Konsep perencanaan pembangunan yang berasal dari bawah (bot-tom up planning) yang
telah diterapkan dalam kegiatan Musbangdes (Musyawarah Pembangunan Desa),Rapat LPM.
(Lembaga pemberdayaan masyarakat) tingkat kecamatan,Rakorbang (Rapat koordinasi
pembangunan) tingkat kabupaten dan propinsi serta rakornas (Rapat Koordinasi Nasional)
tingkat pusat,hingga kini belum dilaksanakan secara optimal.Hal ini terbukti dengan masih
adanya beberapa usulan dari desa (dalam musbangdes) yang hanya dirumuskan oleh beberapa
orang saja,dan bahkan masih terkadang ditemukan usulan yang dirumuskan hanya oleh
kepala desa LKMD atau seringkali pula dilakukan intervensi dari pemerintah tingkat
kecamatan. Pada tingkat LPM dan rakorbang juga seringkali ditemukan adanya dominasi
sektoral dalam proses tawar menawar program tanpa melihat dan mempertimbangkan usulan
yang muncul dari bawah.Kondisi ini juga dimungkinkan karena memang usulan dari bawah
tersebut tidak memiliki dasar yang kuat sebagai aspirasi masyarakat dari desa yang
bersangkutan.Menyadari masih adanya kelemahan dan ketidaksempurnaan sistem
perencanaan dan pembangunan perdesaan masa lalu,meskipun telah dilakukan perencanaan
dari bawah,maka salah satu upaya untuk memberikan panduan terutama kepada para
perencanadan pengambil keputusan serta peneliti pembangunan pedesaan tentang bagaimana
melaksanakan perencanaan pembangunan pedesaan dari bawah itu adalah menggunakan
pendekatan partisipatif,yaitu dengan melakukan studi pembangunan pedesaan secara cepat
dan intensif.Studi pembangunan pedesaan sacara cepat (Rapid Study) adalah untuk lingkup
kabupaten,dan studi pembangunan pedesaan secara intensif (Intensive Study) adalah untuk
lingkup kecamatan.Kedua studi tersebut pada dasarnya adalah serupa,perbedaannya adalah
mengenai lingkup studinya,yaitu kabupaten dan kecamatan.Kedua studi tersebut menguraikan
tentang gambaran wajah (profil) dan keadaan daerah yang dilakukan studi,meliputi
sumberdaya alam dan lingkungan,kependudukan dan pola permukiman,sistem administrasi
pemerintahan,proses,dan prosedur perencanaan pembangunan,metode pengumpulan data
melalui diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion),melakukan analisis-analisis (a)
analisis SWOT (kekuatan,kelemahan,peluang dan ancaman),(b) analisis permasalahan,(c)
analisis potensi,dan (d) analisis kebutuhan kelompok dalam masyarakat,tujuan,strategi
kebijakan dan program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat dengan menggunakan
kriteria terukur.Selain dari pada itu perlu dilakukan pula penentuan Desa Pusat Pertumbuhan
(DPP) sebagai upaya meningkatkan kelancaran penyebaran pembangunan dalam konteks
pendekatan spasial (tata ruang).Pendekatan spasial merupakan pendekatan interaksi
lokasional,yang menjelaskan dimana meletakkan prasarana dan sarana pada daerah yang
membutuhkan interaksi semberdaya-sumberdaya pembangunan yang terjadi pada suatu tata
ruang.Dengan studi pembangunan pedesaan secara cepat dan intensif ini dapat dikurangi
penyusunan program berdasarkan keinginan yang bersifat subyektif,intervensi perencanaan
dari pihak tingkat di atas (kecamatan dan kabupaten) dandominasi perencanaan oleh instansi
sektoral.
Dasar pemikiran studi cepat (Rapid study) dan studi intensif ( Intensive study)
Filosofi pembangunan yang bertumpu pada paradigma klasik (trickle down effect) yang
diintroduksikan oleh Albert Hirschman merupakan mekanisme pembangunan yang bersifat
top-down.Konsep ini dilandasi pula oleh sasaran pertumbuhan yang tinggi lewat peningkatan
produktivitas dan kompleksitas produksi.Aplikasi konsep yang bersifat top-down ini telah
menimbulkan masalah yang cuku serius seperti
ketimpangan,kemiskinan,keterbelakangan,dan sifat masa bodoh atau ketidakpedulian (antar
daerah dan antar golongan masyarakat).Penerapan konsep pembangunan top-down itu secara
empirik telah memperlihatkan terjadinya kecenderungan kurang memberikan perhatian
kepada masyarakat lapisan bawah (grass root).Masyarakat lapisan bawah (umumnya
masyarakat pedesaan) diperlakukan hanya sebagai obyek,atau hanya sebagai penonton
pembangunan.Konsep pembangunan ini tidak aspiratif dan dianggap tidak bijaksana terhadap
permasalahan yang dihadapi,pemanfaatan potensi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat
sebagai penerima program pembangunan.Terdapat tiga kelemahan,yaitu;pertama,tidak
memperhatikan aspirasi masyarakat,kedua,mengabaikan lingkungan sosial dan budaya,dan
tiga,merusak ekologi fisik.Kelemahan ini telah menimbulkan dampak pada tingginya tingkat
kegagalan pada berbagai program yang dilaksanakan pada berbagai daerah.Sadar akan hal
ini,maka perlu dipikirkan secara mendesak untuk merumuskan kembali konsep pembangunan
yang bersifat populis (people centered) yaitu keberpihakan kepada golongan kecil dan
mengakar pada masyarakat dibawah (grass root).Upaya ini didukung oleh komitmen
(kesepakatan) moralitas yang tinggi dalam memberdayakan masyarakat bawah,yang
kemudian dikuatkan oleh lahirnya paradigma baru pembangunan,yaitu pemberdayaan
masyarakat (community empowerment) melalui bottom up planning yang aspiratif dan
apresiatif dengan melibatkan mereka pada proses pembangunan secara menyeluruh.
Tujuan studi cepat dan studi intensif adalah hampir sama,yaitu sebagai berikut :
Data sekunder dikumpulkan dari kantor BPS kabupaten dan instansi pemda sementara.Data
primer dikumpulkan dengan menggunakan metode participatory rural apprasial (PRA)
terutama dengan menggunakan teknik wawancara semi structural interview (SSI) dan teknik
diskusi kelompok terarah focus group discission (FGD) pada tingkat desa dan
kecamatan.Sistem pemerintahan dan perencanaan pembangunan dalam rezim orde baru
bersifat sentralistik,dimana pemerintah pusat mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang
sangat besar dan menentukan,sebaliknya kedudukan daerah-daerah tingkat I dan tingkat II
adalah relatif sangat lemah,ketergantungan daerah-daerah terhadap pemerintah pusat sangat
kuat.Dalam era reformasi dilakukan perombakan dari sistem sentralistik menjadi sistem
desentralistik.Untuk mencapai pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good
governance) diterapkan tiga prinsip yang mendasar,yaitu : transparansi
(keterbukaan),akuntabilitas (bertanggung jawab),dan demokratisasi (persamaan
kedudukan).Dalam perencanaan pembangunan,penerapan pendekatan yang tadinya adalah
bersifat top down digantikan oleh pendekatan bottom up ,meskipun demikian penerapan
kedua pendekatan tersebut agar jangan dipertentangkan secara tegas (mutlak).Dalam
pendekatan bottom up masih dirasakan pengaru top down meskipun relatif kecil.Demikian
sebaliknya dalam perencanaan top down,harus tetap memperhatikan aspirasi masyarakat
bawah.Kelompok masyarakat pedesaan yang berhasil diidentifikasi meliputi:petani kecil dan
menengah,wanita dan remaja pedesaan,tokoh masyarakat (tokoh adat dan tokoh
agama),tenaga profesional pedesaan,pedagang perantara,pengusaha kecil dan
menengah,investor lokal,LSM,dan pemerintah lokal.Kelompok tersebut mempunyai
kepentingan (kebutuhan),masalah dan potensi yang berbeda-beda.
maka selanjutnya masih ada pertanyaan mendasar yang ke-4 yang sangat penting yaitu,
bagaimana pembangunan partisipatip itu di lakukan? Pembangunan partisipatif dilakukan,
menyangkut : (l) tahapan-tahapan dari kegiatan yang harus ddakukan. (2) analisis-anah'sis
apa yang di kerjakan, sampai kepada (3) pmyusunan Program/ proyek pembangunan yang
dibutuhkan oleh masyarakat setempat, dan akhirnya adalah (4) implementasi dari
program,/proyek pembangunan yang telah ditetapkan Tahapan dari kegiatan yang harus
dilakukan adalah (a) sosialisasi, (b) pendampingan (c) pelatihan. (d) penguatan kelembagaan
dan (e) implemtasi program/proyek.Tahapan kegiatan dilakukan adalah (a) analisis SWOT
(kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman/Iantangan), (b) analisis permasalahan (c) analisis
potensi, dan (d) analisis kepentingan/ kebutuhan kelompok strategis dalam masyarakat
pedesaan. Kemudian dalam penyusunan program/pmyek pembangunan yang dibutuhkan
oleh masyarakat dilakukan dengan menggunakan kriteria yang terukur terhadap berbagai
program/proyek yang diusulkan.Setelah ditentukan program/proyek pembangunan maka
semua adalah implementasi. Untuk implementasi dibutuhkan dana pembangunan yang
bersumber dari APBN dan APBD, namun kenyataan munjukkan kedua jeni sumber daya
pembangunan tersebut terbatas, maka kekurangannya akan dicukupkan dengan kontribusi
partisipasi masyarakat. Perencanaan partisipatif masih merupakan paradigma yang relevan.
Masyarakat sebagai sumberdaya pelaku pembangunan di suatu daerah (pedesaan) harus
diberdayakan dalam penyusunan rancangan /program pembangunan, karena mereka adalah
yang paling mengetahui berbagai persoalan yang dihadapi, potensi yang dimiliki, dan
kepentingan menurut kelompok-kelompok dalam masyarakat. Untuk menjaring dan
menyaring program-program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat ditempuh melalui
FGD ( Focus Group Discussion atau Diskusi Kelompok Terfokus). Bukan suara terbanyak
yang menjadi kriteria, suara herbanyak tidak selalu menjamin prioritas peringkat pertama dari
suatu program Penentuan prioritas program pembangunan dilakukan dengan menggunakan
kriteria yang terukur (menggunakan bobot dan nilai dari masingmasing kriteria yang
digunakan terhadap program pembangunan yang diusulkan (misalnya jaringan irigasi, pasar,
jalan desa dan sebagainya). Dalam proses komunikasi dan diskusi dalam kelompok
masyarakat pada dasarnya adalah kesejajaran dari semua masyarakat diskusi. Diskusi
seharusnya mencerminkan masalah yang terkait dengan setiap orang dalam masyarakat.
Perencanaan secara partisipatif diperlukan karena memberi manfaat sekurang-kurangnya.
yakni :
1. Anggota masyarakat mampu secara kritis menilai lingkungan sosial ekonominya dan
mampu mengidentifikasi bidang-bidang/ sektor-sektor yang perlu dilakukan
perbaikan dengan demikian diketahui arah pembangunan masa depan mereka.
2. Anggota masyarakat dapat berperan serta untuk perencanaan masa depan
masyarakatnya tanpa memerlukan bantuan para pakar atau instansi perencanaan
pembangunan dari luar.
3. Masyarakat dapat menghimpun sumberdaya dan sumber dana dari kalangan anggota
masyarakat untuk mewujudkan tujuan yang di kehendaki masyarakat.
Jika pada masa yang lalu anggota masyarakat bersifat pasif, maka dalam pembangunan pada
waktu sekarang dan masa depan sifat tersebut perlu dimotivasi dan didinamisasi secara lebih
proaktif, kreatif dan mampu untuk memanfaatkan peluang, dengan demikian masyarakat
akan berpartisipasi aku! dalam pembangunan. Keberhasilan pembangunan dalam masyarakat
tidak selalu ditentukan oleh tersedianya sumberdana keuangan dan manajemen keuangan
yang memadai, tetapi banyak dipengaruhi oleh peran serta dan respons Imsyarakat terhadap
pembangunan atau dapat disebut sebagai partlsipasi masyarakat. Untuk mencapai
keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pembangunan diperlukan kepemimpinan lokal
yang cakap, berwibawa dan diterima oleh masyarakat (capable and acceptable local
leadership) yang mampu mensinergikan tradisi sosial budaya dengan proses manajemen