Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gizi

Gizi berasal dari bahasa arab “Algizzai” yang artinya makanan dan

manfaatnya untuk kesehatan, Algizzai juga dapat diartikan sari makanan yang

bermanfaat untuk kesehatan. Gizi juga dihubungkan dengan kesehatan tubuh,

yaitu menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta

mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi

mempunyai pengertian lebih luas disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan

dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan

perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktifitas kerja. (Azwar,

2002 ; Almatsier 2002).

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat

kesehatan dan kesejahteraan manusia. Ada hubungan erat antara tingkat

keadaan gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat keadaan gizi tidak optimal

akan tercapai apa bila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang

dengan kebutuhan tubuh mereka akan menjadi malnutrisi (Winarno, 1987).

Menurut Supariasa, dkk (2002) gizi adalah suatu proses organisme

menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

zat-zat yang tidak digunakan untuk pertumbuhan serta menghasilkan energi.

8
9

1. Status Gizi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Pada dasarnya status gizi merupakan refleksi dari makanan yang

dikonsumsi dan dapat dimonitor dari pertumbuhan fisik anak. Perlu

dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu

perbedaan yaitu indikator tidak hanya merefleksikan status gizi tetapi juga

dapat memberikan refleksi terhadap pengaruh-pengaruh faktor non gizi

(Berg, 1986).

Menurut Jahari dkk (2000) status gizi merupakan salah satu

determinan utama status kesehatan penduduk. Salah satu indikator status

gizi penduduk yang miskin adalah tingginya pravelensi gizi kurang dan

gizi buruk pada anak bawah lima tahun (balita) yang didasarkan pada berat

badan menurut umur (BB/U).

Status gizi merupakan suatu refleksi kecukupan zat gizi, hal ini

merupakan salah satu parameter penting dalam menilai tumbuh kembang

anak dan keadaan kesehatan anak pada umumnya. Kurus gemuk seorang

anak sebenarnya dipengaruhi oleh status gizinya. Ada empat status gizi,

yaitu : gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Status gizi balita

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek dan saling terkait,

akan tetapi faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi gizi balita

adalah intake makanan dan penyakit infeksi. Adanya ketidakseimbangan

dalam mengkonsumsi zat gizi dari segi kualitas dan kuantitas akan

menimbulkan masalah gizi, karena makanan yang baik merupakan dasar

utama bagi kesehatan. Makanan adalah unsur terpenting pada masa


10

sekarang dan akan mempengaruhi kondisi kesehatan di masa mendatang

(Abunain, 1990).

2. Penentuan Status Gizi Balita

Ada beberapa cara mengukur status gizi anak, yaitu dengan

pengukuran antropometri, klinik dan laboratorium. Diantara ketiganya,

pengukuran antropometrik adalah yang relatif paling sederhana dan

banyak dilakukan. Pengukuran klinik biasanya dilakukan oleh dokter di

klinik untuk melihat adanya kelainan-kelainan organ tubuh akibat gizi

buruk, misalnya adanya pembengkakan, perubahan warna dan sifat

rambut, kelainan kulit dan sebagainya. Sedangkan pengukuran

laboratorium dilakukan pemeriksaan darah dan urine, untuk mengetahui

adanya kelainan kimiawi darah dan urine akibat gizi buruk. Adakalanya

ketiga pengukuran dilakukan untuk saling meyakinkan hasil pengukuran

yang satu dengan pengukuran yang lain. (http://www.gizinet.com, 10 April

2008 ; Supariasa, 2002 ).

Di masyarakat pengukuran yang dilaksanakan menggunakan

metode antropometri, dengan melakukan pengukuran berat badan

dibandingkan umur anak. Dari pengukuran antropometri yang

membandingkan antara BB/U, dapat diketahui status gizi anak, yang

dibedakan menjadi: gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk

(Supariasa, 2002).

Antropometri berasal dari kata anthropos artinya tubuh dan metros

artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
11

sangat bersifat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi, telah

banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1996, dalam Supariasa, 2002),

mengungkapkan bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara

lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak

dibawah kulit.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari

tubuh manusia antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak

dibawah kulit (Supariasa, 2002). Dari beberapa parameter diatas, peneliti

hanya menggunakan parameter umur dan berat badan.

Di bawah ini akan diuraikan parameter yang diukur peneliti adalah :

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi,

Kesalahan dalam penentuan umur bisa menyebabkan interprestasi pada

status gizi yang menjadi salah, sehingga pengukuran tinggi badan dan

berat badan yang akurat akan menjadi tidak berarti bila disertai dengan

penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (2003)

dalam supariasa (2002), batasan umur yang digunakan adalah tahun

umur (completed year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan

bulan usia penuh (completed month).


12

b. Berat badan

Menurut Samsudin (1985, dalam Santoso, 1999) ukuran berat

badan merupakan hal yang terpenting, karena dipakai pada setiap

kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur.

Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang, otot,

lemak, cairan tubuh dan lainnya. Ukuran ini merupakan indikator

tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk melihat keadaan gizi dan

tumbuh kembang.

Untuk mengetahui status gizi balita dapat dimanfaatkan hasil

penimbangan berat badan anak yang tercantum pada Kartu Menuju

Sehat (KMS) dengan ketentuan yang disepakati sebagai berikut :

1. Lebih 90% - 110 % BB standar : status gizi normal.

Apabila berat badan pada KMS, diatas garis titik-titik.

2. Lebih 80 % - 90 % BB standar : Kurang.

Apabila berat badan pada KMS, dibawah garis titik-titik.

3. Kurang 80 % atau kurang dari BB standar : buruk.

Apabila berat badan pada KMS, dibawah garis merah.

c. Tinggi badan.

Tinggi merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang

telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan

tepat. Tinggi badan merupakan ukuran dari kedua yang penting,

karena tinggi badan sangat erat hubungannya dengan berat badan.

Pengukuran tinggi badan pada anak balita yang sudah dapat berdiri
13

bisa diukur dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa yang

mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2002).

3. Klasifikasi Status Gizi

Menurut Supariasa (2002), Juga membagikan status gizi menjadi empat

kategori, yaitu :

a. Gizi lebih

Gizi lebih merupakan keadaan tidak sehat yang disebabkan oleh

kelebihan makanan (Apriaji, 1986). Sedangkan Abunain (1990)

mengemukakan bahwa anak dikatakan berstatus gizi lebih, bila hasil

penimbangan berat badan anak menurut umur (BB/U) lebih dari 110%

berdasarkan nilai baku standar WHO-NCHS. Istilah gizi lebih

dimasyarakat dikenal dengan sebutan obesitas atau kegemukan.

b. Gizi baik

Gizi baik adalah suatu keadaan sehat yang disebabkan oleh

konsumsi makanan yang mengandung cukup gizi yang dibutuhkan oleh

tubuh dalam keadaan seimbang, baik jumlah maupun mutu yang dapat

dilihat dari Anak yang berstatus gizi baik melalui hasil penimbangan berat

badan menurut umur (BB/U) dan berdasarkan hasil penimbangan berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) berada pada kisaran 81%-110%

berdasarkan standar WHO-NCHS. Pada keadaan status gizi baik anak

dapat terlindungi dari berbagai jenis penyakit dibandingkan anak dalam

keadaan kurang gizi (Apriaji, 1986 ; Abunain, 1990).


14

c. Gizi kurang

Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau

protein, namun istilah yang sering dipakai untuk gizi kurang atau gizi

buruk adalah Kurang Energi Protein (KEP) yang dapat dilihat dari anak

yang dikatakan status gizi kurang melalui penimbangan berat badan anak

menurut umur (BB/U) berada pada kisaran 60%-80% berdasarkan standar

WHO-NCHS (Abunain, 1990).

d. Gizi buruk

Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari

sehingga tidak memenuhi angka kecukupan yang dapat dilihat dari anak

yang berstatus gizi buruk melalui hasil penimbangan berat badan menurut

umur (BB/U) dan berdasarkan hasil penimbangan berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB) berada pada kisaran kurang dari 60% berdasarkan

nilai baku standar WHO-NCHS (Abunain, 1990).

Gizi buruk pada anak balita sangat berbeda sifatnya dengan gizi

buruk pada orang dewasa. Pertama gizi buruk balita tidak mudah dikenali

oleh pemerintah atau masyarakat bahkan oleh keluarga. Kedua, terjadinya

bencana gizi buruk anak tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana

kurang pangan dan kelaparan seperti halnya pada orang dewasa. Ketiga,

oleh karena faktor penyebab timbulnya gizi buruk pada anak balita lebih

komplek, maka upaya penanggulangannya memerlukan pendekatan dari

berbagai segi kehidupan anak, misalnya tidak cukup memperbaiki segi


15

makanannya namun perlu juga diperbaiki lingkungan hidup seperti pola

pengasuhan, pendidikan ibu, air bersih dan kesehatan lingkungan, mutu

pelayanan kesehatan. Keempat, pencegahan dan penanggulangan balita

yang menderita gizi buruk memerlukan partisipasi aktif orang tua dan

masyarakat setempat. (http://www.gizinet.com, 10 April 2008).

4. Masalah Gizi di Indonesia

Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu

masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada

umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,

kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah

miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh

kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan

kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan

(Almatsier, 2002).

Masalah gizi kurang di Indonesia antara lain Kurang Energi Protein

(KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Kurang Vitamin A (KVA).

Penanggulangan masalah gizi kurang ini dilakukan secara terpadu antar

departemen melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan,

penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status

sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat serta peningkatan

teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan (Almatsier, 2002). Dan

menurut Herdata (2007) mengatakan juga bahwa penyakit akibat


16

kekurangan gizi yang disebabkan kurangnya energi dan protein dalam

makanan sehari-hari derajat beratnya dapat menjadi tiga bentuk adalah :

a. Marasmus, pada kasus marasmus anak terlihat kurus kering

sehingga wajahnya seperti orang tua dan ini dominan kurang

energi.

b. Kwashiorkor, anak terlihat gemuk semu akibat edema, pandangan

mata sayu, rambut tipis dan rewel

c. Marasmus-kwashiorkor, ini dikarenakan kurangnya energi dan

protein.

Selain penyakit kurang energi protein ( KEP) anemi gizi besi juga

dapat ditimbulkan akibat kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari

yang dibutuhkan untuk proses pembentukan sel darah merah seperti :

kacang-kacangan, buah-buahan serta sayuran bewarna hijau tua. Tanda-

tanda anemia gizi besi (AGB) antara lain : pucat, lemah, lesu, pusing dan

penglihatan sering berkunang-kunang. Manfaat lain dari mengkonsumsi

makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A, karena

makanan sumber zat besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A.

Masalah gizi lebih (overweight dan obesitas) baru muncul di

permukaan pada awal tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan kelompok

masyarakat tertentu terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam

gaya hidup, terutama dalam pola makan. Pola makan tradisional yang

tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar, dan rendah lemak berubah ke

pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi
17

lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah tidak seimbang

(Almatsier, 2002).

B. Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah “Kelompok yang mengidentifikasi diri” dengan

anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih yang sosialisasinya

dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang berfungsi sedemikian rupa

sehingga mereka mengganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga

(Whall, 1986 dalam Friedman, 1998). Sedangkan Menurut Effendy

(1998), keluarga adalah dua atau lebih dari satu individu yang tergabung

karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam

perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

2. Bentuk keluarga

Bentuk keluarga menurut Potter dan Perry (2005) adalah :

a. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan

mungkin satu atau lebih anak.

b. Keluarga besar adalah keluarga yang termauk kerabat seperti bibi,

paman, kakek, nenek selain dari keluarga inti.

c. Keluarga dengan orang tua tunggal adalah keluarga yang terbentuk

karena salah satu orang tua meninggalkan keluarga inti karena

kematian, perceraian.
18

d. Keluarga campuran adalah keluarga yang dibentuk pada saat orang tua

membawa anak-anak yang tidak memiliki hubungan dari hubungan

sebelumnya kedalam hubungan yang baru.

3 Peran Keluarga

Menurut Effendy (1998), peran keluarga menggambarkan

seperangkat prilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan

dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam

keluarga didasarkan oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga,

kelompok dan masyarakat.

Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peran Ayah : Sebagai suami dari istri dan ayah anak-anaknya, berperan

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,

sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosial serta

anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peran Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, mengurus rumah

tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai

salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga berperan sebagai

pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peran psiko-sosial sesuai

dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan

spritual.
19

4 Tugas Kesehatan Keluarga

Seperti individu, keluargapun mempunyai cara-cara tertentu untuk

mengatasi masalah kesehatan. Kegagalan dalam mengatasinya akan

mengakibatkan penyakit atau sakit terus menerus dan keberhasilan

keluarga untuk berfungsi sebagai satu kesatuan akan berkurang. Dalam

perawatan kesehatan keluarga, kata-kata ”mengatasi dengan baik”,

diartikan sebagai kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas

pemeliharaan kesehatannya sendiri. Tugas kesehatan keluarga adalah :

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga.

Ini ada hubungannya dengan kesanggupan keluarga untuk mengenal

masalah kesehatan pada setiap anggota keluarga.

b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat

c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang

tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan untuk

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan. Ini menunjukkan pemanfaatan dengan baik akan

fasilitas-fasilitas kesehatan (Friedman, 1998).

C. Definisi Karakteristik Keluarga

Menurut Friedman (1998) keluarga dibagi dalam dua bentuk yaitu

keluarga tradisional dan non tradisional. Keluarga tradisional merupakan unit

masyarakat yang stabil dan kokoh dimana bapak adalah sumber ekonomi
20

keluarga, ibu merupakan pemberi pelayanan emosional dan semua anak

mendapat pendidikan dan penilaian yang sama.

Karakteristik keluarga adalah:Terdiri dari dua orang atau lebih yang

diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi, biasanya anggota keluarga

tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain,anggota

keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran

sendiri-sendiri, mempunyai tujuan (menciptakan dan mempertahankan

budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota).

(Bailon & Maglaya,1997)

Menurut Azwar (2002) salah satu faktor yang menentukan terjadinya

masalah kesehatan di masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik

diantaranya adalah : umur, pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan jumlah

anggota keluarga.

1. Pendidikan ibu

Menurut Pendapat Soetjiningsih (1995) adalah pendidikan orang

tua terutama ibu sangat berperan dalam proses pertumbuhan anak. Ibu

merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu

menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan khususnya masalah

gizi. Pendidikan ibu di samping merupakan modal utama dalam

menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola

penyusunan makanan untuk rumah tangga.

Menurut Azwar (2002) Pendidikan gizi merupakan salah satu

unsur penting dalam meningkatkan status gizi masyarakat untuk jangka


21

panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan gizi yang praktis akan

membentuk suatu kesimbangan bangsa antara gaya hidup dengan pola

konsumsi masyarakat.

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui

pemilihan bahan pangan. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang

rendah akan lebih baik mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan

dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi

(Suhardjo, 1996).

Menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu tentang

Sistem pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional

terbagi atas tiga tingkatan pendidikan formal yaitu pendidikan rendah SD

serta SMP, Pendidikan Menengah yaitu SMU dan sederajat serta

Pendidikan Tinggi yaitu Akademi dan Perguruan Tinggi (BPM, 2008).

2. Pendapatan Keluarga

Tingkat perekonomian adalah perolehan uang yang diterima oleh

orang tua selama satu bulan yang berasal dari sumber dibagi dengan

jumlah anggota keluarga yang ditanggung. Tingkat pendapatan keluarga

akan mempengaruhi gaya hidup seseorang dan cara memperoleh

pelayanan kesehatan bila ada anggota keluarga yang sakit (Green, 1990).

Irawan dan Romdiati (2000) mengungkapkan bahwa faktor Krisis

ekonomi dapat mengakibatkan suatu penurunan yang drastis pada

pendapatan dan daya beli dari mayoritas penduduk. Memahami proses

dampak krisis seperti ini, memburuknya angka kemiskinan adalah


22

konsekuensi logis. Proses “pemiskinan” ini melibatkan mereka yang

sebelum krisis mempunyai tingkat kesejahteraan, yang dapat ditunjukkan

dengan rata-rata pengeluaran perkapita, sedikit diatas garis kemiskinan.

Kelompok penduduk ini sering diistilahkan sebagai near poor yang

mempunyai tingkat kesejahteraan sangat rawan terhadap perubahan

sumber penghasilan dan tingkat pendapatan mereka serta terhadap gejolak

harga-harga kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan sebagian

masyarakat tidak mampu mengakses pangan dan pada akhirnya

berpengaruh terhadap keadaan gizi masyarakat yang dapat digambarkan

secara nyata pada kelompok rawan gizi terutama anak balita termasuk bayi

serta ibu hamil dan menyusui.

Faktor krisis ekonomi dapat dikaitkan dengan upah minimum

provinsi (UMP) NAD yang dikategorikan pendapatan rendah adalah ≤ RP.

820.000, sedang adalah RP. 820.000,-RP. 1.640.000, dan pendapatan

tinggi adalah ≥ RP. 1.640.000,- (Laporan Badan Pusat Stastik, 2007).

Rendahnya penghasilan keluarga merupakan salah satu faktor

penghambat untuk memenuhi gizi anak blita. Namun ada juga keluarga-

keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup, akan tetapi

anaknya kurang gizi. Hal ini disebabkan cara mengatur susunan menu dan

kurang memahami nilai-nilai gizi yang terkandung dalam bahan makanan

kurang baik (BKKBN, 2000).

Menurut data Susenas tahun 1998 dan 1999 pengeluaran untuk

pangan bagi keluarga miskin berkisar antara 60–80% dari pendapatan dan
23

bagi keluarga mampu antara 0–59%. Berdasarkan hukum Bennet dengan

adanya peningkatan pendapatan maka kualitas konsumsi pangan juga akan

meningkat. Peningkatan pendapatan juga dapat mendorong seseorang

untuk mengkonsumsi makanan yang beranekaragam

3. Umur orang tua

Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang

sangat utama. Umur mepunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan,

besarnya risiko serta sifat resistensi. Perbedaan pengalaman terhadap

masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh

umur individu tersebut (Noor, 2000) Sedangkan menurut Potter dan Perry

(2005), prilaku manusia sangat dipengaruhi oleh usia, semakin tua usia

seseorang maka makin banyak pengalaman yang diperoleh. Umur sangat

mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku yaitu seseorang akan berubah

seiring dengan perubahan kehidupannya. Menurut teori perkembangan

psikososial Erikson, dikutip dari Whaley dan Wong (1999), tahap

perkembangan manusia menurut umur dibagi kedalam delapan tahapan.

Tiga diantaranya berkaitan dengan penelitian ini yaitu :

a. Adolescence/Muda (13-20 tahun).

Pada masa ini, hubungan sosial utama bagi anak sudah beralih

pada sekelompok sebaya dan kelompok luar yang seide dengannya.

Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah

“identitas versus kebingungan” dimana pada masa ini dapat dilewati


24

dengan baik akan meningkatkan kesadaran akan gambaran diri yang

utuh sebagai manusia yang unik.

b. Early adult-hood/Dewasa Awal ( 21-35 tahun)

Pada masa awal dewasa ini, hubungan sosial utama seseorang

sudah terfokus pada patner dalam hubungan teman dan seks

(perkawinan). Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada

masa ini adalah “keintiman versus isolasi” dimana bila masa ini dapat

dilewati dengan baik akan meningkatkan kemampuan membuat

komitmen tentang kehidupan.

c. Young and Middle Adult-Hood/Dewasa Pertengahan ( 36-45 tahun )

Pada masa dewasa pertengahan, hubungan sosial seseorang

terfokus pada pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga.

Pada masa ini emosi sudah stabil. Karakteristik dari krisis psikososial

yang terjadi pada masa ini adalah “generavity versus konsentrasi diri”

dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan

kemampuan dalam memikirkan keluarga, masyarakat serta generasi

mendatang.

4. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan keadaan sosial

ekonomi cukup mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang

yang diterima anak. Keadaan ini diperparah kalau jarak kelahiran antara

anak yang satu dengan anak yang lain tidak diatur atau terlalu berdekatan.

Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan sosial ekonomi rendah
25

mengakibatkan kebutuhan primer seperti pangan, sandang dan perumahan

tidak terpenuhi (Soetjiningsih, 1995).

Menurut BKKBN (2003), saat ini Gerakan Keluarga Berencana

Nasional bertujuan untuk membudayakan dan melembagakan Norma

Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Keluarga kecil adalah

keluarga yang terdiri dari beberapa orang saja atau disebut keluarga

berencana. Suatu keluarga disebut kecil apabila tidak melebihi jumlah

rata-rata keluarga yang ada pada saat ini ( 4) lebih dari itu dikatakan besar.

Keluarga kecil merupakan kondisi penting bagi tercapainya keluarga

sejahtera.

D. Keluarga Sejahtera dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga

Keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami dan isteri atau suami, isteri dan anak, ayah dengan anaknya atau ibu

dengan anaknya. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk

berdasarkan perkawinan yang sah, maupun memenuhi kebutuhan spiritual

dan material yang layak, bertaqwa terhadap Tuhan Yang maha Esa, Memiliki

hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga, antar

keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (Direktorat pemberdayaan

keluarga, 2009).

Berdasarkan kejadian konsep pengukuran dan pelaksanaan identifikasi

keluarga, dan rumah tangga miskin di Indonesia dapat disimpulkan ada dua

jenis data yang tersedia yaitu data Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Badan

Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). Ukuran kemiskinan yang biasa


26

dipakai oleh BPS mengacu pada garis kemiskinan yang dihitung berdasarkan

pengeluaran minim untuk pangan dan bukan pangan. Ukuran ini merupakan

ukuran kasar yang kurang dapat menggambarkan kemiskinan sebenarnya dari

penduduk miskin. BKKBN menentukan keluarga miskin berdasarkan

indikator-indikator ekonomi dan non-ekonomi, termasuk pangan, sandang

papan, kesehatan, pendidikan, agama, perencanaan keluarga, hubungan antar

anggota keluarga, transportasi, uang tabungan, informasi dan peran-peran

sosial. Indikator tersebut biasanya digunakan dalam menentukan kelompok

sasaran bagi sejumlah program untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga

(BPS, 2006 ; Raharto & Romdiati, 2000).

Menurut BKKBN (2006) ada 6 kriteria Gakin yang faktor ekonomi

menjadi indikasi penyebabnya antara lain :

1. Seluruh anggota keluarga tidak bisa makan 2x1 atau lebih

2. Seluruh anggota keluarga tiap individunya tidak bisa memiliki

pakaian yang berbeda untuk dirumah dengan bepergian.

3. tidak mempunyai lantai yang terluas selain dari tanah

4. dalam seminggu keluarga belun tentu bisa makan daging

5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga tidak bisa memperoleh 1

stel pakaian baru

6. luas lantai rumah kurang dari 8 meter persegi

Sedangkan menurut BPS (2008) Ada 14 kriteria rumah tangga miskin

di antaranya :
27

1. luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter kuadrat per

kapita dengan jenis lantai terbuat dari tanah/bambu/kayu

2. Jenis dinding bangunan tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu

berkualitas rendah/tembok tanpa di plester.

3. ada tidaknya fasilitas tempat buang air besar atau bersama-sama dengan

rumah tangga lain

4. Sumber penerangan bukan listrik,

5. Sumber air minum masih menggunakan sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan dan menggunakan bahan bakar kayu bakar,

arang, minyak tanah untuk memasak sehari-hari.

6. Dalam setahun hanya 1 set baju baru

7. Anggota keluarga tidak bisa makan lebih dari 2x1 dengan beraneka ragam

makanan

8. Pendapatan di bawah 600 ribu per bulan

9. Tidak memiliki asset yang bias dijual sehingga BPS menyimpulkan

rumah tangga yang layak mendapatkan BLT adalah rumah tangga yang

memenuhi sembilan atau lebih ciri rumah tangga miskin sedangkan rumah

tangga yang tidak layak mendapat BLT yang tidak memenuhi sembilan

atau lebih ciri rumah tangga miskin. Termasuk PNS, TNI/Polri, pensiunan,

purnawirawan, veteran, penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap,

karyawan BUMN/BUMD dan rumah tangga yang memiliki aset kendaraan

bermotor, banyak hewan ternak, sawah/kebun luas, kapal motor,

handphone, atau barang berharga lainnya.


28

Pada dasarnya sulit menentukan tingkat kesejahteraan keluarga yang

lebih tepat karena adanya perbedaan konsep dan indikator yang digunakan

oleh BPS dan BKKBN. Oleh karena itu dapat diusulkan bahwa untuk tujuan

pengembangan program-program intervensi dan dalam menentukan kelompok

sasaran suatu program, ada tiga tahapan yang sebaiknya diambil untuk

mendefinisikan keluarga miskin yaitu tingkat nasional/wilayah, tingkat

masyarakat dan tingkat rumah tangga ( Roharto & Romdiati, 2000).

E. Konsep Keperawatan

Menurut Dorathea Orem keperawatan adalah sebuah pertolongan atas

pelayanan yang diberikan untuk menolong orang secara keseluruhan ketika

mereka atau orang yang bertanggung jawab atas perawatan mereka tidak

mampu memberikan perawatan kepada mereka.

Model perawatan mandiri “ Self Care” dari D. E. OREM tepat

digunakan untuk keperawatan keluarga. Karena tujuan akhir dari keperawatan

keluarga adalah kemandirian keluarga dalam melakukan upaya kesehatan

yang terkaitdengan lima tugas kesehatan keluarga yaitu 1). Mengenal masalah,

2). Mengambil keputusan untuk mengatasi masalah, 3). Merawat anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, 4). Memodifikasi lingkungan

yang dapat menunjang kesehatan, 5). Menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan secara tepat (Junaiti , 2000).

Asuhan keperawatan keluarga dilakukan dengan keyakinan bahwa

setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga

membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan


29

kesejahteraannya. Individu dalam hal ini keluarga dalam membantu anggota

keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan

kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

karakteristik keluarga yang meliputi tingkat pendidikan ibu, pendapatan

keluarga, umur dan jumlah anggota keluarga (Potter & Perry, 2005).

Anda mungkin juga menyukai