Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH
HUKUM PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN

“PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN”

OLEH :

NAMA : HERMAN CHANDRA SETIAWAN


NIM : 11307418011
SEMESTER : 3 (TIGA)
DOSEN : ERIKA LISMAYANI,S.H.,M.Kn

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM KUALA KAPUAS


KABUPATEN KAPUAS
KALIMANTAN TENGAH
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi, serta tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Hukum Perjanjian
Dan Jaminan, Ibu ERIKA LISMAYANI,S.H.,M.Kn.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kuala Kapuas, 19 Oktober 2019

Herman Chandra S
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN

A. Sryarat Sah Perjanjian Kredit


B. Kewajiban Peminjam
C. Kewajiban Pemberi Pinjaman
D. Bentuk Perjanjian Kredit
E. Berakhirnya Perjanjian Kredit
F. Prinsip Pemberian Kredit
G. Klasifikasi Jaminan
H. Klasifikasi Jaminan Lainnya

BAB III HUKUM PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN

A. Ruang Lingkup Hukum Perjanjian


B. Peraturan Perundang-undangan Lain yang Berkaitan dengan Penjaminan Utang
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan
peminjaman dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai
peraturan perundangan-undangan yang berlaku saat ini.

Kredit adalah Pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain, kredit
juga bisa diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit atau pembiayaan.

Jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh perjanjian
yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotik, hak tanggungan dan
fiducia.

B. Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini penulis menjabarkan dan menguraikan tentang Perjanjian Kredit dan
Jaminan dari berbagai aspek, sehingga diharapkan akan membuka wawasan kita semua
tentang Perjanjian Kredit dan Jaminan.

C. Tujuan Penulisan
Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Perjanjian
Kredit Dan Jaminan, selain itu juga untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
saya seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan.

 
D. Manfaat Penulisan
Sebagai bahan ajar dan menambah pemahaman pembaca khususnya penulis makalah ini
sendiri
 
BAB II
PEMBAHASAN
PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN

A. Syarat Sah Perjanjian Kredit


Syarat sah Perjanjian Kredit mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai
berikut :
1. Kesepakatan Para Pihak;
2. Para pihaknya cakap untuk membuat perjanjian;
3. Ada hal tertentu yang diperjanjikan;
4. Didasarkan pada sebab yang halal.

B. Kewajiban peminjam
Adapun kewajiban peminjam adalah sebagai berikut :
1. Mengembalikan dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang
ditentukan (Pasal 1763);
2. Jika tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumlah dan
keadaan sama, ia diwajibkan membayar harganya;
3. Jika waktu dan tempat tidak ditetapkan, harus diambil harga barang pada waktu dan
ditempat pinjaman terjadi (Pasal 1764).

C. Kewajiban pemberi pinjaman


Sedangkan kewajiban pemberi pinjaman adalah sebagai berikut :
1. Tidak boleh meminta kembali sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam
perjanjian (Pasal 1759 KUHPerdata);
2. Jika tidak ditetapkan waktu, hakim berwenang memberikan kelonggaran (Pasal
1760);
3. Apabila peminjam berjanji mengembalikan apabila dia mampu, maka hakim dapat
menentukan waktunya pengembalian (Pasal 1761)

D. Bentuk perjanjian kredit


Perjanjian kredit dalam prakteknya mempunyai 2 bentuk 

1. Perjanjian Akta Bawah Tangan (Pasal 1874 KUHPerdata).


Akta bahwa tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila tanda tangan
yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Supaya akta
bawah tangan tidak mudah dibantah maka diperlukan legalisasi oleh Notaris yang
berakibat akta bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta
otentik;
2. Perjanjian Akta Otentik (Pasal 1868 KUHPerdata).
Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna yang artinya akta
otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki
keabsahan tanda tangan dari para pihak.

E. Berakhirnya perjanjian kredit

Mengacu pada Pasal 1381 KUHPerdata dan berbagai praktek hukum lainnya yang timbul
dalam hal pengakhiran perjanjian kredit, dilakukan melalui:
1. Pembayaran;
2. Subrograsi (Pasal 1400KUHPerdata); penggantian hak-hak kreditur oleh pihak ketiga
yang membayar utang;
3. Pembaruan utang/novasi (pasal 1413 KUHPerdata);
4. Perjumpaang utang/kompensasi (pasal 1425 KUHPerdata).

F. Prinsip pemberian kredit

1. Character (watak);
2. Capacity (Kemampuan);
3. Capital (Modal);
4. Conditions of Economy and
5. Collateral (Jaminan).
6. Jaminan sebagai perjanjian tambahan (assessoir)
Menurut Pasal 1 butir 23 UU Perbankan Agunan adalah jaminan tambahan yang
diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

G. Klasifikasi jaminan
1. Jaminan karena Undang-undang dan Karena Perjanjian
2. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
3. Jaminan yang Bersifat Kebendaan dan Jaminan Perseorangan.
4. Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak
5. Saham sebagai agunan tambahan

Jaminan karena undang-undang adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh
UU, seperti: jaminan umum, hak privelege dan hak retensi (pasal 1132, pasal 1134 ayat
(1);
Jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh
perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotik, hak tanggungan
dan fiducia.

Jaminan Umum. Pada prinsipnya segala harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan
bagi perutangannya (Pasal 1131). Semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama
terhadap kreditur-kreditur lain;
Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur, pembagian menurut
perbandingan piutang masing-masing kecuali bila ada alasan sah untuk didahulukan
(Pasal 1132).

Jaminan khusus dengan penyerahan harta kekayaan tertentu untuk diikat secara khusus
sebagai jaminan pelunasan utang debitur. Kreditur yang bersangkutan mempunyai
kedudukan mendahului (preferen) bagi pemegangnya.

Jaminan Kebendaan berupa hak mutlak atas benda yg mempunyai hubungan langsung
atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu
mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan (contoh: hipotik, hak tanggungan, gadai dll);

1. Jaminan Kebendaan dibedakan menjadi Benda Bergerak & Tidak Bergerak;


a. Benda Bergerak:
– Bergerak Berwujud: pengikatan dengan gadai dan fiducia;
– Bergerak tidak berwujud: pengikatan dengan gadai, cessie dan account
receivable.
b. Benda Tidak Bergerak
2. Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak untuk
mengambil pelunasan dan barang, kedudukan diutamakan (KUH Perdata Buku II
Bab XX Pasal 1150-1161);
3. Hak tanggungan adalah jaminan yang dibebankan atas hak atas tanah (berikut/tidak
berikut benda lain) untuk pelunasan utang tertentu, kedudukan diutamakan.(UU
No.4/1996);
4. Fiducia adalah Barang bergerak berwujud/tidak khususnya bangunan yang tidak
dibebani hak tanggungan, kedudukan diutamakan. (UU No.42/1999).

Jaminan Perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada


perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap
harta kekayaan debitur pada umumnya.
1. Penanggungan hutang (Borgtoght): pihak ketiga mengikatkan diri memenuhi
perikatan si berhutang apabila hak kreditur tidak dipenuhi. (Pasal 1820 KUH
Perdata);
2. Perjanjian Garansi (Indemnity/Surety Ship): menjamin pihak ketiga,
menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu dengan tidak mengurangi
tuntutan ganti rugi (Pasal 1316 KUH Perdata)

Saham sebagai agunan tambahan dimana Bank diperkenankan meminta agunan


tambahan berupa saham untuk memperoleh keyakinan terdapatnya jaminan pemberian
kredit, berupa saham perusahaan yang dibiayai dalam rangka ekspansi atau akuisisi, baik
yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek.
1. Saham yang terdaftar di bursa: tidak termasuk saham yang tidak mengalami
transaksi dalam waktu tiga bulan berturut-turut sebelum saat akad kredit
ditandatangani dan saham dengan harga pasar dibawah nilai nominal pada saat akad
kredit ditandatangani. Nilai saham yang digunakan sebagai agunan tambahan kredit
maksimum sebesar 50% dari harga pasar atau kurs saham yang bersangkutan dibursa
efek pada saat akad kredit ditandatangani.
2. Saham Tidak Terdaftar di Bursa Efek: dibatasi hanya pada saham yang diterbitkan
oleh perusahaan penerima kredit yang bersangkutan. Nilai saham yang digunakan
sebagai agunan tambahan kreditnya adalah maksimum sebesar nilai nominal saham
yang tercantum dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga perusahaan yang
bersangkutan.
3. Dasar Hukum: Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/69/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU masing-masing
tanggal 7 September 1993 perihal Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit.

H. Klasifikasi Jaminan Lainnya

1. Jaminan Konvensional dan Non Konvensional;

a. Jaminan konvensional: pranata hukumnya sudah lama dikenal, diatur dalam


perundangundangan, hukum adat maupun yang tidak diatur tetapi sudah lama
dilaksanakan dalam praktek, seperti hipotik, hak tanggungan, gadai barang
bergerak, gadai tanah, fiducia, garansi, dan akta pengakuan utang.

b. Jaminan non konvensional: eksistensinya dalam system hukum jaminan masih


terbilang baru sungguh pun sudah dilaksanakannya secara meluas, sehingga
pranatanya belum sempat pula diatur secara rapi, seperti pengalihan hak tagih
debitur, pengalihan hak tagih klaim, kuasa menjual, dan jaminan menutupi
kekurangan biaya.
2. Jaminan Regulative dan Non Regulative
a. Jaminan regulative: kelembagaannya diatur secara eksplisit dan sudah
mendapat pengakuan dalam peraturanperundang-undangan yang berlaku, seperti:
hipotik, gadai, hak tanggungan.

b. Sedangkan jaminan non regulative: tidak diatur dalam berbagai peraturan


perundang-undangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam praktek, seperti
pengalihan tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi.

 
BAB III
HUKUM PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN
 

A. Ruang Lingkup Hukum Jaminan


1. Ketentuan Hukum Jaminan dalam KUH Perdata
Dalam KUH perdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat digolongkan sebagai
hukum  jaminan.
a. Prinsip-prinsip Hukum Jaminan
Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan-
ketentuan KUH Perdata adalah sebagai berikut.
1) Kedudukan Harta Pihak Peminjam
Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam,
yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan
(tanggungan) atas utangnya.
Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam,
baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas
perikatan utang pihak peminjam.
Ketentuan pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan pokok
dalam hukum  jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang
berutang (pihak peminjam) atas  perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan
pasal 1131 KUH Perdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut
pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan,
termasuk harta yang masih akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi
pinjaman mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang
akan diperoleh oleh pihak  peminjam di kemudian hari.
2) Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman
Kedudukan pihak pemberi pinjaman terhadap pihak pemberi pinjaman dapat
diperhatikan dari ketentuan pasal 1132 KUH Perdata.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa
kedudukan pihak  pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu
(1) yang mempunyai kedudukan  berimbang sesuai dengan piutang masing-
masing, dan (2) yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi
pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam praktik perbankan pihak pemberi pinjaman disebut kreditor dan pihak
peminjam disebut nasabah debitur atau debitur.
3) Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi
pinjaman
Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek
jaminan utang bila  pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang
demikian diatur oleh Pasal 1154 KUH Perdata tentang Gadai, Pasal 1178 KUH
Perdata tentang Hipotek.
Larangan yang sama terdapat pula dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lain, yaitu  pada pasal 12 UU No. 4 Tahun 1996 mengenai Hak
Tanggungan, Pasal 33 UU No. 42 Tahun 1999 mengenai Jaminan Fidusia.
b. Gadai
Gadai diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160
KUH Perdata. Pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH perdata adalah sebagai
berikut.
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu bar 
ang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang
lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya; dengan mengecualikan  biaya untuk melelang
barang tersebt dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya tersebut harus
didahulukan” 
Lembaga jamianan gadai dalam praktek perbankan hanya dipakai sebagai
jaminan tambahan, meskipun sebenarnya kreditur dalam hal debiturnya ingkar
janji, berhak untuk menjual objek gadai melalui pelelangan yang dilaksanakan
atas permohonan dari kreditur oleh Kantor Lelang Negara. Dalam hal objek
gadai adalah saham atau surat-surat berharga lainnya dapat dilakukan di tempat-
tempat tersebut, asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang dalam
perdagangan barang-barang itu.

c. Penanggungan Utang
Dalam bahasa Belanda disebut Borgtocht, dalam bahasa Inggris disebut
Guarantee, yang diatur dalam pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUH
Perdata, tidak banyak dipakai dalam  bisnis perbankan, dan andainya pun
dipakai, hanya sekedar sebagai jaminan tambahan. Hal itu disebabkan, oleh
karena baik dalam personal, maupun Corporate Guarantee, penanggung, Borg
atau Guarant, tetap menguasai harta yang dijaminkan, seperti telah tidak terjadi
apa-apa, dan ia tetap dapat secara leluasa menjual, mengoperkan dan
membebankan hartanya itu dengan lembaga jaminan yang lain, dengan
perkataan lain, justru oleh karena penanggung diperkenankan secara bebas
melakukan hal-hal itu, maka kreditur tidak terjamin secara sempurna.
Adapun pengertian dari penanggungan utang dalam pasal 1820 KUH Perdata
adalah sebagai  berikut.
“penanggungan utang adalah suatu perjanjian penjaminan utang yang sangat
terkait kepada  perorangan (individu atau badan hukum) yang mengikat dirinya
sebagai jaminan atas utang dari pihak peminjam dan pihak yang mengikat
dirinya disebut penaggung atau penjamin.”

2. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak tanggungan


UU No. 4 Tahun 1996 mengatur lembaga jaminan yang disebut Hak Tanggungan.
Lembaga jaminan hak tanggungan digunakan untuk mengikat objek jaminan utang
yang  berupa tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang
bersangkutan. Dengan  berlakunya UU No. 4 Tahun 1996, maka hipotek yang diatur
oleh KUH Perdata dan credit verband yang sebelumnya digunakan untuk mengikat
tanah sebagai jaminan utang, untuk selanjutnya sudah tidak dapat digunakan oleh
masyarakat untuk mengikat tanah sebagai  jaminan utang.
Sejak berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 pada tanggal 9 April 1996, pengikatan
objek  jaminan utang berupa tanah sepenuhnya dilakukan melalui lembaga jaminan
hak tanggungan.
Adapun pengertian hak tanggungan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996
adalah:
“Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentamg Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor terhadap kreditor-
kreditor lain.”
Ciri-ciri Hak Tanggungan
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa U No. 4 Tahun 1996 mempunyai ciri-ciri
sebagai  berikut.
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya.
b. Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapa pun objek tersebut
berada.
c. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas.
d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
3. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
a. Pengertian fidusia dan jaminan fidusia
1) Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemiliknnya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan  pemilik benda (pasal 1 angka 1).
2) Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertebtu, yang memberika kedudukan
diutamakan kepada  penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Pasal 1
angka 2).

b. Ciri-ciri jaminan fidusia diantaranya adalah :


1) memberikan hak kebendaan
2) memberikan hak didahulukan kepada kreditor 
3) memungkinkan kepada pemberi jaminan fidusia untuk tetap menguasai
objek jaminan utang
4) memberikan kepastian hukum
5) mudah dieksekusi

c. Ruang Lingkup Jaminan Fidusia


1) Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk
membebani  benda dengan jaminan fidusia (Pasal 2).
2) Undang-undang ini tidak berlaku terhadap hak-hak berikut:
a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan  perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas
benda-benda tersebut wajib didaftar (Pasal 3 huruf a)
b. Penjelasan Pasal 3 huruf a menjelaskan: berdasarkan ketentuan ini,
bangunan diatas tanah milik orang lain yan tidak dapat dibebani dengan
hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
c. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran dua puluh
M atau lebih (pasal 3 huruf b).
d. Hipotek atas pesawat terbang (Pasal 3 huruf c)
e. Gadai (Pasal 3 huruf d)
3) Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Penajminan Utang
Ketentuan hukum jaminan terdapat pula pada berbagai peraturan
perundang-undangan lain sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-
undang yang mengatur peminjaman utang. Beberapa di antara peraturan
pelaksanaan tersebut berupa Peratura Pemerintah (PP) misalnya PP No. 86
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya
Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, PP No. 27 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, dan atau peraturan dari departemen atau instansi yang
terkait, misalnya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mengatur antara alin tentang
penerbitan Akta Pemberian Hak Tanggungan . ketentuan dari peraturan
pelaksanaan kedua undang-undang tentang lembaga jaminan tersebut
merupakan pula bagian dari hukum  jaminan dalam rangka pengaturan
objek jaminan utang dan pengikatannya.
 
B. Peraturan Perundang-undangan Lain yang Berkaitan dengan Penjaminan Utang
Beberapa di antara ketentuan penjaminan utang yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan lain misalnya yang berupa undang-undang adalah sebagai berikut:
1. Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang
menetapkan tentang lembaga jaminan yang dapat dibebankan atas tanah dan disebut
Hak Tanggungan.
2. Pasal 12 A UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998, yang mengatur mengenai pembelian objek  jaminan
kredit oleh bank pemberi kredit dalam rangka penyelesaian kredit macet debitur.
3. Pasal 12 UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, yang menetapkan mengenai
pembebanan hipotek atas pesawat udara dan helicopter.
4. Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, yang menetapkan mengenai
pembebanan hipotek atas kapal.
5. Pasal 11 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, yang menetapkan tentang agunan untuk
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah oleh Bank Indonesia
kepada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek 
 

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kredit adalah Pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain, kredit
juga bisa diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit atau pembiayaan.
Jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh perjanjian
yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotik, hak tanggungan dan
fiducia.

 
B. SARAN
Semoga apa yang ada dalam makalah ini mampu menambah wawasan kita bersama
tentang Perjanjian Kredit dan Jaminan serta penulis berharap agar kita lebih
memperdalam ilmu yang berkaitan dengan Perjanjian Kredit dan Jaminan untuk kita
aplikasikan nantinya dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi manfaat bagi sesama. 

DAFTAR PUSTAKA
http://ciputrauceo.net

https://satujam.com

https://www.hukumonline.com
https://www.idx.co.id
https://www.masukuniversitas.com
http://www.ercolaw.com
https://media.neliti.com
http://materi4belajar.blogspot.com/

https://sahabatnesia.com

http://repository.unpas.ac.id

Anda mungkin juga menyukai