Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada jumat 11 November 1785 dari ibu yang
merupakan seorang selir bernama R.A. Mangkarawati, dan ayahnya yang bernama Gusti
Raden Mas Surojo, yang di kemudian hari naik tahta bergelar Hamengkubuwono III.
Pangeran Diponegoro sadar bahwa dirinya terlahir dari seorang selir. Ia pun menolak
permintaan ayahnya, Sultan Hamengkubuwono III, untuk diangkat menjadi raja. Pasalnya, di
lingkungan kerajaan pada saat itu yang biasa dinobatkan menjadi raja hanyalah anak dari
permaisuri.
Perang Diponegoro
Sekitar 1825-1830, Pangeran Diponegoro memimpin Jawa Tengah dan sebagian Jawa
Timur dalam perang besar-besaran yang hampir-hampir meruntuhkan kekuasaan imperialis
Belanda di Indonesia. Perang ini diawali dengan keputusan dan tindakan Hindia Belanda
yang memasang patok-patok di atas lahan milik Diponegoro di Desa Tegalrejo. Ditambah
lagi, Hindia Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat serta eksploitasi
berlebihan terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
Ra kartini
Dari berbagai literatur, R.A. Kartini lahir di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pada 21 Januari
1879. Sesuai dengan ketetapan Presiden RI, Ir. Soekarno, melalui surat No.108 Tahun 1964
tertanggal 2 Mei 1964 menetapkan R. A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Di surat yang sama, Soekarno juga menetapkan peringatan Hari Kartini sebagai hari besar
Nasional yang jatuh pada tanggal 21 April setiap tahunnya. Tanggal tersebut dipilih sesuai
dengan hari lahir R.A. Kartini.
R.A. Kartini adalah putri tertua keturunan keluarga ningrat Jawa atau istilahnya keluarga priyayi.
Dengan kata lain, ia menyandang predikat sebagai kasta bangsawan di kala itu. Ayahnya
seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosriningrat.
Sedangkan sang Ibu bernama M.A. Ngasirah yaitu putri anak dari seorang guru agama di
Teluwakur, Jepara. Tidak hanya pesohor di kala itu, keluarga Kartini dikenal cerdas. Sang kakek,
Pangeran Ario Tjondronegoro IV adalah sosok cerdas yang diangkat menjadi bupati di usia 25
tahun.
R.A. Kartini kecil berusia 12 tahun menempa pendidikan di sekolah mentereng pada zaman
kolonial Hindia Belanda di Indonesia, Europeesche Lagere School (ELS). Sejatinya sekolah ini
dikhususkan untuk anak-anak keturunan Eropa, timur asing atau pribumi dari tokoh terkemuka.
Saat itu, R.A. Kartini begitu menggemari pelajaran bahasa Belanda yang menjadi bahasa
komunikasi wajib bagi murid-murid ELS. Sayangnya, aktivitas belajar di ELS tak dapat
berlangsung lama karena ia dipingit dan harus tinggal di rumah. Meski demikian, R.A. Kartini tak
mau mengurung diri, ia justru memanfaatkan kesempatan itu memilih belajar sendiri, membaca,
dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda, salah
satunya bernama Rosa Abendanon.
Tak lama kemudian, R.A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat
pada tanggal 12 November 1903. Mengerti akan keinginannya, sang suami memberi kebebasan
dan mendukungnya mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor
kabupaten Rembang. Berkat kegigihannya, dia mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini
(Sekolah Kartini) di Semarang pada tahun 1912, kemudian menyusul Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Kini, Gedung tersebut disebut sebagai Gedung
Pramuka. Dari pernikahannya, R.A. Kartini memiliki anak pertama sekaligus menjadi anak
terakhirnya yang lahir pada tanggal 13 September 1904 bernama Soesalit Djojoadhiningrat.
Empat hari pasca melahirkan, R.A. Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904. Wafat
diusia 25 tahun, R.A. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jawa
Tengah. Walaupun sudah tiada, karya tulisan R.A. Kartini berhasil dikumpulkan Mr JH
Abendanon, sahabatnya di Belanda. Pada 1911, sahabatnya tersebut juga menerbitkan karya
tulisan R.A. Kartini dalam buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah
Terang. Dan pada 1922 buku tersebut terbit dalam bahasa melayu yang berjudul "Habis Gelap
Terbitlah Terang" diterbitkan Balai Pustaka.
Ki hadjar dewantara
Ki Hadjar Dewantara sang Bapak Pendidikan Nasional. Ki Hadjar Dewantara adalah
pahlawan Nasional asal Yogyakarta. Nama asli beliau adalah Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat. Beliau lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889.
Hayo inget gak kalau 2 mei itu hari apa?
Tanggal 2 Mei itu adalah Hari Pendidikan Nasional. Hari Pendidikan Nasional dirayakan pada
tanggal ini adalah karena untuk memperingati jasa-jasa Ki Hadjar Dewantara yang telah
memberikan banyak sumbangsih pendidikan di Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara pertama kali bersekolah di ELS (Eropeesche Legere School) atau
sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan bangsawan yang ada di Indonesia. Beliau bisa
masuk ke sekolah ini karena beliau adalah anak bangsawan. Beliau lahir di dalam sebuah
keluarga keraton, dari pasangan Gusti Pangeran Harya Surjaningrat dan cucu dari
Pakualaman III.
Setelah lulus dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA (School tot
Opleiding van Indische Artsen) yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di
kota Batavia yang sekarang jadi Kedokteran Universitas Indonesia. Siapa yang pengen masuk
Kedokteran UI cung! Biar samaan sama Ki Hadjar Dewantara.
Tau gak sih kalau beliau itu adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia? Beliau itu
adalah bagian dari orang-orang Indonesia yang mengusir penjajah. Ets tentunya dengan
pemikirannya lho. Beliau masuk organisasi pergerakan Boedi Oetomo yang didirikan oleh Dr.
Soetomo. Selanjutnya membuat suatu organisasi bersama temannya Douwes Dekker dan
Dr. Tjipto Mangunkusumo yang terkenal dengan nama tiga serangkai.
Ki Hadjar Dewantara gencar mengkritik Belanda. Beliau sering membuat tulisan
yang menyentak pemerintahan Belanda lewat berbagai surat kabar. Seperti
tulisannya "Seandainya Aku Seorang Belanda" yang membuat beliau diasingkan ke
negeri Belanda.
Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri sekolah Nationaal Onderwijs Taman Siswa atau
yang sekarang kita kenal dengan Taman Siswa.Sekolah Taman Siswa pertama
didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada bulan Juli tahun 1922. Nah, sekolah ini nih
yang nerapin sistem pembelajaran yang asik tadi.
Sistem pendidikan tersebut dilakukan secara informal dengan menekankan
keterampilan tradisional dan nilai-nilai kehidupan orang Jawa, terutama pada musik
dan tarian tradisional. Mata pelajaran yang berasal dari Barat juga diajarkan beliau
agar membantu siswa mengatasi tuntutan kehidupan modern saat ini.
Sistem yang dibuat Ki Hadjar Dewantara ini menghasilkan banyak sekali keuntungan
untuk bangsa Indonesia. Selain masyarakatnya diajari untuk menjadi terdidik dan
tidak ketinggalan zaman, ia juga menciptakan sistem pembelajaran berbasis
kebudayaan untuk tetap mempertahankan kebudayaan asli Indonesia.
Gaes, yang dimaksud dengan berbasis kebudayaan itu adalah, dalam sistem
pembelajarannya murid diajarkan tentang apa saja yang ada di Indonesia, seperti
budaya, bahasa, dan banyak hal lagi tentang ke-Indonesiaan. Hal ini ditujukan untuk
menumbuhkan rasa Nasionalisme dari peserta didik.
Nah, pembelajaran terkait kebudayaan untuk menumbuhkan rasa Nasionalisme ini
yang menjadi tombak perjuangan orang-orang indonesia untuk mengusir Belanda.
Karena ini juga keberadaan Taman Siswa ditakuti oleh pemerintahan Belanda.
Kamu tahu gak sih kalau sekolah Taman Siswa itu sudah menyebar ke seluruh
nusantara pada akhir tahun 1930-an? Jadi, sistem pendidikan Taman Siswa ini
sudah menyebar ke seluruh penjuru Nusantara sekitar 8 tahun setelah didirikan
karena, sistem pendidikan taman siswa memang diperuntukkan untuk pribumi yang
pada masa itu juga masih sedikit dapat mengenyam bangku pendidikan.
Dia merasa bahwa pendidikan adalah sebuah cara terbaik untuk memperkuat orang
Indonesia, dan ia sangat dipengaruhi oleh banyak teori yang melandasi cara
berpikirnya. Salah satunya adalah pemikir teori pendidikan reformis dari Italia, Maria
Montessori. Dia juga banyak dipengaruhi oleh penyair dan filsuf asal India yakni
Rabindranath Tagore.
Pemikiran yang diambil dari Maria Montessori adalah terkait pendidikan usia dini.
Hal yang diterapkan pada pendidikan Montessori adalah bagaimana peserta didik
memiliki kebebasan dalam belajar, tempat belajar yang menyenangkan dan dapat
membangun karakter peserta didik dengan metode bernyanyi dan menari.
Sedangkan pemikiran dari Tagore diambil oleh Ki Hadjar Dewantara dari sisi konsep
kebebasan dan merdeka yang beliau terapkan dalam sistem pembelajaran Taman
Siswa. Disini siapa yang suka belajar tanpa tekanan? atau punya kebebasan berpikir
apapun? suka dong tentunya. Gak ada lagi dimarahin guru, atau takut belajar di
sekolah.
Setelah banyak membantu masyarakat Indonesia dalam mengenyam pendidikan,
dan setelah indonesia merdeka, beliau diangkat menjadi menteri pendidikan oleh
presiden Soekarno. Karena ketulusan hatinya untuk membangun bangsa Indonesia
dengan pemikirannya dan jerih payahnya membuat sistem pendidikan, Beliau
dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional
Dr tjipto mangunkusumo
Ir. Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno yang lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901
dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai.
Ayah Soekarno adalah seorang guru. Raden Soekemi bertemu dengan Ida Ayu ketika dia mengajar di Sekolah
Dasar Pribumi Singaraja, Bali.
Soekarno hanya menghabiskan sedikit masa kecilnya dengan orangtuanya hingga akhirnya dia tinggal bersama
kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Soekarno pertama kali bersekolah di Tulung Agung hingga akhirnya dia ikut kedua orangtuanya pindah ke
Mojokerto.
Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School. Di tahun 1911, Soekarno dipindahkan
ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).
Setelah lulus pada tahun 1915, Soekarno melanjutkan pendidikannya di HBS, Surabaya, Jawa Timur. Di
Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para tokoh dari Sarekat Islam, organisasi yang kala itu dipimpin
oleh HOS Tjokroaminoto yang juga memberi tumpangan ketika Soekarno tinggal di Surabaya.
Dari sinilah, rasa nasionalisme dari dalam diri Soekarno terus menggelora. Di tahun berikutnya, Soekarno mulai
aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.
Nama organisasi tersebut kemudian Soekarno ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.
Di tahun 1920 seusai tamat dari HBS, Soekarno melanjutkan studinya ke Technische Hoge School (sekarang
berganti nama menjadi Institut Teknologi Bandung) di Bandung dan mengambil jurusan teknik sipil.
Saat bersekolah di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam
dan sahabat karib Tjokroaminoto. Melalui Haji Sanusi, Soekarno berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto
Mangunkusumo dan Dr Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang diinspirasi dari Indonesische
Studie Club (dipimpin oleh Dr Soetomo). Algemene Studie Club merupakan cikal bakal berdirinya Partai
Nasional Indonesia pada tahun 1927.
Bulan Desember 1929, Soekarno ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Penjara Banceuy karena aktivitasnya
di PNI. Pada tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Dari dalam penjara inilah, Soekarno
membuat pledoi yang fenomenal, Indonesia Menggugat.
Soekarno dibebaskan pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan
Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI.
Soekarno kembali ditangkap oleh Belanda pada bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores. Karena jauhnya
tempat pengasingan, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional lainnya.
Namun semangat Soekarno tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi
Bengkulu. Soekarno baru benar-benar bebas setelah masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Di awal kependudukannya, Jepang tidak terlalu memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia hingga
akhirnya sekitar tahun 1943 Jepang menyadari betapa pentingnya para tokoh ini. Jepang mulai memanfaatkan
tokoh pergerakan Indonesia dimana salah satunya adalah Soekarno untuk menarik perhatian penduduk
Indonesia terhadap propaganda Jepang.
Akhirnya tokoh-tokoh nasional ini mulai bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk dapat
mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang tetap melakukan gerakan perlawanan seperti Sutan
Sjahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Soekarno sendiri mulai aktif mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan
Pancasila, UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan.
Pada bulan Agustus 1945, Soekarno diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia
Tenggara ke Dalat, Vietnam. Marsekal Terauchi menyatakan bahwa sudah saatnya Indonesia merdekan dan
segala urusan proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah tanggung jawab rakyat Indonesia sendiri.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16
Agustus 1945. Para tokoh pemuda dari PETA menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena pada saat itu di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan.
Ini disebabkan karena Jepang telah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan
beberapa tokoh lainnya menolak tuntutan ini dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang.
Pada akhirnya,Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional lainnya mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia. Berdasarkan sidang yang diadakan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) panitia kecil untuk upacara proklamasi yang terdiri dari delapan orang resmi
dibentuk.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya. Teks proklamasi secara langsung
dibacakan oleh Soekarno yang semenjak pagi telah memenuhi halaman rumahnya di Jl Pegangsaan Timur 56,
Jakarta.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Mohammad Hatta dikukuhkan oleh KNIP.
Kemerdekaan yang telah didapatkan ini tidak langsung bisa dinikmati karena di tahun-tahun berikutnya masih
ada sekutu yang secara terang-terangan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan bahkan berusaha untuk
kembali menjajah Indonesia.
Gencaran senjata dari pihak sekutu tak lantas membuat rakyat Indonesia menyerah, seperti yang terjadi di
Surabaya ketika pasukan Belanda yang dipimpin oleh Brigadir Jendral A.W.S Mallaby berusaha untuk kembali
menyerang Indonesia.
Rakyat Indonesia di Surabaya dengan gigihnya terus berjuang untuk tetap mempertahankan kemerdekaan
hingga akhirnya Brigadir Jendral AWS Mallaby tewas dan pemerintah Belanda menarik pasukannya kembali.
Perang seperti ini tidak hanya terjadi di Surabaya tapi juga hampir di setiap kota.
Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB karena agresi militer tersebut dinilai
telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggajati.
Walaupun telah dilaporkan ke PBB, Belanda tetap saja melakukan agresinya. Atas permintaan India dan
Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda
rapat Dewan Keamanan PBB, di mana kemudian dikeluarkan Resolusi No 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang
isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947, Pemerintah Belanda akhirnya
menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan
Keamanan untuk melakukan gencatan senjata dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu
komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden
Soekarno kembali diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat
sebagai perdana menteri RIS.
Karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17
Agustus 1950, RIS kembali diubah menjadi Republik Indonesia dimana Ir Soekarno menjadi Presiden dan
Mohammad Hatta menjadi wakilnya.
Pemberontakan G30S/PKI melahirkan krisis politik hebat di Indonesia. Massa dari KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.
Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena menilai bahwa tindakan tersebut bertentangan
dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).
Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik. Lima bulan
kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditandatangani oleh Soekarno
dimana isinya merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna
menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.
Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No
XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat bisa
menjadi presiden apabila presiden sebelumnya berhalangan.
Pada 22 Juni 1966, Soekarno membacakan pidato pertanggungjawabannya mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S. Pidato pertanggungjawaban ini ditolak oleh MPRS hingga akhirnya pada 20 Februari 1967
Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.
Hari Minggu, 21 Juni 1970 Presiden Soekarno meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat)
Gatot Subroto, Jakarta. Presiden Soekarno disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan kemudian dimakamkan
di Blitar, Jawa Timur berdekatan dengan makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah kemudian
menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Ir Soekarno adalah seorang sosok pahlawan yang sejati. Dia tidak hanya diakui berjasa bagi bangsanya sendiri
tapi juga memberikan pengabdiannya untuk kedamaian di dunia. Semua sepakat bahwa Ir Soekarno adalah
seorang manusia yang tidak biasa yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Ir Soekarno
adalah bapak bangsa yang tidak akan tergantikan.
Sutan syahrir
Tahun 1933, Hatta kembali ke tanah Hindia dengan menyandang gelar dokterandus. Kedatangan
Hatta disambut baik kalangan aktivis Hindia sekaligus membuat Sjahrir menyerahkan kepemimpinan
PNI-Baru ke seniornya tersebut. Sementara itu, Sukarno yang sudah dibebaskan dari penjara
Sukamiskin juga terus berjuang melalui ‘kendaraan’ lain, yaitu Partindo. Pada saat itu, Sukarno &
Partindo yang fokus pada penggalangan massa secara kuantitatif mengklaim memiliki pengikut lebih
dari 20,000 orang, sedangkan PNI-Baru yang fokus pada kaderisasi dan anggota yang terdidik, baru
memiliki 1,000 anggota.
Gub Jend, de Graeff yang pensiun tahun 1931 diganti oleh Bonifacius Cornelis de Jonge. Baru aja
ngejabat, Jonkheer de Jonge ini langsung pusing menghadapi pergerakan para aktivis kemerdekaan
yang semakin terkoordinir dan memiliki basis massa. Akhirnya De Jonge mau gak mau harus kerja
extra untuk memata-matai serta menangkapi orang-orang yang terbukti terlibat dalam gerakan
pemberontakan. Salah satu tokoh yang ditangkep pertama adalah Sukarno (lagi) tahun 1933.
Khawatir dengan basis masa fans Sukarno yang banyaknya udah kelewatan di Pulau Jawa, Sukarno
dibuang jauh-jauh ke Ende, Flores. Februari 1934, giliran duet maut Sjahrir & Hatta yang diciduk.
Hatta ditahan di Penjara Glodok, Batavia, sedangkan Sjahrir dijeblosin di Penjara Cipinang, Meester
Cornelis. Awalnya, sel tempat Sjahrir ditahan cukup lumayan lah buat ukuran penjara. Tapi dalem
hati Sjahrir tau gak lama juga dia bakal senasib sama Sukarno, bakal dibuang di tempat gak jelas!
Ternyata bener dugaan dia, Desember 1934 Sjahrir, Hatta, dan banyak aktivis lain seperti Tjipto
Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, dkk dibuang ke Boven Digoel, di pelosok paling pelosok dari
Pulau Papua.
Berbeda dengan Hatta yang introvert, pendiam, dan bisa dengan mudah larut berjam-jam hanya
dengan membaca buku. Sjahrir yang pembawaannya lebih extrovert, bersemangat, spontan…
merasa kesepian di tanah pengasingan. Di tanah buangan tanpa ada rumah sakit, sekolah, dan
kepastian akan masa depan. Sjahrir banyak menghabiskan waktu untuk menulis surat pada istrinya
Maria Duchateau di Belanda, yang sudah lama tidak ia temui.
Mungkin karena rindu istri, kesepian, dan stress gak bisa berkarya lebih banyak di pengasingan,
kondisi psikologis Sjahrir mengalami demoralisasi. Doi jadi sering banget nyelonong ke rumah-rumah
Hatta, dr Tjipto, dan kawan-kawan pas tengah malem dengan beralasan mau minta gula, garem,
pokoknya ada-ada aja deh..! Padahal sebetulnya kemungkinan Sjahrir cuma lagi kesepian pengen
ditemenin ngobrol. Menurut jurnalis senior Bang Rosihan Anwar, kalo Bung Hatta ditanyai tentang
Sjahrir, Hatta bilang “Ah si Sjahrir lagi terganggu pikirannya dan jadi agak sinting!” hehehe…
2 Januari 1936, penderitaan Sjahrir, Hatta, dan kawan-kawan jadi agak mendingan karena dipindahin
ke Banda Neira, Maluku. Di tempat inilah akhirnya Sjahrir menemukan kedamaian tinggal di daerah
terpencil dengan di kelilingi penduduk lokal yang bersahabat (bukan nyamuk malaria dan buaya lagi).
Di Banda Neira, Sjahrir yang extrovert dan bersemangat menyalurkan energinya untuk main sama
anak-anak dan mengajar penduduk lokal. Saking deketnya dia sama anak-anak di daerah itu, tiga di
antaranya dia angkat sebagai anak.
Sjahrir, Hatta menanti pembebasan selama 5 tahun di Banda Neira, sampai Jepang menyerang Pearl
Harbour (Desember 1941), Kepulauan Pasifik, dan Malaya. Dalam ekspansi wilayah itu, Pulau Ambon
juga kena kepungan oleh Jepang. Untung belum terlambat, pemerintahan Hindia memutuskan
memindahkan Sjahrir dan tahanan-tahanan lain ke Pulau Jawa sampai akhirnya Jepang betul-betul
menguasai Nusantara, dan membebaskan semua tawanan politik Hindia Belanda.
Dari hasil pertemuan itu, Sukarno berpendapat bahwa untuk sementara kita perlu mengikuti
keinginan Jepang, agar kemerdekaan Indonesia bisa didapatkan tanpa perlu pertumpahan darah.
Sementara itu, Sjahrir menolak bentuk perjuangan yang berkooperasi dengan Jepang dan lebih
memilih meneruskan perjuangan secara underground dengan membangun basis massa agar
semangat kemerdekaan tetap terjaga dari akar rumput. Akhirnya Sukarno & Hatta memilih jalan
untuk berkooperasi dengan Jepang dengan harapan Indonesia dapat merdeka tanpa perlu
membuang nyawa melawan tentara Jepang yang bahkan mampu memukul mundur Belanda hanya
dalam beberapa bulan.
Keputusan Bung Karno & Hatta untuk berkooperasi dengan Jepang seringkali menjadi polemik moral
yang tidak berujung dalam sejarah bangsa kita. Di satu sisi, Bung Karno & Hatta menganggap cara
yang mereka tempuh adalah “langkah yang paling taktis” agar Indonesia bisa mendapatkan celah
untuk memerdekakan diri tanpa perlu berperang melawan Jepang yang kekuatan militernya sangat
mengerikan. Sementara bagi tokoh pergerakan lapangan seperti Tan Malaka, bahkan juga Sjahrir,
Bung Karno & Hatta dinilai terlalu lembek dan pengecut untuk melawan Jepang secara terang-
terangan. Puncaknya adalah ketika Jepang memberlakukan romusha (1942-1945) bagi 4-10 juta
penduduk lokal untuk membangun basis militer, terowongan, dan pengangkutan bahan pangan bagi
Jepang.
Para pemuda pengikut Sjahrir ikutan jengkel karena pembatalan ini, dan mendesak Sjahrir untuk
langsung mengumumkan kemerdekaan! Walaupun jengkel dengan Sukarno, Sjahrir menolak untuk
menyatakan kemerdekaan, karena menurut dia Sukarno tetap orang yang paling layak untuk
melakukannya, terutama karena basis pendukungnya yang sangat banyak dan kharismanya yang
selangit. Sjahrir tetap bersabar, agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan sendiri.
Puncak ketegangan ini memuncak ketika kelompok pemuda dari Menteng (Wikana, dan kawan-
kawan) menculik Sukarno & Hatta ke Rengasdengklok. Ketika dengar berita bahwa Dwitunggal
beneran diculik oleh pemuda, Sjahrir kaget setengah mati! Bayangin aja, di detik-detik yang
menentukan kemerdekaan, sekelompok remaja tanggung berdarah panas malah nyulik tokoh sentral
Indonesia!! Menurut gosipnya sih, saking marahnya Sjahrir, salah satu geng pemuda itu ditabokin
sama dia, hehehe…
Akhirnya Sukarno-Hatta dijemput balik sama Ahmad Subardjo untuk menyusun teks proklamasi di
rumah Tadashi Maeda, Menteng. Keesokan harinya 17 Agustus 1945, akhirnya peristiwa yang
dimimpikan oleh para tokoh awal pergerakan Indonesia sejak tahun 1931 terjadi juga. Indonesia
akhirnya menyatakan proklamasi kemerdekaan. Sjahrir, sebagai tokoh arsitek gerakan underground
yang selalu bergerak di belakang panggung, memutuskan untuk tidak hadir dalam momentum paling
bersejarah itu.
Pasca kemerdekaan, Indonesia memiliki 2 PR besar, yaitu: (1) upaya mempertahankan status
kemerdekaan dari serangan militer Belanda maupun daerah-daerah terpencil yang masih dikuasai
sisa tentara Jepang. (2) Upaya memenangkan pengakuan dunia internasional yang perlu
diperjuangkan dalam bentuk perundingan dan perjanjian.
Lagi-lagi, terdapat perselisihan cara pandang antar para Bapak Bangsa kita. Bagi Tan Malaka dan
Sudirman yang berjuang di garis depan, kita tidak perlu lagi berunding dengan pihak luar untuk
mencapai kemerdekaan yang utuh. Sementara bagi Hatta dan (terutama) Sjahrir, kemerdekaan yang
realistis sesungguhnya hanya bisa dicapai secara bertahap, rapi, dan elegan, bukan frontal dengan
angkat senjata. Setelah berbagai macam drama perselisihan antar 2 kubu Bapak Bangsa kita. Pada
akhirnya, Jendral Sudirman & Tan Malaka banyak berperan pada PR pertama untuk meredam agresi
militer. Sementara Sjahrir dan Bung Hatta fokus pada misi kedua, mendapatkan pengakuan dunia
internasional.
Dalam upaya menuntaskan misi kedua ini, ada 2 prestasi Sjahrir yang bikin dia dikenang sebagai
diplomat ulung yang sangat cerdik membaca situasi dunia internasional. Pertama adalah keputusan
cerdiknya untuk memberikan bantuan pada India yang saat itu sedang krisis pangan, dengan
mengirim 500,000 ton beras pada 20 Agustus 1946! India yang saat itu masih berada dalam koloni
Inggris menyambut baik bantuan itu. Inggris yang memiliki kekuatan politik yang besar di Eropa,
mulai menaruh simpatik pada Negara baru “kemarin sore” bernama Indonesia. Dengan sambutan
baik Inggris, pada Indonesia. Belanda jadi makin keki.
Jeniusnya lagi, kemungkinan Sjahrir sudah meramalkan India akan segera merdeka dari kolonisasi
Inggris dan memiliki kekuatan politik yang cukup kuat. Bener aja, India merdeka dari kolonisasi
Inggris 15 Agustus 1947. Jawaharlal Nehru, Bapak Bangsa India sekaligus Perdana Menteri pertama
masih ingat bantuan dari Sjahrir, akhirnya mengundang Indonesia berpartisipasi di Konferensi
Hubungan Negara-negara Asia di New Delhi. Di acara ini, jaringan internasional Sjahrir makin
berkembang dan akhirnya dia diundang ke berbagai negara untuk memperkenalkan Indonesia. Inilah
kenapa strategi diplomasi Sjahrir seringkali disebut “diplomasi kancil”, sekali tepuk 2 lalat coy!
Setelah dari India, Sjahrir melanjutkan diplomasinya ke Kairo, Mesir, Suriah, Iran, Burma, dan
Singapura untuk membangun hubungan baik dan minta dukungan pengakuan dunia kepada
Indonesia. Makin keki banget deh Belanda!
Prestasi kedua Sjahrir adalah trik jitu Sjahrir mensiasati hasil Perundingan Linggarjati. Pada
November 1946, delegasi Belanda siap berunding dengan delegasi Republik buat nyelesein sengketa
wilayah Indonesia. Dengan segala cara Sjahrir mengupayakan agar Belanda mau berunding,
termasuk dengan cara ngelobby temen-temen dia pas kuliah dulu yang sekarang udah pada jadi
pejabat di Belanda. Gayung bersambut, Sjahrir akhirnya berhasil ngadain Perundingan Linggarjati.
Walaupun hasil perjanjian Linggarjati dinilai merugikan wilayah Indonesia, tapi dengan cerdiknya
Sjahrir mengusulkan tambahan satu pasal, yaitu pasal perundingan tingkat PBB kalo-kalo aja nanti
ada perselisihan di kemudian hari. Tanpa pikir panjang, Belanda setuju-setuju aja karena hasil
perjanjiannya nguntungin Belanda banget.
Ujung-ujungnya, pasal tambahan usulan Sjahrir itulah yang nyelametin Indonesia ketika Belanda
ngelancarin Agresi Militer I tahun 1947. Berkat adanya pasal ini, Belanda terbukti melanggar
perjanjian dan harus menuntaskan persengketaan wilayah ini pada sidang Internasional. Momentum
inilah yang membuat seluruh dunia melek bahwa Republik Indonesia sedang ditindas oleh mantan
penguasa koloninya. Dunia semakin berpihak pada NKRI. Belanda tersandung keserakahannya
sendiri.
Ibarat pemain catur, Sjahrir awalnya memberikan umpan yang kemudian berbalik menjadi serangan
balasan yang merontokan pertahanan politik Belanda. Namun pada akhirnya, giliran Bung Hatta yang
menjebol pertahanan terakhir Belanda dengan pukulan telak di Konferensi Meja Bundar (23 Agustus
– 2 November 1949). Skakmat! Bung Hatta pulang ke tanah air dengan kemenangan penuh, karena
telah berhasil mendapatkan pengakuan kedaulatan resmi dari Belanda dan juga dunia internasional.
Di sini kita bisa lihat, kalau bukan karena Bung Sjahrir, Indonesia mungkin gak pernah kepikiran
untuk maju lewan jalan diplomasi dan perundingan. Kalo bukan karena kecerdikan Sjahrir juga,
dukungan dunia internasional tidak akan sederas itu untuk membela Indonesia di KMB.
Perlahan Turun dari Panggung Politik (1950-1966)
Karier diplomasi manis Sjahrir sebagai PM ternyata tidak seharum itu di mata orang-orang di
kelompok pejuang, seperti Tan Malaka, Sudirman, dan kawan-kawan. Begitu pula Bung Karno dan
Amir Sjarifuddin belakangan banyak berselisih pendapat dengan Sjahrir. Puncaknya ketika Sjahrir
dan Bung Karno sering cekcok beradu mulut ketika keduanya disembunyikan ke Brastagi dalam
kemelut agresi militer Belanda II. Maka dari itu, setelah era Demokrasi Liberal dimulai (1950), Sjahrir
konsentrasi untuk membangun Partai Sosialis Indonesia (PSI) untuk menghadapi pemilihan umum
pertama tahun 1955.
Di partai ini ide-ide sosialisme demokrat Sjahrir makin diusung kepada para simpatisannya. Kalo lo
mau tau ide-ide sosialis Sjahrir yang dia tawarkan dalam PSI ini, lo tinggal lihat aja sistem
pemerintahan di Jerman, Perancis, Swedia, Belanda sekarang ini seperti apa. Pada intinya, gagasan
pemerintahan Sjahrir 66 tahun yang lalu adalah konsep yang dilakukan Eropa modern sekarang ini.
Pemilu 1955 pun berjalan. Ide Sjahrir ini kurang dapet banyak tanggapan dari rakyat waktu itu. Sejak
saat itu, karir politik Sjahrir terus merosot dan betul-betul menghilang. Pada 7 Januari 1962, terjadi
percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno saat melewati jalan Cendrawasih (Makassar),
seseorang melemparkan granat. Granat itu meleset, Presiden Sukarno selamat.
Dalam peristiwa itu, Sjahrir dituduh mendalangi percobaan pembunuhan itu. Presiden Sukarno yang
saat itu lagi pusing banget menghadapi banyak pemberontakan dalam negeri, agak gelap mata.
Sukarno langsung menjadikan Sjahrir sebagai tersangka tanpa proses pengadilan, dan menempatkan
Sjahrir sebagai tahanan di Madiun, lalu di Kebayoran Baru-Jakarta.
Walaupun selama di tahanan Sjahrir diperlakukan cukup baik, tapi keadaan fisiknya terus menurun.
Sampai akhirnya, Sutan Sjahrir terkena serangan stroke dua kali hingga membuat Sjahrir tidak
mampu berbicara dan agak lumpuh tangan kanannya. Akhirnya, Sukarno memperbolehkan Sjahrir
mendapatkan perawatan di luar negeri, asalkan bukan di Belanda. Keluarga Sjahrir memilih Zurich-
Swiss, sebagai tempat pengobatannya.
Bulan Juli 1965, Sjahrir beserta keluarganya terbang ke Zurich. Momen itu pula lah yang menjadi
momen terakhir Sjahrir melihat tanah air yang ia perjuangkan sepenuh jiwa-raga. Di momen ini, kaki
Sjahrir terangkat terakhir kali untuk selamanya dari Indonesia. Tidak lama setelah peristiwa
Supersemar, tepatnya 9 April 1966, Sutan Sjahrir meninggal dunia pada umur 57 tahun di Swiss.
Hatta terlihat sangat depresi karena ditinggal sahabatnya tersebut. Sampai hari pemakaman, Hatta
masih sangat kecewa dengan keputusan Sukarno yang memenjarakan Sjahrir tanpa proses
peradilan. Triumvirat Kemerdekaan Indonesia akhirnya resmi bubar.
Selama 5 hari setelah Sjahrir meninggal, Indonesia berkabung total. Beberapa bulan sebelumnya,
ternyata Presiden Sukarno telah mempersiapkan Keppres nomor 76 tahun 1966 untuk menjadikan
Sjahrir sebagai Pahlawan Nasional sekaligus permintaan agar Sjahrir dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Jakarta. Setelah tiba di Jakarta, jenazah Sjahrir diantar oleh ratusan ribu orang ke
pemakamannya. Bayangin, rombongan paling depan udah nyampe Kalibata, rombongan paling
belakang baru sampe Bundaran Hotel Indonesia.