Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FIQIH MAWARIS

Dosen mata kuliah: Garianto M.PD.I

Disusun Oleh:

MUSLIMIN (19250028)

MUHAMAD FIKRIANSYAH (19250044)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengharap puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang Maha Pengasih
dan Penyayang, Maha Pengampun serta Maha Penerima Taubat bagi hamba-hamba-Nya
yang mau bertaubat dan mohon ampunan-Nya. Dan mudah-mudahan Allah melindungi dari
kesalahan diri kami dan dari keburukan amal kami. Karena siapa saja yang disesatkan oleh-
Nya maka tidak seorang pun yang bisa memberi petunjuk baginya. Dan siapa saja yang diberi
petunjuk oleh-Nya maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya.

Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi agung, Nabi Muhammad Salallahu
Allaihi wassalam, yang telah menunjukkan kita kejalan yang lurus. Berkat rahmat dan
Hidayah-Nya serta Inayah-Nya pulalah, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
ini, sebagai tugas dari Fakultas Agama Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam pada mata
Kuliah Fiqih Mawaris

Penulis sadar, bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik
pembaca yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin.

Metro , 31 Desember 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

a.Latar Belakang.............................................................................................................. 1

b.Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1

c. Tujuan........................................................................................................................... 1

BAB II :PEMBAHASAN

A. Pengertian Ashabah................................................................................................... 2

B. Pembagian Ashabah.................................................................................................. 2

BAB III : PENUTUP

a. Kesimpulan................................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Waris dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan pusaka. Maksudnya adalah harta,
benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati (meninggal) untuk dibagikan
kepada yang berhak menerimanya. Dalam hal ini, orang yang meninggalkan harta
bendanya disebut sebagai pewaris, sedangkan orang yang menerima harta tersebut
disebut dengan ahli waris.
Pembagian waris ini lazim disebut faraidh, artinya menurut syara’ ialah pembagian harta
pusaka/warisan kepada beberapa orang ahli waris seperti yang tercantum dalam Al-
Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qias. Ketentuan bagian-bagian yang harus diterima oleh
pewaris telah diatur oleh Allah SWT, begitu juga halnya dengan orang-orang yang
berhak menerima warisan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa maksud dari ashabah?


2. Pembagian dalam ashabah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk menjelaskan pengertian ashabah


2. Ingin menjelaskan pembagian dalam ashabah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ASHABAH

Ashabah adalah orang-orang yang mendapatkan sisa harta dari peninggalan simayit
setelah ashabul furud bagian-bagian yang telah ditentukan bagi mereka dan
pembagiannya tidak ditetapkan dalam salah satu dari enam macam pembagian harta
warisan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran. Singkatnya, yang dimaksud dengan
ashabah adalah keluarga laki-laki yang dekat dari pihak ayah. Apabila tidak ada sisa
harta dalam setelah ashabul furudh menerima bagiannya maka ashabah tidak
mendapatkan apa-apa.

Ahli waris ashabah ini harus menunggu sisa pembagian dari ahli waris yang telah
ditentukan bagiannya, dan keistimewaaan ashabah ini ia dapat menghabiskan
seluruh sisa harta simayit, apabila ahli waris yang ditentukan bagiannya sudah
mengambil apa yang menjadi hak-nya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ahli waris ashabah menerima harta warisan di antara
dua, yaitu menerima seluruh harta warisan atau menerima sisa harta setelah
dibagikan kepada ahli waris ashabul furudh.

B. PEMBAGIAN DALAM ASHABAH

1) Ashabah bin nafsi


yaitu orang yang menjadi ashabah disebabkan oleh dirinya sendiri,
maksdunya adalah ashabah yang menjadi ashabah disebabkan karena
kedudukannya. Ashabah bi nafsih merupakan semua laki-laki yang nasabnya
dengan orang yang meninggal tidak diselangi oleh perempuan. Mereka
adalah :

a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki dari pihak anak laki-laki
c) Ayah

2
d) Kakek dari pihak ayah
e) Suadara laki laki sekandung
f) Saudara laki-laki seayah
g) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
h) Anal laki- laki dari saudara laki-laki seayah
i) Paman sekandung
j) Paman seayah
k) Anak laki-laki dari pihak paman sekandung
l) Anak laki-laki dari pihak paman seayah
m) Mu’tiq (orang laki-laki yang memerdekakan budak)

Dalam pengertian lain ashabah bi nafsi adalah setiap laki-laki yang antara dia
dan si mayyit tidak ada ahli waris perempuan, atau yang langsung
berlangsung dengan si mayyit tanpa ada hubungan ahli waris perempuan.

Kondisi ahli waris ashabah bi nafsi ada tiga, yaitu mendapatkan semua harta
jika ia hanya sendirian, mendapatkan sisa bagian setelah dibagi-bagikan
kepada ashabul furud, dan jika seluruh warisan habis dibagikan, ia tidak
mendapatkan warisan.

a. Ashib mendapat seluruh warisan jika ia hanya sendirian. Contoh


pertama, seseorang wafat meninggalkan ayah dalam hal ini ayah
mendapat semua harta warisan sebagai ashabah, contoh kedua
seseorang wafat meninggalkan ayah dan saudara kandung laki-laki
dalam hal ayah mendapatkan semua harta warisan, sedangkan saudara
kandung laki-laki terhalang oleh (mahjub).

b. Ashib mendapatkan sisa warisan, setelah warisan itu dibagi-bagikan


kepada ashabul furud lebih dahulu. Contohnya seseorang wafat
meninggalkan ibu dan ayah dalam hal ini ibu memperoleh 1/3 dari
harta warisan sedangkan ayah memperoleh sisanya.

c. Jika harta warisan telah habis dibagi kepda yang berhak, ashabah
tidak mendapatkan harta warisan. Contohnya seseorang wafat
meninggalkan saudara kandung perempuan dan saudara perempuan se
ayah, dua saudara perempuan se ibu, dan paman dalam hal ini saudara
kandung perempuan memperoleh ½ bagian dari harta warisan
sedangkan saudara perempuan seayah memperoleh 1/6 untuk
melenkapi 2/3, dua saudara perempuan se ibu memperoleh 1/3 bagian
sedangkan paman sebagai ashabah tidak memperoleh harta warisan

3
2) Ashabah bil ghairi
yaitu orang yang menjadi ashabah karena orang lain, dan mereka sama-sama
menerima ashabah. Mereka adalah:

a) Anak perempuan bersama dengan anak laki-laki


b) Cucu perempuan bersama dengan cucu laki-laki
c) Saudara perempuan sekandung bersama dengan saudara laki-laki
sekandung
d) Saudara perempuan seayah berama dengan saudara laki-laki seayah

Ashabah bil ghair memilik dua sisi yaitu,

a) Ashabah, yaitu wanita yang memiliki hak waris setengah dari harta
warisan jika ia sendiri atau dua sepertiga jika ia berdua atau lebih
b) Ghair, yaitu laki-laki yang bergabung bersama wanita karena berada
pada derajat yang sama dan memiliki hubungan kekerabatan yang
sangat kuat.

Dalam pengertian lain ashabah bil ghair adalah warisan dengan kaidah bagian
laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan. Dalam penjelasan kedua
ashabah bil ghair adalah setiap wanita yang berhak memperoleh setengah dari
harta warisan jika ia hanya sendirian atau 2/3 jika berdua atau lebih.

3) Ashabah ma'al ghairi


Yaitu orang yang menjadi ashabah karena orang lain, tetapi orang lain itu
tidak menerima ashabah. Mereka adalah:

a) Saudara perempuan sekandung, jika bersama dengan anak perempuan


atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

b) Saudaara perempuan seayah, jika bersama dengan anak perempuan


atau cucu perempuan dari anak laki-laki

4
Ashabah ma’al ghair memiliki dua kondisi dalam warisan:

a) Ia mewarisi apa yang tersisa setelah ashabul furud sebagai mana


dalam contoh pertama.
b) Ia tidak mewarisi apapun. Hal itu terjadi jika seuruh harta warisan
telah habis dibagikan kepada asbabul furud.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ashabah adalah orang-orang yang mendapatkan sisa harta dari peninggalan


simayit setelah ashabul furud bagian-bagian yang telah ditentukan bagi
mereka dan pembagiannya tidak ditetapkan dalam salah satu dari enam
macam pembagian harta warisan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran.
Singkatnya, yang dimaksud dengan ashabah adalah keluarga laki-laki yang
dekat dari pihak ayah.

Pembagian ashabah menurut para Ulama membagi ashabah dalam tiga


kategori yaitu:

a) Ashabah bi nafsih yaitu orang yang menjadi ashabah disebabkan oleh


dirinya sendiri, maksdunya adalah ashabah yang menjadi ashabah
disebabkan karena kedudukannya. Ashabah bi nafsih merupakan
semua laki-laki yang nasabnya dengan orang yang meninggal tidak
diselangi oleh perempuan

b) Ashabah bil ghairi yaitu orang yang menjadi ashabah karena orang
lain, dan mereka sama-sama menerima ashabah

c) Ashabah ma’al ghairi yaitu orang yang menjadi ashabah karena orang
lain, tetapi orang lain itu tidak menerima ashabah

5
DAFTAR PUSTAKA

Ali Ash-shabuni, Muhammad, 2013, Hukum waris Dalam Islam, Palapa Alfa Utama, Depok.
Khairuddin Dan Zakiul Fuadi, 2014, Belajar Praktis Fikih Mawaris, Banda Aceh.
Rifa’I, Mohammad, 1978, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Toha Putra, Semarang.
Surahwardi K. Lubis, dan Simanjuntak Komis, 2004, Hukum Waris Islam, Sinar Grafika,
Jakarta.
Thaha Abul Ela Khalifah, Muhammad, 2007, Hukum Waris Cetakan 1, Tiga Serangkai,
Solo.

Anda mungkin juga menyukai