MENGALAMI DEPRESI
Disusun Oleh :
Ade Yusnita Sukma
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, limpahan berkah, dan
karunia-Nya, Focus Group 1 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Klien yang Mengalami Depresi dengan baik dan tepat pada waktu yang
ditentukan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen dengan studi keswa yang telah
membimbing dan memotivasi kelompok ini dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok
juga berterima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Bumi Persada KotaLhokseumawe yang
telah memberikan kritik dan saran untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Depresi biasanya berawal dari stres yang tidak diatasi. Penyakit ini seringkali
diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiritanpa pengobatan. Padahal, depresi dapat
menimbulkan dampak yang serius bahkan dapat berakhir dengan bunuh diri. Diperkirakan
1
60% dari seluruh kejadian bunuh diri dikaitkan dengan depresi. Secara global, 50% dari
penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya
adalah 15%. Selain itu, depresi yang berat juga dapat menimbulkan munculnya berbagai
penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah
(kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi sering didiagnosis, WHO
memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun
2020 (Sianturi, 2006 dalam Luky, 2011). Berdasarkan uraian diatas, peran perawat sangat
penting dan dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien
depresi.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
A. Pengertian Depresi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang
amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat
tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang biasa dilakukan (Davidson dkk, 2006). Menurut Atkinson (1991) depresi sebagai suatu
gangguan suasana hati yang dicirikan dengan tak ada harapan dan patah hati,
ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu
kegiatan, tidak mampu konsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba
bunuh diri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa depresi merupakan gangguan suasana
hati6 yang ditandai oleh kemurungan dan kesedihan yang mendalam serta berkelanjutan
sampai hilangnya kegairahan hidup dan rasa putus asa.
B. Penyebab Depresi
Etiologi depresi sebenarnya masih belum jelas. Diduga depresi terjadi akibat
kombinasi beberapa penyebab, seperti genetik, biokimia, dan pengaruh fisiologis. Di bawah
2) Faktor
sejumlah faktor-faktor dan teori yang dikemukakan Biokimia
para ahli mengenai penyebab depresi.
Dihipotesiskan bahwa penyakit depresi mungkin
1) Faktor Genetik berhubungan dengan kekurangan neurotransmitter
Penelitian genetik melibatkan transmisi noripinefrin, serotonin, dan dopamin pada fungsional
depresi pada kerabat tingkat pertama, yang reseptor penting dalam otak. Katekolamin norepinefrin
memiliki risiko dua kali lipat pada populasi diidentifikasi sebagai komponen kunci pada mobilisasi
umum. Kembar monozigot yang dibesarkan tubuh untuk menghadapi situasi stress. Sementara itu,
secara terpish memiliki insiden neuron-neuron yang mengandung serotonin terlibat dalam
komorbiditas 54% lebih besar dan kembar banyak pengaturan fungsi psikobiologi, seperti mood,
dizigot memiliki insiden 24% lebih besar. ansietas, arousal, pikiran, agresi, kewaspadaan, kognisi,
3) Faktor Fisiologis
nafsu makan dan ritme sirkadian (Doubovsky & Davies,
Gejala depresi yang terjadi karena gangguan
2003 dalam Mary, 2008). Selain itu, tingkat dopamin dalam
nonmood atau sebagai efek samping dari
sistem mesolimbic otak diperkirakan juga memiliki
obat tertentu disebut depresi sekunder.
pengaruh kuat atas suasana hati dan perilaku manusia. Klien
Depresi sekunder mungkin berhubungan
yang mengalami depresi, sistem normal penghambatan
dengan efek samping obat-obatan, gangguan ii
hormon gagal, mengakibatkan hipersekresi kortisol. klien
neurologis, gangguan elektrolit atau
yang mengalami depresi, sistem normal penghambatan
hormonal, kekurangan gizi, dan kondisi
hormon gagal, mengakibatkan hipersekresi kortisol.
fisiologis atau psikologis lainnya.
4) Teori Psikodinamik (Freud, 1917) 4
Menurut Freud depresi bermula dari
kemarahan yang tidak terkendali akibat
1. 5) Teori Belajar (Seligman, 1973)
pengabaian pada masa bayi karena ibu
Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang mengalami
meninggal, terpisah secara emosional, atau
banyak kegagalan, baik kegagalan yang nyata atau
penyebab lainnya. Kehilangan objek yang
dianggap akan menurunkan upaya individu tersebut
dicintai ini menimbulkan rasa tidak aman,
untuk berhasil. Seligman berpendapat bahwa
kehampaan, kesedihan, kemarahan,
ketidakberdayaan yang dipelajari merupakan faktor
ketidakberdayaan, bahkan keputusasaan.
presdisposisi individu mengalami depresi akibat
timbulnya perasaan kurangnya kontrol atas situasi
6) Teori Kognitif (Beck, 1979)
kehidupan mereka. Mereka menjadi tertekan karena
Teori kognitif percaya bahwa depresi adalah
mereka merasa tidak berdaya, mereka telah belajar
produk pikiran negatif. Hal ini berbeda dengan
bahwa apa pun yang mereka lakukan adalah sia-sia. Hal
teori lain yang menunjukkan bahwa pikiran
ini bisa sangat berbahaya karena rasa penguasaan atas
negatif terjadi ketika seorang individu
lingkungan seseorang merupakan fondasi penting untuk
mengalami depresi. Beck mengidentifikasi tiga
perkembangan emosional masa depan.
distorsi kognitif penyebab depresi, yakni
harapan negatif dari lingkungan, harapan negatif
dari diri-sendiri, dan harapan negatif dari masa
depan. Terapi kognitif berfokus pada membantu
individu untuk mengubah suasana hati dengan
mengubah cara ia berpikir. Individu diajarkan
C.untuk
Gejala Depresi
mengendalikan distorsi pikiran negatif
yang mengarah untuk harga diri pesimis, lesu,
Tabel dibawah ini menunjukkan tanda dan gejala individu dengan depresi (Shelia, 2008).
iii
5
Ketergantungan yang berlebihan Distres
Higiene buruk Perasaan gagal
Spontanitas berkurang Merasa bersalah
Ketertarikan terhadap seks berkurang Tidak ada harapan, tidak berdaya
Perubahan tidur Tidak mampu
Bicara tenang, monoton, lambat Negativisme
Penyalahgunaan zat Terbebani
Gagasan atau tindakan bunuh diri Harga diri rendah
Sering menangis Sedih, malu
Tidak memiliki motivasi Lambat, bodoh
Tidak berprestasi Bunuh diri
Tidak mampu membuat keputusan Yakin akan gagal
Kelelahan Gangguan somatik (fisiologis)
Khawatir
Merasa tidak berharga
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak Harga diri rendah berdasarkan jangka waktu dibagi
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat menjadi dua yakni harga diri rendah situasional dan
harga diri rendah kronik. Harga diri rendah
evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
situasional merupakan perkembangan persepsi
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri,
negatif tentang harga diri sebagai suatu respons
merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah kronik
keinginansesuai ideal diri (Keliat, dkk 2011). Manifestasi
merupakan resiko mengalami penilaian diri dan
dari harga diri rendah ditunjukkan melalui sejauh mana perasaan negatif dalam jangka panjang tentang diri
pengalaman seseorang merasakan harga diri rendah. sendiri atau kemampuan diri (NANDA, 2012).
Kognitif
- Rusaknya citra Diri (Pandangan akurat dari diri sendiri tidak memadai, dicintai, tidak layak, dan / atau
tidak kompeten)
- irrasional dan pendapat diri terdistorsi (membuat pernyataan negatif tidak benar / belum terbukti
pada dirinya sendiri)
iii
- Kurang Percaya Diri
Membaca dan memroyeksi pikiran (Berpikir dan percaya bahwa orang lain melihat dirinya dengan
cara-cara negatif yang sama bahwa ia memandang dirinya sendiri)
- Kekakuan - Mendongeng
Emotional Behavioral
• Menjadi yang membutuhkan
• Depresi • Hubungan Kacau
• Putus Asa • Sikap membela
• Ketakutan dan Kegelisahan (membuat kesalahan, • Gangguan Makan
ditolak, terlihat bodoh atau tidak memadai) • Kurangnya Ketegasan, Pasif, agresif, atau Pasif-
• Hipersensitivitas Agresif
• Emosi bercampur • Perfeksionisme
• Shutdown Emosional • batasan buruk (boundaries)
• serangan harga diri (Serupa tapi berbeda dari • Komunikasi Buruk
serangan panik) • Hubungan Buruk & Keterampilan Sosial
(Penampilan) Malu • sabotase diri
• Disfungsi Seksual
• Mengenakan topeng (tidak natural)
ii
2.3 Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri merupakan suatu hal dalam diri manusia yang berfungsi dan terbentuk
serta merupakan hal yang penting bagi individu dalam menjalani dan mempertahankan
kehidupan, kesehatan, serta kesejahteraan. Perawatan diri berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan
secara mandiri. Aktivitas sehari-hari merupakan aktivitas perawatan diri klien yang harus
dijalani setiap harinya dan berhubungan dengan kebutuhan personal. Aktivitas sehari-hari
meliputi personal hygiene/mandi, menggunakan pakaian, makan, dan toileting.
Defisit perawatan dapat terjadi complete atau parsial dan mengindikasikan sistem
kompensasi. Tingkatan keadaan klien terkait defisit perawatan diri yang dialami klien yaitu:
iii
- Pakaian kotor - Isolasi diri dapat terjadi - Perubahan perilaku, tidak
- Kuku panjang dan kotor - Merasa tidak berdaya mampu berperilaku seperti pada
- Gigi kotor dan bau mulut - Harga diri rendah umumnya bahkan terkadang
- Rambut berantakan dan kotor - Merasa terhina tidak mampu berprilaku seseuai
- Kulit kotor dan kering norma yang ada, diakibatkan
karena gangguan dan perawatan
diri yang kurang baik.
- Cara makan tidak teratur
- BAK atau BAB di sembarang
tempat
- Tidak dapat mandi,
menggosok gigi, dan
membersihkan tubuh dengan
sendiri atau secara mandiri.
9
I. Definisi
Bunuh diri adalah didefinisikan sebagai kematian sebagai hasil dari sebuah tindakan
dimana si pelaku yakin bahwa tindakannya tersebut dapat menyebabkan kematian.
Seseorang yang depresi mungkin dapat melakukan tindakan bunuh diri namun tidak semua
orang yang bunuh diri mengalami depresi (Schultz, 2009). Risiko bunuh diri adalah berisiko
terhadap cedera yang ditimbulkan sendiri dan mengancam jiwa (Wilkinson&Ahern, 2011).
II. Psikodinamika
A. Etiologi/Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya risiko bunuh diri (Pieter dkk,
2011), diantaranya:
1. Faktor Genetik
Menurut teori biologis, faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri
pada keturunannya. Hal ini berkaitan dengan faktor penurunan serotonin yang dapat
menimbulkan depresi dan bila keadaan ini terus berlanjut akan memicu terjadinya
risiko bunuh diri.
2. Faktor Sosiologis
Bunuh diri dapat terjadi akibat adanya faktor-faktor yang dapat memicu yang terdapat
di lingkungannya. Ada tiga jenis bunuh diri yang terjadi dalam kehidupan masyarakat:
a. Egoistic suicide, yaitu tindakan bunuh diri yang disebabkan oleh masalah-masalah
pribadi.
ii
b. Altruistic suicide, yaitu tindakan bunuh diri yang disebabkan karena adanya
keinginan untuk memperjuangkan kehidupan orang lain, misalnya mendonorkan
organ tubuh untuk kehidupan anaknya.
c. Anomic suicide, yakni tindakan bunuh diri yang disebabkan masyarakat dalam
kebingungan, misalnya dalam kondisi perang.
3. Faktor Psikologis
Psikologis yang terganggu juga dapat menjadi stressor pemicu terhadap percobaan
bunuh diri. Terdapat beberapa faktor yang dapat mengganggu psikologik seseorang
diantaranya seperti riwayat teraniaya, disfungsi keluarga, kesulitan membina hubungan
sosial, trauma kehilangan yang serius, distress spiritual, merasa tidak punya lagi masa
depan, dan sakit kronis. 10
B. Proses terjadinya masalah
Risiko bunuh diri dapat terjadi karena stress yang sangat tinggi dan berkepanjangan
dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam
mengatasi masalah. Beberapa alasan individu hingga memutuskan untuk mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat mengatasi stress,
perasaan terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri merupakan hukuman bagi diri
sendiri, dan bunuh diri dianggap sebagai cara yang efektif untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006). Akibat dari risiko bunuh diri adalah terjadinya kecacatan fisik sampai
akhirnya kematian atau meninggal dunia.
III. Rentang Respon Risiko Bunuh Diri
iii
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung; berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan)
8. Status emosional; harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan
mengasingkan diri
9. Kesehatan mental; secara klinis klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis,
dan penyalahgunaan alcohol.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus:
Seorang wanita, 21 tahun, mahasiswa, dirawat di rumah sakit jiwa karena sering menyendiri
dan tidak mau melakukan aktivitas sejak 3 bulan yang lalu. Suatu hari klien tampak murung,
lebih banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk berbicara dengan siapapun.
Penampilan fisik tidak rapi, pandangan kosong, menjawab pertanyaan dengan singkat. Ketika
perawat menanyakan penyebab klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mati
saja. Pasien juga mengatakan saya malu, tidak perawan lagi, pastinya tidak ada laki-laki yang
mau jadi suaminya. Diagnosa medis: Depresi.
A. Analisa Data Daftar Masalah:
1. Data subyektif: Klien mengatakan bosan hidup, merasa ingin 1. Koping individu tidak efektif
mati, merasa malu karena tidak perawan lagi, merasa tidak 2. Sedih kronis
3. Harga diri rendah
ada yang mau jadi suaminya.
4. Keputusasaan
2. Data obyektif: Klien tampak murung, menolak berbicara
5. Intoleransi aktivitas
dengan siapapun, pandangan kosong, menjawab pertanyaan 6. Isolasi Sosial
dengan singkat, penampilan fisik tidak rapi. 7. Defisit Perawatan Diri
Isolasi sosial
Menarik diri
C. Pohon Masalah
Defisit perawatan diri
Putus asa
Intoleransi aktivitas (Akibat)
ii
Harga diri rendah:
Masalah utama
kronik
Depresi
(Pola koping individu tidak efektif) Penyebab
Kehilangan: Hilang
keperawanan
Faktor Presipitasi
13. Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien
12 ingin
mengakhiri kehidupan.
A. Diagnosa Keperawatan
14. Faktor
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan predisposisi
gangguan alam perasaan
Terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
(depresi), yaitu:
orangtua yang tidak realistirgs, kegagalan berulang
1. Harga diri rendah kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
2. Koping individu tidak efektif ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
3. Keputusasaan
15. Faktor presipitasi
d. Tanda dan gejala yang dapat di kaji pada klien dengan harga diri
4. Defisit perawatan diri Terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
rendah: sebagian anggota tubuh; berubahnya penampilan
atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
Harga Dirimalu
1. Perasaan Rendah
terhadap diri sendiri akibat tinddakan terhadap penyakit menurunna produktivitas. Harga diri rendah ini
misalnya: malu dan seih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi
A. Pengkajian dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
sinar pada kanker. Situasional disebabkan oleh trauma yang muncul
a. Anamnesa
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya: ini tidak akan terjadi jika secara tiba-tiba misalnya harus dioprasi, mengalami
Riwayat
- saya segera kekesehatan
rumah sakit,masa lalu mengejek dan mengkritik diri
menyalahkan/ kecelakaan, menjadi korban poerkosaan, atau
- sendiri.
Riwayat kesehatan masa kini menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara.
3. Merendahkan martabat misalnya: saya tidak bias, saya tidak mampu, Kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama
b. Pemeriksaan Fisik
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa. yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
c. Gangguan
Pemeriksaaan
hubungan Penunjang
sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu dirawat dan menjadi semakin meningkat saat
dengan orang lain, lebih suka sendiri. dirawat.
4. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya:tentang Ada intervensi lebih lanjut maka dapat
memilih alternatif tindakan. menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki
5. Tidak menerima pujian. kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolasi
6. Penurunan produktivitas. sosial).Caplan (dalam keliat 1999) mengatakan
7. Kurang memperhatikan perawatan diri bahwa lingkungan sosial, pengalaman individu, dan
8. Berpakaian tidak rapih. adanya perubahan social seperti perasaan
9. Selera makan berkurang. dikucilkan, ditolak, serta tidak dihargai akan
10. Tidak berani menatap lawan bicara. mempengaruhi individu. Keadaan seperti ini dapat
11. Lebih banyak menunduk. menyebabkan stress dan menimbulkan
12. Bicara lambat dengan nada melemah. penyimpangan perilaku seperti harga diri rendah
iii
kronis.
13
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
Harga diri rendah adalah ide, pikiran, perasaan yang negatif tentang diri sendiri.
Data subjektif yang mungkin ditemukan Data objektif yang mungkin di temukan
a. Mengungkapkan dirinya merasa tidak bergunaa. Kontak mata kurang
b. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya b. Tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang
c. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peuli lain
d. Mengungkapkan dirinya malas melakukanc. Menarik diri dari hubungan social
perawatan diri (mandi, berhia, makan, ataud. Tampak mudah tersinggung
toileting) e. Berpakaian tidak rapih
e. Mengkritik diri sendiri f. Tidak mau makan dan tidak tidur
f. Mengeluh hidup tidak bermakna g. Perasaan malu
g. Tidak memiliki kelebihan apapun h. Tidak nyaman jika jadi usat perhatian
h. Merasa jelek i. Tidak berani menatap lawan bicara
i. Mengkritik diri sendiri j. Kurang selera makan
j. Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian k. Lebih banyak menunduk
k. Perasaan malu l. Kurang memperhatikan perawatan diri
l. Krang selera makan m. Tampak malas-malasan
m. Perasaan tidak mampu n. Produktivitas menurun
n. Merusak diri sendiri
o. Mengatakan malas, putus asa dan ingin mati
ii
Data subjektif yang mungkin Data objektif yang mungkin di
ditemukan temukan
a. Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak a. Menyendiri
ingin hiduplagi b. Mengurung diri
b. Mengungkapkan enggan berbicara dengan c. Tidak mau berdialog dengan orang lain
orang lain d. Ekspresi wajah kosong
c. Klien malu bertemu dan berhadapan dengan
e. Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
orang lain Suara pelan dan tidak jelas
d. Mengatakan malas berinteraksi g. Curiga dengan orang lain
e. Mengatakan orang lain tidak mau menerima
h. Mematung
dirinya Mondar-mandir tanpa arah
Merasa orang lain tidak selevel Tidakberinisiatif berhubungan dengan orang
g. Merasa tidak berguna lain.
h. Mengatakan tidak punya teman dikamar
14
4. Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana individu merasakan adanya stimulus
melalui panca indra tanpa adanya rangsang nyata.
Data subjektif yang mungkin ditemukan Data objektif yang mungkin di temukan
a. Mengatakan mendengar suara bisikan/ a. Bicara sendiri
melihat bayangan. b. Tertawa sendiri
b. Menyatakan kesal c. Marah tanpa sebab
c. Menyatakan senang dengan suara-suara d. Menyendiri
e. Melamun
Melakukan perawatan diri / kegiatan lainnya secara 3. Jadilah menyadari jumlah klien waktu benar-benar
sembelit dua sampai tiga jam. Ubah posisi setiap dua jam,
termasuk tidur, ke kursi atau berjalan-jalan
8. Perhatikan frekuensi pola eliminasi. (Lihat ND:
defekasi, diubah: sembelit) Evaluasi Pasien Defisit Perawatan Diri
9. Menyediakan peralatan yang diperlukan, 1. Klien mampu membersihkan tubuh secara
perlengkapan diri klien, seperti pakaian mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
10. Pilih salah satu aktivitas perawatan diri dan rencana 2. Klien mampu mempertahankan kebersihan
dengan klien bagaimana iii
menerapkan secara pribadi dan penampilan rapi secara mandiri.
sederhana, konkret.
Resiko Bunuh Diri
A. Pengkajian
Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri:
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor
sulit.
pencetus dan data signifikan tentang :
b. Rencana bunuh diri termasuk, apakah klien memiliki rencana yang
-Kerentaan genetik-biologik (riwayat keluarga). teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
-Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
-Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk d. Sistem pendukung yang ada.
depresi. e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
-Riwayat pengobatan. (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan
17
-Riwayat pendidikan dan pekerjaan. riwayat penyalahgunaan zat.
-Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga
dan prilaku dari individu dengan gangguan mood. klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi
Banyak instrumen yang bisa dipakai untuk menentukan resiko
pengobatan gangguan mood,klien melakukan
tanda-tanda kekambuhanbunuh
dan tindakan
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya
iii
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
NIC: Aktif mendengarkan, Peningkatan koping, Pencegahan Bunuh diri, Latihan mengontrol implus, Managemen
perilaku : Melukai diri, Hope Instillation, Persetujuan, Pengawasan: Keamanan.
19
C. Rencana tindakan
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai dapat melindungi diri sendiri.
Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta
sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Keliat (2005) mengidentifikasi intervensi utama pada klien
untuk perilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b. Meningkatkan harga diri, Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu
klien mngekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat. Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai
klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan, Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor
predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
e. Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial
klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol
D. Implementasi
perilaku klien.
ii
interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai
kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
a. Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko, managemen untuk klien yang
memiliki resiko tinggi adalah:
-Orang yang suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di
monitor oleh perawat.
-Mengidentifikasi dan mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien misalnya: pisau, gunting,
tas plastik, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
-Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang
mencederai diri, misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide
untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
20
-Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan:
Yakinkan
-Ketika intake makanan
memberikan dancek
obat oral, cairan
danadekuat
yakinkan bahwa semua obat diminum.
Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
-Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
-Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
-Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan (yakinkan untuk tidak memberikan
makanan dalam tas plastik)
-Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
-Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
-Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh
tubuhnya.Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
-Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi
oral dan tertulis pada semua staf.
b. Bantu klien untuk menurunkan resiko c. Membantu meningkatkan harga diri klien
perilaku destruktif yang diarahkan pada diri - Tidak menghakimi dan empati
sendiri, dengan cara: - Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
- Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : - Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang
tinggi, sedang, rendah. lain
- Kaji level long-term risk yang meliputi: lifestyle - Berikan jadwal aktivitas harian yang terencana untuk klien
(gaya hidup), dukungan sosial yang tersedia, dengan control impuls yang rendah
rencana tindakan yang bisa mengancam - Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku
d. kehidupannya,
Bantu klien koping
untuk mekanisme yang biasa
mengidentifikasi dan bila diindikasikan.
e. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping
mendapatkan dukungan sosial
yang positif
- Informasikan kepada keluarga dan saudara klien
- Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
bahwa klien membutuhkan dukungan social
- Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan
yang adekuat
bunuh diri
- Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial
- iii Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘apa yang
yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa
terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
di akses.
- Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial
- Explorasi perilaku alternatif
f. Initiate Health Teaching dan rujukan (jika
diindikasikan)
- Memberikan pembelajaran tentang mengatasi
Evaluasi Pada Pasien Resiko Bunuh Diri
stress (relaxation, problem-solving skills)
a. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien
- Mengajarkan keluarga technique limit setting
telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
- Mengajarkan keluarga tentang ekspresi perasaan
b. Klien menggunakan koping adaptif, terlibat dalam aktivitas
yang konstruktif
peningkatan diri.
- Intruksikan keluarga dan orang lain untuk
c. Perilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap
mengetahui peningkatan resiko : perubahan
kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial
perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal,
d. Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan
menarik diri, tanda depresi.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ii
4. Bunuh diri adalah hasil dari sebuah tindakan dimana si pelaku yakin bahwa
tindakannya tersebut dapat menyebabkan kematian. Risiko bunuh diri adalah
berisiko terhadap cedera yang ditimbulkan sendiri dan mengancam jiwa
(Wilkinson&Ahern, 2011).
5. Pemenuhan tuntutan pada rentang konsep diri sangat berhubungan erat dengan
terjadinya HDR, defisit perawatan diri, resiko bunuh diri, dan depresi.
4.2 Saran
Adapun saran-saran praktis daam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai calon perawat profesional, penting bagi mahasiswa keperawatan untuk
membekali diri mengenai pengetahuan akan defisit perawatan diri, HDR, Resiko
bunuh diri, dan depresi berdasarkan etiologi masalah-masalah tersebut.
2. Mahasiswa dapat menuangkan ide kreatif dalam memecahkan masalah akibat
trauma seksual yang dapat nenyebabkan masalah defisit perawatan diri, HDR, resiko
bunuh diri, dan depresi. iii
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda J. & Moyet. (2006). Handbook of Nursing Diagnosis. 11th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Carpenito, LJ (2008). Nursing Diagnosis : Aplication to Clinical Practice. Mosby St Louis.
Doenges, M.E Towsend, M.C dan Moor-house, M.F. (1998). Psyciatric Care Plans
Guidelines for Individualizing Care. Ed.3. Phuiladepia: F.A Davis Company.
Fajriyah, Nur. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Harga Diri Rendah (strategi
Pelaksanaan HDR, Menarik Diri, Halusinasi dan Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan).
Jakarta: CV Trans Info Media.
Hardman, T Heather. (2012). Terjemahan (alih bahasa : Made dan Nike). Diagnosis
keperawatan:definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
http://www.getesteem.com/Files/Sorensen_Self-Esteem_Test.pdf
http://www.bbc.co.uk/health/emotional_health/mental_health/emotion_esteem.shtml
http://www.getesteem.com/lse-symptoms/behavioral.html
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: EGC.
Keliat Anna B...(et al.) Editor Monica ester danDevi yulianti.(2011). Keperawatan
Kesehatan Jwa komunitas :CMHN (basic course). Jakarta : EGC.
iii
Keliat, Budi Ana (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik diri. Jakarta:
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
KP Neeraja. (2008). Essentials of Mental Health and Psychiatric Nursing. Volume 1. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Pieter, Herri Z., dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Kencana.
Schultz, Judith M. & Videbeck, Sheila L. (2009). Lippincot’s Manual of Psychiatric Nursing
Care Plans. 8th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health-Lippincott Williams &
Wilkins.
Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of Psychiatric Nursing. 6th
edition.cp 18. St. Louis Mosby Year Book.
Suliswati...(et al.) Editor Monica Ester.(2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta :EGC
Townsend, Mary C. (2008). Psychiatric Mental Health Nursing 4th Edition. Philadelphia :
Davis Company.
Towsend Mary C.(2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in Evidence-
Based Practice. 6th ed. USA : Davis Company.
Universitas Islam Negeri Malang. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/08410170-
rahaturrizqi.ps. Diakses pada 2 April 2013.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9:
Wilkinson, J.M., dan Ahern, N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (edisi 9) (Esty Wahyuningsih,
Penerjemah). Jakarta: EGC.
ii