Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PEMANTAUAN KUALITAS UDARA EMISI

OLEH:
KELOMPOK 2
JEFRY JHONNASIS (1810941009)
SHAVIRA AILEEN R. (1810941010)
NADIA USMA DEWI (1810941011)
FAJRI DWI ARYA (1810941015)
PUTRI (1810941018)
YULIANA PUTRI (1810941019)
ANDIANI HERLINA (1810941022)
MEUTHIA MELLIAROZA (1810941028)
ALDA NURHATIKA (1810941030)
WERI YULIA SAFITRI (1810941032)
SUCI KEIVA MULYANA (1810941034)
SELLY AURELIA RAHMA (1810942001)

DOSEN:
Dr. Ir. Fadjar Goembira, ST, M.Sc

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya tugas makalah PEMANTAUAN KUALITAS UDARA EMISI dapat terselesaikan dengan
tepat waktu. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa
istiqamah di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun sebagai pelengkap tugas mata kuliah Analisis Pemantauan Kualitas
Udara. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Padang, 10 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 1

BAB II METODOLOGI 3

2.1 Jenis dan Tipe Penulisan 3

2.2 Metode Pendekatan 3

2.3 Sumber Literatur 3

2.4 Analisis Data 3

BAB III PEMBAHASAN 4

3.1 Udara 4

3.2 Sumber Pencemaran Udara 4

3.3 Studi Kasus 14

BAB III KESIMPULAN 18

DAFTAR PUSTAKA 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah lingkungan semakin lama semakin berkembang, semakin besar dan


serius.Persoalnya bukan saja bersifat lokal, tetapi sudah menjadi permasalahan
global. Dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya terkait pada satu atau
dua segi saja, namun saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Apabila salah satu sistem lingkungan terkena masalah, maka berbagai subsistem
lainya akan mengalami dampak pula.

Pencemaran udara merupakan masuknya atau tercampurnya unsur-unsur


berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan
lingkungan sehingga menurunkan kualitas lingkungan. Kegiatan industri dengan
cerobongnya menghasilkan emisi yang sangat tinggi dengan sekian banyaknya jenis
kegiatan industri maka emisi cerobong yang dihasilkan semakin besar, terutama
untuk kegiatan industri yang menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (KLH,
2008 dalam Puspitasari, 2011)

Udara dibedakan menjadi udara emisi dan udara ambien. Udara emisi yaitu udara
yang dikeluarkan oleh sumber emisi seperti knalpot kendaraan bermotor dan
cerobong gas buang industri. Sedangkan udara ambien adalah udara bebas di
permukaan bumi yang sehari-hari dihirup oleh makhluk hidup (PP No.41 Tahun
1999). Untuk mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu dilakukan
pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan
salah satunya dengan memantau atau mengukur kualitas udara, baik udara ambien
ataupun udara emisi. Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan di kawasan
perumahan, kawasan industri, dan kawasan padat lalu lintas dimana di
kawasankawasan tersebut banyak terjadi kegiatan manusia. pengukuran kualitas
udara ambien juga dilakukan terhadap zat-zat yang dapat menjadi polutan seperti
SO2, NO2, CO, dan HC.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1 Apa yang dimaksud dengan udara Emis?
2 Apa yang dimaksud dengan sumber pencemar bergerak dan sumber pencemar
tidak bergerak?
3 Bagaimana contoh studi kasus yang digunakan dalam pemantauan kualitas
udara emisi?

3.3 Tujuan

Tujuan yang didapatkan dari rumusan masalah tersebut adalah:


1. Mengetahui penjelasan mengenai pengertian udara emisi.
2. Mengetahui apa itu sumber pencemar bergerak dan sumber pencemar tidak
bergerak

1
3. Mengetahui studi kasus yang digunakan dalam pemantauan kualitas udara emisi.

2
BAB II
METODOLOGI

2.1 Jenis dan Tipe Penulisan

Jenis penulisan pada makalah ini menggunakan ketentuan deskriptif. Metode


deskriptif adalah metode atau cara penulisan dengan menggambarkan,
mendeskripsikan, dan menjelaskan hal yang menjadi objek penulisan berdasarkan
hasil telaah pustaka yang menunjang (studi literatur).

2.2 Metode Pendekatan

Makalah ini penggunakan pendekatan perundang-undangan dan literatur yang ada


yaitu dari jurnal-jurnal yang dapat diakses dari internet. Pendekatan ini digunakan
untuk mendalami dan menelaah mengenai peraturan dan SNI tentang pemantauan
kualitas udara mulai dari aturan-aturan, tahapan-tahapan, analisis dan sebagainya.

2.3 Sumber Literatur

Metode yang digunakan dalam memperoleh data ini menggunakan metode kajian
studi pustaka. Pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan berdasarkan
literatur yang tersedia dari berbagai peraturan-peraturan yang berlaku di negara
Indonesia yang berkaitan dengan peraturan dan SNI tentang pemantauan kualitas
udara serta jurnal-jurnal atau penelitian yang diakses melalui internet.

2.3 Analisis Data

Proses menganalisis data dilakukan setelah data terkumpul. Analisis dilakukan


dengan cara membaca, memperlajari, dan memahami berbagai sumber pustaka
terkait peraturan mengenai analisis pemantauan kualitas udara.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Udara
Udara adalah atmosfer yang ada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting
untuk kehidupan di muka bumi ini, dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk
bernafas, karbon dioksida (CO2) untuk proses fotosintesis oleh khlorofil daun, dan
ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet dari matahari. Udara adalah campuran
gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komponen yang
konsentrasinya paling bervariasi yaitu uap air dan CO2, kegiatan yang berpotensi
menaikkan konsentrasi CO2 seperti pembusukan sampah tanaman, pembakaran
atau sekumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu karena proses
pernapasan. Udara emisi yaitu udara yang dikeluarkan oleh sumber emisi seperti
knalpot kendaraan bermotor dan cerobong gas buang industri (Puspitasari, 2009).

3.1.1 Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi
atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, yang
menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya (Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
R.I No. KEP-03/MENKLH/II/1991).

3.2 Sumber Pencemaran Udara

3.2.1 Sumber Pencemar Bergerak

Sumber pencemar udara bergerak dapat dikelompokkan menjadi, Kendaraan


bermotor, Pesawat terbang, Kereta api dan, Kapal. Dalam proses pembakaran
bahan bakar maka timbullah gas buang dari masing-masing kendaraan, yang
diemisikan ke udara ambien sebagai pencemar. Hasil pembakaran tersebut
diantaranya adalah CO, CO2, SOx, NOx, Hidrokarbon dan bahan dengan
penambahan bahan aditif yang digunakan untuk menyempurnakan proses
pembakaran. Kegiatan transportasi kendaraan bermotor yang merupakan sumber
emisi bergerak mempunyai kontribusi terbesar terhadap penurunan kualitas udara
ataupun pencemaran udara dibandingkan dengan sektor lainnya (industri,
permukiman, komersial, dan limbah padat) (Puspitasari, 2009).

4
3.2.1.1 Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor (Kep.Men

No.35/MENLH/10/1993)
1. Kandungan CO dan HC serta ketebalan asap pada pancaran gas buang :
a. Sepeda motor 2 (dua) langkah dengan bahan bakar bensin dengan
bilangan oktana  87 ditentukan maksimum 4,5 % untuk CO dan
3.000 ppm untuk HC
b. Sepeda motor 4 (empat) langkah dengan bahan bakar bensin dengan
bilangan oktana  87 ditentukan maksimum 4,5 % untuk CO dan 2.400
ppm untuk HC
c. Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar bensin
dengan bilangan oktana  87 ditentukan maksimum 4,5 % untuk CO dan
1.200 ppm untuk HC
d. Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar
solar/diesel dengan bilangan oktana 45 ditentukan maksimum ekivalen
50 % Bosch pada diameter 102 mm atau 25 % untuk ketebalan asap.

2. Kandungan CO dan HC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b, dan


c diukur pada kondisi percepatan bebas (idling)
3. Ketebalan asap gas buang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
d diukur pada kondisi percepatan bebas.

3.2.1.2 Lokasi Pemantauan Kualitas Udara


Lokasi pemantauan kualitas udara antara lain (Puspitasari, 2009):

 Lokasi pemantauan kualitas udara meliputi lokasi udara emisi dan ambien.
 Lokasi udara emisi dari sumber bergerak ditentukan di lokasi gas buang yaitu
umumnya di knalpot kendaraan bermotor.
 Kualitas udara ambien dilakukan di udara bebas di jalan-jalan yang dilalui
kendaraan bermotor yang dapat mewakili kualitas udara ambien di wilayah
tersebut.

3.2.1.3 Periode Pemantauan


Lokasi pemantauan kualitas udara antara lain (Puspitasari, 2009):

 Periode pemantauan di Indonesia untuk kualitas udara emisi saat ini hanya
dilakukan pada kendaraan niaga.
 Periode pemantauan yang umum dilakukan 6 bulan sekali melalui kir dan uji
asap yang dilakukan DLLAJR.

5
 Uji asap dilakukan pada gas buang yang dikeluarkan knalpot. Parameter
kualitas udara yang diuji meliputi: gas CO dan Hidrokarbon (HC).
 Periode pemantauan untuk kualitas udara ambien saat ini di Indonesia belum
ada aturannya, namun sebaiknya juga dilakukan 6 bulan sekali untuk melihat
pengaruh kualitas udara emisi dari sumber bergerak terhadap kualitas udara
ambien yang telah terkontaminasi oleh emisi tersebut.

3.2.1.4 Peralatan yang Dipakai dalam Pemantauan


Peralatan kualitas udara emisi yang digunakan untuk pemantauan yang praktis
menggunakan peralatan digital, baik untuk gas CO maupun untuk hidrokarbon
(Puspitasari, 2009).

3.2.1.5 Jenis Pemantauan


Jenis pemantauan kualitas udara antara lain (Puspitasari, 2009):

 Jenis pemantauan kualitas udara meliputi: pemantauan kualitas udara emisi


(uji asap) dan udara ambien, serta secara organoleptik.
 Pemantauan kualitas udara secara organoleptik dilakukan dengan mengamati
gas hasil pembakaran. Apabila gas hasil pembakaran berwarna hitam atau
coklat tebal, maka dapat disimpulkan bahwa pembakaran pembakaran bahan
bakar berlangsung tidak sempurna, sehingga akan mengeluarkan unsur
pencemar udara yang besar.
 Apabila gas hasil pembakaran yang dikeluarkan melalui knalpot relatif jernih
dan tidak berwarna, maka pembakaran bahan bakar berlangsung secara
sempurna, sehingga akan mengeluarkan unsur pencemar udara yang relatif
kecil.

3.2.1.6 Pengolahan Data Kualitas Udara


Data kualitas udara secara periodik (6 bulanan) dikumpulkan, kemudian diolah dan
dianalisis secara deskriptif dan statistik, sehingga dapat dievaluasi dan disimpulkan
mengenai gambaran kualitas udara akibat emisi udara dari sumber bergerak
(Puspitasari, 2009).

3.2.1.7 Faktor-faktor utama yang menyebabkan besar kecilnya emisi udara dari
sumber bergerak (Puspitasari, 2009)

 jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi


 pola berkendaraan
 perencanaan transportasi

6
 sistem lalu-lintas
 sarana jalan
 kondisi mesin kendaraan bermotor
 jenis bahan bakar yang digunakan.

3.2.1.8 Pengelolaan terhadap dampak udara emisi dari sumber bergerak yang
dapat dilakukan adalah (Puspitasari, 2009)

 mengurangi jumlah kendaraan


 rekayasa motor bakar dan bahan bakar
 rekayasa pola berkendara
 rekayasa transportasi
 rekayasa sistem lalu-lintas dan sarana jalan
 penghijauan di sekitar jalan-jalan

3.2.1.9 Kondisi Atmosfer


Di dalam atmosfer akan terjadi proses-proses difusi antara unsur pencemar
primer (asli) yang akan menghasilkan pencemar sekunder yang mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan pencemar primernya. Contoh peristiwa
foto kimia adalah terbentuknya oksidan (O3). Dengan adanya udara
atmosfer, misalnya unsur pencemar primer dan sekunder akan mengalami
pengenceran dan tersebar secara konvektif dan transversal (Puspitasari,
2009).
Pengaruh meteorologi sangat mempengaruhi sifat penyebaran dan
tranformasi pencemar udara tersebut. Kondisi meteorologi juga dapat
menyebabkan stagnasi dan akumulasi pencemar, sehingga konsentrasi
unsur pencemar udara menjadi tinggi di suatu tempat. Contohnya Kota
Bandung, kondisinya sangat memungkinkan terjadinya akumulasi pencemar
udara. Dengan demikian unsur pencemar yang tidak terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan pencemaran udara. Sebaliknya pada suatu daerah yang
mempunyai kemampuan dispersi yang tinggi, walaupun terkontaminasi
dengan unsur pencemar udara yang tinggi, mungkin tidak akan
menyebabkan pencemaran udara. Kondisi yang berbeda ini menyebabkan
kajian terhadap pencemaran udara dilakukan secara menyeluruh dan dengan
seksama, sesuai kondisi atmosfer masing-masing daerah, sehingga
pengelolaannya menjadi lebih tepat dan akurat.

7
3.2.1.10 Pola Berkendara

Pola berkendara (driving cycle) merupakan salah satu faktor yang secara
langsung akan mempengaruhi jumlah dan intensitas pencemar udara yang
dilepaskan oleh kendaraan berrnotor ke atmosfer. Pola berkendara ditandai
oleh besarnya jalan dan berhenti kendaraan. Semakin besar motor
melakukan jalan - berhenti, maka semakin besar pula emisi udara yang
dilepaskan. Setiap negara mempunyai pola berkendara yang berlainan
tergantung kondisi sosial ekonominya. Driving cycle standard ini telah
dipunyai oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, dan Jepang,
sedangkan dinegara kita belum memiliki. Pengelolaan yang dapat dilakukan
adalah dengan memberikan pengetahuan tentang pengaruh pola berkendara
terhadap pencemaran udara atau menganjurkan pada pengendara agar
menjalankan motornya dengan kecepatan yang relatif konstan (Puspitasari,
2009).

3.2.1.11 Kondisi Jalan, Perencanaan Transportasi, dan Sistem Lalu-Lintas


Kondisi jalan yang jelek akan menyebabkan kecepatan kendaraan yang tidak
stabil dan jalan yang pelan, sehingga akan mengakibatkan buangan gas
bakar yang semakin besar dan berpotensi terhadap pencemaran udara.
Perencanaan transportasi antara lain : penentuan jumlah dan kapasitas jalan
juga akan berpengaruh terhadap pencemaran udara yang ada. Selain ilu,
sislem lalu-lintas juga sangat berpengaruh terhadap macet tidaknya jalan.
Kemacetan jalan akan mengakibatkan semakin meningkatnya unsur
pencemar yang dibuang ke atmosfer. Pengelolaan yang dapat dilakukan
adalah dengan memperbaiki kondisi jalanjalan yang jelek, perencanaan
transportasi yang baik (jumlah jalan, kapasitas jalan,), dan pengaturan sistem
lalu-lintas yang baik (peraturan lalu-lintas, pemantauan lalu-lintas, dsb)
(Puspitasari, 2009).

Secara umum pengendalian pencemaran akibat kendaraan bermotor pada dasarnya


mencakup pertimbangan yang meliputi aspek teknis, sosial ekonomi dan
kelembagaan. Selain itu masalah pencemaran udara yang diakibatkan oleh
kendaraan bermotor melibatkan berbagai sektor sehingga dalam penerapan dan
pengendaliannya harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu.

8
Variabel Ekonomi Perencanaan Kota Sistem Transportasi

Pola Lalu Lintas

Bahan Bakar
Jumlah Kendaraan
Jumlah Trip
Kendaraan

PENGENDALIAN

Emisi Pencemar

Dispersi – Difusi

Metereologi

Baku Mutu Konsentrasi

Reseptor

Gambar. Konsep Pengendalian Pencemaran Udara


Akibat Kendaraan Bermotor

3.2.2 Sumber Tak Bergerak (Menetap)

Sumber pencemar dari bahan bakar bersumber menetap adalah pembakaran


beberapa jenis bahan bakar yang diemisikan pada suatu lokasi yang tetap. Bahan
bakar tersebut terdiri atas batu bara, minyak bakar, gas alam, dan kayu destilasi
minyak. Berbeda dengan sarana transportasi, sumber pencemar udara menetap
mengemisikan polutan pada udara ambien tetap, sehingga dalam pengelolaan
lingkungannya perlu perencanaan yang matang (Anonim, 2005).
Evaluasi dari suatu industri atau kelompok industri atau bahkan seluruh kota
terhadap polusi memerlukan satu studi mendalam tentang sumber-sumber spesifik
polusi. Sampling terhadap cerobong biasanya dilakukan bila terdapat kesalahan atau
kecurigaan terhadap polusi atau jika diinginkan untuk mengukur efisiensi dari suatu
alat pengumpul (Anonim, 2005).

9
Pertimbangan-pertimbangan untuk melakukan pengambilan sampel di dalam
cerobong tidak selalu sama, antara lain (Anonim, 2005):

1. Untuk memperoleh data terhadap emisi untuk inventaris emisi atau untuk
mengidentifikasikan suatu sumber yang dominan dalam suatu area. Misal,
penetuan hidrokarbon yang keluar dari suatu pelarut organik yang digunakan
dalam tangki pengurangan minyak pelumas
2. Untuk menentukan pemenuhan terhadap peraturan, misal insenerator
maksimum partikulat yang diemisikan 230 mg/m3 yang sebanding dengan 12%
CO2, suatu sumber yang diuji harus memenuhi standar yang telah ditetapkan
3. Untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk memilih alat
yang lebih baik
4. Untuk menentukan efisiensi dari suatu pengendali yang dipasang untuk
mengurangi polusi. Misal, jika pemasok peralatan memberikan garansi bahwa
95% partikulat dengan ukuran 5m akan tersusutkan, aliran efluent harua
dilakukan pengujian terhadap asupan (inlet) dan luaran (outlet) peralatan untuk
menentukan garansi yang ditawarkan
5. Untuk mengevaluasi perubahan emisi sebagai suatu hasil modifikasi proses
atau peralatan
6. Untuk menetapkan data sebagai bukti hukum, suatu perusahaan swasta atau
suatu badan pemerintah mungkin dapat memulai suatu program khusus untuk
menetapkan data atau fakta yang ditetapkan

Pengujian dan pemantauan untuk sumber-sumber stasioner terdiri atas enam


langkah :

Operasi Tujuan

Pemilihan lokasi Sampling secara konsisten mewakili terhadap maksud


interpretasi pengukuran
Transportasi sampel
Pemindahan sampel dengan minimum dan atau efek
yang telah diketahui terhadap integritas sampel
Perlakuan sampel Perlakuan fisik dan atau kimia agar sampel konsisten
untuk dianalisis dengan pengendalian dan atau efek yang
telah diketahui terhadap integritas sampel

Analisis sampel Perolehan data secara kuantitatif dan kualitatif untuk data
polutan atau parameter yang diamati

10
Reduksi data Kalibrasi dan proses data analog dan perolehan data
akhir
Interpretasi data Validitas data pengukuran terhadap batasan operasi dan
analisis

11
3.2.2.1 Ada 5 macam sistem sampling untuk memperoleh data tentang emisi yang
dikeluarkan oleh suatu cerobong

Sistem sampling untuk memperloleh data emisi yang dikeluarkan oleh suatu cerobong
(Anonim, 2005):

1. Pemantauan ekstraktif (extractive monitoring)


 Pemantauan secara ekstraktif dapat mempergunakan pemantau yang digunakan
untuk jenis ambien yang dihubungkan dengan sumber cerobong.
 Ekstraktif sampling dilakukan jika diperlukan data tentang konsentrasi gradien.

2. Pemantauan in situ (In situ monitoring)


 Biasanya di dalam saluran aliran gas yang menuju cerobong atau di mana saja
dalam cerobong yang terletak antara dasar dan puncak.
 Menyangkut teknik elektro optikal analisis dan menggunakan celah optik yang dapat
mengetahui total lebar stack.

3. Pemantauan jauh (remote monitoring)


 Digunakan pada emisi yang ke luar dari cerobong dan pada umumnya pada suatu
titik di dalam atmosfer yang berdekatan dengan ujung cerobong.
 Tergantung pada industri dan kondisi emisi sehingga mungkin bahwa konsentrasi
polutan tidak sama pada suatu lokasi sampling di dalam cerobong dan lokasi remote
berada di ujung cerobong.

4. Pemantauan sumber lanjut (extended sources monitoring)


 Sumber-sumber emisi seringkali menyangkut lebih dari satu cerobong dan dalam
banyak hal tidak terbatas dan tidak terkendali titik-titik emisi.  pemantauan in situ.

5. Skema elektro optikal (electrooptical scheme)


 Sistem elektro optikal pada dasarnya terdiri dari pemancar (transmitter) dan suatu
penerima (receiver).
 Pemancar menghasilkan suatu sumber radiasi elektro magnetik yang langsung
melalui suatu sampel optik menuju penerima.
 Penerima akan mendeteksi dan menganalisis radiasi elektro magnetik yang terjadi di
dalam elemen.

13
3.3 Studi Kasus

Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor

Ismiyati Universitas Muhammadiyah Jakarta ismiyati.umj@gmail.com, Devi Marlita STMT


Trisakti stmt@indosat.net.id, Deslida Saidah STMT Trisakti stmt@indosat.net.id

ABSTRAK

Udara adalah faktor penting dalam kehidupan, namun, di era modern, sejalan dengan
perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya
transportasi, telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Dari yang mulanya
segar, kini, kering dan kotor akibat dari terjadinya pencemaran udara karena kendaraan
transportasi. Lewat penggunaan metode kepustakaan, maka, tampak dengan jelas ada
beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian yang serius, di antaranya; 1. Pemberian
izin bagi angkutan umum kecil lebih dibatasi, sementara, kendaraan angkutan massal,
diperbanyak. 2. Kontrol jumlah kendaraan pribadi. 3. Pembatasan usia kendaraan . 4.
Pembangunan MRT, dan pembuatan Electronic Road Pricing. 5. Pengaturan lalu lintas,
rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendaraan. 6. Uji emisi harus
dilakukan secara berkala pada kendaraan umum maupun pribadi. 7. Penanaman pohon
berdaun lebar di pinggir jalan yang lalu lintasnya padat serta di sudut-sudut kota. Kata kunci:
pencemaran udara, emisi gas buang, kehidupan, lingkungan

PENDAHULUAN

Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan kehidupan. Namun pada era modern
ini, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, serta
berkembangnya transportasi, maka, kualitas udara pun mengalami perubahan yang
disebabkan oleh terjadinya pencemaran udara, atau, sebagai berubahnya salah satu
komposisi udara dari keadaan yang normal; yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk
gasgas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu
yang cukup lama, sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan tanaman
(BPLH DKI Jakarta, 2013). Penelitian ini khusus menyoroti penyumbang pencemaran
terbesar di Indonesia; yaitu oleh kendaraan bermotor. Mengingat, dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, telah terjadi lonjakan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat,
khususnya oleh pertambahan sepeda motor, yang mencapai 30%. Sekitar lebih kurang 70%
terdistribusi di daerah perkotaan. Pada rentang 2005, perbandingan antara jumlah sepeda
motor dan penduduk di Indonesia diperkirakan mencapai 1:8. Seterusnya, dari tahun ke
tahun, kondisi tersebut semakin meningkat. Akibatnya, ruas jalan di Indonesia semakin
padat. Bukan hanya di kota-kota besar, bahkan, sampai ke pelosok daerah (WHO, 1979).

14
Menurut data terakhir Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri),
jumlah kendaraan yang beropersi di seluruh Indonesia pada rentang 2013 mencapai
104,211 juta unit, naik sebesar 12 % dari 2012; yakni sebanyak 94,299 juta unit, dan juga
naik sebesar 12 % dari 2011; yakni sebanyak 84,193 juta unit. Dari jumlah tersebut, maka,
populasi terbanyak disumbang oleh sepeda motor, yaitu, rata-rata sebanyak 73 %. Berikut
tabel perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia (Tabel 1). Pertumbuhan
kendaraan bermotor di Indonesia, sudah barang tentu memicu terjadinya peningkatan
polusi, namun, tampaknya, hal itu menjadi rumit ketika melihat faktor produksi dalam
pertumbuhan kendaraan bermotor.

Jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor, ternyata, merupakan tindakan yang dapat dilihat
dengan progressive contextualization (Vayda, 1986) Ketika ingin mendeskripsikan suatu
pengrusakan lingkungan (terkait di sini masalah pencemaran udara akibat transportasi),
terbukti, tidak terbatas hanya melihat aktor-aktor pengguna transportasi saja. Namun, kita
juga dapat melihat lebih luas lagi bahwa tindakan-tindakan tersebut berdampak bagi hidup
dan kehidupan. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan kendaraan bermotor yang
mengeluarkan emisi dan mencemarkan udara di sekitar kita. Salah satu kasus di perkotaan
adalah; akibat pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta lebih tinggi dibanding kota-kota lainnya,
maka, telah mendorong perubahan gaya hidup sebagai akibat dari meningkatnya
pendapatan dan daya beli masyarakatnya. Kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi
(mobil dan sepeda motor) juga angkutan umum meningkat, sehingga, mengambil porsi ruas
jalan yang lebih besar dibanding moda transportasi lainnya. Jumlah kendaraan di Jakarta,
Depok, Tangerang dan Bekasi dari tahun ke tahun, semakin meningkat. Pada rentang 2014,
jumlah kendaraan diprediksi bakal mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan data kendaraan yang tercatat di Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya,
jumlah kendaraan pada 2012 mencapai 14.618.313 unit, dengan pertumbuhan 9,8% dari
tahun sebelumnya. Sementara pada 2013, jumlah kendaraan di Jakarta dan sekitarnya

15
mencapai 16.043.689 unit, dengan tren peningkatan yang mencapai 9,8 %. Berikut tabel
perkembangan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta (Tabel 2).

Perkembangan kendaraan bermotor yang dialami oleh Indonesia, serta perkembangan di


salah satu perkotaan, seperti DKI Jakarta, tentunya menimbulkan masalah pada sistem
transportasi, dan merupakan salah satu yang mempengaruhi udara sebagai commons,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Hardin Z dalam tulisannya “Tragedy of the commons”.
Udara sebagai commons dirusak oleh beberapa kepentingan (Sudrajad, 2006).
DSelanjutnya, dari beberapa penyebab polusi udara yang ada, terbukti, emisi transportasi
adalah sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi, yakni sekitar 85 persen. Hal
tersebut tampak dengan jelas, mengingat, sebagian besar kendaraan bermotor
menghasilkan emisi gas buang yang buruk; baik akibat perawatan yang kurang memadai,
atau dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas yang kurang baik (misalnya; kadar
timbal yang tinggi). Penelitian tentang “Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang
Kendaraan Transportasi serta Dampaknya Terhadap Kehidupan Lingkungan” termasuk
dalam jenis library research. Kegiatannya termasuk kategori penelitian kualitatif dan teknik
penyajian finalnya dilakukan secara deskriptif (Creswell, 2002), selanjutnya, Hasan (2002);
bahwa studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data tidak langsung melalui
dokumentasi. Sementara, dengan memperhatikan konteksnya, analisis data dilakukan
dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Terjadinya Emisi Gas Buang oleh Kendaraan Transportasi

Tidak ada yang bisa menepis, betapa, emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah akibat
terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam
(Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2 ),
hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox)” (BPLH DKI Jakarta,
2013). Selanjutnya, emisi gas buang yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke
atmosfer berdasarkan massa, adalah gas karbondioksida (CO2 ), dan uap air (H2 O) yang

16
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung sempurna yang dapat dicapai
dengan tersedianya suplai udara yang berlebih. Namun demikian, kondisi pembakaran yang
sempurna dalam 244 Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTransLog) - Vol. 01 No.
03, November 2014 Ismiyati ISSN 2355-4721 mesin kendaraan, jarang sekali terjadi.

B. Dampak Terjadinya Pencemaran Udara Terhadap Kehidupan dan Lingkungan


Sebagaimana kita ketahui bersama, pencemaran udara atau perubahan salah satu
komposisi udara dari keadaan normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam
kehidupan manusia. Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul
dengan permintaan pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan.
Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat
menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan global
atau (global warming) (Sudrajad, 2006). Tentunya, hal ini harus merupakan sebuah
peringatan kepada para pemilik kebijakan industri dan kebijakan transportasi agar melihat
kepada masalah udara di sekitarnya. Proses pembangunan yang ada di Indonesia dalam
konteks transportasi, ternyata, telah menimbulkan bencana pembangunan yang pada
akhirnya bermuara menjadi permasalahan ekologis. Akibatnya, udara sebagai salah satunya
commons yang open access menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia dan alam
sekitarnya. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang disajikan pada Tabel 3
berikut.

C. Kondisi Existing Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Transportasi

Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan bermotor sebagai suatu dampak,
adalah bukan satu-satunya penyebab yang disalahkan. Akan tetapi, penggunaannya yang
tidak teratur (disorder) adalah yang dapat menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita,
terutama udara. Singgungan antara transportasi dan lingkungan juga dapat diungkapkan
lewat masalah perilaku manusia terhadap lingkungannya (Sudrajad, 2006). Hal tersebut
bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang seharusnya merupakan salah satu
perangkat teknologi untuk memudahkan manusia, malahan menimbulkan dampak yang

17
berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Selanjutnya, secara langsung,
kandungan-kandungan timah hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan kita, dan/atau
menimbulkan penyakit-penyakit yang mematikan. Lalu apakah produksi dari transportasi
sebagai alasan pembangunan teknologi dapat dijadikan alasan bagi para pembuat
keputusan. Kenyataan inilah yang sampai sekarang selalu menjadi ajang perdebatan,
terutama, dalam memahami bagaimana mengartikan sebuah lingkungan dan teknologi agar
dapat berdampingan tanpa adanya bahaya serta transportasi yang tidak teratur (disorder).
Sebagai contoh, di Jakarta, sumber pencemaran udara yang utama adalah kendaraan
bermotor dan industri. Dalam hal ini, tehadap beban emisi total, kendaraan bermotor
menyumbang sekitar 71% pencemar oksida nitrogen (NOX), 15% pencemar oksida sulfur
(SOx), dan 70% pencemar partikulat (PM10). Tampaknya, emisi gas dan kandungannya
menjadi beban moral bagi pengguna transportasi dan industri transportasi (BPLH DKI
Jakarta, 2013). Permasalahan seperti ini telah menjadi fenomena pembangunan. Walau 245
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTransLog) - Vol. 01 No. 03, November 2014
ISSN 2355-4721 Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
pembangunan transportasi yang ideal amat diharapkan oleh masyarakat, namun, dari sudut
pandang ekologi, dampak sosial transportasi dengan lingkungan telah menimbulkan depresi
terhadap masyarakat. Secara lebih tegas dapat dikatakan, udara yang tercemar akibat
transportasi telah menimbulkan tingkat stress pada manusia yang mengalami gangguan
tersebut. Dari perspektif ekologi, perilaku manusia yang beradaptasi dengan proses akan
menjadi jenuh apabila adaptasi tersebut dilakukan dengan terus menerus atau sering,
sehingga, orang yang dalam kehidupan sehari-harinya mengalami gangguan udara dari
transportasi dan mengalami kejenuhan dapat menimbulkan stress dan depresi (kajian ini
terjadi pada behaviour-nya). Karena apa yang adaptif dan bukan adaptif, bagi mereka,
adalah cenderung pada perubahan perilaku kolektif dari masyarakatnya. Hal ini dapat
ditunjukkan, tingkat stress dan depresi penduduk di kotakota besar seperti Jakarta tergolong
tinggi. Manusia sebagai faktor yang menentukan keberlanjutannya lingkungan yang ada di
sekitarnya, menjadi tidak berdaya, karena, pengrusakan lingkungan terjadi dan dilakukan
oleh segelintir orang yang tidak bertanggung-jawab. Oleh sebab itu, kejadian-kejadian
seperti pencemaran udara pun tidak terhindarkan. Bukan hanya itu, ternyata, permasalahan
ekologi yang terjadi akibat transportasi ini juga menjadi permasalahan psikologis yang ada
pada masyarakat urban. Semakin tinggi tingkat pencemaran udara, maka, kecenderungan
tingkat stress pun akan semakin tinggi pula. Kebijakan transportasi yang berhubungan
dengan lingkungan atau Transportation Environment, adalah merupakan suatu penyebab
munculnya dampak sosial. Artinya, dampak sosial yang dimaksud adalah transportasi yang
tidak teratur (disorder), yang kemudian mengganggu kehidupan manusia. Pada saat ini,
transportasi selalu dijadikan alasan utama bagi pencemaran kota. Kebanyakan orang

18
beranggapan, pencemaran kota yang merusak udara di sekitar kita adalah merupakan suatu
akibat dari kelalaian pemerintah dan produsen yang mendesain kendaraan bermotornya
tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Akibatnya, daerah perkotaan dianggap
merupakan salah satu sumber utama pencemaran udara, dan memegang peranan yang
sangat besar dalam masalah pencemaran udara. Pada umumnya, dari berbagai sektor yang
potensial dalam mencemari udara, maka, sektor transportasi memegang peran yang sangat
besar dibanding dengan sektor yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang
kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi
gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari
sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan,
dan lain-lain (BPLH DKI Jakarta, 2013). Dari uraiaan di atas, maka, tampak dengan jelas
beberapa faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi
terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:

a. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).

b. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.

c. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya kegiatan-
kegiatan perekonomian dan perkantoran.

d. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya
daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota.

e. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.

f. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.

g. Faktor perawatan kendaraan.

h. Jenis bahan bakar yang digunakan.

i. Jenis permukaan jalan.

j. Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).

Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas emisi gas buang sumber pencemaran
udara tersebut, faktor penting lainnya adalah; faktor potensi dispersi atmosfer daerah
perkotaan akan sangat tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Padahal, sektor
transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi yang
berdampak terhadap kehidupan dan lingkungan. Hampir semua produk energi konvensional
dan rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan
sumber emisi pencemaran udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam
motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawasenyawa seperti CO (karbon monoksida),

19
THC (total hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx (oksidaoksida
sulfur) (BPLH DKI Jakarta, 2013). Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal.
Solar dalam motor disel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping
senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH
(Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar
(karsinogenik), dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-
zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu, hidrokarbon juga timbal. Udara yang tercemar
oleh zat-zat tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan
jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut
terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah,
atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Biasanya, pencemaran udara karena partikel
debu dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma
paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru-paru. Kadar timbal yang tinggi di udara juga
dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan
dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya; seperti anemia, kerusakan ginjal
dan lain-lain, sedang keracunan Pb bersifat akumulatif. Keracunan gas CO timbul sebagai
akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar
dibanding dengan oksigen (O2 ) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa
oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu (BPLH DKI Jakarta, 2013). Selaras dengan itu,
berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh, apabila tidak segera mendapat udara
segar, akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian. Sementara, bahan
pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2 S dapat merangsang pernapasan yang
mengakibatkan iritasi dan peradangan.

D. Upaya untuk Mengurangi Dampak Polusi/Pencemaran Udara

Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang mencakup upaya-
upaya pengendalian baik langsung maupun tidak langsung, 247 Jurnal Manajemen
Transportasi & Logistik (JMTransLog) - Vol. 01 No. 03, November 2014 ISSN 2355-4721
Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor akan dapat menurunkan
tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara efektif antara lain (Sudrajad, 2006):

1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik sepeda, kendaraan
umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama temanteman (car pooling).

2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan asapnya tidak
mengotori udara.

20
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat energi.

4. Memilih bensin yang bebas timbal (unleaded fuel).

Saran

Solusi untuk mengatasi polusi udara kota, terutama ditujukan pada pembenahan sektor
transportasi dengan tanpa mengabaikan sektor-sektor lain, maka, tidak ada kata lain kecuali
harus mau belajar dari kota-kota besar lain di dunia yang telah berhasil menurunkan polusi
udara dan angka kesakitan serta kematian yang diakibatkan karenanya. Di antaranya,
dengan pembatasan izin bagi angkutan umum kecil, dengan memperbanyak kendaraan
angkutan massal; seperti bus dan kereta api, diperbanyak. Kemudian, kontrol terhadap
jumlah kendaraan pribadi juga dapat dilakukan seiring dengan perbaikan pada sejumlah
angkutan umum. Selanjutnya, pembatasan usia kendaraan terutama bagi angkutan umum
juga perlu mendapatkan pertimbangan secara khusus, mengingat, semakin tua kendaraan,
apalagi yang kurang terawat, sangat berpotensi besar sebagai penyumbang polutan udara.
Selaras dengan itu, pembangunan MRT, dan Electronic Road Pricing (ERP), juga mendesak
untuk direalisasikan. Di samping itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan
tegas terhadap pelanggaran berkendara benar-benar dapat diwujudkan, begitu juga uji emisi
yang dilakukan secara berkala, serta penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan,
terutama yang lalu lintasnya padat, dapat juga mengurangi polusi udara.

21
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah, peraturan dan SNI tentang pemantauan
kualitas udara yaitu:
1. Udara Emisi adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, yang menyebabkan
udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
2. Sumber pencemaran udara yaitu sumber pencemar bergerak dan juga sumber tidak
bergerak;

22
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Emisi Gas Buang – Sumber Tidak Bergerak – Bagian 2: Penentuan Lokasi
dan Titik-titik Lintas Pengambilan Contoh Uji (SNI 19-7117.2.2005). Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.

Anonim. 2005. Emisi Gas Buang – Sumber Tidak Bergerak – Bagian 11: Cara Uji Opasitas
Menggunakan Skala Ringgelmann Untuk Asap Hitam (SNI 19-7117.2.2005). Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.

Bapedal. 1997. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-
107/KABAPEDAL/II/1997 Tentang Perhitungan dan Pelaposan Serta Informasi
Indeks Standar Pencemar Udara.

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I No. KEP-
03/MENKLH/II/1991).

Ismiyati, dkk.2014. Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Jurnal
Manajemen Transportasi & Logistik (JMTransLog) - Vol. 01 No. 03, November 2014

Puspitasari dan Akbar M. S., Fredi S., dan Dedy D. P. 2009. Kinerja Economizer Pada
Boiler. Jurnal Teknik Industri, vol. 11, No. 1, Juni 2009, Institut Teknologi Sepuluh
November, Kampus Keputih Sukolilo, Surabaya

Wijaya, Putri Ines.2018. ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEPADATAN JALAN


LALU LINTAS DI KOTA PADANG (Studi Kasus: Karbon Monoksida di Jalan Prof Dr
Hamka, Jalan Khatib Sulaiman, dan Jalan Rasuna Said). Universitas Negeri
Padang

23

Anda mungkin juga menyukai