Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) p-ISSN: 2338-4379

Volume 8, Nomor 2, halaman 203-217, 2020 e-ISSN: 2615-840X


http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi

ANALISIS KOMPETENSI TPACK GURU MELALUI MEDIA


PEMBELAJARAN BIOLOGI SMA

Nevrita*, Nurul Asikin, Trisna Amelia

Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kota Tanjungpinang, Indonesia

*Corresponding Author: nevrita@umrah.ac.id

DOI: 10.24815/jpsi.v8i2.16709

Received: 12 Mei 2020 Revised: 7 Juli 2020 Accepted: 14 Juli 2020

Abstrak. Technology pedagogycal and content knowledge (TPACK) merupakan kompetensi abad
21 yang harus dikuasai oleh guru. Penelitian tentang TPACK telah banyak dilakukan namun
menghubungkan TPACK dengan media pembelajaran masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kompetensi TPACK guru melalui media pembelajaran Biologi SMA. Penelitian
dilaksanakan pada seluruh SMA Negeri yang ada di Kota Tanjungpinang sebanyak 7 SMA Negeri
dengan sampel sejumlah 22 guru biologi. Prosedur penelitian diawali koordinasi awal dengan pihak
sekolah dan kesepakatan jadwal penelitian, dilanjutkan dengan penyusunan instrumen dan
pelaksanaan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket terbuka yang
sesuai dengan aspek TPACK terdiri atas technologycal knowledge (TK) dan pedagogycal content
knowledge (PCK). Hasil dari penelitian ini menunjukkan 83% guru biologi telah memanfaatkan
media berbasis teknologi dalam pembelajarannya dan 85% memiliki kemampuan dalam mendesain
media pembelajaran sederhana berbasis teknologi. Media pembelajaran yang dimanfaatkan dan
didesain sebagian besar baru berupa powerpoint. Kompetensi TPACK untuk aspek TK berada pada
kategori sangat baik, begitu juga untuk aspek PCK guru biologi SMA Kota Tanjungpinang juga
berada pada kategori sangat baik. Adapun persentase rata-rata profil awal kompetensi TPACK pada
media pembelajaran guru biologi SMA kota Tanjungpinang sebesar 86,87% berada pada kategori
sangat baik
Kata kunci: guru biologi SMA, media pembelajaran, TK, PCK, kompetensi TPACK

Abstrack. Pedagogycal technology and content knowledge (TPACK) is a 21st century competence
that must be mastered by the teacher. Research on TPACK has been done a lot but connecting
TPACK with learning media is still limited. This study aims to analyze the TPACK of teacher
competency through high school Biology learning media. It was conducted in 7 senior high schools in
Tanjungpinang City with 22 biology teachers as a samples. Procedure started by coordination with the
school and an agreement of tstudy schedule, followed by preparation of instrument and
implementation of the study. Data collection techniques used in the form of an open questionnaire in
accordance with aspects of TPACK consisted of Technological Knowledge (TK) and Pedagogycal
Content Knowledge (PCK). The results of this study indicate 83% of biology teachers have used
technology-based media in their learning and 85% have the ability to design simple technology-based
learning media. The learning media that are utilized and designed are mostly new in the form of
powerpoints. TPACK of biology teachers is in the excellent category for TK, as well as for PCK
category Tanjungpinang city high school biology teacher is in the very good category. The average
percentage of the initial profile of TPACK competence in the learning media of biology teachers in
Tanjungpinang city by 86.87% was in the very good category.
Keywords: High school biology teacher; Learning media; TK; PCK; TPACK competency

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|203


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dengan terjadinya


perubahan luar biasa sehingga guru dituntut memiliki beragam kemampuan dan
pengetahuan agar proses belajar terlaksana dengan baik. Menurut Rusmiyati (2018)
guru sebagai fasilitator yang mengelola proses pembelajaran di kelas mempunyai andil
dalam menentukan kualitas pendidikan, guru harus mempersiapkan (merencanakan)
segala sesuatu agar proses pembelajaran di kelas berjalan dengan efektif. Guru harus
terus meningkatkan kemampuan atau kompetensi tidak hanya menguasai satu
kompetensi namun keempat kompetensi harus dimiliki dan dikuasai. Dalam konteks
global kompetensi guru mengalami perubahan dan perkembangan, bentuk pola
pengembangan kompetensi guru pada awalnya hanya berupa pengetahuan pedagogical,
content, knowledge (PCK). Penelitian tentang PCK telah banyak dilakukan dan
menghasilkan berbagai teori salah satunya menurut Rosyid (2016) dari berbagai
penelitian PCK diperoleh hasil bahwa PCK merupakan pengetahuan yang penting untuk
mengembangkan keterampilan profesional guru dan calon guru. Rochintaniawati (2019)
menyatakan guru harus memiliki keterampilan yang khusus dan unik dalam menyajikan
pengetahuan yang sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan pengaruh
besar pada dunia pendidikan sehingga aspek pada PCK perlu ditambah dengan aspek
lain yang mampu mengintegrasikan teknologi ke dalam pengajaran dan pembelajaran di
kelas. Menurut Akturk (2019) guru harus berpartisipasi aktif dalam proses integrasi
teknologi dan memiliki beberapa kompetensi untuk menggunakan teknologi yang
tersedia di lingkungan belajar secara tepat dan efektif. Kenyataannya guru merasa tidak
siap untuk penggunaan TIK secara spesifik dan kurang memiliki kerangka teoritis yang
kuat (Chai, dkk., 2013). Untuk menjawab tantangan tersebut maka perlu kerangka
teoritis dalam penggunaan TIK oleh guru, Mishra & Koehler (2006) telah menambahkan
teknologi ke dalam PCK, dengan istilah tecnological pedagogical and content knowledge
(TPACK). Lebih lanjut, Mishra dan Koehler (2008) menyatakan ada tiga komponen inti
pengajaran dengan teknologi yaitu konten, pedagogi & teknologi, hubungan antara ketiga
komponen dan interaksi di antara komponen-komponen akan membentuk inti dari
kerangka kerja TPACK. Menurut Rahmadi, dkk. (2020) TPACK adalah persimpangan dari
ketiga tubuh pengetahuan teknologi, pedagogi, dan konten saling mempengaruhi dan
membatasi konteks pembelajaran dan pengajaran. Faktor penentu TPACK untuk semua
komponen terintegrasi dengan TIK sehingga TPACK berkontribusi besar terhadap
perubahan paradigma belajar (Malik, dkk., 2018).
Guru profesional harus menguasai kompetensi TPACK yang memadai sebab pola
pengembangan kompetensi guru dengan istilah TPACK merupakan sebuah jalan cerdas
untuk menjamin terlaksananya pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan perubahan
yang terjadi (Nofrion, 2018). Berdasarkan pernyataan di atas penerapan TPACK dalam
pembelajaran sangat sesuai dengan tuntutan abad 21 yang memanfaatkan teknologi
dalam pembelajaran di kelas. Telah banyak penelitian yang telah dilakukan tentang
TPACK namun menghubungkan TPACK dengan media pembelajaran masih terbatas.
Sementara penerapan media pembelajaran berbasis teknologi merupakan hal penting.
Media pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, media
yang tepat dan bermutu akan membantu dan memudahkan guru dan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Alwi (2017) media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat dijadikan perantara untuk menyalurkan pesan, merangsang fikiran,
minat, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada diri siswa. Siswa dapat belajar sendiri melalui media pembelajaran namun
keberadaan guru menjadi sangat penting sebagai orang dewasa yang memberikan
dukungan dan membimbing peserta didik selama proses pembelajaran (Supriadi, dkk.,
2017).

204| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Guru harus memiliki kemampuan untuk memilih media pembelajaran yang bermutu
agar pembelajaran tepat sasaran dan minat belajar siswa dapat ditingkatkan.
Kemampuan guru dalam memilih media yang tepat dan cocok untuk materi pembelajaran
juga akan menentukan pencapaian dari proses pembelajaran. Media pembelajaran yang
bermutu yaitu media yang mampu mendorong siswa memberikan tanggapan, umpan
balik termasuk melakukan praktek pembelajaran dengan benar (Rasyid,
2016). Pernyataan ini dipertegas oleh Astatin (2016) bahwa media pembelajaran
meminimalisir verbalisme yaitu proses pembelajaran siswa hanya diberi pengalaman
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) melalui kata-kata saja, siswa lebih
banyak melakukan kegiatan belajar. Siswa tidak hanya mendengarkan guru, tetapi
juga melakukan aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan,
sehingga siswa mendapatkan pengalaman bermakna dan pemahaman konsep
meningkat serta media membuat peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran. Media
digunakan untuk mempermudah guru menyampaikan materi dalam proses pembelajaran,
penggunaan media disesuaikan dengan tujuan penggunaan dan informasi yang ingin
disampaikan (Paramita dkk, 2018).
Media pembelajaran berbasis tekhnologi saat ini merupakan kebutuhan yang harus
terpenuhi, bila media pembelajaran yang dimanfaatkan dan dikembangkan guru dalam
pembelajaran tidak mengikuti perkembangan zaman maka ini akan membuat siswa
menjadi bosan. Media pembelajaran berbasis teknologi banyak tersedia di SMA-SMA
Negeri di kota Tanjungpinang bila ada media yang tidak tersedia di sekolah sangat
mudah diperoleh melalui akses internet, hal ini didukung oleh koneksi internet di kota
Tanjungpinang sangat baik tinggal keinginan dan kemauan guru saja. Kenyataan yang
ditemukan dari hasil wawancara dengan guru biologi SMA Negeri Kota Tanjungpinang
masih banyak guru yang belum menggunakan media berbasis teknologi yang bervariasi
dan beragam dalam pembelajaran di kelas disebabkan kurangnya pengetahuan
menghubungkan kompetensi TPACK dengan media pembelajaran. Kompetensi TPACK
mengharuskan guru untuk bisa mengitegrasikan kesemua aspek TPACK ke dalam
pembelajaran. Kompetensi TPACK menekankan pemanfaatan tekhnologi dalam
pembelajaran. Bila guru sudah menguasai kompetensi TPACK pada media pembelajaran
diharapkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dan mutu pendidikan bisa lebih
ditingkatkan. Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui antara lain (1) pemanfaatan
media pembelajaran oleh guru, (2) media pembelajaran yang didesain atau
dikembangkan guru, dan (3) profil awal kompetensi TPACK guru melalui media
pembelajaran biologi SMA Kota Tanjungpinang.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.


Menurut Wagiran (2019) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang diarahkan untuk
memaparkan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistimatis dan
akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu, yang tidak perlu
menerangkan hubungan antar variabel dan menguji hipotesis. Tempat penelitian di
seluruh SMA negeri kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 7 SMA Negeri.
Populasi dalam penelitian ini adalah 33 guru biologi SMA negeri dan swasta di Kota
Tanjungpinang, sedangkan sampel dalam penelitian ini hanya 22 guru biologi SMA negeri
di kota Tanjungpinang. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu
sampel dipilih secara sengaja oleh peneliti dengan pertimbangan tertentu. Waktu
penelitian dari bulan April sampai Juli 2019 dengan dua tahap, tahap pertama adalah
tahap persiapan, melakukan koordinasi awal dengan sekolah-sekolah dan menetapkan

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|205


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

jadwal penelitian. Tahap kedua tahap pelaksanaan dengan mempersiapkan instrumen


penelitian, pelaksanaan penelitian ke sekolah-sekolah, dan pengolahan data hasilnya.
Instrumen dalam penelitian ini berupa angket terbuka dengan delapan indikator
yang mengandung dua aspek dari TPACK yaitu TK dan PCK. Satu aspek TPACK bisa
berisi beberapa pertanyaan dari instrumen penelitian di atas. Untuk aspek TK terdiri atas
tiga pertanyaan dari tiga indikator, selanjutnya untuk aspek PCK terdiri 5 pertanyaan dari
lima indikator. Angket terbuka yang dijadikan sebagai instrumen penelitian agar dapat
mengukur lebih luas dan lebih dalam tentang pemanfaatan, pengembangan/mendesain
media pembelajaran guru Biologi. Instrumen penelitian tentang media pembelajaran ini
masih merupakan instrumen yang baru dan sangat terbatas sebab beberapa artikel yang
dijadikan acuan dalam penelitian ini sebagian besar instrumen TPACK hanya
berhubungan dengan RPP maupun strategi pembelajaran, masih sangat jarang yang
membuat instrumen TPACK untuk media pembelajaran. Peneliti berharap dari penelitian
ini nanti bisa mengetahui kompetensi TPACK pada media pembelajaran guru biologi SMA
dan menghasilkan instrumen TPACK yang berkaitan tentang media pembelajaran yang
terbatas hanya pada aspek TK dan PCK.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan
mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang telah diperoleh tanpa
mengeneralisasikan dari hasil penelitian. Untuk analisis pemanfaatan dan pengembangan
media oleh guru dengan menarasikan hasil penelitian. Analisis data untuk profil awal
kompetensi TPACK guru tentang pemanfaatan dan pengembangan media pembelajaran
menggunakan skor pada Tabel 1.

Tabel 1. Skor Instrumen Profil Awal TPACK

No Kompetensi TPACK guru Biologi Skor

1. Sudah dan sudah sesuai/lebih dari satu media 3

2. Sudah tapi belum sesuai/hanya satu media 2

3. Belum 1

Rerata skor profil awal TPACK akan dikonversikan dengan interprestasi skor
menurut Riduan (2011) seperti tertuang pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Interprestasi Skor

Skor Profil TPACK (%) Kategori

81-100 Sangat Baik

61- 80 Baik

41- 60 Cukup

21- 40 Tidak Baik

0- 20 Sangat Tidak Baik

206| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh melalui angket terbuka dengan delapan


pertanyaan data dikelompokkan dalam empat kategori yaitu pemanfaatan dan
penggunaan media berbasis teknologi, pemanfaatan dan penggunaan media
konvensional maupun
media di laboratorium, dan media yang didesain/dikembangkan guru. Pemanfaatan dan
penggunaan media berbasis teknologi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pemanfaatan media berbasis teknologi

Media Berbasis Guru yang Guru yang tidak


teknologi memanfaatkan (%) memanfaatkan (%)

PPT 59,09 40,91

Vidio 36,36 63,64

Animasi 27,28 72.72

Audiovisual 13,64 86,36

Multimedia 4,55 95,45

E-modul 4,55 95,45

Audio 4,55 95,45

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa 59.09% dari 22 guru biologi SMA Kota
Tanjungpinang menggunakan media powerpoint. Media vidio merupakan media urutan
kedua tertinggi setelah media powerpoint yang dimanfaatkan guru. Media vidio untuk
materi tertentu tersedia di sekolah, sebab ada sekolah mendapat bantuan dari
pemerintah dan ada juga yang membeli media dengan pihak lain. Meskipun demikian
belum semua guru memanfaatkan vidio pembelajaran tersebut. Padahal media vidio
pembelajaran sangat mudah untuk dioperasikan.
Media pembelajaran selanjutnya yang banyak dimanfaatkan guru dalam
pembelajaran adalah media animasi. Media animasi yang digunakan merupakan media
animasi yang diperoleh melalui browsing internet. Beberapa guru yang menggunakan
media animasi menyatakan bahwa dengan media animasi ini materi yang disampaikan
terasa seperti nyata sebab animasi dilengkapi dengan gerakan-gerakan tidak hanya
berupa slide saja sehingga penampilan media animasi menjadi menarik serta dapat
membangkitkan minat dan aktivitas belajar siswa. Kemenarikan media animasi yang
disajikan membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Khususnya aspek visual yang disajikan
dalam media animasi dapat membantu siswa dalam memahami materi menjadi lebih
mudah (Situmorang dkk., 2019).
Media berbasis teknologi yang lain berupa audiovisual jarang dimafaatkan oleh guru
Biologi SMA kota Tanjungpinang hal ini dapat dilihat dari persentase pada Tabel 3. Media
multimedia, e-modul, dan audio sangat jarang digunakan guru sebab media
pembelajaran tersebut selain menggunakan komputer atau laptop dibuat dengan
menggunakan aplikasi yang membutuhkan keterampilan khusus. Pernyataan ini selaras
dengan hasil penelitian Raisa, dkk. (2017) media audio visual tidak sering digunakan

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|207


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

karena terlalu banyak peritah aplikasi yang harus diproses dalam pemakaiannya.
Sebagian besar guru menyatakan faktor usia juga sebagai penyebab keterbatasan
membuat media-media pembelajaran yang memerlukan keahlian khusus. Pernyataan
dari guru di atas didukung oleh hasil penelitian terdahulu Nevrita (2018) tidak semua
guru memiliki kemampuan yang sama dalam menggunakan media pembelajaran,
terutama penggunaan komputer hal ini juga dipengaruhi oleh faktor usia guru.
Kategori kedua dalam penelitian ini adalah pemanfaatan media konvensional dapat
dituang pada Tabel 4.

Tabel 4. Pemanfaatan media pembelajaran konvensional.

Media Konvensional Guru yang


memanfaatkan (%)

Gambar 31,82

Model 9,05

Lanscape 4,55

Miniatur 4,55

media langsung 4,55

Lingkungan 4,55

Tabel 4 menjelaskan bahwa sebagian kecil saja guru yang memanfaatkan media
konvensional dalam pembelajarannya. Media konvensional yang banyak digunakan oleh
guru adalah media gambar. Media gambar yang ada juga belum bisa mewakili materi
yang akan di ajarkan, begitu juga dengan media yang lainnya. Media langsung dan media
lingkungan sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh guru. Namun kenyataannya sangat
sedikit guru memanfaatkan media tersebut karena menurut Desriana, dkk (2018) media
berbasis lingkungan membutuhkan banyak waktu yang relatif lama untuk melakukan
berbagai kegiatan. Menurut beberapa guru media konvensional tidak lagi menarik minat
belajar siswa, bila guru membiarkan hal ini terus berlangsung muncul kecemasan guru
tidak dapat dicapainya tujuan pembelajaran. Kategori ketiga adalah pemanfaatan media
laboratorium dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pemanfaatan Media Laboratorium

Media Guru yang


memanfaatkan (%)

Gambar 54,55

Model 13,64

Awetan 9,09

Belum menggunakan 31,82

208| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar guru belum
memanfaatkan media yang tersedia di Laboratorium. Media terbanyak yang digunakan
sama dengan media konvensional di atas adalah media gambar. Media gambar menjadi
pilihan sebab media tersebut tersedia di laboratorium dan mudah untuk digunakan.
Sedangkan untuk media berupa model tidak semua guru memanfaatkan hal ini karena
tidak semua model tersedia untuk semua materi pembelajaran.
Model-model yang tersedia di laboratorium adalah model DNA, model kancing
genetika, model organ-organ tubuh manusia, model-model sistim pada berbagai hewan.
Keterbatasan dan ketersediaan model di laboratorium juga tidak mampu mewakili
keseluruhan materi yang akan di ajarkan guru menjadi alasan guru tidak menggunakan
model. Begitu juga dengan media awetan baik awetan basah maupun awetan kering
sangat kurang dan tidak terawat dengan baik, untuk mengamati awetan kering
membutuhkan mikroskop. Jumlah mikroskop yang tersedia di labor juga sangat terbatas
sehingga memanfaatkan media awetan menjadi tidak maksimal. Kurangnya perawatan
pada mikroskop dan awetan kering menyebabkan objek atau gambar yang terlihat
kurang jelas.
Untuk kategori keempat adalah media pembelajaran yang di desain/dibuat oleh
guru dapat terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Media yang didesain/dikembangkan guru

Media Guru yang mendesain/

mengembangkan (%)

PPT 59,09

Vidio 2,73

Model 13,64

Gambar 13,64

e modul 9,09

Animasi 4,55

Audio 4,55

Belum pernah 18,18

Tabel 6 menjelaskan kemampuan guru untuk membuat media pembelajaran masih


sangat kurang. Karena pada umumnya guru hanya menggunakan media sederhana.
Untuk penggunaan media yang lebih kreatif masih belum ada, hal ini disebabkan
oleh kemampuan guru dalam menggunakan media masih kurang. Hasil penelitian ini
didukung penelitian lain yang menyatakan ketersediaan media di sekolah untuk suatu
pembelajaran kurang mencukupi (Alwi, 2017). Keterbatasan kemampuan menyebabkan
media powerpoint menjadi pilihan media paling banyak yang dibuat oleh guru ini
didukung oleh pernyataan Andriani (2015) bahwa media pembelajaran powepoint

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|209


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

interaktif membuat siswa sangat senang belajar, termotivasi mengikuti


pembelajaran, media ini juga memiliki tampilan yang menarik, karena
dilengkapi dengan gambar, video, cerita membuat siswa tidak bosan dalam
belajar. Pembelajaran yang disajikan dalam media powerpoint juga memudahkan
siswa untuk memahami materi pembelajaran. Berdasarkan pertimbangan di atas maka
media-media yang dipilih guru untuk menyampaikan materi bisa membantu guru dalam
proses pembelajaran.
Untuk melihat profil awal TPACK maka data diperoleh dengan memberikan angket
terbuka yang disebarkan ke seluruh guru biologi di kota Tanjungpinang sejumlah 22
guru. Dalam angket tersebut aspek TPACK yang bisa dikembangkan untuk deskripsi
media pembelajaran hanya ada dua aspek saja yaitu aspek TK, dan PCK. Menurut Chai
dkk (2013) TK adalah pengetahuan tentang cara menggunakan perangkat keras dan
lunak TIK. PCK adalah pengetahuan tentang merepresentasikan pengetahuan konten dan
mengadopsi strategi pedagogis agar topik lebih mudah dipahami oleh peserta didik.
Defenisi dua aspek TPACK di atas juga selaras dengan yang disampaikan oleh Srisawasdi
(2012) pengetahuan tentang teknologi standar dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengoperasikan teknologi tertentu yang disebut tecnologycal knowledge (TK).
Pengetahuan tentang praktik mengajar tertentu yang sesuai dengan sifat subjek tertentu
konten yang disebut pedagogical content knowledge (PCK) (Mishra dan Koehler, 2006).
Kedua aspek TPACK tersebut peneliti kembangkan menjadi delapan indikator. Hasil dari
pengolahan data dituangkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Profil awal kompetensi TPACK.

Persentase Interprestasi
No Aspek TPCK Indikator
(%) skor

1. TK 1. Pemanfaatan media berbasis 83 Sangat Baik


teknologi
2. Mempertimbangkan pemanfaatan 94 Sangat Baik
media berbasis teknologi
3. Mendesain media berbasis teknologi 85 Sangat Baik

2. PCK 4. Pemanfaatan media pembelajaran 85 Sangat Baik


yang bervariasi dan sesuai dengan
materi yang diajarkan
5. Mempertimbangkan kesesuaian 94 Sangat Baik
materi dan media
6. Mendesain dan menggunakan media 89 Sangat Baik
sesuai konten materi yang diajarkan
7. Memanfaatkan media pembelajaran 74 Baik
yang ada (di laboratorium)
8. Melakukan evaluasi ke siswa untuk 77 Baik
mengetahui kebermanfaatan dari
media pembelajaran yang
digunakan

210| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Untuk Indikator pertama secara umum guru sudah menggunakan media berbasis
teknologi walaupun media terbanyak yang digunakan juga powerpoint dengan berbagai
alasan dan pertimbangan sebagaimana telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya.
Namun ada guru yang masih belum secara tepat mendefinisikan media berbasis teknologi
yang menyebutkan bahwa alat bantu (tools) seperti HP, internet, CD dan USB sebagai
media. Pada Indikator kedua sebagian besar guru belum mampu menyatakan alasan
yang lengkap (meliputi: karakteristik materi ajar, tujuan pembelajaran, karakteristik
siswa, ketersediaan sarana prasarana) dalam memilih media. Guru sudah melakukan
pertimbangan hanya saja masih parsial. Pada indikator ketiga sebagian besar guru sudah
mampu mendesain media pembelajaran berupa powerpoint, sebagian kecil saja guru
yang bisa mendesain media pembelajaran yang lain. Malah ada beberapa guru yang
belum pernah mendesain media pembelajaran hanya mengambil media pembelajaran
yang telah ada dan tersedia saja.
Pada Indikator keempat sebagian besar guru dalam pembelajaran hanya
memvariasikan dua media saja selama pembelajaran yaitu powerpoint dengan gambar
atau dengan vidio atau dengan media lain. Di indikator kelima guru sangat
mempertimbangkan kesesuaian media dengan materi. Hal ini tergambar dari beberapa
alasan yang diberikan misalnya guru menggunakan vidio pembelajaran dengan
pertimbangan lebih menarik, jelas dan siswa lebih mudah memahami materi. Sedangkan
guru yang lain menggunakan lingkungan sebagai media pembelajaran dengan
pertimbangan siswa lebih mudah memahami materi karena siswa langsung melihat
objek. Pertimbangan guru menggunakan media animasi karena lebih mudah
menggambarkan proses yang tidak dapat dijelaskan secara kasat mata.
Indikator keenam Sebagian besar guru sudah mendesain dan menggunakan media
sesuai dengan konten materi yang diajarkan seperti gambar, powerpoint, model, hanya
sebagian kecil guru belum pernah mendesain dan menggunakan media sesuai dengan
konten materi yang diajarkan. Pada indikator ketujuh sebagian besar media yang di
laboratorium yang paling banyak digunakan adalah media gambar. Sebagian kecil saja
menggunakan model dan awetan. Di samping itu, ada guru yang tidak pernah
menggunakan media pembelajaran yang tersedia di laboraorium. Selanjutnya, indikator
kedelapan guru telah melakukan evaluasi ke siswa untuk mengetahui kebermanfaatan
dari media pembelajaran yang digunakan seperti berdasarkan evaluasi yang telah
dilakukan berupa hasil belajar siswa memperoleh nilai yang memuaskan, siswa lebih
memahami materi yang diajarkan menggunakan media pembelajaran
Pembahasan hasil penelitian ini dihubungkan dengan indikator-indikator dalam
instrumen terbuka penelitian tergambar jelas pada Tabel 7. Dari hasil penelitian terlihat
media berbasis teknologi terbanyak yang dimanfaatkan dan didesain/dikembangkan guru
dalam pembelajaran adalah media powerpoint. Alasan guru menjadikan powerpoint
sebagai pilihan adalah powerpoint mudah digunakan dan didesain, membantu siswa
memahami materi, efektif dan efisien dalam penggunaan. Hal ini didukung oleh
penyataan Susanti (2014) yang menyatakan keunggulan media powerpoint adalah: (1)
mudah menggunakannya, (2) mudah dan dapat diproduksi oleh guru sendiri, (3) dapat
digunakan secara individu, (4) dapat diulang-ulang sehingga lebih efisien, (5) biaya tidak
mahal, (6) memiliki daya tarik, (7) fleksibel penggunaannya, (8) dapat digunakan
beberapa kali untuk kelas yang sama maupun berbeda. Media audiovisual merupakan
media yang juga dimanfaatkan guru dalam pembelajaran namun persentase guru
memanfaatkannya hanya 13,64% hal ini disebabkan membuat media audio visual sangat
sulit mengingat guru tidak memiliki keahlian khusus dalam membuatnya. Penjelasan
Septianova (2017) bahwa media audio visual memang masih jarang digunakan oleh
tenaga pendidik untuk membantu dalam proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan
karena membuat audio-visual sebagai media pembelajaran tidak semudah membuat
media yang lain seperti power point.

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|211


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Media pembelajaran berbasis teknologi yang sangat jarang dimanfaatkan dan


dikembangkan guru adalah multimedia, e-modul dan audio. Sebagian besar guru
menyatakan masih minimnya pelatihan atau workshop dalam mengembangkan media
pembelajaran yang berbasis IT tersebut. Adapun yang menjadi kendala bagi guru untuk
memanfaatkan dan mendesain/mengembangkan media pembelajaran. Berdasarkan hasil
penelitian di atas ternyata masih ada guru yang sama sekali belum pernah mendesain/
mengembangkan media pembelajaran, selama ini bila menggunakan media pembelajaran
hanya mengambil media yang dirasa cocok dan sesuai dengan materi pembelajaran
melalui browsing internet. Menurut Abdullah (2016) banyak guru hanya menggunakan
beberapa media saja bahkan ada yang sama sekali tidak mampu mengembangkannya,
idealnya guru dapat menggunakan setengah atau seluruh media pembelajaran untuk
menyajikan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan.
Secara umum guru sudah menggunakan dan mampu mendesain/mengembangkan
media pembelajaran berbasis teknologi dalam proses pembelajaran di kelas. Meskipun
media pembelajaran yang dimanfaatkan dan dikembangkan masih sangat sederhana dan
belum bervariasi. Menurut Prastya (2016) guru harus menguasai dan dapat
mengaplikasikan media belajar yang mempunyai perangkat teknologi tinggi, guru juga
harus memiliki kemampuan tinggi untuk menentukan media pembelajaran yang
digunakan saat menyampaikan materi. Berbagai alasan diajukan oleh guru sebagai
pertimbangan dalam memilih media adalah (a) mudah menyampaikan materi, lebih
efisien dan tidak perlu menulis, (b) membangkitkan motivasi belajar, (c) meningkatkan
efektivitas siswa (d) pembelajaran menjadi menyenangkan, (e) membantu siswa
memahami materi, dan (f) mudah digunakan.
Berdasarkan alasan tersebut maka guru sangat memahami dan mengerti betul
bahwa media pembelajaran berbasis teknologi yang digunakan sangat berperan dalam
membangkitkan motivasi, memudahkan pemahaman siswa terhadap materi,
meningkatkan efektivitas dan belajar menjadi menyenangkan. Pemanfaatan media
pembelajaran dengan menggunakan teknologi informasi komputer sangat membuat
siswa aktif dalam belajar (Nursamsu, 2017). Hasil penelitian Pradilasari (2019)
menyimpulkan penggunaan media dalam suatu pembelajaran sangat penting, karena
dengan media materi yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami serta
dapat memotivasi siswa untuk lebih semangat dalam belajar. Hal ini diperjelas oleh
Ekayani (2017) manfaat media pembelajaran (1). Memperjelas pesan agar tidak terlalu
verbalistis, (2). Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera, (3).
Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber
belajar, (4). Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori & kinestetiknya, (5). Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan
pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.
Tingginya pemahaman guru tentang pentingnya media pembelajaran berbasis
teknologi dalam pembelajaran sehingga guru sudah jarang menggunakan media
konvensional. Berbagai alasan keengganan guru menggunakan media konvensional
antara lain media konvensional tidak lagi menarik perhatian siswa. Menurut Septianova
(2017) media konvensional cenderung membuat siswa bosan karena hanya terjadi
interaksi satu arah saja, yaitu dari guru kepada siswa. Penggunaan media mengajar yang
kurang tepat akan mengakibatkan proses pembelajaran kurang efektif. Sehingga guru
lebih memilih menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi dalam pembelajaran
sebab media berbasis teknologi mudah didapat, menarik, dan lebih dapat meningkatkan
minat belajar siswa dibandingkan media konvensional. Pendapat Halidi, dkk. (2015) yaitu
media pembelajaran berbasis TIK merupakan sarana yang sangat membantu guru dalam
proses pembelajaran, baik dalam menyampaikan pesan/informasi maupun mentransfer
ilmu pengetahuan kepada siswa yang dikemas sedemikian rupa dari yang abstrak
menjadi konkrit membuat proses pembelajaran semakin menyenangkan.

212| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Pembahasan untuk pemanfaatan media yang tersedia dilaboratorium dari beberapa


media yang tersedia di laboratorium media gambar merupakan media paling banyak di
manfaatkan guru. Untuk media yang lain jumlahnya masih sangat terbatas dan belum
lengkap. Beberapa media yang tersedia di laboratorium tidak bisa dimanfaatkan sebab
media-media tersebut sudah sangat lama dan tidak terawat dengan baik. Alasan lain
guru jarang memanfaatkan media di laboratorium karena sebagian besar laboratorium di
SMA kota Tanjungpinang belum memiliki laboran. Keberadaan laboran sangat diperlukan
untuk merawat media dan alat-alat laboratorium serta laboran dibutuhkan untuk
membantu guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung di laboratorium. Kegiatan
laboratorium menurut Saputra, dkk. (2017) bertujuan mengajak siswa berperan aktif
dalam menggali sendiri konsep, sehingga informasi yang diserap lebih bermakna.
Sebenarnya untuk mengatasi permasalahan di laboratorium saat ini sudah banyak
dikembangkan laboratorium virtual namun di SMA Tanjungpinang guru-guru belum
menggunakan media laboratorium virtual sebagai media pembelajaran. Menurut Quddus
(2017) bagi sekolah yang sudah memiliki sarana laboratorium tetapi alatnya terbatas
dapat memanfaatkan laboratorium virtual sebagai alternatif dalam pembelajaran.
Selanjutnya, menurut Kusumaningsih (2014) penggunaan laboratorium virtual
merupakan salah satu media pembelajaran yang cukup efektif dari segi tempat, waktu
dan bahaya yang ditimbulkan relatif kecil. Laboratorium virtual cukup relevan untuk
diimplementasikan menjadi solusi keterbatasan sumber daya pembelajaran. Hasil
penelitian Yuliyanti, dkk. (2016) media laboratorium virtual berbasis inkuiri memudahkan
memahami materi, meningkatkan kemampuan mengingat, meningkatkan minat belajar,
meningkatkan motivasi, memudahkan menganalisis konsep, dan membangkitkann
semangat dalam melakukan praktikum.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh guru kepada siswanya untuk mengetahui
kebermanfaatan dari media pembelajaran yang digunakan berada pada kategori baik
(77%). Hal ini sejalan dengan Astiti (2017) bahwa evaluasi merupakan kegiatan
identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang direncanakan telah tercapai atau
belum serta dapat juga melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi yang diberikan
guru beragam ada dengan memberikan tes, memberikan angket dan observasi langsung.
Test yang diberikan merupakan soal-soal tentang materi yang telah diajarkan dengan
menggunakan media, dengan tes guru dapat melihat pencapaian hasil belajar siswa.
Evaluasi berikutnya dengan angket, dari hasil analisa angket diperoleh bermacam respon
siswa terhadap media yang digunakan guru. Respon tersebut antara lain pembelajaran
menjadi menyenangkan, semangat belajar bertambah, berharap agar guru selalu
menggunakan media, media yang digunakan hendaknya lebih beragam dan ada juga
respon negatif antara lain kebosanan karena guru hanya menggunakan satu jenis media
saja. Selanjutnya, evaluasi juga dilakukan guru dengan observasi langsung, untuk
observasi ini guru langsung melihat bagaimana antusiasme siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan media. Hasil dari evaluasi yang telah diberikan dijadikan sebagai
refleksi agar kedepan guru bisa lebih memanfaatkan dan mendesain banyak media dalam
pembelajaran. Guru harus terus berlatih dan belajar agar bisa mendesain media-media
sendiri tidak hanya mengharapkan media yang sudah ada.
Kedua aspek TPACK yang diteliti dalam penelitian ini telah menunjukkan
kompetensi TPACK guru Biologi SMA Negeri kota Tanjungpinang berada pada kategori
sangat baik terutama dalam memanfaatkan media pembelajaran hal ini didukung dari
hasil penelitian Hidayat (2018) yang menyatakan kemampuan TPACK guru biologi kelas X
SMA Negeri se Surakarta dalam kategori baik hal ini disebabkan karena fasilitas terutama
pada sarana dan prasarana media pembelajaran pada sekolah negeri lebih memadai.
Namun ada beberapa indikator yang perlu menjadi perhatian bagi semua pihak sebab
persentase perolehan skornya masih di bawah 80%. Meskipun perlu mendapat perhatian
namun secara umum persentase yang diperoleh tetap berada pada kategori baik,

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|213


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

sehingga menurut Desstya (2018), TPACK dapat digunakan sebagai acuan memperbaiki
kualitas pendidikan dan pemerintah dapat menentukan kebijakan untuk mengembangkan
profesionalisme guru. Demikian juga halnya, menurut Lestari (2016) bahwa kemampuan
TPACK dapat ditingkatkan melalui pengalaman belajar yang didapat guru melalui
seminar-seminar yang diadakan oleh pemerintah.

KESIMPULAN

Guru telah memanfaatkan media pembelajaran berbasis teknologi namun baru


pada tahapan teknologi sederhana. Media yang banyak dimanfaatkan dan didesain
berupa powerpoint dan diikuti media berbasis teknologi lainnya. Alasan dan
pertimbangan guru dalam memilih media tersebut antara lain, (1) mudah untuk
dikembangkan/didesain maupun diakses melalui internet, (2) belum memiliki
kemampuan yang memadai dan keahlian khusus untuk mendesain media pembelajaran
berbasis teknologi yang lebih bervariasi, (3) media tersebut dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa. Media konvensional tidak lagi menjadi pilihan favorit dalam
pembelajaran. Mengatasi keterbatasan media di laboratorium guru perlu memanfaatkan
laboratorium virtual dalam pembelajaran. Respon siswa sebagai hasil evaluasi dapat
dijadikan pertimbangan guru melakukan refleksi terhadap media pembelajaran. Untuk
meningkatkan kemampuan TPACK guru melalui media pembelajaran maka guru harus
terus berlatih dan belajar memanfaatkan maupun mendesain media pembelajaran
terbaru dan terkini yang cocok dengan materi dan tujuan pembelajaran. Profil awal
kompetensi TPACK guru melalui media pembelajaran biologi SMA untuk konten TK dan
PCK berada pada kategori sangat baik dengan capaian rata-rata 87,37% untuk TK dan
untuk 86,36% PCK

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih pada LP3M UMRAH yang telah memberikan hibah internal ini
sebagai usaha UMRAH untuk meningkatkan penelitian dan pengabdian dosen-dosen di
lingkungan internal UMRAH. Artikel ini merupakan artikel hasil penelitian dengan
pendanaan hibah internal LP3M UMRAH dengan skema Penelitian Unggulan Perguruan
Tinggi Tahun 2019 dengan nomor kontrak 006/UN53.02/Kontrak-PUPT/I/2019.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, S. 2017. Problema guru dalam pengembangan media pembelajaran. Jurnal Itqan,
8(2):145-167

Akturk, A.O. & Ozturk, H.S. 2019. Teachers TPACK levels and students self-efficacy as
predictors of students academic achievement. International Journal of Research in
Education and Science, 5(1):283-294

Abdullah, R. 2016. Pembelajaran dalam perspektif kreativitas guru dalam pemanfaatan


media pembelajaran. Lantanida Journal, 4(1):35-49

Andriani, M.R. & Wahyudi. 2016. Pengembangan media pembelajaran power point
interaktif melalui pendekatan saintifik untuk pembelajaran tematik integratif siswa
kelas 2 SD Negeri Bergas Kidul 03 Kabupaten Semarang. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 6(1):143-157

214| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Astatin, G.R. & Nurcahyo, H. 2016. Pengembangan media pembelajaran biologi berbasis
adobe flash untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pada kurikulum 2013.
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2(2):165-176

Astiti, K.A. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Andi.

Chai, C.S., Koh, J.H.L., & Tsai, C.C. 2013. A review of technological pedagogical content
knowledge. Educational Technology & Society, 16(2):31-51

Desriana, D., Amsal, A., & Husita, D. 2018. Perbandingan hasil belajar siswa
menggunakan media pembelajaran berbasis lingkungan dengan media internet
dalam pembelajaran asam basa di MAN Indrapuri. JIPI (Jurnal IPA dan
Pembelajaran IPA), 2(1):50-55

Desstya, A. 2018. Validitas reliabilitas instrument technologycal pedagogical content


knowledge (TPACK) guru sekolah dasar muatan pelajaran IPA. Jurnal Basic of
Education, 3(1):126-139

Ekayani, N.L.P. 2017. Pentingnya penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan


prestasi belajar siswa. artikel Jurusan PGSD, fakultas ilmu pendidikan Universitas
Pendidikan Ganesha. (https://www.researchgate.net/profile/Putu_ Ekayani/
publication/315105651., diakses 17 Februari 2020).

Halidi, H.M., Husain, S.N., & Saehana, S. 2015. Pengaruh media pembelajaran berbasis
TIK terhadap motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Model Terpadu
Madani Palu. Jurnal Mitra Sains, 3(1):53-60

Hidayat, A. 2018. Kemampuan TPACK (technological paedagogical and content


knowledge) guru biologi kelas X SMA Negeri Se- Surakarta tahun ajaran 2017/2018.
Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. (http://eprints.ums.ac.id/id/
eprint/68154., diakses 19 April 2020)

Kusumaningsih, Y.R., Iswahyudi, C., & Susanti, E. 2014. Pengembangan model


laboratorium virtual sebagai solusi keterbatasan sumber daya pembelajaran.
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2014, di Yogyakarta
pada tanggal 15 November 2014, ISSN 1979-911X , h. A-301-306

Lestari, S. 2016. Analisis kemampuan technological pedagogical content knowledge


(TPACK) pada guru biologi SMA dalam materi sistem saraf. Thesis. Universitas
Pendidikan Indonesia. (http://repository.upi.edu/id/eprint/23119., diakses 11 Juli
2019)

Malik, S., Rohendi, D., & Widiaty, I. 2018. technological pedagogical content knowledge
(TPACK) with information and communication technology (ICT) integration: a
literature review. Advances in Social Science, Education and Humanities Research,
299:498-503

Mishra, P. & Koehler, M.J. 2006. Technological pedagogical content knowledge: a


framework for teacher knowledge. Teachers College Record, 108(6):1017-1054

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|215


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Mishra, P. & Koehler, M.J. 2008. Introducing technological pedagogical content


knowledge. Paper presented at the Annual Meeting of the American Educational
Research Association New York City.

Nevrita. 2018. The use of learning media by junior high school teachers of science in
Tanjungpinang and Bintan. Jurnal SEEDs, 2(1):1-8

Nofrion, Wijayanto, B., Wilis, R., & Novio, R. 2018. Analisis technological pedagogical and
content knowledge (TPACK) guru geografi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Jurnal Geografi, 10(2):105-116

Nursamsu & Kusnafizal, T. 2017. Implementasi pembelajaran berbasis ICT (Information


and communication technology) sebagai alat bantu komputer multimedia untuk
meningkatkan kompetensi guru serta prestasi belajar siswa. Jurnal Pendidikan
Biologi, 6(3):351-355

Paramita, R., Panjaitan, R.G.P., & Ariyanti, E. 2018. Pengembangan booklet hasil
investigasi tumbuhan obat sebagai media pembelajaran pada materi manfaat
keanekaragaman hayati. JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), 2(2):83-88

Pradilasari, L., Gani, A., & Khaldun, I. 2019. Pengembangan media pembelajaran
berbasis audio visual pada materi koloid untuk meningkatkan motivasi dan hasil
belajar siswa SMA. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of
Science Education), 7(1):9-15

Prastya, A. 2016. Strategi pemilihan media pembelajaran bagi seorang guru. Prosiding
Temu Ilmiah Nasional Guru (TING) VIII tahun 2016, di Balai Sidang Universitas
Terbuka (UTCC) pada tanggal 26 November 2016, ISSN : 2528-1593, h.294-302

Quddus, A., Hamid, T., & Kasli, E. 2017. Perbandingan hasil belajar fisika dengan
menggunakan laboratorium nyata dan laboratorium virtual. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa, 2(1):122-127

Rahmadi, I.F., Hayati, E., & Nursyifa, A. 2020. Comparing pre-service civic education
teachers’ TPACK confidence across course modes: insights for future teacher
education programs. Research in Social Sciences and Technology, 5(2):113-133

Raisa, S., Adlim, & Safitri, R. 2017. Respon peserta didik terhadap pengembangan media
audio-visual. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science
Education), 5(2):80-85

Rasyid, M., Azis, A.A., & Saleh, A.R. 2016. Pengembangan media pembelajaran berbasis
multimedia dalam konsep sistim indera pada siswa kelas XI SMA. Jurnal Pendidikan
Biologi, 7(2):69-80

Riduan & Sunarto. 2011. Pengantar Statistik Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial,
Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta

216| JPSI Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020


Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
Vol. 8, No. 2, hlm. 203-217, 2020

Rochintaniawati, D., Riandi, R., Kestianty, J., Kindy, N., & Rukayadi, Y. 2019. The
analysis of biology teachers’ technological pedagogical content knowledge
development in lesson study in west Java Indonesia. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 8(2):201-210

Rosyid, A. 2016. Technological pedagogical content knowledge: sebuah kerangka


pengetahuan bagi guru Indonesia di era MEA. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Pendidikantahun 2016, di Kebumen pada tanggal 6 Agustus 2016, ISBN 978-602-
397-040-7, h.446-454

Rusmiyati, S. 2018. Upaya meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun silabus


melalui bimbingan dan supervisi di SD Negeri 1 Kalinanas. JPI: Jurnal Ilmiah
Pendidikan, 5(1):131-137

Saputra, H., Auwal, T.M.R.A., & Mustika, D. (2017). Pembelajaran inkuiri berbasis virtual
laboratory untuk meningkatkan kemampuan literasi sains mahasiswa calon guru
pendidikan fisika Universitas Samudra. JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA),
1(2):143-148

Septianova, B.S.F. & Rusiyanto. 2017. Perbandingan hasil belajar siswa menggunakan
media pembelajaran audio visual dan dengan menggunakan media konvensional.
Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, 17(2):62-67

Situmorang, R.P. & Andayani, E.P. 2019. Penggunaan media animasi berbasis
macromedia flash untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep materi
sistem peredaran darah manusia. Assimilation: Indonesian Journal of Biology
Education, 2(1):35-41

Srisawasdi, N. 2012. The role of TPACK in physics classroom: case studies of preservice
physics teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences 46, di Barcelona-Spain
pada tanggal 02-05 February 2012, h.3235 – 3243

Supriadi, Thalib, S.B., & Sidik, D. 2017. The development of e-learning media for audio
video department in vocational high school. InternatIonal Journal of EducatIon and
ApplIed Research, 7(2):14-17

Susanti, R. 2014. Pembelajaran model examples non examples berbantuan powerpoint


untuk meningkatkan hasil belajar IPA. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 3(2):123-
127

Wagiran. 2019. Metodologi Penelitian Pendidikan (Teori dan Implementasi). Yogyakarta:


Deepublish

Yuliyanti, E., Hasan, M., & Syukri, M. 2016. Peningkatan keterampilan generik sains dan
penguasaan konsep melalui laboratorium virtual bebasis inkuiri. Jurnal Pendidikan
Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education), 4(2):76-83

Nevrita, dkk.: Analisis Kompetensi TPACK Guru Melalui Media......|217

Anda mungkin juga menyukai