Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

DISUSUN OLEH :

ADE YUNI (C2014201101)


ALFIAN WARIYANTO (C2014201102)
ALFONSIUS (C2014201103)
ANGGUN CAHYANI (C2014201104)
ANGRAENI TA'BA (C2014201105)
ARINI ADELIA (C2014201106)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuriamasif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian
Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di
bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per
tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu
kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kuntungan
sebagian besar pasien di Poliklinik khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering
gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi Sindrom Nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu
kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik
seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik
pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis !uruk. Atas dasar
inilah penulis mencoba untuk membuat makalah dengan judul “Askep pada Bayi dan
Anak dengan masalah Nephrology (Sindrom Nefrotik)”

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sindroma nefrotik?
2. Apa etiologi sindroma nefrotik?
3. Bagaimana patofisiologi sindroma nefrotik?
4. Apa manifestasi klinis sindroma nefrotik?
5. Bagaimana penataklaksanaan sindroma nefrotik?
6. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan sindroma nefrotik?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengans indrom
nefrotik serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalh tersebut
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
a. Memahami pengertian dari sindrom nefrotik
b. Memahami etiologi dari penyakit sindrom nefrotik
c. Memahami patofisologi sindrom nefrotik
d. Memahami manifestasi klinis sindrom nefrotik
e. Memahami penataklaksanaan sindroma nefrotik
f. Dapat memberikan yang tepat pada anak yang sindrom nefrotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nefrotik Sindrom

1. Definisi Nefrotik Sindrom

Nefrotik Sindrom (NS) adalah salah satu penyakit glomerulus yang paling
sering terjadi pada anak-anak. Nefrotik Sindrom (NS) adalah keadaan klinis yang
ditandai proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema anasarka, dan hiperlipidemia
(Dew, 2019).
Nefrotik sindrom merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
yang di tandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
> 3,5 g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl, hiperkolesterol dan lipiduria. Pada proses
awal atau nefrotik sindrom ringan untuk menegakan diagnosis tidak perlu semua
gejala ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas nefrotik sindrom, akan
tetapi pada nefrotik sindrom berat yang disertai kadar albumin serum rendah,
ekskresi protein dalam urin juga berkurang (Kharisma, 2017).
2. Epidemiologi

Angka kejadian Nefrotik Sindrom di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7
per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun (Dew, 2019). Di Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FKUI)/Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Nefrotik Sindrom merupakan penyebab
kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi dan merupakan
penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Perbandingan Nefrotik Sindrom pada anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1
(Pratiwi Dian Pramana, n.d.)dalam (Alfiyanti, 2019).
3. Klasifikasi

Secara klinis Nefrotik sindrom dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Nefrotik Sindrom Primer atau Idiopatik

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sekitar 90%
anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah Nefrotik sindrom kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom
nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini
diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa
neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Yuliandra,2018).
b. Nefrotik Sindrom Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain :
1) Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema

2) Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,


AIDS
3) Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga,
bisa ular
4) Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schönlein, sarkoidosis (Yuliandra, 2018).
4. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Nefrotik sindrom yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu
suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
a. Nefrotik sindrom bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal.


Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah
dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Nefrotik sindrom sekunder
Disebabkan oleh :
1) Malaria quartana atau parasit lainnya

2) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid

3) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis


4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun otak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrane proliferatif
hipokomplementemik.
5. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada


hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam interstisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia. Menurunnya
aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi
renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan


stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan
onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan
lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel
imun tertekan, kemungkinan oleh karena hipoalbuminenia, hiperlipidemia (Kharisma,
2017)
6. Manifestasi Klinis

Menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), pada


SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopi, 15- 20% dengan hipertensi, dan
32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.
Pasien Nefrotik Sindrom biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila
lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum (pada laki-laki).
Kadang-kadang disertai oligouria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang dan
diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.
Adapun tanda dan gejala lainnya adalah:
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normalmembran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang
kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada Nefrotik Sindrom
mekanisme barrier tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul
proteinjuga menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus
(Kharisma, 2017).
b. Hipolbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukanoleh asupan protein, sintesis albumin


hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada Nefrotik Sindrom hipoalbuminemia
disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma.
Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis
albumin hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui
urin (Kharisma, 2017).
c. Edema

Edema pada Nefrotik Sindrom dapat diterangkan dengan teori underfill dan
overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor
kunci terjadinya edema pada Nefrotik sindrom. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi
hipovolemiadan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan
natrium. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume inravaskular tetapi
juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin
berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga
terjadi edema. Penurunan laju filtrasiglomerulus akibat kerusakan ginjal akan
menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut
ditemukan pada pasien Nefrotik Sindrom. Faktor seperti asupan natrium, efek
diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus,
dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme
mana yang lebih berperan.
7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dr. Partini Pudjiastuti Trihono, 2012 pemeriksaan penunjang untuk


mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain :

a. Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala
klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
b. Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam
atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
c. Pemeriksaan darah

1) Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,


hematokrit, LED)
2) Albumin dan kolesterol serum

3) Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin.

8. Penatalaksanaan

Perawatan di rumah sakit pada penderita Nefrotik Sindrom penting dengan tujuan
untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema,
memulai pengobatan steroid dan edukasi orang tua.
a. Edukasi kepada pasien dan orang tua mengenai penyakit ini dan prosedur apa yang
dilakukan. Penjelasan mengenai penyakit Nefrotik Sindrom bisa sembuh namun
juga dapat kambuh lagi perlu disampaikan dengan baik agar tidak tejadi kesalah
pahaman.

b. Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironalokton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/BBkg/hari.
Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan
elektrolit darah (kalium dan natrium)
c. Medikamentosa
Kortikosteroid sudah dipakai sebagai terapi lini pertama Nefrotik Sindrom karena
diyakini efektif dalam menyembuhkan penyakit ini. Kortikosteroid merupakan terapi pilihan
utama Nefrotik Sindrom idiopatik pada anak kecuali jika ada kontraindikasi. Steroid yang
diberikan adalah jenis prednison dan prednisolon. Pengobatan imunosupresif ini dapat
menimbulkan remisi proteinuria dan melindungi fungsi ginjal untuk beberapa jenis
glomerulonefritis primer (DR. Partini Pudjiastuti Trihono, 2012)

9. Komplikasi

a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti


antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.
b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
c. Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.

d. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit
dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya
mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
e. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti
erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan.
f. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran
natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai dengan
ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam.
g. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan
tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
h. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang
menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi
yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe. Universitas Sumatera
Utara
i. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik
untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi
streptokokus pneumonia, E.coli.
j. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral. Karena protein pengikat hormon hilang
melalui urin . Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien
sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya
proteinuria.
k. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat menurunkan
kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap. Disamping itu
pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang kembali menjadi normal dengan
membaiknya proteinuria. Absorbsi kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi
kalsium dalam feses lebih besar daripada pemasukan. Hal-hal seperti di atas dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta mental anak pada
fasa pertumbuhan. Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria, dan menurunnya
absorpsi kalsium dalam GIT menunjukan kemungkinan adanya kelainan
metabolisme vitamin D namun penyakit tulang yang nyata pada penderita sindrom
nefrotik jarang ditemukan (DR. Partini Pudjiastuti Trihono, 2012)

10. Pathway
Penyakit Sekunder Reaksi Autoimun Idiopatik Penyakit Sistemik

Kerusakan Glomerulus

Prot
Sintes
Hiperlipide is einur
Hipert mia protei
ensi n& ia
Lipid
MK: Sakit Kepala Hipo
Nye Kolesterol
ri albu
Aku
t mine

mia

Ede

ma

SINDROMA NEFROTIK

Breath Br
ing B Bladder
ai l
n o
o
d

Asites nan
Ekspansi Reabsor
Cardi Ketidakef Decompensa
bsi Na &
Paru ac ektifan si Cordis
Disten Air
Outp Perfusi
si
ut Jaringan
Abdo Dyspnea, Volume Aritmia,
Men Otak
men Takipnea, Intravaskul Bradicardi,
urun
Tarikan er Perubahan EKG,
Dinding Edema,
Menek Perfusi
Dada Beban Kerja
an Darah Ke
Otak Jantung
Diafrag Meningkat
ma MK : Menurun

MK: Risiko Kontraaktivit


Penuru as Ventrikel
Menurun
Imunitas i Na &
Menuru Air Perpinda
Penur n Mening han
Volume Hipoalbumi
unan kat Cairan
Cairan nemia
Filtrasi MK : dari
Vaskuler
Glome Risiko Intravas
Menurun Volum
rulus Infeksi Tekanan
e kuler Ke
Osmotik
Sekresi Intrastisi
Prot Stimulasi Plasma
Urine al
ein Renin- Menurun
Angiote menur
Terfi un
ltrasi nsis
Teka
Sekresi MK : nan
ADH Gangg Hidro
Penurun uan statik
an Ig G Elimin Meni
& Ig A asi ngkat
Reabsorbs
Urine
Ke MK: Penurunan
t Curah Jantung
i
d
a
k
e
f
e
k
t
i
f
a
n

P
o
l
a

N
a
p
a
s
Bowel Bone

Menekan Tirah Baring


Edema sal.
saraf Vagus pencernaan
dan Lambung
Tekan
Absorbsi tdk adekuat lama pd
Persepsi bag.
kenyang edema
dan tidak Feses
nyaman di Encer Sirkulasi
epigastrium perifer
tdk
Anoreksi MK : Diare
adekuat
MK :
MK:
Ketidakseimbangan nutrisi
Kerusakan
kurang dari kebutuhan
Integritas Kulit
tubuh
Perpindahan cairan dari intravaskuler
ke interstitial
Cairan Intravaskuler

Hipovolemik

MK: Risiko
Syok
Hipovolemik
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:


a. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis
kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian
genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah
demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk


menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga
dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara- saudaranya yang
memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak
yang terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak
napas sebelumnya, serta adanya penurunan volume haluaran urine.

3) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan


adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau kencing
manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang diminum
serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
4) Riwayat Pertumbuhan

Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan


pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami
tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi kenyang
pada anak.

5) Riwayat Psikososial dan Perkembangan

Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan


perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga
anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.

c. Pemeriksaan Fisik

1) TTV

a) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal


80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak
dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan
ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak
meningkat.
b) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/
menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi
nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia
14-18 tahun 82x/menit.
c) Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit,
anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun
18-22x/menit.
2) Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur
dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak
sebelum sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak
dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai
dengan peningkatan Berat Badan >30%.
3) Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus
sternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan
hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus
mandibularis pada posisi anak 450.
4) Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami
edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah
bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan
hipovolemik.
5) Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola
napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping
hidung.
6) Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir
kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7) Kardiovaskuler
a) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas
yang tidak teratur
b) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
c) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah. Bila dilakukan
EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran gelombang T,
penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval PR.
8) Paru-Paru
a) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak
simetris bila anak mengalami dispnea
b) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
c) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan.
Namun,frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen
kerongga dada.
9) Abdomen
a) Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang
dan mengkilat bila anak asites

b) Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur


lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
c) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
d) Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness
10) Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak
tegang akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas
kulit.
11) Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain
itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12) Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada
skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada
labia mayora.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Urine

a) Urinalisis

Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine


lebih dari 2 gr/m2/hari.
- Ditemukan bentuk hialin dan granular.
- Terkadang pasien mengalami hematuri.

b) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
c) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
( normalnya 50-1.400 mOsm).
d) Osmolaritas urine akan meningkat.

2) Uji Darah

a) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2


gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
b) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-
1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
c) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).
d) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
e) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L,
Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
3) Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan
status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap
penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz
& Sowden, 2009)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan


osmotik koloid
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.

4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan


sekuder,imunosupresan.
5. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologik.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Kelebihan volume cairan 1. Keseimbangan 1. Manajemen cairan
Batasan Karakteristik : cairan
1. Timbang berat
1. Gangguan elektrolit Kriteria Hasil:
2. Anasarka 1. Keseimbangan badan setiap
3. Perubahan tekanan intake dan hari dan
darah monitor status
4. Perubahan pola napas output dalam
5. Penurunan hematokrit 24 jam pasien
6. Penurunan hemoglobin 2. Berat badan 2. Jaga dan catat
7. Edema stabil
intake/output
8. Asupan melebihi 3. Turgor kulit
haluaran 4. Asites 3. Monitor status
9. Oliguri 5. Edema hidrasi
10. Distensi vena jugularis perifer
11. Efusi pleura 2. Eliminasi urine 4. Monitor tanda-
12.Penambahan berat Kriteria hasil : tanda vital
badan pasien
dalam waktu singkat 1. Pola
5. Monitor
Faktor Berhubungan eliminasi
kelebihan
dengan : 2. Bau urine
1. Gangguan 3. Jumlah urine cairan atau
mekanisme 4. Warna urine retensi
regulasi (misalnya
2. Kelebihan asupan
cairan edema, distensi
3. Kelebihan asupan vena jugularis
natrium
dan edema)
6. Kaji luas dan
lokasi edema
7. Monitor status
gizi
8. Berikan cairan
dengan tepat
9. Berikan diuretik
yang diresepkan

2. Monitor Cairan
1. Tentukan riwayat,
3. jumlah dan tipe
intake/output
2. Monitor serum dan
elektrolit urine
3. Monitor TD, HR
dan RR
4. Catat intake/output
akurat

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
tepat
2. Monitor irama dan
laju pernapasan
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
2. Ketidakefektifan pola 1. Status 1. Monitor pernapasan
napas pernapasan 1. Monitor kecepatan,
Batasan Karakteristik : irama, kedalaman
1. Bradipnea
Kriteria hasil : dan kesulitan dalam
2. Penurunan
1. Frekuensi bernapas
tekanan ekspirasi
pernapasan 2. Catat pergerakan
3. Pernapasan
2. Irama dada, catat
cuping hidung
pernapasan ketidaksimetrisan,
4. Fase ekspirasi
3. Kedalaman penggunaan otot-
memanjang
inspirasi otot bantu
5. Pernapasan bibir
4. Suara pernapasan dan
Faktor Berhubungan
dengan : auskultasi retraksi dada
1. Obesitas pernapasan 3. Monitor suara napas
2. Nyeri 5. Penggunaan tambahan seperti
3. Posisi tubuh otot bantu ngorok
napas 4. Monitor pola napas
6. Retraksi (misalnya:bradipnea
dinding dada ,takipnea,
7. Sianosis hiperventilasi,
8. Pernapasan kusmaul)
cuping 5. Palpasi kesimetrisan
hidung ekspansi paru
6. Monitor
peningkatan
kelelahan,
kecemasan dan
kekurangan udara
pada pasien

Manajemen Jalan
Napas
1. Atur posisi pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Catat adanya suara
napas tambahan

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan tepat
2. Monitor irama dan
laju pernapasan
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
3 Nyeri Akut 1. Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : Lakukan pengkajian
1. Perubahan 1. Mengenali nyeri komprehensif
tekanan darah kapan terjadi yang meliputi lokasi,
2. Perubahan nyeri karakteristik, durasi,
frekuensi 2. Menggunaka frekuensi,kualitas,int
pernapasan n tindakan ensitas dan faktor
3. Mengekspresikan pengurangan pencetus
dengan perilaku nyeri non Kendalikan faktor
4. Melaporkan nyeri analgetik lingkungan yang
secara verbal 3. Melaporkan dapat mempengaruhi
Faktor yang nyeri yang terjadinya nyeri

berhubungan : terkontrol seperti suhu


Ajarkan prinsip
1. Agen cedera biologis 2. Tingkat nyeri
Kriteria Hasil : managemen nyeri

1. Nyeri yang (teknik relaksasi)

dilaporkan Dukung istirahat yang

2. Ekspresi adekuat untuk

nyeri wajah mengurangi nyeri


Monitor kepuasan klien
terhadap
managemen nyeri
yang diberikan
kepada klien
Pemberian analgetik
1. Cek perintah
pengobatan meliputi
nama, dosis dan
frekuensi
2. Cek adanya riwayat
alergi obat
3. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian terapi
4. Berikan terapi sesuai
dengan waktu
paruhnya terutama
saat nyeri hebat
5. Evaluasi keefektifan
terapi analgetik

Aplikasi panas /
dingin
1. Jelaskan
penggunaan aplikasi
panas atau dingin,
alasan dan pengaruh
terhadap nyeri
2. Pertimbangkan
kondisi kulit dan
kontraindikasi
3. Bungkus perangkat
panas/dingin dengan
media seperti kain
4. Tentukan durasi
pengaplikasian
berdasarkan respon
verbal, perilaku, dan
biologis individu
4 Risiko infeksi 1. Kontrol Kontrol Infeksi
Batasan Karakteristik : risiko1:. proses 1. Batasi jumlah
1. Kerusakan integritas infeksi Kriteria pengunjung
kulit Hasil : 2. Anjurkan pasien
2. Statis cairan tubuh 1. Mengidentifi mengenai teknik
3. Penurunan kasi faktor cuci tangan yang
hemoglobin risiko infeksi benar
4. Vaksinasi tidak 2. Mengidntifik 3. Anjurkan
adekuat asi tanda dan pengunjung untuk
gejala infeksi mencuci tangan saat
3. Menggunaka memasuki dan
n alat meninggalkan
pelindung ruangan pasien
diri
4. Mencuci Monitor nutrisi
tangan 2. 1. Timbang berat badan
2. Status nutrisi pasien
Kriteria hasil : 2. Lakukan pengukuran
1. Asupan gizi antropometri pada
2. Asupan komposisi tubuh
makanan 3. Monitor
3. Ratio berat
badan/tinggi kecenderungan naik
badan dan turunnya berat
4. hidrasi badan anak
4. Identifikasi
perubahan berat
badan terakhir

3. Pengecekan kulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna kulit
untuk memeriksa
adanya ruam atau
lecet
4. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
5 Diare 1. Eliminasi 1. Manajemen
Batasan Karakteristik : Usus Diare
1. Bising usus hiperaktif Kriteria Hasil: 1. Tentukan riwayat
2. Nyeri abdomen 1. Pola diare
sedikitnya tiga eliminasi 2. Intruksikan pasien
kali defekasi 2. Warna feses atau anggota
perhari 3. Suara bising keluarga untuk
3. Kram usus mencatat warna,
Faktor yang volume, frekuensi
berhubungan : dan konsistensi tinja

1. Proses infeksi dan 3. Anjurkan pasien

parasit menghindari

2. malabsorbsi makanan pedas dan


yang menimbulkan
gas dalam perut
4. Monitor tanda dan
gejala diare
5. Monitor kulit
perinium terhadap
adaya iritasi dan
ulserasi
6. Ukur diare atau
output pencernaan
7. Timbang pasien
secara berkala
8. Beritahu dokter jika
terjadi peningkatan
frekuensi atau suara
Perut

2. Manajemen
Cairan
1. Timbang berat
badan setiap
hari dan
monitor status
Pasien
2. Jaga intake
dengan akurat
dan hitung
output pasien
3. Monitor status
Hidrasi
4. Monitor tanda-
tanda vital
Pasien

3. Pengecekan
Kulit
1. Amati warna kulit
2. Monitor suhu kulit
3. Monitor kulit dan
selaput lendir
4. Monitor adanya
kelembaban atau
kekeringan yang
Berlebihan
5. Dokumentasi membran
Mukosa

6 Ketidakseimbangan 1. Status 1. Terapi nutrisi


nutrisi kurang dari nutrisi 1. Lengkapi
kebutuhan tubuh Kriteia Hasil : pengkajian
Batasan Karakteristik : 1. Asupan gizi nutrisi sesuai
1. Nyeri abdomen 2. Asupan kebutuhan
2. Diare makanan 2. Monitor
3. Bising usus 3. Asupan intruksi diet
hiperaktif cairan yang sesuai
4. Energi untuk
4. Membran mukosa 5. Rasio berat memenuhi
pucat kebutuhan
badan/ tinggi
5. Tonus otot nutrisi pasien
menurun badan perhari sesuai
Faktor yang 6. Hidrasi kebutuhan
Berhubungan : 3. Berikan nutrisi

1. Faktor psikologis yang


dibutuhkan
sesuai dengan
batasan anjuran
Diet

2. Monitor
Nutrisi
Timbang berat badan
Pasien
Lakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
1. Monitor
kecenderungan
naik dan turunnya
2. berat badan anak
Identifikasi perubahan
berat badan
Terakhir
3. Monitor adanya mual
dan muntah
Identifikasi
abnormalitas
eliminasi bowel
4. Monitor diet dan
asupan kalori
Identifikasi perubahan
nafsu makan dan
Aktivitas akhir-
5. akhir ini
Tentukan pola makan
(misalnya makanan
6.
yang disukai dan
tidak disukai,
konsumsi makanan
cepat saji, makan
7. tergesa-gesa)

3. Penahapan
8. Diet
1. Berikan nutrisi
9.
peroral sesuai
kebutuhan
2. Monitor toleransi
peningkatan diet
3. Tawarkan
kemungkinan
makan 6 kali dalam
porsi kecil
4. Ciptakan
lingkungan yang
memungkinkan
makanan disajikan
sebaik mungkin
7 Kerusakan integritas kulit 1. Integritas 1. Manajemen
Batasan Karakteristik : jaringan: Kulit & tekanan
1. Kerusakan Membran 1. Berikan pakaian
lapisan kulit mukosa yang tidak ketat

2. Gangguan Kriteria Hasil : pada pasien

permukaan kulit 1. Suhu kulit 2. Monitor area

Faktor yang 2. Sensasi kulit yang

Berhubungan : 3. Elastisitas mengalami


4. Keringat kemerahan dan
1. Perubahan turgor
5. Tekstur pecah-pecah
2. Kondisi gangguan
6. Ketebalan 3. Monitor
metabolik
7. Perfusi mobilitas dan
jaringan aktivitas pasien
8. Lesi pada kulit 4. Monitor sumber
9. Pengelupasan tekanan dan
kulit gesekan
2. Pengecekan
Kulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna
kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
4. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
terutama dari
daerah edema

3. Manajemen
cairan
1. Timbang berat badan
setiap hari dan
monitor status
pasien
2. Jaga intake dengan
akurat dan hitung
output pasien
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor kelebihan
cairan atau retensi
(misalnya edema,
distensi vena
jugularis dan
edema)
5. Kaji luas dan lokasi
edema
6. Monitor status gizi
7. Berikan cairan dengan
tepat
8. Berikan diuretik yang
diresepkan
Sumber: NIC-NOC 2016
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam system urinia.
Sedangkan sindroma nefrotik merupakan salah satu penyakit kelainan pada
ginjal. Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik
proteinuria, hypoproteinuria, hypoal!unemia, hyperlipedemia dan edema.
Penyebab sindroma nefrotik belum diketahui secara pasti. Namun para ahli
telah membagi dalam beberapa etiologi.

B. SARAN
Apabila terdapat gejala-gejala klinis pada anak, anak segera diperiksakan
ke petugas-petugas kesehatan terdekat untuk mengetahui apakah anak
menderita sindrom nefrotik dan dapat mendapat pertolongan secara dini.

DAFTAR PUSTAKA
Alfiyanti, M. (2019). Perawatan Sindrom Nefrotik. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
DR. Partini Pudjiastuti Trihono, D. S. (2012). Tata Laksana Sindrom Nefrotik
Idiopatik pada Anak. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Sindrom Nefrotik. Bandung: Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Pratiwi Dian Pramana, M. H. (n.d.). Hubungan antara Proteinuria dan
Hipoalbuminemia pada Anak dengan Sindrom Nefrotik yang Dirawat di
RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2009-2012. Jurnal Kesehatan
Andalas , Vol 2, No 2. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/127
Dewi, D. A. (2019). Risk factors for steroid resistant nephrotic syndrome in children.
MEDICINA, 67.
Kusuma, N. &. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis,
edisi revisi jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
https://core.ac.uk/download/pdf/148586225.pdf
Suriadi & Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta :
Sagung seto Wilson, David, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Buku
kedokteran. EGC.
Ltief, abdul. 2005. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta . Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Syaifullah Noer, Mohammad, dkk . 2011. Kompendium Nefrologi Anak. Surakarta :
diinventariskan di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Carpenito,L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta . EGC.
Nanda. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.
Morgan speer, Kathleen. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Buku
Kedokteran. EGC.

Anda mungkin juga menyukai