Anda di halaman 1dari 23

BAHAN AJAR 20

Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

BAB II
PELATIHAN DALAM PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH

A. Pendahuluan
Secara umum bila orang berbicara tentang pendidikan, maka
yang dimaksud adalah sekolah atau pendidikan formal. Ini tentunya
tidak salah, namun kurang tepat, Alasannya karena pendidikan bukan
hanya ada di sekolah atau hanya berbentuk pendidikan formal. Ada
bentuk pendidikan lain yang tidak kurang peranannya, yaitu
pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah. Bila saja sistem
pendidikan yang ada dalam tatanan sosial budaya itu hanya berupa
sekolah atau perguruan tinggi formal semata, maka dapat dipastikan
bahwa berbagai prestasi dan dinamika peradaban manusia tidak akan
seperti yang dapat kita saat ini. Jelas ada kualitas tertentu yang
merupakan konstribusi dari pendidikan yang berlangsung di luar
sistem persekolahan terhadap berbagai kemajuan dan dinamika dalam
kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan dapat berlangsung di semu ruang interaksi sosial dalam
keluarga, di sekolah, di tempat kerja, maupun dalam masyarakat.
Semua itu menyumbang pada tatanan peradaban.
Dengan demikian maka pada dasarnya baik pendidikan formal
maupun pendidikan non formal, kedua-duanya memiliki peranan yang
penting dalam transformasi sosial budaya lewat transfer dan
pengembangan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai budaya pada
individu dan masyarakat. Pendidikan formal diselenggarakan di
institusi-institusi pendidikan, sedangkan pendidikan non formal
dilaksanakan di tempat lain yang fungsi utamanya bukan sebagai
tempat pendidikan (mesjid, pabrik, rumah sakit, ladang, penjara,
maupun barak militer). Pendidikan non formal bisa juga dilaksanakan
di luar keduanya, seperti dalam pendidikan jarak jauh. Di sini akan
diuraikan mengenai karakteristik pendidikan non formal atau
pendidikan luar sekolah khususnya untuk melihat kedudukan
pelatihan di dalamnya.
BAHAN AJAR 21
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Tentunya pelatihan bukanlah satu-satunya bentuk pendidikan


luar sekolah. Dalam pengertian yang luas, setiap proses pendidikan
yang secara sengaja di upayakan agara terjadi proses belajar dan
pembelajaran yang mengarah pada perubahan positif dalam aspek
mental dan intelektual individu dan msyarakat di luar sistem
persekolahan yang fomal adalah pendidikan luar sekolah atau
pendidikan non formal. Dengan demikian maka selain pelatihan,
pendidikan luar sekolah mencakup pula bentuk-bentuk lainnya seperti
kelompok belajar, kelompok bermain, bimbingan belajar, penyuluhan,
kegiatan belajar dan bekerja, kepanduan, pendidikan perluasan,
penataran, home schooling, dan sistem belajar jarak jauh.
Adalah konteks pembahasan yang memfokuskan tulisan ini
pada uraian tentang pelatihan. Menilik ciri-cirinya sebagaimana yang
telah dikemukakan, memang pelatihan pada dasarnya merupakan
salah satu bentuk pendidikan luar sekolah, Ciri-ciri tersebut terutama
yang menunjuk pada jangka waktu pelaksanaan, materi, metode
pembelajaran, dan penghargaan akhir yang diberikan. Sebagaimna
diketahui, pelatihan memiliki ciri-ciri berjangka waktu pendek, materi
yang lebih khusus, metode pembelajaran yang inkonvensional, dan
penghargaan akhir berupa sertifikat atau yang bersifat non degree.
Untuk dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif,
pada uraian selanjutnya akan dipaparkan mengenai konsep dasar
pendidikan luar sekolah, kedudukan pelatihan dalam pendidikan luar
sekolah, model-model pelatihan, pembelajaran pelatihan, dan evaluasi
pelatihan.

B. Uraian Materi

1. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah


a. Landasan Filosofis Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah (PLS) memiliki landasan filosofis.
Landasan filosofis pendidikan luar sekolah merupakan dasar tempat
berpijak, mengkaji, dan menelaah kegiatan pendidikan luar sekolah.
Kata filosofis berarti cenderung ke arah filsafat. Kemudian filsafat
sendiri dapat diartikan sebagai suatu metode berpikir atau cara
memandang sesuatu secara komprehensif. Sebagai suatu metode,
BAHAN AJAR 22
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

filsafat pendidikan luar sekolah merupakan cara berpikir mehganalisis


dan mengutak-atik pendidikan luar sekolah secara mendalam sehingga
kehadiran pendidikan luar sekolah pada dunia pendidikan khususnya
dan kehidupan manusia pada umumnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Sebagai suatu cara pandang, filsafat pendidikan luar sekolah
diharapkan dapat memberi suatu nilai dan pemikiran mengenai
eksistensi, landasan, dan pedoman pendidikan luar sekolah sehingga
dapat memberi nilai tambah dan kontribusi terhadap individu atau
masyarakat dalam menyikapi hidup dan kehidupannya. Landasan
filosofis pendidikan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh landasan
ideologi yang dianut oleh bangsa itu sendiri.
Landasan filosofis Bangsa Indonesia berbeda dengan landasan
filosofis pendidikan bangsa lainnya, Pancasila sebagai landasan
idiologi bangsa, merupakan landasan pembangunan dan
pengembangan pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah. Program pembelajaran dalam pendidikan
luar sekolah diharapkan dapat membantu warga belajar memilih dan
mengembangkan wawasan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijakansanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan
keadilan sosial (Sudjana, 1989: 197).
Arahan kelima sila dari Pancasila mengandung nilai-nilai dan
mutiara yang sangat indah dan bermakna dalam kehidupan ini.
Wawasan ke-Tuhanan Yang Maha Esa mengarahkan pembinaan,
mengembangkan dan melestarikan sikap dan perilaku warga belajar
sebagai manusia Indonesia yang memiliki rohani dan jasmani yang
sehat, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memeluk
dan mengamalkan agama yang sesuai dengan keyakinan,
mengimplikasikan keyakinan ke dalam perilakunya sehari-hari.
kemudian, wawasan kemanusiaan yang adil dan beradab menyiratkan
makna bahwa sesuai dengan keyakinan, mengimplikasikan keyakinan
ke dalarn perilakunya sehari-hari. Kemudian, wawasan kemanusiaan
yang adil dan beradab menyiratkan makna bahwa menusia merupakan
titik fokus pembangunan yaitu meningkatkan harkat dan martabat
kemanusiaannya, mengenal hak-hak dan kewajibannya,
memanusiakan diri dan manusia lainnya, saling menghargai dan
BAHAN AJAR 23
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

menghormati, dll. Berikutnya, wawasan persatuan Indonesia


mengarahkan pembinaan manusia Indonesia Yang cinta tanah air,
bangsa, rela berkorban untuk kepentingan bangsa, mengutamakan
persatuan dan kesatuan dan bertanggungjawab atas pembangunan
masyarakat dan bangsa. Wawasan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
mengarahkan pendidikan luar sekolah pada orientasi kebutuhan dan
kepentingan rakyat, yang dilaksanakan secara demokratis,
mengembangkan sikap dan perilaku demokratis atas dasar akal sehat,
tenggang rasa, tanggungjawab untuk terpenuhinya kebutuhan atau
kepentingan dan kemajuan bangsa. Akhirnya, wawasan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengarahkan penumbuhan dan
perigembangan ragam pendidikan yang relevan dengan kehidupan.
Mengacu pada landasan idiologi bangsa, maka falsafah
pendidikan yang dijadikan dasar atau landasan fundasional
peindidikan luar sekolah, mempunyai sifat spekulatif, preskriptif, dan
analitik. Sifat spekulatif ini muncul tatkala falsafah pendidikan
menelusuri teori-teori yang berhubungan dengan hakikat manusia,
masyarakat, dan dunia, Penelusuran teori-teori ini dilakukan melalui
pengkajian hasil-hasil penelitian dan berbagai ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan perilaku manusia (behavioral sciences). Sifat
preskriptif timbul ketika falsafah pendidikan merinci tujuan-tujuan
pendidikan yang harus dicapai dan strategi yang tepat untuk mencapai
tujuan-tujuan itu. Sifat analitik muncul pada waktu falsafah
pendidikan menguji dasar-dasar pikiran yang digunakan dalam
rumusan tentang gagasangagasan pendidikan. Konsistensi antara
gagasan pendidikan dengan gagasan-gagasan lain, dan metode-metode
yang digunakan pengujian gagasan-gagasan itu sendiri. Sifat analitik
diterapkan ketika menguji secara logis semua konsep yang berkaitan
dan berkenaan dengan kenyataan atau realitas yang dihadapi. Dengan
demikian spekulatif, preskriptif, dan analitik saling berhubungan
antara satu dengan yang lainnya, Ada dua kategori yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis pokok-pokok utama filsafat
pendidikan yang dipandang melandasi eksistensi dan pentingnya
pendidikan luar sekolah sesuai dengan sifat tersebut di atas. Kedua
kategori itu adalah filsafat sebagai suatu metode dan filsafat sebagai
suatu pandangan. Sebagai suatu metoda filsafat dapat ditelusuri dari
BAHAN AJAR 24
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

cara berpikir dan cara menganalisis Pendidikan Luar Sekolah yang


dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan filsafat sebagai suatu
pandangan memberikan suatu nilai serta pemikiran mengenai
persepsi, landasan dan pedoman tingkah laku'seseorang (individidu)
atau masyarakat dalam seluruh kehidupan dan cita-citanya.
Sebagai suatu metoda, fitsafat penting dalam menganalisis
pendidikan luar sekolah karena :
1) PLS dalam konteks pengembangan programnya seringkali
berhubungan dengan pemecahan masalah yang dialami
manusia, terutama masalah yang berkaitan dengan
pengembangan kemampuan, keterampilan, dan keahlian
khusus yang tidak dapat ditemukan dalam konteks
pendidikan persekolahan.
2) Dalam penyelenggaraan program PLS memiliki
karakteristik sasaran didik tersendiri, yang secara filosofis
karakteristik tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan
dengan sasaran didik pendidikan persekolahan.
3) Mengembangkan satu bentuk program PLS diperlukan
adanya idealisme bagi tercapainya keberhasilan program
tersebut.
4) Dalam pengembangan program PLS penelusuran minat,
bakat dan kebutuhan adalah merupakan daya dukung
tersendiri bagi pencapaian tujuan program secara utuh dan
dapat diterapkan dalam kehidupannya (learning to be)
Mengacu pada kedua dasar analisis kajian tersebut di atas,
beberapa ahli memberikan gambaran dasar bagi landasan PLS, seperti
Darkenwald , (19982), Sahakian (1972), Beder (1972), Craver (1981),
Sudjana (1991), Merriam, (1980). Pada intinya anggapan-anggapan
para ahli tersebut mengisyaratkan bahwa eksistensi dan pentingnya
pendidikan luar sekolah secara fundasional memiliki konsep dasar
yang mengacu pada filsafat pendidikan, atau aliran filsafat lainnya'
Konsekuensi tersebut memberikan isyarat bahwa mengapa pendidikan
luar sekolah penting, karena konsekwensi filosofis pendidikan luar
sekolah secara fundamental tidak bertentangan dengan atribut yang
diinginkan oleh aliran dan filsafat pendidikan. Di samping itu pula
pendidikan luar sekolah sebagai salah satu bentuk dari pendidikan
senantiasa memiliki sumber nilai yang didasarkan pada konsep-
BAHAN AJAR 25
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

konsep yang berlaku dan relevan bagi proses dan perkembangannya.


Oleh karenanya pendidikan luar sekolah baik sebagai praktik maupun
sebagai teori, akan dilakukan atas dasar kerangka-kerangka kerja
tertentu. Dengan kata lain kerangka-kerangka tersebut bersumber dari
filsafat, Salah satu pengujian filosofis pendidikan luar sekolah adalah
ditujukan pada hubungan antara filsafat yang mendasarinya dengan
kegiatannya (antara teori dan praktik) sehingga kekuatan filosofis
yang mendasari PLS tergantung pada kemampuannya membuat warga
belajar (individu, masyarakat) dapat memahami dan mengekpresikan
aktivitasnya sehari-sehari dengan cara-cara yang lebih baik.
1) Berdasarkan argumentasi tersebut maka pengujian filosofis
pendidikan luar sekolah perlu didasarkan pada faktor-
faktor berikut: Hakikat kehidupan yang baik menjadi
tujuan pendidikan luar sekolah. Kehidupan yang baik itu
menyangkut norma dan nilai-nilai kehidupan yang ideal
yang harus dapat dicapai oleh manusia melalui pendidikan,
khususnya pendidikan luar sekolah.
2) Hakikat masyarakat itu sendiri sehubungan dengan
pendidikan luar sekolah sebagai proses yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat luas di luar persekolahan.
Masyarakat senantiasa berubah sesuai dengan ruang dan
waktu.
3) Hakikat manusia yang menjadi warga belajar pendidikan
luar sekolah. Warga belajar sebagai mahluk individual,
religius, soslal dan unik memiliki kesamaan dan
perbedaan. Persamaannya ialah individu memiliki potensi
untuk berkembang, dan perkembangan itu akan mantap
apabila melalui pendidikan, keterbatasan jangkauan
pendidikan persekolahan memberikan tendensi bagi
berlakunya pendidikan luar sekolah untuk berkiprah di
dalamnya secara lebih luas.
4) Hakikat kebenaran yang menjadi kajian berbagai ilmu
pengetahuan, termasuk di dalamnya pendidikan luar
sekolah.
Kebenaran itu berkaitan dengan kebenaran yang disepakati
(agreement reality) dan kebenaran yang dialami (experiential reality).
BAHAN AJAR 26
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Mengacu pada dasar kajian tersebut di atas maka pendidikan luar


sekolah dalam mengkaji hakikat kebenaran ini dari berbagai segi
aliran filsafat. Secara lebih luas pengkajian fiilsafat pendidikan pada
umumnya dan pendidikan luar sekolah pada khususnya dapat disoroti
dari cabang filsafat ontologi, menyangkut objek materi keilmuan PLS
itu, epistimologi bertalian cara pemerolehan dan pembelajaran
keilmuan PLS dan aksiologi yang berhubungan dengan kegunaan
keilmuan pendidikan luar sekolah bagi kehidupan yang lebih luas.
Cabang-cabang filsafat tersebut dikaji secara integratif sehingga
memperoleh konsep yang jel as dan dapat dijadikan pedoman untuk
menyusun kebijakan dan menetapkan visi, misi, serta tujuan
pendidikan luar sekolah.

b. Landasan llmiah, Pengertian dan Tujuan Pendidikan Luar


Sekolah

Hakikat keilmuan dalam proses pembelajaran pendidikan luar


sekolah adalah mempelajari proses pembentukan kepribadian manusia
dan kegiatan belajar yang dirancang secara sadar dan sistematis dalam
interaksi antara tutor/ sumber belajar dan warga belajar/ peserta didik.
Kepribadian adalah kondisi dinamis yang merupakan keterpaduan
antara pola berpikir, sikap, dan pola tingkah laku warga belajar/
sumber belajar. Pembentukan kepribadian dapat mencakup proses
transfer dan transformasi pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai
aspek logika, etika dan estetika yang masing-masing mencakup ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
Dalam mengkaji objek tersebut di atas, pendidikan luar sekolah
sebagai suatu ilmu menyusun batang tubuh pengetahuan teoritis
berdasarkan epistimologi keilmuan secara logis, analisis, dan teruji
dengan mengembangkan postulat, asumsi, prinsip, dan konsep yang
berdasar pada ilmu pendidikan itu sendiri dengan dibantu oleh teori-
teori keilmuan di luar bidang pendidikan. Teori pendidikan sebagai
bahan acuan keilmuan pendidikan luar sekolah terutama bersumber
dari filsafat, psikologi, sosiologi dan antropologi, serta menjelaskan
realitas pendidikan (educational reality) dari pengalaman pendidikan
(educational experience) dan objektivitasnya (objectificafion) sebagai
phenomenon bene fundamentation, yaitu dasar suatu teori. Jadi ilmu
BAHAN AJAR 27
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

pendidikan luar sekolah tidak dapat dipahami dari pengalaman


individual semata, melainkan harus melalui analisis sistematis
anatominya. Seperti dikemukakan Trisnamansyah (1995:3) :
Ilmu pendidikan luar sekolah dapat diartikan sebagai ilmu yang
secara sistemik mempelajari interaksi sosial-budaya antara
warga belajar sebagai ojek dengan sumber belajar dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan, dengan
menekankan pada pembentukan kemandirian, dalam rangka
belajar sepanjang hayat.
Konsep keilmuan pendidikan luar sekolah pada prinsipnya
menunjukkan sifat reflektif studi aktivitas kemanusiaan yang terjadi di
dalamnya. subyeknya, yaitu manusia pengamat dan obyeknya yaitu
manusia yang berlindak, oleh karenanya komponen utama ini tidak
dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Dengan demikian teori dan
realitas dalam keilmuan pendidikan luar sekolah adalah suatu
kesatuan yang satu sama lain saling mencampuri (interfere). Maka
keilmuan pendidian luar sekolah adalah suatu kesatuan disiplin ilmu
(muttireferentiat discipline) yang membangun sistem teori yang
bersifat khusus dengan memiliki ciri khas sebagai realita dari ilmu
pendidikan itu sendiri sebagai acuan utamanya bagi pengembangan
keilmuan pendidikan luar seolah.
Dari bahasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan luar sekolah sebagai suatu ilmu memiliki fundamen dasar
sebagai suatu multireferential discipline yang dibangun dari sistem
teori yang khas dan memiliki kekhususan yang berkenan dengan ciri
khas realita dari pendidikan luar sekolah. Fundamen dasar yang
dibangun pendidikan luar sekolah memiliki objek dan subjek,
sehingga pendidikan luar sekolah disusun berdasarkan atas batang
tubuh pengetahuan teoritis dengan argumen dasar epistimologi
keilmuan secara logis, analisis, sistematis, dan teruji dengan
pengembangan postulat, asumsi prinsip, dan konsep pendidikan luar
sekolah dengan tidak melewatkan bantuan dari teori-teori keilmuan di
luar bidang pendidikan luar sekolah. Di luar itu pendidikan luar
sekolah dalam konsep keilmuannya memiliki ciri khas di bandingkan
dengan teori ilmu pendidikan sekolah. Karena batasan ilmu
pendidikan luar sekolah memiliki cakupan yang sangat kaya dan luas.
BAHAN AJAR 28
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Teori pendidikan luar sekolah tidak terlepas dari sumber teori


ilmu pendidikan itu sendiri, yakni bersumber dari filsafat, psikologi,
sosiologi dan antrofologi, serta menjelaskan realitas pendidikan luar
sekolah. Baik dari pengalaman pendidikan luar sekolah,
objektivitasnya, sebagai fenomena yang fundamental yang dijadikan
dasar teori pendidikan luar sekolah. Sehingga pendidikan luar sekolah
selalu terkait dengan norma tertentu, fakta empiris pendidikan luar
sekolah selalu sarat nilai dalam arti bahwa setiap fakta selalu
ditafsirkan dengan mengacu pada norma tertentu serta dalam konteks
tujuan tertentu. Sehubungan dengan hal itu Sutaryat Trisnamansyah
(1995: 3) menyimpulkan bahwa:
1) Interaksi sosial budaya antara warga belajar dan sumber
belajar mengandung arti, proses pendidikan itu
berlangsung secara sadar, dengan diwujudkan melalui
media tertentu dan situasi lingkungan tertentu, dapat
ditinjau dari aspek mikro dan aspek makro, sarat makna
dan nilai serta terarah pada pengembangan kemandirian
melalui proses belajar sepanjang hayat.
2) Tujuan pendidikan luar sekolah yang ingin dicapai melalui
interaksi tersebut terkandung makna pengembangan
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Secara lebih
khusus tujuan itu juga mencakup: Pelayanan terhadap
warga belajar, pembinaan warga belajar, dan memenuhi
kebutuhan warga belajar dan masyarakat yang tidak
terpenuhi melalui jalur sekolah. (Sutaryat Trisnamansyah,
1995:4) (Rochman Natawijaya 1995:7).
Sebagai suatu ilmu, pendidikan luar sekolah memiliki sifat
keilmuan yang berdasarkan pada otonomi disiplin ilmunya tersendiri.
Ini karena pendidikan luar sekolah mampu memberikan argumen
dasar mengenai struktur keilmuan yang jelas, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Dengan jelasnya struktur dan otonominya,
ilmu pendidikan luar sekolah mampu melakukan berbagai pengkajian
dan menghasilkan generalisasi-generalisasi, konsep-konsep, dan teori-
BAHAN AJAR 29
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

teori tentang belajar dan pembelajaran dalam rangka mewujudkan


kemandirian.
Hakikat keilmuan pendidikan luar sekolah, baik sebagai teori
maupun sebagai pengembangan program, secara lebih jelas dapat
dilihat dari berbagai definisi yang berhubungan dengan konsep
keilmuan pendidikan luar sekolah, seperti diuraikan berikut ini.
Definisi pendidikan luar sekolah telah banyak dikemukakan oleh para
ahli, diantaranya coombs dalam sudjana (1991:20) menyatakan
bahwa:
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan
yang terorgansir dan sistematis, di luar sistem persekolahan
yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas,yang sengaja dilakukan
untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan
belajarnya.
Sehubungan dengan definisi tersebut diatas Hamijoyo (1973), lebih
jauh memberikan definisi pendidikan luar sekolah adalah :
Suatu pendidikan yang terorganisir secara sistematis dan
kontinyu dl luar sistem persekolahan melalui proses hubungan
sosial membimbing individu kelompok dan masyarakat supaya
memiliki sifat dan cita-cita sosial yang positif dan konstruktif
guna meningkatkan tarap hidup di bidang material, sosial dan
mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan, sosial
kecerdasan bangsa dan persahabatan antar manusia.
Dari kedua definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan,
bahwa pendidikan luar sekolah dalam proses penyelenggaraannya
memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya
terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan luar
sekolah perlu perencanaan program yang matang, melalui kurikulum,
isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber belajar, serta
faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat dipisahkan dalam
pendidikan luar sekolah. Maupun secara implisit tidak diterangkan
secara Jelas dalam definisi Coombs. Khususnya dalam pendekatan
pembelajaran seperti diungkapkan dalam definisi kedua, pendidikan
luar sekolah mengenal sistem individual dan maupun sistem
kelompok. Akan tetapi pendekatan kelompok lebih dominan
ketimbang pendekatan individual. Kenapa demikian karena dengan
BAHAN AJAR 30
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

kelompok proses pembelajaran atau transfer pengetahuan,


keterampilan akan lebih efektif.
sementara itu tujuan pendidikan luar sekolah, sebagaimana
digariskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 adalah:
a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan
berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna
meningkatkan martabat serta mutu kehidupannya.
b) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk
mengembangkan diri bekerja mencari nafkah, atau
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
c) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Hampir sejalan dengan poin c di atas, Hamijoyo (1973:13)
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk
memecahkan masalah-masalah keterlantaran pendidikan, baik bagi
mereka yang belum pernah sekolah maupun yang gagal sekolah (drop
out), serta memberikan bekal sikap, keterampilan, dan pengetahuan
praktis yang relevan dengan kebutuhan kehidupannya.

2. Fungsi Pendidikan Luar Sekolah


Untuk mencapai tujuannya, pendidikan luar sekolah memilikin
beberapa fungsi, yaitu :
a. Mengembangkan nilai-nilai rohaniah dan jasmaniah warga
belajar atas dasar potensi yang dimiliki.
b. Mengembangkan cipta, rasa, dan karsa warga belajar agar
lebih kreatif, mampu memahami lingkungannya, dan
mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikamn diri.
c. Membantu warga belajar membentuk dan menafsirkan
pengalaman mereka serta mengembangkan kerjasama dan
partisipasi aktif dalam memenuhi kebutuhannya dan
kebutuhan masyarakatnya.
d. Mengembangkan cara berpikir dan bertindak kritis
terhadap dan di dalam lingkungannya serta untuk memiliki
kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAHAN AJAR 31
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

e. mengembangkan sikap dan moral tanggung jawab sosial,


pelestarian nilai-nilai budaya, serta keterlibatan diri dalam
perubahan masyarakat.

3. Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah


ciri-ciri pendidikan luar sekolah dapat dilihat dari karakteristik
tujuan, waktu penyelenggaraan, program, proses belajar dan
pembelajaran, dan pengendalian program. Dari segi tujuan,
pendidikan luar sekolah memiliki karakteristik:
a) Untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional
bagi kehidupan kini dan masa depan.
b) untuk langsung menerapkan hasil belajar dalam kehidupan di
lingkungan pekerjaan atau dalam masyarakat.
c) Memberikan ganjaran berupa keterampilan, barang atau
jasa yang diproduksi, dan PendaPatan.
Dari segi waktu, pendidikan luar sekolah memiliki ciri-ciri:
a) Relatif singkat dan bergantung pada kebutuhan belajar peserta
didik.
b) Menggunakan waktu tidak penuh dan tidak secara terus
menerus. Waktu biasanya ditetapkan dengan berbagai cara
sesuai dengan kesempatan peserta didik, serta memugkinkan
untuk melakukan kegiatan belajar sambil bekerja dan
berusaha.
Dari segi program, pendidikan luar sekolah memiliki karakteristik :
a) Kurikulum berpusat pada kepentingan bermacam ragam atas
dasar perbedaan kebutuhan belajar peserta didik.
b) Menekankan pada kebutuhan masa sekarang dan masa depan
terutama untuk memenuhi kebutuhan terasa peserta didik
guna meningkatkan kemampuan sosial ekonominya.
c) Mengutamakan aplikasi dengan penekanan kurikukum yang
lebih mengarah kepada keterampilan yang bernilai guna bagi
kehidupan peserta didik dan lingkungannya.
d) Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik.
Persyaratan untuk mengikuti program adalah kebutuhan,
minat, dan kesempatan peserta didik.
BAHAN AJAR 32
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

e) Program diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk


mengembangkan potensi peserta didik.
Dari segi proses belajar dan pembelajaran, pendidikan luar sekolah
memiliki ciri-ciri:
a) Dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga. Kegiatan
belajar dan pembelajaran di berbagai lingkungan (masyarakat,
tempat bekerja), atau di satuan pendidikan luar sekolah
lainnya.
b) Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat.
Pada saat mengikuti program pendidikan, peserta didik berada
dalam dunia kehidupan dan pekerjaannya. Lingkungan
dihubungkan secara fungsional dengan kegiatan belajar.
c) Struktur program pembelajaran lebih fleksibel dan beraneka
ragam dalam jenis dan urutannya, sehingga pengembangan
program dapat dilaksanakan pada waktu program sedang
berjalan.
d) Berpusat pada peserta didik dengan menggunakan sumber
belajar dari berbagai keahlian. Peserta didik juga bias menjadi
sumber belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan
membelajarkan.
e) Penghematan sumber-surnber dengan memanfaatkan tenaga
dan sarana yang tersedia di masyarakat dan di liingkungan
kerja.
Dari segi pengendalian program, karakteristik pendidikan luar sekolah
adalah:
a) Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik.
b) Menggunakan pendekatan yang lebih bersifat demokratis.

4. Model-model Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah


Model-model pelatihan dalam pendidikan luar sekolah
sebenarnya cukup beragam. Beberapa di antaranya yang penting
adalah:
a) Model magang atau pemagangan (apprenticeship training/
learning by doing).
b) Model Internship (internship training)
c) Model pelatihan kerja (job training)
d) Model pelatihan keaksaraan (literacy training)
BAHAN AJAR 33
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

e) Model pelatihan kewirausahaan (enterprenership traning)


f) Model pelatihan manajemen peningkatan mutu (quality
management training).
Tulisan ini akan kembali membahas model-model tersebut
secara lebih luas dan tersendiri pada bab-bab selanjutnya.

5. Pembelajaran Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah


a. Konsep Dasar Pembelajaran dalam Pendidikan Luar
Sekolah
Pembelajaran dapat dilihat sebagai proses dan sebagai keluaran
untuk memaharninya, kita dapat mencermati pandangan dua ahli
pembelajaran yang paling dikenal dewasa ini yaitu Gagne dan Kolb.
Gagne mengembangkan suatu sistem pendekatan terhadap
pembelajaran dan menawarkan sebuah model pemrosesan informasi.
Dia mengidentifikasi elemen-elemen kegiatan pembelajaran yang
terdiri atas peserta didik, stimulus situasi. Yang dipelajari bisa berupa
keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif,
keterampilan motoris, maupun perilaku. Jenis-jenis pembelajaran
yang berbeda dapat dilihat dari tingkatan hierarkis yang lebih tinggi
seperti pembelajaian signal, pembelajaran stimulus respon, rangkaian
motoris verbal, pembelajaran konsep, pembelajaran aturan,
pemecahan masalah. Menurut Gagne, pembelajaran adalah perubahan
pada disposisi atau kemampuan seseorang yang bertahan dalam suatu
kurun waktu. (1985, hal 2).
Pada penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, konsep learning
(pembelajaran), education (pendidikan), dan training (pelatihan),
secara umum menjadi sesuatu yang integratif dalam implementasi
kegiatannya, terutama program-program yang sasarannya pemuda dan
orang dewasa. Pembelajaran sering digunakan sebagai salah satu
aktivitas dalam program pendidikan luar sekolah untuk memberikan
pemahaman materi-materi yang sifatnya kognitif dan afektif,
sementara pelatihan diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi
sasaran yang berhubungan dengan kecakapan pelaksanaan tugas di
lapangan.
Program pendidikan luar sekolah yang sasarannya
dikategorikan usia dewasa seperti halnya pelatihan, menggunakan
pendekatan andragogi atau pendekatan pendidikan orang dewasa dan
BAHAN AJAR 34
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

pendekatan partisipatif. Makna dari dua pendekatan ini adalah bahwa


dalam pelaksanan pelatihan, peserta pelatihan diasumsikan sebagai
orang yang telah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar
dan orientasi belajar sehingga mereka dilibatkan dalam setiap tahapan
kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

b. Beberapa Metode Pembelajaran Pelatihan


Ada beberapa metode pembelajaran pelatihan yang biasa
digunakan dalam pendidikan luar sekolah. Metode-metode tersebut
antara lain diskusi kelompok, studi kasus, kelompok buzz, bermain
peran, simulasi pengambilan keputusan, kuliah, diskusi panel, dan
demonstrasi.
1) Diskusi
Metode diskusi atau diskusi kelompok dapat dikatakan
sebagai metode pembelajaran yang mendorong tumbuhnya
partisipasi yang paling luas digunakan dan banyak variasinya.
Metode ini diterapkan dengan maksud untuk meningkatkan
keterampilan peserta pelatihan dalam hal mengeluarkan
pendapat, menerima pendapat orang lain, berkoordinasi dengan
pihak lain, cara-cara menggunakan waktu seefisien mungkin, dan
pengalaman memimpin sehingga dapat tercipta semangat
(morale) kelompok di dalam kelompok diskusi tersebut.
2) Studi Kasus
Metode studi kasus dilaksanakan dengan cara peserta
pelatihan diminta untuk memberikan pemecahan atau mencarikan
jalan keluar terhadap suatu masalah atau peristiwa. Para peserta
diberi suatu kasus secara tertulis, suatu ringkasan permasalahan
atau situasi yang ada untuk dipelajari latar belakangnya dan
untuk diambil keputusan menganai permaslahannya. Dengan
metode ini peserta dilatih untuk mendiagnosis sebab-sebab suatu
masalah dan juga dilatih untuk memecahkan atau menacarikan
jalan keluar bagi suatu peristiwa khusus.
3) Kelompok-kelompokBuzz
Kelompok Buzz adalah metode pembelajaran pelatihan
dengan membagi peserta dalam kelompok-kelompok yang
masing-masing terdiri dari lima sampai delapan anggota,
membahas permasalahan-permasalahan yang sama atau berbeda,
BAHAN AJAR 35
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

mengembangkan pendapat kelompok, atau menyiapkan


pertanyaan-pertanyaan khusus tentang suatu topik. Kelompok
buzz ini merupakan metode yang dapat merangsang partisipasi
dalam kelompok-kelompok besar.
4) Bermain Peran
Bermain peran (role playing), vang biasa disebut pula
bermain sandiwara (play acting), praktik nyata (reality practice),
dan bermain drama (psychodrama), adalah memainkan peran
sendiri atau peran orang lain dalam kondisi simulasi khusus.
Dalam metode ini peserta diminta melakukan suatu peranan
sesuai dengan yang mereka kira biasa dilakukan oleh mereka-
mereka yang biasa melakukannya dalam situasi tertentu. Kata-
kata yang yang digunakan diberikan oleh pemegang peranan dan
ditentukan oleh interpretasi tujuan yang akan dicapai. Kemudian
suatu diskusi menghasilkan pokok-pokok atau permasalahan-
permasalahan sebagaimana situasi yang dilukiskan.
5) Simulasi Pengambilan Keputusan
Simulasi pengambilan keputusan pada awalnya dirancang
dalam bidang bisnis sebagai metode pelatihan bagi manajemen
tingkat atas dan mengengah. Metode ini didasarkan pada model
matematik mengenai kondisi bisnis yang sesungguhnya. Dalam
metode ini, tim-tim yang terdiri dari empat sampai enam manajer
beioperasi sebagai perusahaan-perusahaan yang beridiri sendiri-
sendiri, berproduksi dan bersaing di pasar. Bermain tim ini bisa
sama dengan bermain peran bagi para peserta pelatihan yang
mempunyai pekerjaan-pekerjaan yang tidak berhubungan dengan
peranan-peranan yang diperlukan dalam simulasi pengambilan
keputusan.
6) Kuliah
salah satu metode pembelajaran yang paling
konvensional dan kurang partisipatif adalah metode kuliah atau
ceramah. Metode ini biasa dipakai untuk menambah pengetahuan
peserta pelatihan. Dalam metode ini aktivitas hanya berjalan
sepihak, yaitu pada pihak pelatih yang aktif menyampaikan
pengetahuan. Para pengritik menyatakan bahwa dalam metode
kuiah hanya sedikit terjadi proses belajar karena peran peserta
yang pasif sama sekali.
BAHAN AJAR 36
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

7) Diskusi Panel
Diskusi panel adalah metode pembelajaran dengan cari
mendistribusikan tanggung jawab di antara para ahli dalam
menyampaikan materi perkuliahan. Seperti hanya metode kuliah,
diskusi panel pun merupakan metode yang kurang partisipatif.
Dalam menyampaikan informasi teknis, khsusnya bila
menyangkut lebih dari satu keahlian, sering akan lebih efektif
bila diskusi diikuti oleh beberapa orang yang kompeten dalam
bidangnya. Dengan cara ini setiap orang akan menanggapi topik
khsusus dari kacamatanya, dan setiap peserta akan memperoleh
gambaran yang lengkap mengenai materi yang didiskusikan. Cara
ini akan lebih efektif lagi bila peserta didorong untuk bertanya
kepada panel tentang topik-topik khsusus yang menjadi perhatian
mereka.
8) Demonstrasi
Demonstarsi adalah metode penentuan prosedur atau
praktik tertentu yang diperagakan dalam pembelajaran. Tentu
saja cara yang benarlah yang harus ditunjukkan, tetapi dalam
beberapa hal ada baiknya ditunjukkan pula cara-cara yang tidak
benar.

6. Evaluasi Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah


a. Pengertian dan Tujuan Evaluasi
Evaluasi sering disalahartikan dan dianggap sebagai kegiatan
untuk mencari kesalahan atau kelemahan seseorang atau kelompok
orang yang melaksanakan program. Evaluasi juga sering diberi
pengerLian beragam sesuai latar belakang orang yang memberi
pengertian terhadap penilaian atau sesuai dengan sasaran yang dinilai.
Beberapa pakar psikologi dan pakar pendidikan mengemukakan
bahwa istilah evaluasi memiliki arti yang lebih luas. Evaluasi bukan
sebatas kegiatan untuk mentes tingkat kecakapan seseorang atau
kelompok, sebab kegiatan demikian dikenal dengan istilah tes
kecakapan (achievemenf tesf). Evaluasi bukan untuk menetapkan baik
atau buruknya suatu program, karena kegiatan tersebut termasuk
keputusan (iudgement). Demikian pula evaluasi bukanlah untuk
mengukur karakteristik komponen-komponen program sebab kegiatan
itu lebih tepat apabila disebut pengukuran (measurement). Singkatnya,
BAHAN AJAR 37
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

evaluasi bukan kegiatna untuk mencari kesalahan, mentes, mengukur


dan memutuskan sesuai yang berkaitan dengan program.
Dalam arti yang luas definisi evaluasi antara lain dikemukakan
oleh Wilbur Harris (1968) dalam”The Natura and Functions of
Educational Evaluation", Ia menjelaskan bahwa ,,Evaluation is the
systematic process of judging the worth desirability, effectiveness, or
adequacy of something according to definitive criteria and purpose.
The judgement is based upon a careful comparison of observation data
with critera standards" (Steele, L977:21). pengertian ini menjelaskan
bahwa evaluasi adalah proses penetapan secara sistematis tentang
nilai, tujuan, efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria
dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan
keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap
data yang diobservasi dengan menggunakan standar tertentu yang
telah dibakukan.
Pengertian evaluasi secara luas, selanjutnya dikemukakan pula
oleh Syamsu Mappa (1984) dalam Sudjana (2000:267) yang
mendefinisikan penilaian pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan
yang dilakukan untuk menetapkan keberhasilan atau kegagalan
program pendidikan. Sejalan dengan pengertian tersebut, Muhjadi
menjelaskan bahwa evaluasi adalah upaya mengumpulkan informasi
mengenal suatu program, kegiatan atau proyek. Informasi tersebut
berguna untuk pengambilan keputusan seperti untuk penyempurnaan
suatu kegiatan lebih lanjut, penghentian suatu kegiatan, atau
penyebarluasan gagasan yang mendasari suatu kegiatan. Informasi
yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat
guna dan sesuai dengan nilai yang selalu mendasari dalam setiap
pengambilan keputusan.
Secara lebih rinci kegiatan evaluasi program bertujuan sebagai
berikut:
1) Memberi masukan untuk perencanaan program
Pada umumnya evaluasi dimulai setelah adanya keputusan
tentang penyelenggaraan program pendidikan, latihan atau
kegiatan lainnya. Dalam evaluasi program yang sedang
direncanakan biasanya digunakan analisis awal dan
analisis akhir suatu program (front and analysis).
Informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan
BAHAN AJAR 38
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

dalam mempersiapkan program pendidikan luar sekolah


adalah identifikasi kebutuhan program/ evaluasi tentang
kecocokan konsep yang digunakan, perkiraan tentang
biaya dan kelayakan program, dan proyeksi tentang
perkembangan tuntutan kebutuhan serta daya dukung
terhadap program. Pengumpulan, pengolahan dan
penyajian informasi tentang hal-hal tersebut di atas sangat
penting untuk menentukan pelaksanaan program dan ruang
lingkup kegiatan perencanaan program. Aspek-aspek yang
dinilai tentang kebutuhan adalah frekuensi ,pengajuan dan
kedalaman (intensitas) kebutuhan yang diperoleh dari
sumber-sumber informasi seperti individu, masyarakat, dan
lembaga. Suatu program dinilai dari segi kecocokan
kualitasnya serta prioritasnya dalam memenuhi kebutuhan.
2) Memberi masukan untuk keputusan tentang kelanjutan,
Perluasan dan penghentian program tujuan ini biasanya
dicapai melalui evaluasi pengaruh program. Evaluator sering
berpendapat bahwa tujuan inilah yang menjadi tujuan utama
dari evaluasi. Aspek-aspek yang dinilai dalam tujuan ini
menyangkut pula aspek-aspek yang dinilai dalam tujuan
pertama, yaitu masukan bagi perencanaan program. Segera
setelah program dilaksanakan, maka penting sekali untuk
diadakan pemantauan (monitoring) tentang kebutuhan atau
kemungkinan untuk melanjutkan program tersebut.
3) Memberi masukan tentang memodifikasi program
Titik berat kegiatan evaluasi ini adalah mendeskripsikan
proses pelaksanaan program, bukan hasil program. Dalam
proses pelaksanaan program maka komponen-komponen yang
dihimpun, dianalisis, dan disajikan adalah tujuan, isi,
metodologi dan konteks program, serta kebijaksanaan dan
pendayagunaan tenaga.
4) Memperoleh masukan tentang faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan program
Kehendak untuk mengadakan evaluasi muncul apabila para
pengambil keputusan harus menghimpun dukungan untuk
kelangsungan program atau alasan-alasan untuk menghentikan
BAHAN AJAR 39
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

program sehingga biaya serta sumber-sumber lainnya dapat


digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan lain.
5) Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan
bagi evaluasi
Orientasi pada pengambilan keputusan tidak berarti bahwa
evaluasi itu mengabaikan pengumpulan data yang berkaitan
dengan landasan ilmiah yang mendasari proses evaluasi, untuk
sekurang-kurangnya dalam salah satu disiplin keilmuan. Namun
evaluator tidak boleh kehilangan dua pijakan utama, yaitu
pertama, apabila evaluasi diarahkan untuk kepentingan program
maka pelayanan terhadap program harus menjadi fokus utama
kegiatan evaluasi. Kedua, selain evaluator memiliki
kontribusiterhadap ilmu-ilmu pengetahuan yang mendasari
evaluasi, ia pun harus menyadari keterbatasan dalam evaluasi
tertentu yang membatasi evaluator untuk menguji hipotesis atau
mengembangkan generalisasi yang merupakan kontribusi dasar
bagi pengembangan pengetahuan. Evaluasi bertujuan untuk
memperoleh informasi yang tepat sebagai bahan pertimbangan
untuk pengambilan keputusan tentang komponen input pada
program, implementasi program yang mengarah pada kegiatan
dan keputusan tentang out put yang menyangkut hasil dan
dampak dari program kegiatan, apakah program sesuai sasaran
yang diharapkan. Evaluasi pelatihan dilakukan dengan berbagai
tujuan, sesuai dengan kebutuhan dan/ atau yang dikehendaki.
Menurut Stufflebeam 1971t), bahwa tujuan pelatihan adalah
bukan untuk membuktikan, melaiinkan untuk memperbaiki.
Selanjutnya Oteng Sutisna (1983:324) mengemukakan bahwa tujuan
evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu
periode kerja,
2) Untuk menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien.
3) Untuk memperoleh fakta-fakta yang kesukaran-kesukaran
dan untuk menghindari situasi-situasi yang dapat
merusak.

b. Peran Evaluasi dalam Pelatihan


BAHAN AJAR 40
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Evaluasi pada umumnya berkaitan dengan upaya pengumpulan,


pengolahan, dan penyajian data dan informasi sebagai masukan untuk
pengambilan keputusan (decision making). Kegiatan evaluasi bagi
sebuah program berfungsi sebagai pengarah kegiatan dan sebagai
acuan untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas dari program
tersebut.
Dengan demikian, evaluasi merupakan salah satu fungsi penting
dalam manajemen, yang dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah ditentukan dapat dicapai, dan/ atau dampak apa yang
terjadi setelah program diselenggarakan. Menurut Sudjana
(2004:247). Evaluasi mempunyai kaitan erat dengan fungsi organik
lainnya dalam manajemen pendidikan, yaitu dengan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, dan pemngembangan.

Oteng Sutisna (1983:324) mengemukakan bahwa peran


evaluasi program adalah sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu
periode kerja.
2) Untuk menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien,
3) Untuk memperoleh fakta-fakta yang kesukaran-kesukaran
dan untuk menghindari situasi-situasi yang dapat merusak

c. Aspek-aspek yang Dievaluasi


Berkaitan dengan aspek-aspek program yang dinilai, Zaenudin
Arief (1987) mengklasifikasikan aspek-aspek tersebut ke dalam
aspek-aspek pendidikan luar sekolah yang menyangkut 10 (sepuluh)
patokan pendidikan masyarakat. Penilaian sistem pendidikan luar
sekolah menyangkut pula komponen-komponen masukan mentah,
masukan sarana/ alat, masukan lingkungan, proses, keluaran, masukan
lain dan pengaruh. Masukan mentah adalah peserta didik dengan
karakteristik internal dan eksternal. Karakter internal adalah atribut
fisik, psikis dan fungsional peserta didik,Masukan sarana, mencakup
tujuan program, kurikulum, pendidik (sumber belajar), fasilitas dan
alat-alat pendidikan, organisasi penyelenggara, pengelolaan dan
pembiayaan.
Oemar Hamalik (2000:120) membagi evaluasi menjadi tiga
bagian, yaitu "evaluasi hasil pelatihan, evaluasi program pelatihan,
BAHAN AJAR 41
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

dan evaluasi dampak pelatihan”. Evaluasi hasil meliputi penilaian


pada aspek pengetahuan, aspek sikap, dan keterampilan. Penilaian
aspek pengetahuan (kognitif) bertujuan untuk :
1) Mengetahui penguasaan para peserta tentang pengenalan
fakta-fakta.
2) Mengetahui konsep-konsep tingkat pemahaman para
peserta mengenai konsep-konsep dalam materi pelatihan.
3) Mengetahui kemampuan peserta dalam mengkaji
(menganalisa) suatu masalah dan upaya pemecahannya.
4) Mengetahui kemampuan peserta mengenai penerapan
prinsipprinsip dalam materi pelatihan.
5) Mengetahui kemampuan peserta menilai kegiatan dan
produk yang dihasilkan
Penilaian aspek sikap (afektif) beftujuan untuk:
1) Mengetahui perubahan sikap peserta, misalnya rasa
kedisiplinan, terencana, kejujuran, dan tanggung jawab
terhadap hasil pekerjaan.
2) Mengetahui perubahan cara berpikir peserta, misalnya cara
berpikir yang produktif, kreatif dan inovatis serta
berwawasan jauh ke depan.
3) Mengetahui tingkat keuletan peserta dalam bekerja,
tangguh, teguh pendirian dan tidak cepat menyerah.
Penilaian aspek keterampilan (psikomotor) berujuan untuk:
1) Mengetahui keterampilan apa saja yang dimiliki oleh
peserta.
2) Mengetahui cara bekerja peserta dalam melakukan suatu
pekerjaan.
3) Mengetahui kecepatan dan ketepatan dalam melakukan
suatu pekerjaan.

d. Teknik-teknik Evaluasi
Mengetahui keberhasilan pelatihan dapat dilakukan dengan
evaluasi, yaitu dengan mengetahui reaksi peserta, hasil pelatihan, dan
dampak pelatihan. Reaksi peserta dapat diketahui dari pendapat,
persepsi, perasaan, laporan-laporan dan kesan-kesan peserta setelah
mengikuti pelatihan. Instrumen untuk mengetahui reaksi peserta dapat
berupa wawancara, kesan dan pesan peserta dan analisis laporan.
BAHAN AJAR 42
Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Instrumen untuk mengetahui hasil pelatihan dapat berupa


wawancara, kesan dan pesan peserta dan analisis laporan. Hasil
pelatihan dapat diketahui dari peningkatan pengetahuan, keterampilan
dan sikap serta perubahan perilaku, peningkatan kinerja, kecepatan
dan ketepatan melaksanakan tugas, efektif dan efisien pemakaian alat/
bahan, peningkatan kualitas hasil kerja, berkurangnya permasalahan
yang ditimbulkan dalam pelaksanaan tugas dan meningkatkanya
kepuasan kerja. Sementara Instrumen yang dapat digunakan untuk
mengetahui dampak pelatihan adalah observasi, wawancara, studi
dokumentasi, dan kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai