Anda di halaman 1dari 27

Dunia Ini Adalah Tempat Cobaan Dan Ujian(1)

DUNIA INI ADALAH TEMPAT COBAAN DAN


UJIAN
ُ‫َّحيم إِنَّ ْالـ َح ْم َدنَـحْ َم ُدهُ َونَ ْستَـ ِع ْينُه‬
ِ ‫حفظه هللا بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬
‫ت أَ ْع َمالِنَا َم ْن‬ ِ ‫َونَ ْستَ ْغـفِ ُرهُ َونَع ُْو ُذ ِباهللِ ِم ْن ُشر ُْو ِر أَ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيِّـئَا‬
ُ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْناَل إِ ٰلـهَ إِاَّل هللا‬، ُ‫ي لَه‬ َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬ ِ ‫يَ ْه ِد ِهاهللُ فَاَل ُم‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم‬ َ ‫ اَللَّهُ َّم‬.ُ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُـه‬، ُ‫ك لَـه‬َ ‫َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬
‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِعي َْن‬ َ ‫ َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬.
Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon
pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami
dan kejelekan amalan-amalan kami. Siapa yang
Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan,
maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Nikmat
yang Allah Karuniakan Sangat Banyak Tidak
Terhingga Alhamdulillah kita bersyukur kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang
tidak terhingga. Kalau kita mau hitung nikmat-
nikmat Allah, maka kita tidak akan bisa dan tidak
akan mampu menghitungnya.

Allah Ta’ala berfirman,


َ ‫َوآتَا ُك ْم ِم ْن ُك ِّل َما َسأ َ ْلتُ ُموهُ ۚ َوإِ ْن تَ ُع ُّدوا نِ ْع َم‬
‫ت هَّللا ِ اَل تُحْ صُوهَا ۗ إِ َّن‬
‫ان لَظَلُو ٌم َكفَّا ٌر‬ َ ‫اإْل ِ ْن َس‬
“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa
yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat
menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim
dan sangat mengingkari (nikmat
Allah).”[Ibrahim/14:34]
Kalau kita bandingkan antara nikmat-nikmat Allah
yang kita peroleh dengan musibah, pasti yang
banyak adalah nikmat. Adapun musibah hanya
sebentar tidak lama. Alhamdulillah segala puji bagi
Allah atas segala nikmat yang Allah karuniakan
kepada seluruh makhluk-Nya. Alhamdulillah segala
puji bagi Allah atas semua nikmat yang Allah
karuniakan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
dan taat kepada-Nya. Nikmat Allah yang Allah
karuniakan kepada kita sangatlah banyak tidak
terhingga. Semua yang ada pada kita, yang kita
peroleh dan nikmati, dan yang diperoleh dan
dinikmati oleh seluruh makhluk, semua datangnya
dari Allah Rabbul ‘Aalamiin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‫َو َما ِب ُك ْم ِم ْن ِن ْع َم ٍة‬
َ ‫فَ ِم َن هَّللا ِ ۖ ثُ َّم إِ َذا َم َّس ُك ُم الضُّ رُّ فَإِلَ ْي ِه تَجْ أَر‬
‫ُون‬
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya)
dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa
kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta
pertolongan.”[An-Nahl/16: 53] Allah Tabaraka wa
Ta’ala Menciptakan Manusia Untuk Memberikan
Cobaan dan Ujian Alhamdulillah segala puji bagi
Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dan
segala puji bagi Allah yang telah menciptakan
manusia dengan sebaik-baik ciptaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‫ان‬ َ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن َس‬
‫“ فِي أَحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬Sungguh, Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [At-
Tiin/95:4]
Allah menciptakan manusia penuh dengan cobaan
dan ujian yang akan manusia hadapi di dunia. Allah
َ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن َس‬
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‫ان فِي َكبَ ٍد‬
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada
dalam susah payah” [Al-Balad/90:4] Allah
Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Nabi Adam
Alaihissallam dari tanah di Sorga dengan kedua
tangan Allah yang mulia, kemudian Allah
menciptakan manusia keturunan Adam dari setetes
air mani. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‫إِنَّا‬
‫﴾ إِنَّا‬٢﴿ ‫صيرًا‬ ِ َ‫اج نَ ْبتَلِي ِه فَ َج َع ْلنَاهُ َس ِميعًا ب‬
ٍ ‫طفَ ٍة أَ ْم َش‬ ْ ُ‫ان ِم ْن ن‬ َ ‫َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن َس‬
‫“ هَ َد ْينَاهُ ال َّسبِي َل إِ َّما َشا ِكرًا َوإِ َّما َكفُورًا‬Sungguh, Kami telah
menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan
perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat. Sungguh, Kami telah
menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kufur.” [Al-
Insaan/76:2-3] Allah Subhanahu wa Ta’ala
menciptakan manusia dan Allah tunjuki manusia ke
jalan yang membawa manusia kepada kebahagiaan
dan yang membawa kepada celaka. Imam Mujahid
bin Jabr (wafat th. 104 H) rahimahullah mengatakan,
“maksud dari ‫‘ ﱡإِنَّا هَ َد ْينَاهُ ال َّسبِي َل‬Sungguh, Kami telah
menunjukkan kepadanya jalan yang lurus’, yang
dimaksud adalah jalan celaka dan jalan bahagia”[1]
Di dalam ayat tersebut Allah menjelaskan jalan-jalan
kebaikan dan jalan-jalan keburukan (kesesatan).[2]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‫ت‬ َ ‫ق ْال َم ْو‬ َ َ‫الَّ ِذي َخل‬
‫“ َو ْال َحيَاةَ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أَحْ َس ُن َع َماًل ۚ َوهُ َو ْال َع ِزي ُز ْال َغفُو ُر‬Yang
menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan
Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” [Al-
Mulk/67:2] Makna “…untuk menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya…” Fudhail bin
‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Yang paling
ikhlas dan paling benar.” Orang-orang bertanya,
“Wahai Abu ‘Ali! Apa yang dimaksud dengan yang
paling ikhlas dan paling benar itu?” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya amal apabila dilakukan
dengan ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan
diterima. Dan apabila dilakukan dengan benar
namun tidak ikhlas, maka tidak akan diterima hingga
ia dilakukan dengan ikhlas dan benar. Yang
dilakukan dengan ikhlas ialah hanya ditujukan untuk
Allah Tabaraka wa Ta’ala, sedangkan yang benar
ialah sesuai dengan Sunnah.”[3] Cobaan dan Ujian
Merupakan Sunnatullah dalam Kehidupan Hidup ini
tidak bisa lepas dari cobaan dan ujian, bahkan
cobaan dan ujian merupakan Sunnatullah dalam
kehidupan. Hidup ini penuh dengan ujian dan
cobaan dan itu merupakan Sunnatullah yang tidak
akan bisa berubah. Allah Subhanahu wa Ta’ala
َ َ‫ُسنَّةَ َم ْن قَ ْد أَرْ َس ْلنَا قَ ْبل‬
berfirman, ‫ك ِم ْن ُر ُسلِنَا ۖ َواَل تَ ِج ُد ِل ُسنَّتِنَا‬
‫(“ تَحْ ِوياًل‬Yang demikian itu) merupakan ketetapan
bagi para rasul Kami yang Kami utus sebelum
engkau, dan tidak akan engkau dapati perubahan atas
ketetapan Kami.” [Al-Israa’/17:77] ‫ين َخلَ ْوا‬ َ ‫ُسنَّةَ هَّللا ِ فِي الَّ ِذ‬
‫“ ِم ْن قَ ْب ُل ۖ َولَ ْن تَ ِج َد ِل ُسنَّ ِة هَّللا ِ تَ ْب ِدياًل‬Sebagai sunnah Allah
yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah
terdahulu sebelum(mu), dan engkau tidak akan
mendapati perubahan pada sunnah Allah.” [Al-
Ahzab/33:62] Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
ۚ ‫ئ إِاَّل بِأ َ ْهلِ ِه‬ ُ ِّ‫ق ْال َم ْك ُر ال َّسي‬ ُ ‫ض َو َم ْك َر ال َّسي ِِّئ ۚ َواَل يَ ِحي‬ ِ ْ‫ا ْستِ ْكبَارًا فِي اأْل َر‬
‫ت هَّللا ِ تَ ْب ِدياًل ۖ َولَ ْن تَ ِج َد‬ َ ِ‫ت اأْل َ َّول‬
ِ َّ‫ين ۚ فَلَ ْن تَ ِج َد لِ ُسن‬ َ ‫فَهَلْ يَ ْنظُر‬
َ َّ‫ُون إِاَّل ُسن‬
‫ت هَّللا ِ تَحْ ِوياًل‬ ِ َّ‫“ لِ ُسن‬Karena kesombongan (mereka) di
bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat.
Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang
yang merencanakannya sendiri. Mereka hanyalah
menunggu (berlakunya) ketentuan kepada orang-
orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan
mendapatkan perubahan bagi Allah, dan tidak (pula)
akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah
itu.” [Faathir/35:43] Manusia akan diuji dengan
segala sesuatu, baik dengan hal-hal yang
disenanginya dan disukainya maupun dengan
berbagai perkara yang dibenci dan tidak disukainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ُ‫س َذائِقَة‬ ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬
َ ‫ت ۗ َونَ ْبلُو ُك ْم بِال َّش ِّر َو ْال َخي ِْر فِ ْتنَةً ۖ َوإِلَ ْينَا تُرْ َجع‬
‫ُون‬ ِ ‫“ ْال َم ْو‬Setiap yang
bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada
Kami.” [Al-Anbiyaa’/21:35] Tentang ayat ini, Ibnu
‘Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Kami
akan menguji kalian dengan kesulitan dan
kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan
kefakiran, halal dan haram, ketaatan serta maksiat,
petunjuk dan kesesatan.”[4] Dalam riwayat lain
darinya, “Dengan kesenangan dan kesulitan, dan
keduanya merupakan cobaan.”[5] Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, ‫ض أُ َم ًما ۖ ِم ْنهُ ُم‬ ِ ٰ ْ‫َوقَطَّ ْعنَاهُ ْم فِي اأْل َر‬
‫ت لَ َعلَّهُ ْم‬ ِ ‫ك ۖ َوبَلَ ْونَاهُ ْم بِ ْال َح َسنَا‬
ِ ‫ت َوال َّسيِّئَا‬ َ ِ‫ون َذل‬ َ ‫ُون َو ِم ْنهُ ْم ُد‬
َ ‫الصَّالِح‬
َ ‫“ يَرْ ِجع‬Dan Kami pecahkan mereka di dunia ini
‫ُون‬
menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-
orang yang saleh dan ada yang tidak demikian. Dan
Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik
dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka
kembali (kepada kebenaran).”[Al-A’raaf/7:168] Ibnu
Jarirath-Thabari rahimahullah menafsirkan, “Kami
menguji mereka dengan kemudahan dalam
kehidupan, dan dengan kesenangan dunia serta
kelapangan rizki. Inilah yang dimaksud dengan
kebaikan-kebaikan (‫ات‬ ُ َ‫ )الـ َح َسن‬yang Allah sebutkan
(dalam ayat). Sedangkan yang buruk-buruk (‫ات‬ ُ َ‫)ال َّسيِّئ‬
adalah kesempitan dalam hidup, kesulitan, musibah,
serta sedikitnya harta. Adapun (‫“ )لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجع ُْو َن‬agar
mereka kembali”, yaitu kembali taat kepada Rabb,
agar kembali kepada Allah dan bertaubat dari
perbuatan dosa dan maksiat (yang mereka
lakukan).”[6] Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Kami menguji mereka dengan kemudahan,
kesulitan, kesenangan, rasa takut, ‘afiat, dan
bencana.”[7] Dari ayat-ayat di atas, kita tahu bahwa
berbagai macam penyakit itu merupakan bagian dari
cobaan-cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-
Nya, dan ia merupakan Sunnatullah yang telah
ditetapkan berdasarkan rahmat dan hikmah-Nya.
Ketahuilah wahai saudaraku yang sedang terkena
wabah, yang sedang sakit atau yang sedang tertimpa
musibah, atau yang sedang mengalami kesulitan,
kefakiran, kemiskinan, kelaparan dan lainnya, bahwa
sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak
menetapkan sesuatu, baik itu takdir kauni atau
syar’i, melainkan di dalamnya terkandung kebaikan
dan rahmat bagi hamba-Nya. Di dalam cobaan
wabah virus Corona ini terkandung hikmah yang
amat besar yang tidak mungkin bisa dinalar oleh
akal manusia. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Andai kata kita bisa menggali hikmah Allah yang
terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka
tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun, akal kita
sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit,
dan ilmu semua makhluk akan sia-sia (tidak ada
artinya) jika dibandingkan dengan ilmu Allah,
sebagaimana sinar lampu yang sia-sia (tidak ada
artinya) di bawah sinar matahari. Dan ini pun hanya
gambaran saja, yang sebenarnya tentu lebih dari
sekedar gambaran ini.”[8] Berbagai cobaan, ujian,
penderitaan, wabah, penyakit, kesulitan, dan
kesengsaraan mempunyai manfaat dan hikmah yang
sangat banyak. Allah Tabaraka wa Ta’ala
menciptakan makhluk-Nya untuk memberikan
cobaan dan ujian, lalu dia menuntut konsekuensi dari
kesenangan, yaitu bersyukur dan konsekuensi dari
kesusahan, yaitu sabar. Hal ini tidak bisa terjadi
kecuali jika Allah membalikkan berbagai keadaan
manusia sehingga peribadahan manusia kepada
Allah menjadi jelas. Jika seseorang benar-benar
beriman, maka segala urusannya merupakan
kebaikan. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur
dan ketika susah, ia bersabar. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ُ‫َع َجبًا أِل َ ْم ِر ْال ُم ْؤ ِم ِن إِ َّن أَ ْم َرهُ ُكلَّه‬
‫ان َخ ْيرًا‬ َ َ‫ إِ ْن أ‬،‫ك أِل َ َح ٍد إِاَّل ِل ْل ُم ْؤ ِم ِن‬
َ ‫صابَ ْتهُ َسرَّا ُء َش َك َر فَ َك‬ َ ‫ْس َذا‬
َ ‫َخ ْي ٌر َولَي‬
ُ‫ان َخ ْيرًا لَه‬
َ ‫صبَ َر فَ َك‬ َ ‫ضرَّا ُء‬ َ ُ‫صابَ ْته‬َ َ‫ َوإِ ْن أ‬،ُ‫لَه‬. “Sungguh amat
menakjubkan urusan orang Mukmin, sesungguhnya
semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini
tidak terjadi kecuali bagi orang Mukmin. Jika dia
mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu
merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat
kesusahan, maka dia bersabar dan itu merupakan
kebaikan baginya.”[9] Baca Juga Wabah Virus
Corona Sebuah Renungan Orang yang Beriman
Pasti Diberikan Cobaan dan Ujian oleh Allah
Tabaraka wa Ta’ala Allah Tabaraka wa Ta’ala
berfirman, ﴿ ‫ون‬ َ ُ‫ب النَّاسُ أَ ْن يُ ْت َر ُكوا أَ ْن يَقُولُوا آ َمنَّا َوهُ ْم اَل يُ ْفتَن‬ َ ‫أَ َح ِس‬
‫ص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن‬
َ ‫ين‬َ ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ۖ فَلَيَ ْعلَ َم َّن هَّللا ُ الَّ ِذ‬
َ ‫﴾ َولَقَ ْد فَتَنَّا الَّ ِذ‬٢
َ ِ‫“ ْال َكا ِذب‬Apakah manusia mengira bahwa mereka
‫ين‬
akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami
telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan
sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum
mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang
yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang
dusta.” [Al-‘Ankabuut/29:2-3] Al-Hafizh Ibnu
Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) mengatakan,
‫ون‬َ ُ‫ب النَّاسُ أَ ْن يُ ْت َر ُكوا أَ ْن يَقُولُوا آ َمنَّا َوهُ ْم اَل يُ ْفتَن‬ َ ‫“ أَ َح ِس‬Apakah
manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan
hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,”
dan mereka tidak diuji?”, ini adalah istifhaaminkariy
(pertanyaan yang bersifat mengingkari). Maknanya,
bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala harus menguji
hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan
kadar keimanan yang mereka miliki. Allah Tabaraka
wa Ta’ala berfirman di ayat yang lain, ‫أَ ْم َح ِس ْبتُ ْم أَ ْن‬
‫ين‬َ ‫ين َجاهَ ُدوا ِم ْن ُك ْم َويَ ْعلَ َم الصَّابِ ِر‬ َ ‫تَ ْد ُخلُوا ْال َجنَّةَ َولَ َّما يَ ْعلَ ِم هَّللا ُ الَّ ِذ‬
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata
orang-orang yang sabar.” [Ali ‘Imraan/3:142] ‫َولَقَ ْد فَتَنَّا‬
َ ِ‫ص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن ْال َكا ِذب‬
‫ين‬ َ ‫ين‬ َ ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ۖ فَلَيَ ْعلَ َم َّن هَّللا ُ الَّ ِذ‬
َ ‫“ الَّ ِذ‬Dan
sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum
mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang
yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang
dusta”, Allah sudah menguji orang-orang sebelum
mereka, yaitu orang-orang yang jujur dalam
pengakuan keimanannya dari orang-orang yang
dusta dalam perkataan dan pengakuannya. Allah
Maha Mengetahui apa yang telah terjadi dan apa
yang akan terjadi, apa yang belum terjadi seandainya
terjadi dan bagaimana terjadinya. Ini merupakan
sesuatu yang disepakati oleh para Imam Ahlus
Sunnah wal Jama’ah.[10] Syaikh Muhammad al-
Amin bin Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithiy
rahimahullah (wafat th. 1393 H), “Makna ayat (di
atas), bahwasanya manusia tidak akan dibiarkan oleh
Allah Tabaraka wa Ta’ala tanpa fitnah yaitu cobaan
dan ujian, karena mereka berkata, ‘Kami beriman’.
Bahkan apabila mereka berkata, ‘Kami beriman’,
maka mereka pasti dicoba dan diuji dengan berbagai
macam cobaan dan ujian, sehingga jelas dengan
cobaan dan ujian tersebut siapa yang jujur dengan
perkataan beriman dan siapa yang tidak jujur.[11]
Satu hal yang mustahil di dunia ada orang yang tidak
diuji oleh Allah, kalau ada mestinya yang pertama
kali adalah orang-orang yang dicintai Allah yaitu
para Nabi dan Rasul ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬ َّ ‫ َعلَ ْي ِه ُم ال‬. Seluruh Nabi-
Nabi dan Rasul-Rasul ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬ َّ ‫ َعلَ ْي ِه ُم ال‬adalah
orang-orang yang diuji oleh Allah dengan ujian yang
berat, padahal mereka ma’shum[12] (terpelihara dari
dosa). Para Nabi dan Rasul ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬ َّ ‫ َعلَ ْي ِه ُم ال‬Mereka
Diuji oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan Ujian
yang Berat Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim,
Nabi Ya’qub, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Ayyub,
Nabi Zakaria, Nabi Yahya, Nabi ‘Isa, dan Nabi
َّ ‫ َعلَ ْي ِه ُم ال‬. mereka semua diuji
Muhammad ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم‬
oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala. Nabi Nuh
Alaihisshalatu wa sallam, Rasul yang pertama Allah
uji dengan istrinya dan anaknya yang kufur,
menentang Nabi Nuh dan tidak mau mengikuti
agama Islam yang dibawa Nabi Nuh Alaihisshalatu
wa sallam. Bagaimana Nabi Nuh Alaihisshalatu wa
sallam melihat anaknya tenggelam di telan air bah
dan ombak yang besar bersama orang-orang yang
membangkang. Belum lagi ujian Nabi Nuh
Alaihisshalatu wa sallam sebelum itu di ejek, dihina,
dan diolok-olok oleh kaumnya. Kemudian Nabi
Ibrahim Alaihisshalatu wa sallam diuji oleh Allah
dengan bapaknya yang membuat patung dan
menyembah berhala, diuji juga dengan dilemparkan
ke dalam api, diuji setelah menunggu lama kelahiran
anaknya yang tercinta yaitu Ismail Alaihissalam agar
anaknya disembelih atas perintah Allah, kemudian
Allah ganti dengan domba yang besar, dan ujian-
ujian yang lainnya, Nabi Ibrahim Alaihisshalatu wa
sallam pun sabar atas cobaan dan ujian tersebut.
Kemudian Allah uji Nabi Musa Alaihisshalatu wa
sallam dengan Bani Israil, Fir’aun, Samiri, dan
ujian-ujian lainnya yang banyak sekali. Nabi Musa
Alaihisshalatu wa sallam pun sabar atas cobaan dan
ujian tersebut. Dan orang Yahudi juga berusaha
untuk membunuh Nabi Isa Alaihisshalatu wa sallam,
kemudian usaha mereka digagalkan oleh Allah,
Allah mengangkat Nabi Isa Alaihisshalatu wa sallam
ke Langit. Kemudian yang paling banyak cobaan
dan ujiannya adalah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari mulai lahir sampai beliau
wafat. Bagaimana beliau di Mekkah dicela, diejek,
dilempari kotoran binatang ketika shalat di depan
Ka’bah, diusir, diboikot, diancam mau dibunuh
beberapa kali, bahkan para shahabatnya
Radhiyallahu anhum disiksa, dibunuh, diusir, dan
lainnya. Nabi Ayyub Alaihishalatu wa sallam diuji
oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan Penyakit
yang Parah Penderitaan dan penyakit Nabi Ayyub
Alaihissallam sungguh sangat berat. Nabi Ayyub
Alaihissallam terkena penyakit yang amat parah
selama 18 (delapan belas) tahun. Tidak hanya itu
saja, bahkan Allah mewafatkan anak-anaknya yang
ia cintai, begitu pula hartanya habis, ia menjadi
orang yang fakir, ia hanya ditemani oleh istrinya dan
dua orang temannya yang membantunya setiap hari.
[13] Namun semua ujian dan cobaan itu diterima
Nabi Ayyub Alaihisallam dengan sabar. Beliau
Alaihisallam sabar dan ridha dengan takdir Allah
yang pahit. Ia berkata dan berbuat dengan apa-apa
yang diridhai oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah
Tabaraka wa Ta’ala memuji kesabaran Nabi Ayyub
Alaihissallam di dalam firman-Nya, ‫ض ْغثًا‬ ِ ‫ك‬ َ ‫َو ُخ ْذ ِبيَ ِد‬
ٌ‫صابِرًا ۚ نِ ْع َم ْال َع ْب ُد ۖ إِنَّهُ أَ َّواب‬ ْ َ‫“ فَاضْ ِربْ بِ ِه َواَل تَحْ ن‬Dan
َ ُ‫ث ۗ إِنَّا َو َج ْدنَاه‬
ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu
pukullah dengan itu dan janganlah engkau
melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia
(Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik
hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada
Allah).”[Shaad/38:44] Nabi Ayyub Alaihissallam
senantiasa berdo’a terus kepada Allah, memohon
kepada Allah agar Allah mengampuninya dan
mengangkat penyakitnya. Allah Tabaraka wa Ta’ala
berfirman, ‫ت أَرْ َح ُم‬ َ ‫ُّوب إِ ْذ نَا َد ٰى َربَّهُ أَنِّي َم َّسنِ َي الضُّ رُّ َوأَ ْن‬
َ ‫َوأَي‬
‫ين‬
َ ‫َّاح ِم‬
ِ ‫“ الر‬Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia
berdoa kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sungguh,
aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan
Yang Maha Penyayang dari semua yang
penyayang.’” [Al-Anbiyaa’/21:83] ‫ك ۖ ٰهَ َذا‬ َ ِ‫ﱠ ارْ ُكضْ بِ ِرجْ ل‬
ِ َ‫(“ ُم ْغتَ َس ٌل ب‬Allah berfirman), ‘Hentakkanlah
ٌ‫ار ٌد َو َش َراب‬
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk
minum.’” [Shaad/38:42] Dengan kesabaran Nabi
Ayyub Alaihissallam dalam menghadapi cobaan dan
ujian dari Allah Tabaraka wa Ta’ala, Nabi Ayyub
Alaihissallam sembuh dari penyakit, seolah-olah
belum pernah sakit sebelumnya, ia mendapatkan
nikmat dari Allah. Allah memberikan kembali
kekayaan yang dimilikinya dulu, bahkan lebih baik
dan lebih banyak. Allah mengganti dengan lahirnya
anak-anak sebagai ganti dari anak-anaknya yang
sudah meninggal, bahkan jumlah anaknya lebih
banyak, lebih baik, dan juga sholeh dan sholehah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ُ‫فَا ْستَ َج ْبنَا لَه‬
‫فَ َك َش ْفنَا َما بِ ِه ِم ْن ضُرٍّ ۖ َوآتَ ْينَاهُ أَ ْهلَهُ َو ِم ْثلَهُ ْم َم َعهُ ْم َرحْ َمةً ِم ْن ِع ْن ِدنَا‬
‫ين‬َ ‫“ َو ِذ ْك َر ٰى ِل ْل َعابِ ِد‬Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu
Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan
Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan
(Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu
rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan
bagi semua yang menyembah Kami.” [Al-
Anbiyaa’/21:84] Semua ini berkat kesabaran Nabi
Ayyub Alaihissallam dengan cobaan dan ujian yang
berat yang Allah timpakan kepadanya, agar menjadi
contoh bagi manusia tentang kesabaran dalam
menghadapi penyakit, hartanya yang habis, menjadi
fakir dengan sebab ujian tersebut, dan anak-anaknya
semua meninggal dunia, dan lainnya. Beliau
Alaihissallam terus berdo’a minta tolong kepada
Allah bahwa tidak ada yang dapat menghilangkan
atau mengangkat penyakit, bala’, wabah, kecuali
hanya Allah semata. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, ‫ك‬ َ ‫ف لَهُ إِاَّل هُ َو ۖ َوإِ ْن ي ُِر ْد‬
َ ‫اش‬ ِ ‫ك هَّللا ُ بِضُرٍّ فَاَل َك‬
َ ‫َوإِ ْن يَ ْم َس ْس‬
‫ُصيبُ بِ ِه َم ْن يَ َشا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ِه ۚ َوهُ َو ْال َغفُو ُر‬ ِ ‫بِ َخي ٍْر فَاَل َرا َّد لِفَضْ لِ ِه ۚ ي‬
‫َّحي ُم‬
ِ ‫“ الر‬Dan jika Allah menimpakan suatu bencana
kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada
yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di
antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” [Yunus/10:107] ‫أَ َّم ْن ي ُِجيبُ ْال ُمضْ طَ َّر‬
‫ض ۗ أَإِ ٰلَهٌ َم َع هَّللا ِ ۚ قَلِياًل َما‬
ِ ْ‫ف السُّو َء َويَجْ َعلُ ُك ْم ُخلَفَا َء اأْل َر‬ ُ ‫إِ َذا َد َعاهُ َويَ ْك ِش‬
َ ‫“ تَ َذ َّكر‬Bukankah Dia (Allah) yang
‫ُون‬
memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan
kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai
khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat
Allah) yang kamu ingat.” [An-Naml/27: 62] Ujian
Manusia Bertingkat-Tingkat Tergantung Imannya
Manusia diberikan cobaan dan ujian oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala tergantung kadar keimanan
mereka. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu
anhu, beliau bertanya: Wahai Rasulullah, Siapakah
manusia yang paling berat ujiannya? Maka beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫اَأْل َ ْنبِيَا ُء ثُ َّم اأْل َ ْمثَ ُل‬
ُ‫ان ِد ْينُهُ ص ُْلبًا اِ ْشتَ َّد بَاَل ُؤه‬ ِ ‫فَاأْل َ ْمثَ ُل فَيُ ْبتَلَى ال َّر ُج ُل َعلَى َح َس‬
َ ‫ب ِد ْينِ ِه فَإِ ْن َك‬
‫ب ِد ْينِ ِه فَ َما يَ ْب َر ُح ْالبَاَل ُء بِ ْال َع ْب ِد َحتَّى‬
ِ ‫َوإِ ْن َكانَفِ ْي ِد ْينِ ِه ِرقَّةٌ ا ْبتُلِ َي َعلَى َح َس‬
ٌ‫ض َما َعلَ ْي ِه َخ ِط ْيئَة‬ ِ ْ‫يَ ْت ُر َكهُ يَ ْم ِشى َعلَى اأْل َر‬. “(Orang yang
paling berat ujiannya adalah) para nabi, kemudian
yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji
seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat
agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau
lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar
agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji
oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas
permukaan bumi tanpa memiliki dosa.”[14] Dari
Abu Sa’idal-Khudri Radhiyallahu anhu beliau
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang
paling berat ujiannya?’, maka beliau bersabda, ‫أَ َش ُّد‬
‫ إِ ْن‬،‫ ثُ َّم الصَّالِح ُْو َن‬:‫ ثُ َّم َم ْن؟ قَا َل‬،ِ‫ يَا َرس ُْو ُل هللا‬:‫ت‬ ُ ‫ قُ ْل‬،‫اس بَاَل ًء اأْل َ ْنبِيَا ُء‬
ِ َّ‫الن‬
‫ َوإِ ْن‬،‫ان أَ َح ُدهُ ْم لَيُ ْبتَلَى بِ ْالفَ ْق ِر َحتَّى َما يَ ِج ُد أَ َح ُدهُ ْم إِاَّل ْال َعبَا َءةَ يُ َح ِّو ْيهَا‬ َ ‫َك‬
‫ان أَ َح ُدهُ ْم لَيَ ْف َر ُح بِ ْالبَاَل ِء َك َما يَ ْف َر ُح أَ َح ُدهُ ْم بِال َّر َخا ِء‬
َ ‫ َك‬. “Orang yang
paling berat ujiannya adalah para Nabi’, aku berkata,
‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?’ Beliau
bersabda, ‘Kemudian orang-orang sholeh.
Sesungguhnya seorang dari mereka (dari orang-
orang sholeh) diuji dengan kefakiran (kemiskinan),
sehingga seorang dari mereka tidak mempunyai
kecuali hanya satu pakaian saja yang dapat menutupi
(auratnya). Dan sesungguhnya seorang dari mereka
sungguh bergembira dengan bala’ (cobaan, ujian,
musibah) yang menimpanya, sebagaimana seorang
dari kalian bergembira di waktu lapang (kaya).[15]
Baca Juga Para Wali Allâh Wajib Dicintai Dan
Haram Dibenci Dari Anas Radhiyallahu anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫إِ َّن‬
، ‫ َوإِ َّن هللاَ تَ َعالَى إِ َذا أَ َحبَّ قَ ْو ًما اِ ْبتَالَهُ ْم‬،‫ِعظَ َم ْالـ َج َزا ِء َم َع ِعظَ ِم ْالبَاَل ِء‬
ُ‫ َو َم ْن َس ِخطَ فَلَهُ ال َّس َخط‬،‫ضا‬
َ ِّ‫ض َي فَلَهُ الر‬
ِ ‫ َو َم ْن َر‬. “Sungguh,
besarnya pahala setimpal dengan besarnya cobaan;
dan sungguh, Allah Tabaraka wa Ta’ala apabila
mencintai suatu kaum, Allah menguji mereka
(dengan cobaan). Barang siapa yang ridha maka
baginya keridhaan dari Allah, sedang barang siapa
yang marah maka baginya kemarahan dari Allah.
[16] Dalam hadits-hadits di atas menunjukkan
bahwasanya ujian manusia itu bertingkat-tingkat,
ujian orang-orang sholeh lebih berat, dan diantara
kaum Muslimin yang ada sekarang ini belum lah
sama ujian mereka dengan ujian orang-orang
terdahulu. Ujian orang-orang terdahulu lebih berat,
lebih sulit, dan bahkan banyak sekali memakan
korban jiwa. Ujian berupa penyakit, kematian,
kemiskinan, kelaparan, dan tantangan di medan
dakwah. Ujian yang Allah berikan kepada kaum
Muslimin pada zaman sekarang ini lebih ringan
dibanding pada zaman dahulu. Misalnya dibunuhnya
kaum Muslimin, pada zaman dahulu banyak kaum
Muslimin yang disiksa, dibunuh, bahkan ratusan
ribu kaum Muslimin yang dibunuh. Bahkan para
Nabi banyak yang dibunuh, sebagaimana Allah
sebutkan dalam surat Al-Baqarah/2: 61, Ali
‘Imraan/3: 21-22,112. Sedangkan seorang Nabi lebih
mulia dari ratusan ribu manusia. Begitu pula ujian
kelaparan, kefakiran, dan penyakit umat terdahulu
lebih parah dibanding pada zaman sekarang. Seperti
pada zaman dahulu ketika penyakit Tha’uun (wabah
penyakit menular) menimpa para Shahabat, Tabi’iin
dan seterusnya, yang membinasakan ribuan bahkan
puluhan ribu kaum Muslimin yang meninggal.
Sangat berat cobaan dan ujian mereka. Allahul
Musta’aan. Allahumma Inna Nas-alukalal-‘Afwa
wal ‘Afiyah. Tujuannya Allah jadikan mereka
sebagai contoh teladan bagi ummat Islam,
bagaimana kuatnya iman mereka, tawakkal mereka
kepada Allah, rasa harap mereka kepada Allah, dan
yang paling penting lagi bagaimana kesabaran
mereka dalam menghadapi cobaan dan ujian. Dan
Sorga disediakan bagi orang-orang yang sabar. Allah
Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‫ين آ َمنُوا اتَّقُوا‬ َ ‫قُلْ يَا ِعبَا ِد الَّ ِذ‬
ِ ‫ين أَحْ َسنُوا فِي ٰهَ ِذ ِه ال ُّد ْنيَا َح َسنَةٌ ۗ َوأَرْ ضُ هَّللا ِ َو‬
‫اس َعةٌ ۗ إِنَّ َما‬ َ ‫َربَّ ُك ْم ۚ لِلَّ ِذ‬
ٍ ‫ُون أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬ َ ‫“ يُ َوفَّى الصَّابِر‬Katakanlah
(Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang
beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.”Bagi
orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan
memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas.
Hanya orang-orang yang bersabarlah yang
disempurnakan pahalanya tanpa batas.” [Az-
Zumar/39:10] َ‫صاَل ة‬ َّ ‫صبَرُوا ا ْبتِ َغا َء َوجْ ِه َربِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬ َ ‫ين‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬
‫ك لَهُ ْم‬ َ ِ‫ون بِ ْال َح َسنَ ِة ال َّسيِّئَةَ أُو ٰلَئ‬
َ ‫َوأَ ْنفَقُوا ِم َّما َر َز ْقنَاهُ ْم ِس ًّرا َو َعاَل نِيَةً َويَ ْد َر ُء‬
‫صلَ َح ِم ْن آبَائِ ِه ْم‬ َ ‫ات َع ْد ٍن يَ ْد ُخلُونَهَا َو َم ْن‬ ُ َّ‫﴾ َجن‬٢٢﴿ ‫ار‬ ِ ‫ُع ْقبَى ال َّد‬
‫﴾ َساَل ٌم‬٢٣﴿ ‫ب‬ ٍ ‫ون َعلَ ْي ِه ْم ِم ْن ُك ِّل بَا‬ َ ُ‫اج ِه ْم َو ُذ ِّريَّاتِ ِه ْم ۖ َو ْال َماَل ئِ َكةُ يَ ْد ُخل‬
ِ ‫َوأَ ْز َو‬
ِ ‫صبَرْ تُ ْم ۚ فَنِ ْع َم ُع ْقبَى ال َّد‬
‫ار‬ َ ‫“ َعلَ ْي ُك ْم بِ َما‬Dan orang yang sabar
karena mengharap keridhaan Tuhannya,
melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian
rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara
sembunyi atau terang-terangan serta menolak
kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang
mendapat tempat kesudahan (yang baik),(yaitu)
surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya
bersama dengan orang yang saleh dari nenek
moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak
cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-
tempat mereka dari semua pintu ; (sambil
mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena
kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat
kesudahan itu.” [Ar-Ra’du/13: 22-24] Wajib
Beriman kepada Takdir Baik dan Buruk Kondisi
yang ada sekarang ini yang kita lihat, kita wajib
mengimani tentang takdir yang buruk, takdir yang
pahit, dan bahwasanya dengan adanya cobaan dan
ujian wabah virus Covid-19, banyak kaum Muslimin
yang meninggal dunia, banyak juga orang-orang
kafir yang mati setiap hari. Adanya wabah virus
Covid-19 ini dan adanya himbauan untuk di rumah
saja, maka menimbulkan problem baru di
masyarakat. Otomatis dengan adanya wabah virus
Covid-19 ini roda perekonomian jadi lesu bahkan
macet. Orang-orang miskin dan orang-orang yang
susah tambah banyak, yang di PHK banyak,
pengangguran pun tambah banyak. Yang seperti ini
menimbulkan penyakit baru, yaitu penyakit stres,
takut kena virus Corona dengan ketakutan yang
berlebihan, sampai orang yang kena virus Covid-19
kemudian meninggal jenazahnya dibenci oleh
masyarakat bahkan ditolak?? Sehingga jenazahnya
tidak dishalatkan dan tidak bisa dikuburkan??
Apakah ini bukan kezhaliman? Atau masyarakat
sudah hilang hati nurani dan akalnya?? Bagaimana
yang meninggal dari keluarga kita kemudian
diperlakukan seperti itu?? ini kondisi yang sudah
sakit. Nas-alullaha as-Salaamatawal-‘Afiyah. Begitu
pula ketakutan yang berlebihan berkaitan dengan
ibadah shalat di masjid, sampai tidak mau ke masjid
untuk shalat berjama’ah, shalat Jum’at, tapi kerja
masih jalan, masih suka ke pasar dan ke mall untuk
belanja? Kenapa shalat berjama’ah di masjid
ditempat yang bersih dan tidak kena wabah takut??
Shalat jum’at takut? Kenapa takut berlebihan??[17]
Ingat bahwa kematian merupakan satu kepastian.
Kalo sudah datang ajalnya, kita pasti mati,
bagaimanapun keadaannya. Kita wajib menjaga diri
dan berhati-hati sesuai petunjuk dari pihak yang
berwenang dan ahli dalam masalah ini. Kemudian
problem lain yang timbul akibat wabah Corona ini
adalah timbulnya kerugian yang banyak dari para
pengusaha kecil, pedagang-pedagang kecil, guru-
guru dan lainnya. Membuat mereka tidak punya
penghasilan, tidak punya uang, tidak bisa beli apa-
apa, kelaparan, dan lainnya. Inilah kehidupan, inilah
cobaan, inilah ujian. Kita wajib melihat bahwa
semua ini Allah yang menakdirkan dan Allah sudah
tulis dalam Lauh Mahfuzh sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi. Kewajiban kita
mengimani bahwa Allah yang menakdirkan semua
ini, kita wajib meyakini bahwa Allah Maha Adil,
Maha Sayang kepada hamba-hamba-Nya. Dan
semua itu ada hikmahnya, dan apa yang Allah
takdirkan semuanya baik. Iman kepada takdir ada
dua, sebagaimana di dalam hadits Jibril ketika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
tentang apa itu iman? Maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ، ‫ َو َماَل ئِ َكتِ ِه‬، ِ‫أَ ْن تُ ْؤ ِم َن بِاهلل‬
‫ َوتُ ْؤ ِم َن بِ ْالقَ ْد ِر َخي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬، ‫ َو ْاليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر‬، ‫ َو ُر ُسلِ ِه‬، ‫ َو ُكتُبِ ِه‬. ”Iman
adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-
malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang
baik dan yang buruk.”[18] Kita wajib mengimani
takdir yang baik maupun takdir yang buruk, yang
manis maupun yang pahit. Seluruh manusia tidak
akan bisa menolak, ataupun menghindar dari takdir
Allah. Semua berjalan menurut apa yang Allah
sudah takdirkan, termasuk yang sekarang ini sedang
menimpa kaum Muslimin. Apakah itu bentuknya
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kekurangan
jiwa (banyak orang yang mati), dan kurangnya
bahan-bahan makanan, buah-buahan dan lain
sebagainya. Ini semua merupakan cobaan dari Allah.
Kalau semua terjadi di langit dan di bumi dan di
alam semesta, dari hidup mati, senang susah, panas
dingin, sehat sakit, kaya miskin, rasa aman takut,
dan lainnya semua Allah sudah takdirkan, maka
kewajiban kita dalam kondisi susah, sulit, fakir,
sakit, ada yang meninggal dalam keluarga kita
maupun masyarakat, kewajiban kita sabar, dengan
mengimani dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah
Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan
Sayang. Kita sabar dengan melaksanakan perintah-
perintah Allah, menjauhkan larangan-larangan-Nya,
menjauhkan dosa-dosa dan maksiat. Dan sabar
dengan tidak berkeluh kesah, tidak marah, tidak
kesal terhadap takdir Allah. Berkeluh kesah, marah,
bersedih, dan putus asa tidak dapat menghilangkan
musibah, bencana, dan wabah yang sedang kita
hadapi ini. Bersambung ke bagian 2 ______
Footnote [1] Tafsiirath-Thabari(XIV/251, no. 35767)
cet. 1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H. [2] Tafsiir
Ibnu Katsiir (VIII/286) cet. III Daar Thaybah, th.
1426 H. [3] Lihat Tafsiiral-Baghawi Ma’aalimut
Tanziil (IV/435) cet. Daar Thaybah, dan
al-‘Ubudiyyah (hlm. 84-85), tahqiq Syaikh Ali
Hasan. [4] Tafsiir ath-Thabari (X/35, no. 24590) cet.
1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H. [5] Tafsiir ath-
Thabari (X/35, no. 24587) cet. 1 Daarul A’lam-
Jordan, th. 1423 H. [6] Tafsiir ath-Thabari (VI/131).
cet. 1 Daarul A’lam-Jordan, th. 1423 H. [7] Tafsiir
Ibnu Katsiir (III/498), tahqiq Sami bin Muhammad
as-Salamah, cet. III Daar Thaybah, th. 1426 H [8]
Syifaa-ul ‘Aliil fii Masaa-ilil Qadaa’ wal Qadar wal
Hikmah wat Ta’liil (III/1083) cet. II Daar ash-
Shumai’iy, th. 1434 H/2013 H. [9] Shahih: HR.
Muslim (no. 2999) dan lainnya, dari Shuhaib
Radhiyallahu anhu. [10] Diringkas dari Tafsiir Ibnu
Katsiir (IV/263), Tahqiq Sami bin Muhammad as-
Salamah, cet. III Daar Thaybah, th. 1426 H. [11]
Adhwaa-ul Bayaan fii Iidhahil Qur’an bil Qur’an
(VI/509), Isyraaf Syaikh Bakr Abu Zaid, cet, III
Daar ‘Alamil Fawaa-id th. 1433 H. [12] Ma’shum
(terpelihara dari dosa), artinya kalau mereka salah
langsung ditegur oleh Allah, mereka bertaubat, dan
Allah menerima taubat mereka. [13] Lihat Silsilah
al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 17). [14] Hasan
Shahih:HR. At-Tirmidzi (no. 2398), Ibnu Majah (no.
4023), ad-Darimi (II/320), Ibnu Hibban (no. 699-
Mawaarid), al-Hakim (I/40,41), dan Ahmad (I/172,
174, 180, 185). At-Tirmidzi berkata: Hadits ini
Hasan Shahih. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahihah (no. 143).
[15] Shahih: HR. Ibnu Majah (no. 4024) dan al-
Hakim (IV/307). Al-Hakim berkata: Shahih menurut
syarat Muslim, dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Lihat
Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah (no. 144). [16]
Hasan: HR. at-Tirmidzi (no. 2396) dan Ibnu Majah
(no. 4031). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam
Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah (no. 146). [17]
Himbauan untuk tidak shalat jama’ah dan jum’at di
masjid itu berlaku ditempat yang terkena wabah
menular saja, dan itu berlaku untuk sementara waktu
saja. Adapun ditempat yang aman, tidak terkena
wabah, dan bagi orang yang tidak sakit dan tidak
takut, maka kembali kepada hukum asalnya, bahwa
laki-laki wajib shalat berjama’ah dan Jum’at di
masjid. Dan ini merupakan perintah Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
wajib dilaksanakan (lihat Al-Baqarah/2:43, An-
Nisaa/4: 102, At-Taubah/9: 18, dan Al-
Jumu’ah/62:9). Mudah-mudahan dengan shalat dan
do’a kaum Muslimin di masjid-masjid Allah, maka
Allah angkat wabah virus corona ini. Aamiin. [18]
Shahih: HR. Muslim (no. 8), dari Shahabat ‘Umar
biin Khattab Radhiyallahu anhu.

Referensi: https://almanhaj.or.id/15047-dunia-ini-
adalah-tempat-cobaan-dan-ujian1.html

Anda mungkin juga menyukai