan agama, kecuali
hanya menempuh jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan memperoleh keturunan, tanpa
melalui prosedur senggama, karena tidak dapat membuahi dan dibuahi karena itu
kebolehannya ada karena faktor darurat yang diberi dispensasi oleh agama.
Untuk mencegah agar suami-istri tidak lagi mengalami kesulitan akibat tidak hamil
dengan cara senggama, maka perlu ditolong olih dokter ahli, dengan cara inseminasi buatan
dan bayi tabung yang diambil dari zat sperma dengan ovum suami istri yang sah. Dan
sebaliknya bila bersumber dari orang lain, maka dikategorikan perbuatan zina dan dapat
mempersulitkan persoalan hukum sesudahnya, misalnya, menyulitkan hukum Islam untuk
menentukan hak-hak dalam urusan pewarisn dan sebagainya,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh).
Bayi tabung atau inseminasi buatan bila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami-istri
sendiri, baik dengan cara pengambilan sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina
atau uterus istri maupun dengan cara pembuahan diluar Rahim istri “maka hal ini
diperbolehkan” asalkan keadaan suami-istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi
buatan untuk membantu pasangan tersebut memperoleh keturunan.
4
mengatakan “ tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). HR. Anu
Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadist ini dipandang sohih oleh Ibnu Hibban).
B. Teknik Kloning
Dalam bahasa Inggris, istilah kloning yang berasal dari kata cloning, diartikan
sebagai suatu usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses yang
aseksual.1 Atau dalam perkataan lain kloning berarti penggandaan atau membuat foto kopi
dari suatu makhluk dengan cara-cara nonseksual. Istilah tersebut pada awalnya dipakai
dalam dunia tanaman, yang berarti sekumpulan tanaman yang didapatkan dari pembiakan
vegetatif atau pembiakan tanpa perkawinan seperti pembiakan yang menggunakan stek atau
cangkok. Pembiakan vegetatif pada tanaman tersebut bertujuan untuk memperoleh pasokan
bibit tanaman unggul dibidang agrikultura, hotrikultura, maupun klorikultura. Hasil
pembiakan vegetatif tanaman mengandung perangkat gen yang sama dengan induknya, dan
akan menunjukkan sifat-sifat fisik yang sama pula.
Kloning adalah produksi satu atau lebih tanaman, binatang atau manusia
(keseluruhan atau sebagian) yang secara genetik identik dengan tanaman, binatang dan
manusia asalnya yang digunakan untuk pembuatan kloning tersebut. 2 kloning merupakan
hasil kemajuan dalam bioteknologi, yaitu teknik penggunaan makhluk hidup atau bahan
yang didapat dari makhluk hidup untuk membuat suatu produk yang bermanfaat bagi
manusia, atau suatu proses dalam mengaplikasikan teknik-teknik (alat-alat) terhadap
makhluk hidup untuk melakukan sesuatu yang diinginkan.3
Kloning pada tumbuhan dilakukan pada sel daun atau sel lainnya. Hal itu telah
banyak dilakukan seperti karet, anggrek, pisang dan sebagainya. Kloning pada hewan
diujicobakan pada domba. Dalam prosesnya inti sel tubuh diambil dari kelenjar susu domba
Finn Dorset, kemudian ditempatkan dalam cawan petri berisi nutrisi berkonsentrasi rendah.
Karena kelaparan, maka sel berhenti membelah dan gen (sementara) tidak menjadi aktif. Sel
telur yang telah dimandulkan diambil dari domba betina dari spesies Scottish Blackface. Inti
sel (berikut DNA)nya dibuang sehingga menjadi sel telur yang kosong dan siap
memproduksi menjadi embrio. Sebagai gantinya dimasukkan sel donor berisi DNA dari
domba Finn Forget ke dalam cawan tabung reaksi.
1
Aman, Kloning Manusia dan Masalah Sosial-Etik, Dimensia. Vol. 1 No. 1, Maret 2007.hlm. 3
2
Wahyu Widodo, Kloning Manusia : Sebuah Dilema, Jurnal Ilmiah Bestari. No. 35, 2003.hlm 146.
3
La Jama, Kloning Manusia Perspektif Hukum Islam di Indonesia, Salam : Jurnal Sosial dan Budaya syar’i. Vol 3
No. 1, 2016.hlm 60.
5
Langkah berikutnya, dalam tabung itu kedua sel, dengan bantuan cairan kimiawi
khusus dan rangsangan arus listrik, berdekatan satu sama lain dan bereaksi. Penggabungan
terjadi dalam lingkungan energi yang cukup untuk pembelahan sel. Setelah 6 hari embrio
domba kloning terbentuk. Selanjutnya embrio ditransfer ke rahim domba Blackface yang
lain. Setelah masa gestasi, domba blackface melahirkan kembar (kloning) domba Finn
Dorset, dengan sifat-sifat yang identik dengan domba Finn Dorset pendonornya. Kloning
manusia dilakukan dengan cara mengambil inti sel tubuh (nukleus) seseorang, lalu
dimasukkan ke dalam sel telur wanita (setelah intinya dihilangkan/ dimandulkan). Lalu
dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan rangsangan arus listrik, inti sel digabungkan
dengan sel telur. Setelah proses penggabungan terjadi, sel telur yang telah bercampur
dengan inti sel itu diransfer ke dalam rahim seorang wanita, agar dapat memperbanyak diri,
berkembang, berdiferensiasi dan tumbuh menjadi janin yang sempurna. Selanjutnya itu
dilahirkan secara alami. Anak yang dilahirkan melalui proses reproduksi kloning memiliki
kode genetika sama dengan kode genetik orang atau pemilik inti sel tubuh yang ditanamkan
ke dalam sel telur wanita. Dalam kaitan ini, anak ahsil kloning tidak akan mewarisi gen
(sifat menurun) dari wanita yang mengandungnya bila inti sel itu berasal dari luar (donor),
baik donor laki-laki maupun wanita.
Proses “reproduksi” manusia melalui kloning dilihat dari aspek pemeliharaan agama,
jiwa dan akal, tidak menimbulkan dampak negatif terhadap eksistensi agama dan jiwa
karena justru melahirkan jiwa yang baru, begitu pula kloning manusia tidak mengancam
eksistensi akal manusia bahkan dapat mencapai kesuksesan manusia dapat merekayasa
kelahiran manusia yang jenius. Akan tetapi dilihat dari pemeliharaan keturunan (hifz al-
nasl), kloning terhadap manusia perlu dipertanyakan. Karena proses kloning hanya mewarisi
gen dari pemilik sel tubuh. Jika pemilik sel tubuh yang dimasukkan ke dalam sel telur itu
berasal dari laki-laki yang terikat perkawinan yang sah (suami dari pemilik sel telur) , maka
menurut Islam anak yang dilahirkan itu adalah anak sah, namun secara genetika ia hanya
mewarisi gen ayahnya. Apalagi jika sel tubuh berasal dari istri, maka secara genetika anak
itu hanya mempunyai ibu tanpa ayah. Hal itu akan lebih parah lagi jika sel tubuh dan rahim
berasal dari donor, maka anak yang dilahirkan dari proses kloning itu semakin tidak jelas
nasabnya. Sebab rahim wanita yang menjadi tempat pemindahan sel telur yang telah dibuahi
oleh inti sel donor hanya sekedar penampung saja.
Jelasnya, anak yang dilahirkan melalui proses kloning tidak mempunyai status nasab
yang jelas. Padahal nasab seseorang sangat erat kaitannya dengan syariat Islam seperti
perkawinan, waris, dan hubungan kemahraman. Jadi, kloning dapat mengaburkan bahkan
6
menghilangkan status nasab, dan hal ini diancam oleh Rasulullah SAW dengan laknat Allah,
sesuai sabdanya: ”Barangsiapa yang menghubungkan nasab kepada yang bukan ayahnya
atau (seorang budak) bertuan (taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat kutukan
dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia”. 26 (HR. Ibn Majah dari Ibn Abbas).
Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta
dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah
ciptaan Allah.” [HR. Bukhari 4886]
7
B. Ganti Kelamin
Penggantian kelamin (Transseksual) adalah usaha seorang dokter ahli bedah plastik
dan kosmetik untuk mengganti kelamin seorang laki-laki menjadi kelamin perempuan
melalui proses operasi.4 Pembedahan yang dilakukan merubah struktur seksual (jenis
kelamin) seseorang, baik dari segi penampilan dan fungsi, dari seorang pria menjadi seorang
wanita, atau sebaliknya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal jenis kelaminnya
sebagai pria atau wanita karena jenis kelaminnya sesuai dengan kelamin dalam, maka tidak
diperbolehkan oleh hukum islam untuk operasi ganti kelamin.
Dalil-dalil syari yang mengharamkan operasi ganti kelamin bagi orang yang lahir
normal jenis kelaminnya antara lain sebagai berikut :
Artinya :
“dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu
mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah),
4
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 17.
5
Zenny Natasia Lianto, Akibat Hukum Operasi Ganti Kelamin Terhadap Keabsahan Perkawinan, Arena
Hukum. Vol. 11 No. 2, Agustus 2018. hlm. 247.
8
lalu benar-benar mereka meubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Dijelaskan pula dalam sebuah hadis yang artinya “Allah mengutuk para wanita
tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta
dihilangkan bulu mukanya, dan para wanita yang memotong (pangur) giginya; yang
semuanya itu dikerjakan dengan maksud untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan
Allah.” Hadits ini bisa menunjukkan bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis
kelaminnya dilarang oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan
Allah tanpa alasan yang hak yang dibenarkan oleh Islam. Begitu pula jika ada laki-laki atau
wanita normal jenis kelaminnya, tetapi berada di lingkungan yang memiliki kecenderungan
lahirnya banci dengan berpakaian dan bertingkah laku yang berlawanan dengan jenis
kelamin sebenarnya maka islam pun tetap mengharamkannya untuk operasi kelamin, sebaab
pada hakikatnya jenis kelaminnya normal tetapi psikisnya yang tidak normal.
Seorang laki-laki dilarang dalam islam menyamakan dirinya dengan perempuan
begitupun sebaliknya, baik perilakunya, pakaiannya terlebih ia mengganti kelaminnya.
Larangan ini mengandung dosa besar, yang banyak melibatkan pihak lain. Misalnya Dokter
yang mengoperasinya, orang-orang yang memberikan dukungan moril dalam upaya
pengoperasiannya. Kesemuanya mendapat dosa yang sama, terlebih lagi jika waria yang
berhasil mengganti kelaminnya menggunakannya untuk berhubungan seks dengan laki-laki.
Maka ia mendapat lagi dosa besar, karena termasuk kedalam homoseksual yang status
hukumnya sama dengan perzinaan.
Mengenai orang yang lahir tidak normal jenis kelaminnya, hukum melakukan
operasi kelaminnya tergantung kepada keadaan organ kelamin luar dan dalam, yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut6 :
1. Apabila seseorang punya organ kelamin dua/ganda; penis dan vagina, maka untuk
memperjelas identitas jenis kelaminnya, ia boleh melakukan operasi mematikan
organ kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai
dengan organ kelamin bagian dalam. Misalnya seseorang mempunyai dua alat
kelamin yang berlawanan, yakni penis dan vagina, dan di samping itu ia juga
mempunyai rahim dan ovarium yang merupakan ciri khas dan utama untuk jenis
kelamin wanita, maka ia boleh bahkan disarankan untuk operasi mengangkat
penisnya demi mempertegas identitas jenis kelamin kewanitaannya.
6
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta : Kalimedia, 2017), hlm. 138.
9
2. Apabila seseorang punya organ kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya,
misalnya ia mempunyai vagina yang tidak berlubang dan ia mempunyai rahim dan
ovarium, maka ia boleh bahkan dianjurkan oleh agama untuk operasi memberi
lubang pada vaginanya. Demikian pula kalau seseorang punya penis dan testis, tetapi
lubang penisnya tidak berada di ujung penisnya, tetapi di bagian bawah penisnya
maka ia pun boleh operasi untuk dibuatkan lubangnya yang normal.
10
BAB III
KESIMPULAN
Operasi plastik adalah bedah atau operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau
memperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara
ditambah, dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika tubuh.
Hukum operasi plastik sendiri berdasarkan tujuan dilakukannya operasi tersebut. Jika
operasi itu dilakukan untuk kecantikan maka hukum operasi tersebut adalah haram, akan
tetapi jika untuk memperbaiki fisik yang rusak akibat kecelakaan maka hukumnya boleh.
Penggantian kelamin (Transseksual) adalah usaha seorang dokter ahli bedah plastik dan
kosmetik untuk mengganti kelamin seorang laki-laki menjadi kelamin perempuan melalui
proses operasi. Hukum ganti kelamin adalah haram karena sama saja melanggar kodrat yang
sudah diberikan oelh Allah.
11
DAFTAR PUSTAKA
Jama, L. (2016). Kloning Manusia Perspektif Hukum Islam. SALAM; Jurnal Sosial & Budaya Syar-i, 3,
1.
Lianto, Z. N. (2018). Akibat Hukum "Operasi Ganti Kelamin" Terhadap Keabsahan Perkawinan.
Arena Hukum, 11, 2.
Widodo, W. (2003). Kloning Manusia : Sebuah Dilema . Jurnal Ilmiah Bestari , 35.
12