Anda di halaman 1dari 260

Prof. Dr.

ROCHIATI WIRIAATMADJA

METODE
PENELITIAN
TIN DAKAN
KE LAS
UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU DAN OOSEN

,111,i,.'; ._ Dlterbllkan Alas Karjasama ~


~~ PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA =
11!!1 Dang an ~
... PT .REMA.TA ROSDAKARYA ~- ==
RR.PK0083-04-2007

METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Penulis : Prof. Dr. Rochiati Wiriaahnadja

Desainer sampul : Iman Taufik

Diterbitkan oleh PT REMAJA ROSDAKARYA


JI. lbu Inggit Gamasih No. 40, Bandung 40252
Tip. (022) 5200287, Faks. (022) 5202529
e-mail: rosdakarya@rosda.co.id
Website: www.rosda.co.id
Anggota Ikapi
Cetakan pertama, September 2005
Cetakan kedua, Mei 2006
Cetakan ketiga, Januari 2007
Cetakan keempat, September 2007
Hak cipta dilindungi undang-undang pada Penulis
Dicetak oleh PT Remaja Rosdakarya Offset- Bandung

ISBN 979-962-517-6
~.-
~

••
Sambutan Direktur Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia

Ketersediaan sumber belajar yang banyak sangat diperlukan


oleh para mahasiswa pada jenjang pascasarjana. Dalam
mengembangkan bahan kuliah, para dosen biasanya merujuk
kepada berbagai sumber belajar yang relevan. Ketersediaan
buku teks yang ditulis sendiri oleh dosen pembina mata
kuliah pada jenjang pascasarjana masih jarang. Se-
sungguhnya, ketersediaan buku teks mata kuliah yang
ditulis sendiri oleh dosen pembina mata kuliah itu memiliki
beberapa keuntungan. Pertama, dosen yang berpengalaman
memiliki penguasaan yang baik mengenai struktur kajian
bidang ilmu yang ditekuninya, sehingga buku tersebut akan
memiliki keunggulan dibandingkan dengan buku yang
ditulis oleh penulis lainnya. Kedua, buku teks jenis ini,
akan memudahkan proses pembelajaran, karena baik dosen
maupun mahasiswa, dalam proses perkuliahannya, dengan
mudah dapat mengikuti struktur kajian keilmuan yang
sedang dibahasnya.
Program penulisan buku teks (buku ajar) pada Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia mendapat
respon yang sangat positif dari para pengajar. Program yang
dimulai pada tahun 2004 ini akan terus dilanjutkan,
iii
sehingga pada suatu saat seluruh dosen pembina mata
kuliah pada jenjang program magister memiliki kesempatan
menulis buku teks untuk mata kuliah yang dibinanya.
Kehadiran buku teks yang ditulis oleh Dosen Pasca-
sarjana Universitas Pendidikan Indonesia tersebut tidak
semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan internal
lembaga, namun demikian akan diperlukan pula oleh para
mahasiswa lembaga perguruan tinggi lainnya, para peneliti
dan ilmuwan, dan para pembaca masyarakat luas.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada Penerbit ROSDA yang telah
bersedia bekerjasama untuk menerbitkan buku-buku yang
dimaksudkan itu.

Prof. Dr. Asmawi Zainul, M.Ed.

iv
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah


SWT. penulis akhirnya dapat menyelesaikan naskah buku teks
ini. Maksud penulis untuk membantu para guru, dosen, dan
mahasiswa program pascasarjana untuk mengisi keperluan
bacaan mereka mengenai Metode Penelitian Pendidikan IPS,
khususnya Penelitian Tindakan Kalas. Mudah-mudahan
dengan buku teks yang ditulis dalam bahasa Indonesia ini,
kebutuhan mereka terpenuhi.
Panelitian Tindakan Kalas sering disingkat dengan PTK
atau Classroom Action Research, masih merupakan hal yang
baru dalam pilihan-pilihan epistemologis para penaliti, baik
yang dilakukan untuk keperluan menulis skripsi atau tesis,
maupun para guru atau dosen untuk kabutuhan peningkatan
keterampilan mengajarnya. Penelitian Tindakan Kelas mulai
diparkenalkan di Indonesia dan didorong untuk banyak
dilakukan oleh kalangan pandidik, sejak awal dekade tahun 90-
an, atau sejak tahun 1993 waktu upaya peningkatan kualitas
pendidikan di jenjang pendidikan dasar mulai dilaksanakan.
Sebagai buku teks, maka sasaran utamanya adalah para
mahasiswa PGSD, selajutnya mahasiswa strata satu dan dua.
Ada kemungkinan mahasiswa strata tiga memerlukan PTK juga,
apabila mereka memilih bentuk penelitian dan pengembangan
(Research and Development, atau R & D) untuk penulisan
disertasinya, dan pada tahap perta.ma untuk mencobakan suatu
model memilih Penelitian Tindakan Kelas sebagai bentuk peneli-
tiannya.

v
Namun demikian, buku teks ini dapat dimanfaatkan juga
oleh para guru atau dosen yang akan melakukan penelitian,
baik untuk kebutuhan praktis di lapangan, untuk peningkatan
teaching skills mereka, untuk peningkatan jenjang karir atau
bahkan untuk ikut kompetisi PTK yang secara berkala
dilakukan oleh Dikti atau lembaga lainnya di lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak akan dapat terbukti naskah ini apabila penulis tidak
dibantu dan didorong untuk mengerjakannya. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya, ter-
utama kepada:
1. Bapak Direktur Program Pascasarjana UPI, Prof. DR.
AsmawiZainul, M.Ed.
2. Bapak Asisten Direktur I PPS UPI, Prof. DR. Djam'an
Sartori, M.Ed.
3. Bapak Ketua Program Studi Pendidikan IPS, Prof. DR.
Helius Sjamsuddin, M.A., dan Sekretaris Prodi IPS, DR.
Bapak DR. Suryana, M.Si..
4. Para reviewer, yaitu Prof. DR. Helius Sjamsuddin, MA.,
Prof. DR. M. Djawad Dahlan, dan Prof. DR. Suwama Al
Muchtar, SH., M. Pd.
5. Para Alumni Program Pendidikan IPS SD dan Program Pro-
gram Pendidikan IPS yang bagian-bagian tesisnya dirujuk
sebagai contoh dan nama-namanya ditulis dalam Daftar
Pustaka.
6. Keluarga penulis, yang dengan sabar mengamati kesibukan
penulis di komputer.

Tidak ada gading yang tiada retak, tulisan ini pun tidak
luput dari kesalahan dan kekhilafan yang sepenuhnya merupa-
kan tanggung jawab penulis, untuk itu penulis mohon maaf
sebesar-besarnya. Mudah-mudahan masih ada kesempatan
untuk meluruskan dan memperbaikinya.
Semoga Allah SWT. memberikan taufik dan hidayah-Nya
kepada kita semua.

Bandung, September 2005

Penulis
Vl
Daftar Isi

Sambutan Direktur Program Pascasarjana


Universitas Pendidikan Indonesia - ill
Kata Pengantar - v

BAGIAN I
KONSEP PENELITIAN TINDAKAN KELAS - 1

BAB 1 Penelitian Tindakan Kelas - S


Awal Perkembangan Penelitian Tindakan Kelas - 4
Pengaruh Aliran Postmodernisme - 5
Tradisi Penelitian Kualitatif - 7
Apa yang Disebut Penelitian Tindakan Kelas? - 11
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas - 13

BAB 2 Kerangka Filsafah Penelitian Tindakan Kelas - 23


Sejarah Singkat Penelitian Tindakan Kelas - 23
Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
yang Emansipatoris dan Membebaskan (Liberating) - 25
Retleksi, Refleksi-diri, dan Pembelajaran yang Reflektif - 27
Penelitian Tindakan Kelas dalam Konteks
Rasa Percaya Diri dan Harga Diri - 29
Beberapa Catatan Mengenai Pencapaian Kebenaran dalam
Penelitian - 31
Pedoman Etik bagi Guru/Dosen yang Meneliti - 34

vii
BAB S Guru atau Dosen sebagai Peneliti - 41
Mengapa Guru Harus Meneliti? - 42
Penelitian dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran - 44
Pegangan Guru sebagai Peneliti - 50
Mengapa Dosen Harus Meneliti? - 50
Makna Penelitian Tindakan Kelas
bagi Dosen dan Mahasiswa - 54

Bab 4 Model-Model Penelitian Tindakan Kelas - 61


Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 4 - 70

BAGIAN n
PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS - 73

Bab 5 Menentukan Permasalahan


dan Fokus Penelitian - 79
Fokus Permasalahan - 79
Mengidentifikasi Permasalahan Penelitian - 82
Menganalisis Permasalahan Penelitian - 83 .
Membentuk Kerangka Pemikiran atau Paradigma - 84
Menyusun Hipotesis - 87

BAB 8 Prosedur Pengumpulan Data - 95


Merencanakan Langkah-Langkah Penelitian - 95
Peranan Peneliti Sebagai Instrumen
Penelitian Tindakan Kelas - 96
Organisasi Penelitian Tindakan Kelas
dan Peranan Anggota Tim Peneliti - 97
Bebarapa Hal tentang Observasi - 104
Tiga Fase Observasi - 106
Beberapa Metode Observasi - 107
Observasi Terfokus - 112
Observasi Terstruktur - 114
Observasi Sistematik - 115
Bentuk Lain Teknik Pengumpulan Data - 117
Wawancara - 117
Dokumen Sebagai Sumber Data - 121

viii
Wawancara - 117
Dokumen Sebagai Sum.her Data - 121
Rekaman Foto, Slide, Tape dan Video - 121
Gambaran Umum tentang Pengumpulan Data - 122
Catatan Harian - 123
Berbagai Hal tentang Catatan Lapangan - 125

BAB 7 Analisis Data Lapangan - 135


Beberapa Pandangan Mengenai Analisis Data - 135
Langkah-Langkah Menganalisis Data - 139.
Kode dan Mengkoding - 139
Catatan Pinggir dan Catatan Reflektif- 142
Catatan Pinggir-144
Pandangan Lain mengenai Analisis Data/Lapangan - 145
Pembuatan Matriks-147

BAGIANill
KEBERHASILAN TINDAKAN KELAS - 155

BAB 8 Validasi Data dan Kredibilitas F'enelitian - 157


Kredibilitas Sebuah Penelitian - 158
Wacana Mengenai Standard dalam Penelitian Kualitatif - 159
Wacana Validasi dalam Kajian Kualitatif- 161
Wacana Verifikasi dalam Penelitian Tindakan Kelas
menurut Borg dan Gall - 164
Prosedur dan Pelaksanaan Validasi dari Hopkins - 168

BAB 9 Penafsiran Data - 177


Problema yang Dihadapi Peneliti Waktu Menafsirkan - 177
Mengkonsolidasikan Teori - 179
Mengaplikasikan Teori - 180
Membuat Sintesis - 183
Membuat Persamaan, Analog, dan Metafora - 184
Penafsiran dalam Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Hopkins - 186

lX
BAB 10 Menyusun Laporan Penelitian -198
Menyusun Laporan Penelitian secara Umumnya - 194
Membuat Laporan Penelitian secara Akademik - 198
Menuliskan Laporan Penelitian untuk Jurnal - 211
Penulisan Laporan Penelitian untuk Hibah Penelitian - 212

BAB 11 Dampak Penelitian Tindakan Kelas Terhadap


Kinerja Pendidik, Sekolah/Perguruan Tinggi, dan
Pendidikan - 217
Wacana Mengenai Pembaharuan Pendidikan- 217
Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru - 220
Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen - 222
Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi
Pembaharuan Sekolah - 226
Menyesuaikan Visi Pendidikan Lanjutan (Higher Leaming)
di Perguruan Tinggi dengan Tuntutan Masa Depan - 233

Glosarium. - 245
Daftar Pustaka - 254

x
BAG/AN/

KONSEP PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 1
Penelitian TindakanKelas

Pengantar
Apa yang disebut penelitian tindakan kelas (PTK)? Apa
sumbangannya bagi perbaikan pendidikan? Pertanyaan-
pertanyaan ini dibahas dalarn bah ini, demikian juga pandangan
mutakhir dari aliran baru dalam filsafat ilmu yang menjadi
pembuka bagi model penelitian mengenai berbagai fenomena
sosial dan kemanusiaan, termasuk pendidikan.

Tujuan
Setelah membaca dan mengkaji bah ini, diharapkan pembaca
termasuk guru/dosen mengetahui dan memahami:
• Penggunaan istilah penelitian tindakan kelas.
• Pengaruh postmodernisme terhadap penelitian tindakan
kelas.
• Tradisi penelitian kualitatif.
• Penjabaran istilah atau definisi Penelitian Tindakan Kelas
• Beberapa contoh Penelitian Tindakan Kelas

3
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Awai Perkembangan Penelitian Tindakau Kelas


Penelitian kualitatif akhir-akhir ini berkembang dengan pesat
melalui berbagai kajian permasalahan kemanusiaan. Metode-
metode, teori-teori, ataupun basil-basil penelitian telab
terakumulasi sebingga membentuk tradisi penelitian yang
berbeda dengan yang selama ini dilakukan. Penelitian kualita-
tif di bidang pendidikan berakar pada banyak disiplin ilmu,
termasuk ke dalamnya penelitian-penelitian yang dilakukan
pada ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi,
atau sejarah; juga pada bumaniora seperti sastra, filsafat,
ataupun seni; serta pada kajian-kajian interdisipliner lainnya.
Sebagai contob,etnografi berasal dari antropologi, teori
grounded dari sosiologi, dan biografi dari sejarah; selanjutnya
berkembang menjadi cabang-cabang spesialisasi seperti etno-
grafi kritis atau fenomenologitransendental (Creswell, 1998:3).
Salah satu bentuk kajian inkuiri yang termasuk kualitatif
adalah penelitian emansipa:toris tindakan (emancipatory action
research) (Gall, Gall dan Borg; 2003: 477), yang merupakan
studi mikro untuk membangun ekspresi kongkrit dan praktis
aspirasi perubaban di dunia sosial (atau pendidikan) untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas kinerja para praktisi-
nya (Kemmis, dalam Supriadi; 1998).
Penelitian emansipatoris tindakan ini, yang pemakaian atau
penamaannya berbeda-beda, seperti penelitian kelas (classroom
research) karena penelitian untuk perubaban perbaikan itu
dilakukan di ruang kelas (Hopkins, 1993:1). Namun Hopkins
sendiri kemudian memakai istilah classroom research in action
atau classroom action research pada saat penelitian itu
memasuki tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan, dengan
alasan babwa istilah penelitian kelas mengingatkan kepada
penelitian yang dilakukan oleb para peneliti pendidikan (edu-
cational researchers) dengan menjadikan guru dan siswa
sebagai objek penelitian yang berada di luar orbit kehidupan
mereka (Hopkins, 1993:8). lstilah educational action research
(Kemmis, 1993) dipakai juga untuk jenis penelitian tindakan
yang dilakukan untuk menghadapi berbagai masalah dan isu
pendidikan. Dalam perkuliahan sehari-hari, istilsh yang
digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (disingkat PTK)
atau Classroom Action Research.

4
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PengaruhAliran Postmodernisme
Tidak dapat dipungkiri, bahwa para peneliti kualitatif banyak
yang terpengaruh oleh aliran pascamodern (postmodernism),
yang menghendaki pendekatan inkuiri yang menolak upaya-
upaya ilmiah dari kemapanan penelitian profesional yang
cenderung berstruktur kekuasaan (Gall, Gall, dan Borg,
2003:476).Penelitian demikian disebut juga sebagai penelitian
pascapositifistik, untuk membedakannya dengan penelitian
yang memakai alur pikir hipotetik-deduktif-verifikatif.
Isu mengenai postmodernisme sudah duapuluh tahun lebih
menjadi perdebatan kontroversial di kalangan cendekiawan,ter-
utama di Barat. Adapun yang dimaksud dengan aliran pasca-
modern atau postmodernism atau postmodernisme ialah
merujuk pada gerakan estetik yang berkembang pada tahun
1980-an di kalangan berbagai disiplin ilmu seperti arsitektur,
sastra, seni, sosiologi, mode/fashion, dan teknologi (http: I I
www.colorado.edu/Englishlfilages/pomo.html). Pada waktu itu,
di kalangan cendekiawan Perancis terbit karya Jean-Francois
Lyotard yang berjudul Postmodern Condition (1979),yang isinya
mengkritik landasan keilmuan yang holistik, dasar-dasar dari
kenyataan kebenaran secara metafisik, dan terhadap teori-teori
besar (grand narratives/grand theories) yang dijadikan ukuran
pembenaran kenyataan tersebut (http: I I www. press.jhu.edu I
hopkins-guide-to literary-theory Ipostmodernism. html)
Secara sederhana, gerakan ini menunjuk kepada aliran
berpikir yang berkembang sesudah periode modernisme. Agar
lebih jelas, dalam konteks sejarah, aliran modernisme sendiri
berkembang pada zaman Pencerahan atau pada abad ke-18
(kurang lebih tahun 1750), dan dilandasi di bidang keilmuan
dengan rasio, atau rasionalitas sebagai bentuk tertinggi dalam
fungsi mental yang ditandai dengan objektivitas. Pengetahuan
yang dicapai melalui sains menghasilkan kebenaran universal
mengenai dunia, dan kebenaran yang dicapai melalui sains
akan membawa peningkatan dan kemajuan kepada kemanusia-
an. Akal atau rasio atau reason menentukan kebenaran, dan
selanjutnya apa yang baik dan benar (legal dan ethical). Maka
sains, yang bersifat objektif dan netral berfungsi sebagai
paradigma dari setiap bentuk pengetahuan yang berguna bagi
masyarakat.

5
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Di lain pihak, aliran pascamodern berpendapat, bahwa ada


kebenaran dan alternatif lain yang mengkritik iklim keilmuan
yang melembaga dalam tradisi Barat, dengan mencari di
tempat-tempat lain dan dengan pandangan baru (McGowan,
makalah dalam website internet di hlm.3, 1997). Apabila
disimpulkan, aliran pascamodern merupakan bentuk kegelisah-
an kaum intelektual periode akhir abad ke-20 terhadap
berbagai hubungan antara seni dengan konteks sosial, antara
praktek-praktek budaya dengan pelestarian dan perubahan
dalam masyarakat, dalam keruntuhan landasan berpikir
filosofisyang tradisional vis a ois bentuk kritik terhadap status
quo, dan kemajemukan yang tum.huh dalam tradisi Barat yang
kurang toleran terhadap perbedaan yang diutarakan oleh
banyak suara, pertanyaan, bahkan konflik.
Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi, aliran
pra-modernisme ditandai oleh kapitalisme pasar, sedang di
bidang teknologi ditandai oleh mesin yang didorong oleh
tenaga uap; sedang modernisme ditandai oleh kapitalisme
monopoli dengan teknologi yang mengandalkan tenaga listrik
dan motor yang digerakkan oleh proses pembakaran di dalam
(combustion). Postmodernisme ditandai oleh perekonomian glo-
bal dengan perusahaan multinasional dan kapitalisme konsu-
mer, dengan teknologi listrik dan tenaga nuklir.
Apa yang digugat oleh para peneliti aliran pascamodern
atau penelitian pascapositifistik (postpositivism) terhadap
tradisi penelitian positivistik antara lain ialah:
• Kecenderungannya yang deterministik.
• Kecenderungan mereduksi, termasuk fenomena kema-
nusiaan yang harus tunduk kepada satu perangkat dalil
atau teori saja.
• Pengaruh peneliti sangat menentukan, seperti tampak
dalam definisi permasalahan, instrumentasi, pengumpulan
data dan analisisnya, serta manfaat basil penelitian, dengan
mengesampingkan hak-hak responden.
• Tekanan penelitian pada etic, dengan perspektif luar (yang
objektif) dan mengesampingkan emic, yaitu penelitian yang
mencakup perspektif dalam (yang subjektiO (Lincoln dan
Guba, 1985:24-27).

6
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Penelitian yang mengacu pada aliran postmodernisme


menolak teori-teori besar (grand narratives), lebih menyukai
"mini-narratives" (Klages, 2003), yang menjelaskan praktek-
praktek terbatas atau peristiwa lokal (ingat pemeo "think glo-
bally, act locally"), yang bersifat situasional, profesional,
temporer, dan kondisional; serta tidak berpretensi ke arah
generalisasi,kebenaran universal, atau stabilitas.
Postmodernisme berargumen, bahwa ilmu pengetahuan
atau knowledge adalah suatu wacana yang menggambarkan
berbagai kumpulan kata-kata dan citra yang berguna bagi
budaya tertentu, serta dikembangkan dengan bahasa dan
sumber-sumber yang penuh makna dalam budaya tersebut;
sehingga budaya-budaya yang berbeda dapat melihat dan
menampilkan wacana dengan cara-cara yang berbeda pula.
Apabila dilanjutkan, maka pandangan dari sebuah budaya
tertentu tentang dunia yang dianggapnya sebagai suatu
kebenaran universal, menggambarkan asumsi-asumsi politik
yang ambisius dari pendukung kebudayaan tersebut di atas;
dan sebagai akibatnya penelitian-penelitian yang mengacu
kepada pola pandang itu cenderung memaksakan kultur Barat,
dan kurang memperhatikan budaya-budaya setempat (Lemke,
makalah internet, hlm. 3, 1994).
Karena perkembangan awal postmodernisme terjadi di
bidang-bidang bahasa dan sastra, maka secara epistemologis,
penelitian-penelitian mereka merujuk kepada pendekatan-
pendekatan fenomenologi dan semiotik karena konstruk
kebermaknaan yang mereka utaroakan dalam kedua metode itu
sangat kuat dan kaya.
Dengan uraian tentang postmodernisme di atas, maka
cliharapkandapat dipahami pengaruh-pengaruh yang masuk ke
dalam pola pikir yang melatarbelakangi perkembangan model
penelitian tindakan kelas.

Tradisi Penelitian Kualitatif


Yang dimaksud dengan tradisi penelitian ialah, apabila
sekelompokilmuwan sepakat dalam hal hakikat universal dari
pertanyaan atau pennasalahan sah (legitimate) yang sedang
dikaji, berikut teknik-tekniknya untuk mencari penyelesaian
(Jacob dalam Gall, Gall, dan Borg, 2003:476). Sedangkan
7
PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Creswell (1998:15) menjabarkan, bahwa penelitian kualitatif


adalah sebuah proses inkuiri yang menyelidiki masalah-ma-
salah sosial dan kemanusiaan dengan tradisi metodologi yang
berbeda. Peneliti membangun sebuah gambaran yang kompleks
dan holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan
atau opini para informan, dan keseluruhan studi berlangsung
dalam latar situasi yang alamiah/wajar (natural setting).
Sebagai contoh dikemukakan tradisi penelitian etnografis,
yang perhatian para ilmuwannya terfokus kepada hakikat
kebudayaan dan fungsinya, telah mengembangkan metode-
metode tertentu dalam inkuiri mereka. Penelitian mereka
telah menghasilkan batang tubuh (body of knowledge) mengenai
berbagai aspek kebudayaan, termasuk ke dalamnya budaya
sekolah dan peranan pendidikan dalam berbagai kebudayaan di
dunia. Para penelitinya mempunyai perhatian yang sama dalam
fenomena tertentu, metode-metodeinvestigasinya, serta dalam
perangkat konsep dan teorinya.
Karena penelitian dan kegiatan ilmiah merupakan ke-
giatan/interaksi sosial, maka para peneliti yang bekerja dalam
berbagai tradisi penelitian dipengaruhi oleh pekerjaan peneliti
lainnya, dan terjadi silang fertilisasi dari berbagai pengaruh.
Perubahan dan transformasi terjadi tidak hanya dalam cakupan
paradigma filosofis dan akademik, melainkan juga dalam
konteks sosial yang lebih luas tentang bagaimana upaya ilmiah
ini dilakukan. Adakalanya juga para peneliti dari tradisi
penelitian yang sama mempunyai perbedaan pendapat tentang
aspek epistemologis atau aspek penelitian lainnya, karenanya
upaya-upaya para peneliti akan saling mengisi dalam mereview
dan melaksanakan kajian penelitian. Berikut ini adalah bagan
tradisi penelitian kualitatif berdasarkan fenomena yang
diinvestigasi:

8
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAGAN 1

Tnictlsli Penelltlan.
M;"'e~t1 __ ....;,
.._:

I. lnvestlgasl Pengalaman Hldup


1. Pslkologl Kognltlf 1. Struktur dan proses mental lndlvldu
dalam berbagal situasl
2. Rlwayat hidup 2. Pengalaman hldup seseorang
berdasarkan persepsinya
3. Fenomenografl 3. Konseptuallsasl seseorang tentang
kenyataan
4. Fenomenologl 4. Kenyataan sepertt tampaknya bagI
seseorang

II. lnvestlgasl Masyarakat & Kebudayaan


1. Kajian kebudayaan dan 1. Hubungan kekuasaan dalam sebuah
teori kritts kebudayaan
2. PenelittanTlndakan 2. Upaya reffeksl dlri para prakttsl untuk
Emanslpatoris menlngkatkan kinerjanya
3. Etnografl 3. Karekteristlk pola dan penampllan
kebudayaan
4. Etnometodologi 4. Aturan-aturan yang menjadl pegangan
interaksl soslal sehari-hari
5. Struktur analisls 5. Struktur logls dari kejadlan perisliwa
soslal
6. lnteraksi simbolik 6. Pengaruh lnteraksi sosial terhadap
struktur soslal dan ldentlfikasl diri

Ill. lnvestlgasl Bahasa & Komunlkasl


1. Analisis lsi Etnogratis 1. Isl dokumen dalam perspeksitf kultural
2. Etnograti Komunlkasi 2. Bagaimana anggota kelompok suatu
budaya menggunakan pldato dalam
kehldupan sosialnya
3. Etnosains 3. Sistem semantlk dalam suatu
kebudayaan
4. Hermeneutik 4. Proses untuk memahami makna
sebuah teks
5. Analisis naratif 5. Penyajian dan penjelasan yang
terorganisasi dari pengalaman
kemanusiaan
6. Semiotik 6. Makna darl tanda atau simbol
7. Strukturalisme dan post- 7. Properti slstemlk dari bahasa. teks,
struralisme dan fenomena lainnya

(dari Gall, Gall. dan Borg. 2003:477)

9
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Dari bagan tersebut, jelaslah bahwa posisi penelitian


tindakan emansipatoris berada dalam tradisi penelitian
kualitatif, dan selanjutnya bahasan secara mendetail akan
dilakukan pada tahapan berikutnya.
Desain kualitatif yang ditampilkan dalam paradigma kuali-
tatif berbeda dengan desain paradigrna kuantitatif. Paradigrna
(Kuhn, 1970) yang banyak digunakan dalam ilmu-ilmu sosial
dan kemanusiaan adalah cara untuk memahami fenomena.
Paradigma menyajikan sebuah pandangan dunia, asumsi-
asumsi tentang dunia sosial, bagaimana telaah ilmiah harus
dilakukan, apa yang termasuk masalah dan kriteria pem-
buktian. Jadi paradigma mencakup baik teori dan metode
(Creswell, 1994:1).
Dalam paradigms kualitatif, asumsi-asumsi ontologi
menunjukkan bahwa kenyataan seperti yang dilihat oleh para
peserta penelitian adalah subjektif dan majemuk; sedang
secara epistemologi, para peneliti berinteraksi dengan yang
diteliti; secara aksiologisangat berbobot nilai, dan bias. Bahasa
yang digunakan dalam penelitian sifatnya informal, dengan
suara yang bersifat pribadi, kata-kata yang digunakan ber-
karakteristik kualitatif, berkembang ke arah kesimpulan dan
keputusan. Proses yang berlangsung dalam prosedur kualitatif
memakai metode induktif, memunculkan desain (emerging de-
sign), kategori yang dipakai sebagai kriteria diidentifikasi
selama proses berlangsung. Sedangkan pola atau teori dikem-
bangkan untuk tercapainya pemahaman dalam tataran uer-
stehen. Akurasi dan derajat keterpercayaan penelitian kuali-
tatif dilakukan dengan berbagai cara verifikasi.
Berikut adalah rangkuman dari karakteristik penelitian
kualitatif:
1. Penelitian kualitatif berlangsung dalam latar alamiah,
tempat kejadian dan perilaku manusia berlangsung.
2. Penelitian kualitatif berbeda asumsi-asumsinya dengan
desain kuantitatif, teori atau hipotesis tidak secara apriori
diharuskan.
3. Peneliti adalah instrumen utama penelitian dalam pengum-
pulan data.
4. Data yang dihasilkan bersifat deskriptif, dalam kata-kata.
5. Fokusdiarahkan kepada persepsidan pengalaman partisipan.

10
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

6. Proses sarna pentingnya dengan produk, perhatian peneliti


diarahkan kepada pemaharnan bagaimana berlangsungnya
kejadian.
7. Penafsiran dalarn pernaharnan idiografis, perhatian kepada
partikular, bukan kepada rnernbuat generalisasi.
8. Memunculkan desain, peneliti mencoba merekonstruksikan
penafsiran dan pernahaman dengan sumber data manusia.
9. Mengandalkan kepada tacit knowledge (intuitive and felt
knowledge), maka data tidak dapat dikuantifikasi karena
apresiasi terhadap nuansa dari rnajernuknya kenyataan.
10. Objektivitas dan kebenaran dijunjung tinggi, narnun
kriterianya berbeda karena derajat keterpercayaan didapat
melalui verifikasi berdasar koherensi, wawasan, dan
rnanfaat. (Creswell, 1994:162-163).

Apa yang Disebut Penelitian Tindakan Kelas?


Ada banyak persoalan yang dihadapi guru pada waktu ia
berdiri di depan kelas. Berbagai solusi atau cara penyelesaian
masalah juga sudah banyak dibahas dalarn berbagai telaah
penelitian akadernik, baik dalam laporan penelitian berbentuk
artikel atau pada jenjang skripsi, tesis, bahkan disertasi. Akan
tetapi, guru tidak dapat memaharninya, apalagi mengapli-
kasikannya dalam pernbelajaran sehari-hari, terutama karena
berbagai kendala. Misalnya, guru tidak terlalu mernaharni
teori-teori yang dijadikan landasan atau alat analisis penelitian
tersebut. Apa yang rnereka butuhkan adalah penelitian
pendidikan yang rnembatasi kegunaannya kepada kebutuhan
sehari-hari, agar dapat dimanfaatkan guru yang ingin rnemper-
baiki kinerjanya.
Maka untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru dapat
menggunakan penelitian kelas. Pengertian penelitian tindakan
kelas, untuk mengidentifikasi penelitian kelas, adalah peneli-
tian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan
tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalarn
disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami
apa yang sedang terjadi, sarnbil terlibat dalam sebuah proses
perbaikan dan perubahan (Hopkins, 1993:44).
Rapoport (1970, dalam Hopkins, 1993) rnengartikan pene-
litian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam

11
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam


situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial
dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati
bersama.
Sedangkan Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian
tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan
secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk
pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan
dari a) Kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka b)
pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek
pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksana-
nya kegiatan praktek ini.
Ebbutt (1985, dalam Hopkins, 1993) mengemukakan peneli-
tian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan
pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan
melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, ber-
dasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-
tindakan tersebut. Sedangkan Elliott (1991) melihat penelitian
tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan
kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi
sosial tersebut.
Penelitian kelas oleh guru dapat merupakan kegiatan
reflektif dalam berpikir dan bertindak dari guru. Dewey (1933)
mengartikan berpikir reflektif dalam pengalaman pendidikan
sebagai selalu aktif, ulet, dan selalu mempertimbangkan segala
bentuk pengetahuan yang akan diajarkan berdasarkan ke-
yakinan adanya alasan-alasan yang mendukung dan memikir-
kan kesimpulan dan akibat-akibatnya ke mana pengetahuan itu
akan membawa peserta didik (Dewey dalam Thornton, 1994:5).
Sebagai contoh, dalam pendidikan IPS tanpa berpikir reflektif
seorang guru cenderung mengajar dengan hanya menyampai-
kan pengetahuan hafalan saja berupa sejumlah informasi
tentang tahun-tahun dan peristiwa, dengan kemungkinan besar
tidak relevan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Sedangkan tindakan reflektif guru dalam praktek sehari-
harinya, yang harus banyak melakukan pengambilan kesim-
pulan, dan untuk mencapai kesimpulan yang benar itu ia perlu
bereksperimen dan melakukan tes. Logika pertumbuhan me-
nyuruhnya ia memikirkan saran-saran perbaikan, mengujinya
melalui pengamatan objek dan peristiwa, mengambil kesim-

12
METODE PENELITIAN TINDAKAM KELAS

pulan, mencobanya dalam tindakan, yang membuktikan ke-


handalan perbaikan itu, atau menyambut perbaikan, atau me-
nolaknya sama sekali (Dewey,1933dalam Mathison, 1994:23).
Secara ringkas, penelitian tindakan kelas adalah bagaimana
sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka
sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan
dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh
nyata dari upaya itu.

Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas


Untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang penelitian
tindakan kelas, berikut ini disajikan beberapa contoh dalam
melakukan kegiatan tersebut.

1. Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS di Sekolah


Dasar Melalui Pendekatan Cooperative Learning (2001)
Penelitinya adalah KR., seorang pendidik di Lembaga Pen-
didikan Guru setempat, yang ingin memperkenalkan
penelitian kelas dan metode pembelajaran kooperatif dalam
IPS kepada guru SD kelas V di kota itu yang menjadi mitra
dalam penelitian ini. Mitra guru ini berpendidikan D-11
PGSD,telah berpengalaman mengajar selama 12 tahun, dan
telah mengikuti penataran untuk beberapa aspek mengajar
di SD. Pada tahap orientasi, KR menemukan bahwa mitra
guru SD memberikan pelajaran IPS dengan cara eksposi-
torik, yang sebagian besar waktu mengajarnya digunakan
untuk ceramah, memberikan informasi, dan menjelaskan.
Hanya sebagian kecil waktu belajar mengajar yang diguna-
kan untuk kegiatan siswa, itu pun hanya untuk mencatat
dan melaksanakan evaluasi. Maka dalam diskusi yang
dilakukan berikutnya KR menawarkan model pembelajaran
"cooperative learning process" kepada mitranya untuk
dicoba. Setelah KR memberikan penjelasan dan arahan
tentang bagaimana pembelajaran kooperatif itu dilaksana-
kan dan untuk tujuan apa, mitra guru bersedia untuk
mencobanya. Kegiatan tindakan yang dilakukan dalam
empat siklus dengan penyaji mitra guru dan dengan KR

13
l'ENELITIAN TINOAKAN KELAS

sebagai pengamat, menghasilkan peningkatan kinerja guru


dalam memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik
dengan kemampuan untuk membagi kelas dalam kelompok
kerja dan diskusi, membagikan tugas kelompok, memimpin
dan melakukan fungsi fasilitator dan mediator dalam
diskusi kelompok dan kelas, melakukan penilaian proses
dan hasil belajar. Sedangkan pada pihak siswa, terjadi
peningkatan belajar dalam bentuk kelompok dan bukan
hanya bentuk belajar individual, kerjasama, membuat dan
melaksanakan tugas, berpartisipasi dalam diskusi kelom-
pok dan kelas dengan mengemukakan pendapat dan
. bertanya, serta belajar menghargai pendapat siswa lain.
Hasil-hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan ini
berasal dari observasi KR, catatan lapangannya, wawancara
dengan siswa, mitra guru, guru lain dan kepala sekolah,
serta nilai-nilai yang dicapai siswa baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam basil belajar akhir (dengan
batas kelulusan 7 ,5 menunjukkan kenaikan prestasi antara
53,03%sampai 73,45%). Yang lebih berarti, di samping basil
belajar, ialah meningkatnya keterampilan sosial siswa yang
mendorong aktifitas belajar dengan lebih berani bertanya
dan mengemukakan pendapat, bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas, dan bekerjasama dengan sesama
siswa. KR merekomendasikan untuk menyebarluaskan
model pembelajaran kooperatif ini kepada kepala sekolah
dan kepada lembaga pendidikan setempat.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu (Model Webbed) untuk


JPS SD dengan Terna Transportasi dalam Kehidupan (2003)
ER adalah seorang kepala sekolah SD di sebuah kota tepi
pantai. Ia mempunyai rasa tanggung jawab terhadap anak
buah yang dipimpinnya, para guru, agar mereka melakukan
tugas mengajarnya dengan baik. Ia melihat, bahwa karena
keinginan guru dan orangtua murid untuk berhasil dalam
ujian dengan NEM yang tinggi, guru cenderung menyajikan
pembelajaran ditekankan kepada penguasaan bahan seba-
nyak-banyaknya, dan karenanya metode ceramahlah yang
paling banyak dilakukan guru, terutama di kelas VI. ER
ingin agar guru mulai mengubah kecenderungan hanya

14
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

menggunakan metode ceramah di kelas, dengan meng-


gunakan metode-metode pembelajaran yang bervariasi.
Karena SD, para siswa berada pada rentangan usia antara 6
sampai 12 tahun, maka pembelajaran harus menyesuaikan
diri dengan perkembangan usia, kemampuan fisik, intelek-
tual dan emosional anak agar mencapai hasil belajar yang
memuaskan. Pada usia itu, anak cenderung melihat dunia
secara utuh, dan tidak parsial; melihat realitas secara
kongkrit dan belum abstrak. Untuk merujuk kepada
konsep-konsepbelajar seperti itu, maka ER tergugah untuk
memeriksa apakah pembelajaran terpadu sudah dilaksana-
kan oleh para guru di SD yang dipimpinnya atau belum/
tidak. Maka direncanakanlah oleh ER untuk mencoba model
pembelajaran "integrated learning process" dengan menga-
jak seorang guru kelas IV untuk menyajikannya. Guru yang
menjadi mitra dalam penelitian tindakan kelas ini mem-
punyai latar belakang pendidikan D-II/PGSD dengan
pengalaman mengajar selama 18 tahun. la juga telah
mengikuti berbagai penataran untuk mengajarkan IPA, IPS,
CBSA,dan pengembangan kurikulum. Ia juga ingin melihat
bagaimana pembelajaran terpadu itu sebenarnya harus
dilakukan, jadi ia antusias untuk mencobanya. Sedangkan
siswa kelas IVA yang menjadi subjek penelitian berjumlah
45 orang yang sudah dikelompokkandalam gender, prestasi
akademis, dan status sosial ekonomi orangtua.
Pada tahap perencanaan, dengan berdiskusi ER mem-
persiapkan mitra guru untuk memahami model pem-
belajaran ini beserta perlengkapannya berupa bagan-bagan
dan cara bagaimana keterpaduan topik IPS mengenai
transportasi dijalinkan dengan IPA, Matematika, Bahasa In-
donesia, PKN, dan KTK dalam bentuk bagan jaring laba-
laba, Pada tahap pelaksanaan, mitra guru masih meng-
hadapi kesulitan dalam menerapkan bagan terhadap topik,
dan terlalu terpaku kepada keterampilan proses daripada
pengembangan konsep, sehingga pada diskusi dan analisis
yang dilakukan ER dengan mitra guru setelah pelaksanaan,
dilihat kembali bagian-bagian yang masih lemah untuk
kemudian ditampilkan lagi pada siklus berikutnya.
Setelah empat siklus, ER berkesimpulan bahwa penerapan

15
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

model pembelajaran terpadu (webbed) atau jaring laba-laba


memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan
kualitas pembelajaran, karena guru tidak hanya me-
mentingkan produk belajar saja melainkan berorientasi juga
kepada proses belajar siswa. Kecuali terjadi peningkatan
hasil belajar siswa tercapai juga basil "nurturant"nya,
seperti keberanian bertanya dan kreativitas siswa, serta
suasana kelas yang lebih menunjukkan gairah belajar.

3. "Conflict Resolution" dalam Pembelajaran Sejarah sebagai


Sarana PengembanganKesadaran Sejarah Siswa (2004).
HI adalah seorang guru di sebuah SMA swasta, ia juga
masih menempuh studi pada Program Pascasarjana UPI.
Untuk penelitian akhirnya ia mengembangkan sebuah
penelitian tindakan kelas dengan tema resolusi konflik
dalam pembelajaran sejarah di sebuah SMA negeri dengan
bantuan mitra guru yang mengajar di sekolah tersebut. HI
melihat bahwa dengan karakteristik masyarakat bangsa In-
donesia yang pluralistik, kebutuhan akan kemampuan
menghadapi dan mengelola konflik merupakan suatu
keharusan. Karena itu pendekatan resolusi konflik dalam
pembelajaran sejarah akan memberikan beberapa kemam-
puan kepada peserta didik, seperti kesadaran akan per-
bedaan dan menerimanya sebagai sesuatu yang wajar, serta
menanamkan rasa empati dan toleransi yang diperlukan
dalam pergaulan antaranggota masyarakat yang multi-
kultural. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan
resolusi konflik, siswa juga belajar berbagai keterampilan
sosial seperti keterampilan mengelola emosi, keterampilan
berkomunikasi, melakukan mediasi dan negosiasi, bekerja
sama, dan mengambil keputusan. Dengan berbagai pema-
haman dan keterampilan yang dikembangkan dalam pende-
katan resolusi melalui pembelajaran sejarah, HI berharap
para siswa yang tergolong remaja dan rawan terhadap
situasi konflik akan mengembangkan kepribadian yang
mampu menerima perbedaan, mampu mencegah terjadinya
konflik secara terbuka, dan mampu menyelesaikan konflik
yang dihadapi dalam lingkungan kehidupan sehari-harinya.
Setelah melakukan orientasi untuk mengenal lingkungan

16
METOOE PENEL!TIAN TINDAKAN KELAS

dan suasana belajar di kelas, HI bersama mitra guru mulai


merancang pembelajaran sejarah yang mengandung tindak-
an resolusi konflik dengan melakukan persiapan-persiapan
seperti menyusun skenario pembelajaran dengan langkah-
langkah yang perlu diambil, menyediakan fasilitas pendu-
kung pembelajaran, menyediakan alat-alat observasi, dan
memikirkan bentuk evaluasi proses atau produk belajar
untuk siswa.
Dari basil observasi siklus-siklus awal terlihat beberapa
kondisi yang tidak begitu kondusif untuk belajar sejarah,
antara lain karena kelas terlalu besar dengan jumlah siswa
sebanyak 47 orang, disiplin para siswa rendah, perhatian
dan minat belajar sejarah kurang karena siswa menganggap
tidak ada hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-
hari, bahkan merupakan beban karena harus banyak
membaca. HI berharap dapat mengubah kondisi ini dengan
memasukkan variasi model pembelajaran sejarah, antara
lain memulai pembelajaran dengan entry behaoior yang
bertitik tolak dari konsep siswa, memperbanyak tanya
jawab dengan siswa, menyelenggarakan diskusi dalam
bentuk kelompok atau kelas, belajar berkelompok, dan
mengembangkansuasana kelas yang demokratis.
Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam enam
siklus ini berkesimpulan, bahwa pendekatan resolusi
konflik dalam pembelajaran sejarah berhasil melatih guru
untuk melakukan berbagai variasi dalam strategi belajar
mengajarnya, melatih dirinya untuk melakukan peran
sebagai fasilitator, mediator, dan evaluator dalam proses
pembelajaranyang berhasil membangunsuasana kelas yang
demokratis.Sedangkan pada pihak siswa, terjadi perubahan
pandangan siswa terhadap pelajaran sejarah yang melalui
model-model pembelajaran yang berbeda mereka mulai
memainkan peranan yang lebih aktif, melihat adanya
hubungan antara pelajaran masa lalu dengan kehidupan
mereka sendiri, dan bahwa dengan memiliki berbagai
keterampilan dalam mengahadapi konflik di antaranya
mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan,
para siswa harus mengembangkan kemampuan berpikir
kritis mereka terlebih dahulu.

17
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Rangkuman
Dalam bah ini dibahas tentang penelitian kelas, penelitian
emansipatoris tindakan, penelitian tindakan kelas atau class-
room action research. Dijelaskan juga tentang pengaruh aliran
postmodernisme, yang berpandangan bahwa pengetahuan
adalah wacana yang menggambarkan citra yang berguna bagi
budaya tertentu, dan dikernbangkan dengan bahasa dan
sumber-sumber yang penuh makna dalarn budaya tersebut.
Ketidakcocokan/gugatan terhadap penelitian positivistik yang
mempunyai kecenderungan deterministik, mereduksi, secara
prosedural mengesampingkan responden, dan kurang memper-
hatikan emic.
Tradisi penelitian kualitatif dalarn bentuk paradigmatik
mengembangkan dan menghasilkan batang tubuh pengetahuan
(body of knowledge) kebudayaan dan kernanusiaan, yang
kenyataan bersifat subjektif dan majemuk, berbobot nilai dan
bias, berproses induktif dan memunculkan desain (emerged de-
sign) yang derajat keterpercayaannya dapat diverifikasi.
Beberapa definisi Penelitian Tindakan Kelas, antara lain
dari Rapoport, Kemmis dan Ebbutt, serta contoh-contoh
Penelitian Tindakan Kelas dalam bentuk sinopsis tesis patut
disimak. Dijelaskan pula makna refleksi diri dan kegiatan
refleksi, waktu guru selalu memikirkan kebutuhan perbaikan
dalam kinerjanya, dan kegunaan perubahan yang menuju
perbaikan dengan menelaah manfaat dan dampaknya bagi
peserta didik.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 1


Untuk mengecek kembali apakah pembaca sudah memahami
kajian yang dibahas dalam Bab 1, cobalah jawab soal-soal di
bawah ini.

1. Berikut ini adalah bentuk penelitian yang tergolong


kualitatif, kecuali ...
A. Penelitian emansipatoris tindakan
B. Penelitian etnografis
C. Penelitian fenomenologis
D. Penelitian eksperimen

18
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

2. Penelitian emansipatoris tindakan sehari-hari biasa juga


disebut ...
A. Educational research
B. Classroom action research
C. Critical Ethnography
D. Transcendental fenomenology

3. Pelopor pemikiran aliran postmodernisme adalah ....


A. Francis Bacon
B. Rene Descartes
C. Jean-Francois Lyotard
D. Jean-Jacques Rousseau

4. Aliran postmodernismeini mulai berkembang pada masa ...


A. Revolusi Perancis
B. Revolusi Industri
C. Pasca Renaissance
D. Pasca Modernisme

5. Postmodernisme sebagai gerakan estetika serentak mere-


bak pada disiplin-disiplin ilmu seperti. ..
A. Bahasa, seni, arsitektur, mode/fashion
B. Bahasa, seni dan fisika
C. Bahasa, antropologi,dan kimia
D. Bahasa, sosiologi,dan fisika

6. Inkuiri yang mengacu pada aliran postmodernisme memi-


liki karakter ...
A. Menghasilkan kebenaran universal
B. Rasio yang menentukan kebenaran
C. Paradigma yang objektif dan netral
D. Menolak "grand theories"

7. Postmodernisme menggugat penelitian positifistik sebagai


...kecuali ...
A. Kecenderungan deterministik
B. Kecenderungan emic, perspektif dalam, subjektif
C. Kecenderungan mereduksi
D. Kecenderungan status quo

19
PENELITIAN TINOAKAN KELAS

8. Sedangkan paradigma kualitatif, secara aksiologis cen-


derung ...
A. Menganut kebenaran tunggal
B. Kondisi bebas nilai
C. Kondisi berbobot nilai
D. Kondisi tidak bias.

9. Menurut Dewey, refleksi adalah kegiatan berpikir guru/


dosen yang ...
A. Mengambil keputusan dengan cepat
B. Mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya bagi
siswa
C. Memberikan dukungan dan hukuman
D. Mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya bagi
sekolah/lembaga ·

10. Menurut Ebbutt, penelitian tindakan kelas adalah ...


A. Kajian sistematik dari upaya perbaikan praktek pen-
didikan
B. Inkuiri reflektif secara kemitraan mengenai situsi sosial
tertentu
C. Usaha untuk memahami apa yang sedang terjadi
D. Mengatasi persoalan darurat secara praktis.

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 1


1. D 2. B 3. C 4. D 5. A
6.D 7.B 8.C 9.B 10. A.

Bacaan Lanjutan
Gall, Meredith D., Gall, Joyce P., and Borg, Walter R. 2003.
Educational Research. 7th Ed. Boston: Allyn & Bacon. Pp.
578-597.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press. Pp. 39-54.
Lincoln, Yvonna S. and Guba, Egon G. 1985. Naturalistic In-
quiry. Beverly Hills: Sage Puhl. pp. 14-30
Mathison, Sandra. 1994. "Critical Reflection on Classroom Prac-

20
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

tice: Teaching As an Investigative Activity." In Ross, Wayne


E. Ed. Reflective Practice in Social Studies. Washington,
DC.: NCSS Bulletin No. 8.
Zuber-Skerritt, Ortrun. 1992. New Directions in Action Re-
search. London: The Falmer Press. Ch. 12 .Pp.199-233.

Bahan dari Internet


http://www.colorado.edu/English/Engl2012Klages/pomo.h tml
(28103104)
http://academic.Brooklyn.cuny.edu/education/jlemke/papers
jsalt.html (28103/04)
h tt p.//www. georgetown.ed u/irvinemj/technocul ture/pomo.
html. (28103/04)

Tes is
Iman, Hasan. 2004. Integrasi Conflict Resolution dalam Pem-
belajaran Sejarah Sebagai Sarana Pengembangan Kesa-
daran Sejarah Siswa. Bandung: PPS UPI. Bab III, Bab IV.
Roharyati, Eroh. 2003. Penerapan Model Pembelajaran terpadu
(Model Webbed) Dalam Pembelajaran JPS Sekolah Dasar
dengan Tema Transportasi Dalam Kehidupan. Bandung:
PPS UPI. Bab III, Bab IV.
Ruskandi, Kanda. 2001. Upaya Peninghatan Kualitas Pembela-
jaran JPS di Sekolah Dasar Melalui Pendekatan Coopera-
tive Learning. Bandung: PPS UPI. Bab Ill, Bab IV.

21
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 2
Kerangka Filsafah
Penelitian Tindakan Kelas

Pengantar
Di dalam bah ini dikaji hal-hal mengenai sejarah Penelitian
Tindakan Kelas, karakteristik Penelitian Tindakan Kelas yang
emancipating dan liberating, beberapa ukuran tentang kebena-
ran, dan pedoman etik bagi para peneliti.

Tujuan
Setelah membaca dan mempelajari bah ini, diharapkan pem-
baca terutama guru/dosen mengetahui dan memahami:
• Sejarah tumbuhnya model penelitian tindakan kelas.
• Makna Penelitian Tindakan Kelas yang menyetarakan dan
membebaskan peneliti guru/dosen.
• Makna kebenaran dalam penelitian.
• Kode etik yang harus dipegang peneliti dalam tugasnya.

Sejarah Singkat Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian kelas di mana guru melakukan peranan sebagai

23
KERANOKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

peneliti dan kelas sebagai laboratorium. Di Barat tempat awal


kegiatan ini berlangsung, berkembang meluas sehingga
merupakan gerakan sosial di bidang pendidikan (Stenhouse,
1984; Kemmis, 1993; Hopkins, 1993). Kurt Lewin, dipandang
sebagai "bapak" penelitian tindakan terutama untuk bidang-
bidang psikologi sosial dan pendidikan. Pada mulanya,
penelitian tindakan merupakan isu kontroversial, khususnya di
Amerika Serikat yang pada masa Perang Dingin mencurigai
dan membatasi segala sesuatu yang berbau komunisme atau
Marxisme. Hal ini terjadi karena penelitian tindakan banyak
digunakan untuk meneliti masalah-masalah segregasi antara
kulit putih dan kulit hitam. Namun, banyak pakar yang melihat
penelitian tindakan dari sudut pandang metodologi.
Penelitian tindakan yang emansipatoris berhubungan
dengan gerakan sosial di bidang pendidikan, Kemmis (1993:3)
melihatnya kegiatan ini sebagai ekspresi dari aspirasi kongkrit
dan praktis untuk mendorong perubahan di dunia sosial
(pendidikan) menjadi lebih baik, dengan melakukan tindakan-
tindakan perbaikan sosial bersama, kemudian memahami
bersama makna tindakan-tindakan ini, dan berbagi situasi
tempat tindakan-tindakan perbaikan ini dilaksanakan.
Secara bertahap penelitian tindakan di bidang pendidikan
meningkat dari penelitian yang amatiran atau penelitian orang
miskin (Kemmis, 1993)menjadi lebih tegar pada dekade tahun
1970-an, terutama di kalangan yang menaruh perhatian
terhadap isu-isu pendidikan, dan yang memahami betapa
kompleksnya kaitan antara gagasan-gagasan dengan kehidup-
an, antara teori dan praktek, dan antara pakar kemasyarakatan
dan orang awam, padahal mereka hidup dan bekerja di dalam
satu dunia (pendidikan).
Di Indonesia, penelitian tindakan kelas mulai digerakkan
pada waktu upaya-upaya perbaikan rnutu pendidikan dimulai
dengan renovasi di tingkat pendidikan guru SD seperti PGSD,
kernudian meluas ke kalangan guru-guru SLTP dan SMA
terutama mereka yang belajar rnelalui program-program studi
ke-SD-an dan reguler pada Program Pascasarjana LPTK
seperti di IKIP Jakarta, Bandung, Malang, dan lain-lain dalarn
dekade tahun 1990-an.
r

24
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas yang Emansi-


patoris dan Membebaskan (Liberating)
Istilah Penelitian Tindakan Kelas yang dipakai dalam wacana
adalah Penelitian Tindakan Emansipatoris. Emansipasi dalam
pemahaman bahasa Indonesia sebari-hari mempunyai makna
perbaikan nasib, peningkatan status, atau perjuangan keseta-
raan (seperti dalam kaitan gerakan perempuan). Penelitian
Tindakan Kelas bersifat emansipatoris dan membebaskan
karena penelitian ini mendorong kebebasan berpikir dan
berargumen pada pibak siswa, dan mendorong guru untuk
bereksperimen, meneliti, dan menggunakan kearifan dalam
mengambilkeputusan ataujudgment (Hopkins, 1993:35).
Apabila guru mampu melakukan hal-hal tersebut, maka
guru akan memiliki kontrol terbadap kegiatan profesi mereka.
Mereka tidak akan puas melakukan apa yang diperintahkan
atasan, yang akan menimbulkan perasaan tidak yakin tentang
apa yang mereka lakukan. Dalam kinerjanya, guru harus
memperbatikan kurikulum, instruksi kepala sekolah, para
pengawas, bahkan buku teks yang ditentukan dari atas; akan
tetapi dengan melakukan penelitian mereka akan mengem-
bangkan kemampuan memutuskan, atau mengambil kesim-
pulan secara profesional, dan dengan demikian bergerak ke
arah otonomi dan emansipasi, karena kebenaran yang terkan-
dung dalam penelitian yang mereka lakukan harus diterima
oleh pihak manapun.
Di dalam bahasan di atas, emansipasi guru selalu dikaitkan
dengan istilah atau konsep profesi, sebagai guru yang profe-
sional. Profesi dalam pemaharnan sosiologismerupakan istilah
yang mengacu kepada model pekerjaan yang diinginkan, atau
dicita-citakan; yang apabila terus digeluti akan mempunyai
kerangka acuan untuk upaya-upaya meningkatkan statusnya,
ganjaran atau rewards-nya, dan kondisi pekerjaannya
(Hendrawandan Halimah, 2004:3).
Dalam kamus Advanced Learner's Dictionary of Current En-
glish (1973), profesi (profession), dijelaskan sebagai pekerjaan
yang membutuhkan pendidikan yang lebih lanjut dan latihan
khusus, atau "occupation, one requiring advanced education
and special training (e.g. the law, architecture, medicine), often
called the learned profession". Sedangkan profesional, adalah

25
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seorang yang


menduduki suatu profesi.
Dalam Good's Dictionary of Education, profesi dijabarkan
sebagai suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi
yang relatif lama di perguruan tinggi, dan berpedoman kepada
kode etik khusus. Sedangkan Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia pada tahun 1988 menjabarkan pekerjaan profesional
dengan rincian sebagai berikut.
• Dasarnya panggilan hidup yang dilakukan sepenuh waktu
serta untuk jangka waktu yang lama.
• Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus.
• Dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggapan-
anggapan dasar yang sudah baku sebagai pedoman dalam
melayani klien.
• Sebagai pengabdian kepada masyarakat, bukan mencari
keuntungan finansial.
• Dilakukan secara otonom yang bisa diuji oleh rekan-rekan
seprofesi.
• Mempunyai kode etik yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
• Pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang
membutuhkan (dalam Hendrawan dan Halimah, 2004:3-5).

Tuntutan terhadap sikap profesional guru antara lain


disebabkan adanya keluhan masyarakat yang mengemukakan
ketidakpuasan mereka terhadap banyaknya guru atau dosen
yang kurang memenuhi harapan dalam mendidik anak-anak
mereka, disebabkan antara lain oleh rendahnya performans
guru atau dosen di sekolah/perguruan tinggi. Terhadap
kenyataan ini, banyak yang beranggapan bahwa pekerjaan guru
dapat dilakukan oleh siapa saja, oleh orang awam sekalipun.
Pendapatan guru yang kurang mencukupi kebutuhan hidup
mereka, maka banyak di antara para pendidik ini yang
mempunyai pekerjaan tambahan dan hal ini mengakibatkan
rendahnya kualitas pembelajaran mereka karena kecapaian.
Sekarang jabatan guru kurang diminati, terutama oleh generasi
muda. Rekrutmen calon guru pada umumnya bukan karena
dorongan minat akan pekerjaan di bidang pendidikan, melain-
kan asal mendapat lapangan pekerjaan. Hal-hal tersebut meng-
akibatkan kinerja mereka rendah karena kurang motivasi,

26
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kedudukan guru di mata masyarakat menurun, dan status


sosial mereka menjadi rendah.
Kondisi seperti itu hendaknya disadari oleh kalangan
pendidik sendiri, baik guru maupun dosen. Dengan melakukan
refleksi atau monitor-diri, guru akan melihat adanya per-
bedaan atau kesenjangan antara cita-cita atau idealisme
sebagai pendidik dengan performans kinerjanya.

Refleksi, Refleksi-diri, dan Pembelajaran yang Reflektif


Dalam bahasa Indonesia refleksi adalah perbuatan merenung
atau memikirkan sesuatu. Kamus bahasa lnggris "The Ad·
vanced Learner's Dictionary of Current English" (1973)
menerangkan kata reflect dengan berpikir (thought), atau
mempertimbangkan (consider) Dewey (1933, dalam Thornton,
1994:5)menjelaskan konsep reflective thought sebagai: "Active,
persistent, and careful consideration of any belief or supposed
form of knowledge in the light of the grounds that support it and
the further conclusions to which it tends" (aktif, ulet, dan
mempertimbangkan dengan hati-hati setiap keyakinan atau
bentuk pengetahuan baik yang merupakan landasan yang
mendukungnya maupun ke arah mana akhimya akan dibawa).
Penjelasan-penjelasan itu belum memadai untuk memahami
bagaimana refleksi dilaksanakan dalam praktek pendidikan
sehari-hari.
Praktek reflektif memang mempunyai makna yang majemuk
(Adler, dalam Ross, Ed. 1994:52-55),masing-masing berbicara
tentang hal-hal yang berbeda, dengan tujuan yang berbeda, dan
memakai sumber yang berbeda. Adler melihat ada tiga
perspektif mengenai refleksi, yakni:
• Inkuiri reflektif, yang difokuskan kepada pilihan guru
dalam strategi mengajar, konten/materi pembelajaran, dan
tujuan. Berdasarkan penjabaran ini kemudian Cruikshank
(1987, dalam Adler, 1994) mengembangkan model pembela-
jaran reflektif. Dengan tujuan melatih para guru dan calon
guru untuk berefleksi, ia mengembangkan model "content
free lesson" dan meminta kepada mereka asesmen mengenai
efektif atau tidak efektifnya model tersebut. Cruikshank
juga meminta para peserta untuk merefleksi hasil/produk

27
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINOAKAN KELAS

dan tujuan pembelajaran demikian, apakah tercapai atau


tidak. Bedasarkan pengalaman ini, ia mengambil kesim-
pulan, bahwa pembelajaran reflektif adalah kesempatan
untuk mengaplikasikan teori dan prinsip mengajar dan
belajar yang· dikembangkan melalui inkuiri ilmiah dalam
situasi nyata.
• Schon (1987, dalam Adler, 1994) memilih refleksi dalam
tindakan. Ia melihat, bahwa para praktisi di lapangan
(kelas/sekolah) yang bersikap reflektif, dapat melakukan
kegiatan mengajar (=tindakan) sambil berpikir. Sehingga,
dengan demikian ia dapat segera merespons situasi-situasi
yang kurang meyakinkan, yang unik, bahkan situasi konflik.
Maka menurut konstruk Schon refleksi adalah "knowledge
in action" atau tindakan keilmuan, "tacit knowledge" atau
ilmu yang tidak diungkapkan (=spontaneous, unable to make
it verbally), dan "reflection in action" atau refleksi dalam
tindakan.
• Zeichner dan Liston (1987, dalam Adler, 1994) memahami
tiga tahap refleksi, yaitu tahap teknis di mana guru
mengaplikasikan ilmunya untuk mencapai tujuan pem-
belajaran, tahap kedua guru perlu merefleksi mengenai
pilihan-pilihan yang ia lakukan waktu mengajar. Apakah
lembaga mendorong atau menghambat terhadap pilihan
guru ini? Bagaimana "hidden curriculum"-nya atau apakah
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di sekolah? Jadi
refleksi di sini tidak hanya sepanjang pembelajaran
berlangsung, melainkan lebih dari itu.

Ketiga, refleksi yang berkaitan dengan isu-isu etika dan moral.


Kepedulian terhadap keadilan dan persamaan dalam men-
dapatkan hak menjadi fokus utama. Para guru diharapkan
menjadi "transformative intellectuals", dalam arti bahwa para
guru diharapkan melihat lebih jauh (beyond, transcend every·
day experience), apakah pendidikan, sekolah, atau penampilan
sendiri di kelas, berkontribusi atau justru tidak berkontribusi
terhadap pembentukan masyarakat yang adil dan manusiawi.

28
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Penelitian Tindakan Kelas dalam Konteks Rasa Percaya


Diri dan Barga Diri
Upaya perbaikan, selain meningkatkan kesejahteraan guru,
yang sangat penting adalah meningkatkan kemampuan dan
keterampilan mereka. Dengan meningkatkan pengetahuan,
melatih keterampilan, dan membangun sikap dan nilai yang
dituntut dari seorang pendidik, diharapkan masyarakat akan
mengubah pandangan mereka terhadap para pendidik. Peneli-
tian Tindakan Kelas adalah salah satu jalan yang terbuka
untuk para pendidik yang ingin menambah ilmu pengetahuan,
melatih praktek pembelajaran di kelas dengan berbagai model
yang akan mengaktifkan guru dan siswa, mencoba melakukan
penelitian untuk secara reflektif melakukan kritik terhadap
kekurangan dan berusaha memperbaikinya agar pendidikan
benar-benar dapat menjadi bidang profesi. Penelitian Tindakan
Kelas adalah suatu gerakan sosial untuk perbaikan dan
peningkatan kualifikasi guru, agar guru merasa percaya diri
dalam menjalankan profesinya, dan dengan demikian menda-
patkan kembali harga dirinya.
Bahwa Penelitian Tindakan Kelas dapat mengembalikan
rasa percaya diri atau self confidence guru, dan dengan demi-
kian mengembalikan harga diri atau self esteem, atau self re-
spect guru, berikut ini adalah bentuk-bentuk pemahaman atau
social support yang disajikan dalam formulasi atau proposisi
hipotetik terhadap menurunnya citra dan kemampuan guru di
kelas sebagai bahan refleksi diri:
Semakin menurun identitas pribadi guru sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari peranan profesioanalnya di
kelas, semakin besar kemampuannya untuk mentolerir rasa
kehilangan harga diri yang cenderung bersamaan dengan
memonitor-diri.

Untuk memahami hipotesis di atas, perlu digunakan sikap


objektifterhadap kebiasaan mengajarnya, guru misalnya, harus
mampu mentolerir kesenjangan antara yang dicita-citakan
dengan praktek mereka, yang menunjukkan banyak kekurang-
an dengan konsekuensi menurunnya harga dirinya sebagai
profesional. Semakin banyak ia melakukan monitor-diri,

29
KERANOKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

semakin tampak betapa lemah penguasaan keahliannya.


Toleransi sulit dicerna guru, apabila sumber kepuasannya
berasal dari praktik di kelas yang baik, sehingga ia akan terus
berupaya apa pun (misalnya melakukan Penelitian Tindakan
Kelas untuk menguasai model-model pembelajaran) untuk
bekerja profesional di kelas agar hilang rasa toleransinya
terhadap menurunnya harga diri. Perhatikan hipotesis berikut:
• Semakin kurang penghargaan finansial dan sosial terhadap
guru, semakin mampu guru mentolerir kehilangan semen-
tara harga dirinya karena praktiknya di kelas.
• Semakin besar guru menghargai dirinya sebagai peneliti
Penelitian Tindakan Kelas, semakin besar kemampuannya
dalam mentolerir kehilangan harga clirinya.

Hipotesis ini hendaknya dipahami bahwa guru yang merasa


pendapatannya kurang, akan selalu menjustifikasi kekurangan
dan kelemahan kinerjanya di kelas dengan kondisi sosial-
ekonominya, biarpun hal itu menyebabkan hilangnya rasa
percaya diri dan dengan demikian hilangnya harga diri.
Sedangkan guru yang sudah mulai melakukan Penelitian
Tindakan Kelas di kelasnya, semakin melihat betapa besar
kesenjangan antara idealisme sebagai guru yang baik dengan
praktik kesehariannya di kelas. Alangkah baiknya, apabila
guru (yang sedang belajar lagi di universitas) mengajak para
guru lainnya sebagai mitra Penelitian Tindakan Kelas untuk
mengembangkan kemampuannya, agar terbentuk pribadi
altematifnya (Elliott, 19911:35-37).
Penelitian Tindakan Kelas yang bersemangat membebaskan
(liberating) dan menyetarakan (emancipating) dalam konteks
profesi guru adalah, karena dengan kesadaran akan kekura-
ngannya ia berusaha memperbaikinya, maka kembalinya rasa
percaya diri dan harga diri, sungguh hal itu memberikan rasa
pembebasan guru dari ketergantungan kepada berbagai pihak,
dan kesetaraan dengan sesama profesi lain yang selama ini
selalu dihargai masyarakat.
Stenhouse, yang melihat aspek ini dari proses pengem-
bangan kurikulum, mengemukakan bahwa guru yang meneliti
(teacher as researcher) sebenarnya melakukan seperti yang
diharapkan dalam konsep extended professionalism, yakni

30
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

mengembangkan perspektif, keterampilan dan keterlibatan


yang meliputi:
• Ia harus memilikiwawasan yang luas mengenai pekerjaannya
dalam konteks sekolah, masyarakat, dan lingkungannya.
• Berpartipasi dalam kegiatan-kegiatan profesional seperti
dalam kelompok guru, konferensi guru, atau diskusi-diskusi
mengenai bidang kajian mereka.
• Memiliki kepedulian untuk menjalinkan teori dan praktek.
• Untuk itu mereka bersikap inovatif di kelas mereka (Hoyle
dalam Stenhouse, 1984:143-144).

Agar penelitian yang dilakukan guru di kelasnya dihargai


dan diakui lingkungan kerjanya, maka guru harus melakukan
penelitian dengan mengikuti prosedur penelitian dengan
serius dan hati-hati, agar hasilnya kredibel. Kualitas YJlng
tinggi diharapkan dari guru peneliti, terutama dalam kapasitas
dan sikapnya untuk menganalisis kekurangan dalam cara
pembelajarannya. Peranan sebagai peneliti kelas dari guru
mengandung beban psikologis dan sosial, karena untuk
mengamati dan kritik diri dalam kemampuan profesionalnya
mengandung ancaman terhadap diri dan kariemya. Bagaimana
kalau pengamatan itu menunjukkan gambaran buruk dari
penampilan profesi dirinya? Apakah hal ini berarti penurunan
apresiasi kolega dan atasan di tempat kerjanya, dan bukan
penghargaan atas keberanian untuk melakukan sesuatu untuk
perbaikan ? Selain itu, setiap upaya pembaharuan atau inovasi,
biasanya ditanggapi dengan kehati-hatian dari kolega, karena
kekhawatiran bahwa hasil buruk yang mengancam pengambil
prakarsa akan menimpa dirinya juga.
Kurangnya dukungan atau support sosial, atau kehati-
hatian di antara kolegalah yang kemudian mendorong peneli-
tian tindakan kelas dilakukan secara kooperatif dan kolabo-
ratif, dengan melibatkan guru-guru sejawat ke dalam tim
penelitian untuk bekerja sama.

Beberapa Catatan Mengenai Pencapaian Kebenaran


dalam Penelitian
Kekhawatiran yang berlebih-lebihan terhadap keikutsertaan

31
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

guru dalam penelitian kelas tidak beralasan, karena setiap


penelitian memiliki metode, sistem, dan prosedurnya sendiri
yang sudah baku. Asal guru peneliti melakukan setiap tahap
dalam prosedur dengan baik, ia akan menghasilkan suatu
penelitian yang kredibel, yang mengandung derajat keter-
percayaan yang tinggi, karena ia menampilkan kebenaran
dalam gambaran performance di kelas yang faktual, dengan
kekurangan-kekurangan dan kelebihan yang dapat diperbaiki
atau dipertahankan.
Kebenaran menurut Ford dalam Lincoln dan Guba (1985:14)
mempunyaimakna yang berbeda-beda,antara lain:
• Kebenaran empirik, yaitu apabila konsisten dengan alam,
dalam bentuk menerima atau menolak hipotesis atau
prediksi.
• Kebenaran logis, yaitu apabila hipotesis atau prediksi
konsisten atau sesuai secara logis dengan hipotesis atau
prediksi terdahulu yang sudah dinyatakan benar.
• Kebenaran etik, yaitu apabila peneliti melakukannya sesuai
dengan standar perilaku profesionaldan moral.
• Kebenaran metafisih, yaitu klaim yang tidak dapat diuji
dengan norma-norma eksternal seperti koresponden
dengan alam, atau secara deduktif logis, atau diukur dari
standar perilaku profesionaldan moral, melainkan diterima
seperti adanya karena berlandaskan entitas fundamental
yang menjadi dasar keyakinan.

Kebenaran metafisik adalah ukuran tertinggi yang dipakai


dalam membandingkan terhadap uji kebenaran lainnya, karena
mengandung entitas fundamental yang menjadi keyakinan
dasar yang kebenarannya harus diterima seperti adanya.
Adakalanya beberapa kebenaran metafisik tertentu menjadi
bagian dari sebuah sistem gagasan atau "a system of ideas" yang
menggambarkan pemahaman keputusan mengenai hakikat
tentang kenyataan, dan metode untuk mencari apa yang bisa
diketahui (Lincoln dan Guba, 1985:15). Sebuah perangkat
sistematik dari keyakinan dasar bersama-sama dengan metode
pencariannya inilah yang disebut paradigma atau "paradigm".
Kebenaran atau truth yang digagas oleh Jurgen Habermas,
yang selalu menjadi rujukan para postmodernis adalah kualitas

32
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

proposisional yang terkandung dalam penggunaan bahasa.


Kebenaran adalah klaim validitas yang terkandung dalam isi
faktual sebuah pernyataan. Bagaimana memahami pendapat
Habermas ini akan lebih jelas kalau mendekatinya dari
teorinya yang bernama "teori redundan" (redundancy theory)
atau berlebih-lebihan. Contohnya, pernyataan "meja ini
panjangnya tiga kaki" dan pemyataan "adalah benar, meja ini
panjangnya tiga kaki"; maka pemyataan "adalah benar" tidak
memberikan arti tambahan kepada kenyataan sebuah meja
yang panjangnya tiga kaki" Benar atau tidaknya pernyataan
tersebut baru muncul apabila dipertanyakan oleh orang lain.
Dengan kata lain, .kebenaran adalah konsep yang diper-
tanyakan dalam wacana, dalam perdebatan, atau argumentasi.
Kebenaran, dalam wacana, mengacu kepada persetujuan atau
konsensus yang tercapai dalam wacana tersebut. Sebuah per-
nya taan mengandung "kebenaran", apabila si penentang
mengak.uivaliditasnya. Jadi, kebenaran tercapai setelah per-
setujuan melalui diskusi kritis (dalam Skinner, 1985:128-131).
Maka dalam wacana, argumentasi mengenai kebenaran
hendaknya a) mengajukan bukti-bukti yang diperlukan b)
argumen berlangsung rasional dan logis, agar tercapai konsen-
sus. Klaim validitas, termasuk kebenaran, menurut Habermas,
harus didukung justifikasi bahwa kondisi kehidupan sosial
berada dalam suasana terbuka, bebas, dan setara dalam
berkomunikasi. Hal ini berarti, bahwa bentuk-bentuk inter-
vensi seperti tradisi, dominasi, dan kekuasaan tidak mem-
pengaruhi interaksi sosial dan membatasi lembaga-lembaga
sosial karena akan menyimpang dari tercapainya konsensus
yang rasional (Skinner, 1985:132).
Dalam wacana atau kontinuum objektivitas-subjektivitas,
kebenaran pada penelitian tindakan kelas berada pada desain
penelitian kualitatif yang menggambarkan pola-pola budaya
dan perilaku seperti yang dipandang oleh subjek yang diteliti.
Tujuannya ialah untuk merekonstruksikan kembali kategori
khusus yang digunakan oleh partisipan (termasuk subjek yang
diteliti) untuk mengkonseptualisasikan pengalaman-pengala-
man dan pandangan dunia mereka. Data yang diperoleh adalah
data emic, yang menggambarkan kebenaran menurut pendapat
subjek. Sedangkan kontrasnya adalah objektivitas,yang dibawa
oleh pihak eksternal pada pendekatan yang mengaplikasikan

33
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kategori konseptual dan penjelasan mengenai hubungan atau


relasi sosial yang segera tampak pada pengamat luar (external
observers), untuk menganalisis populasi unik. Data yang
diperoleh adalah data etik (Goetz dan LeCompte, 1984:6; Lin-
coln dan Guba, 1985:334).
Masih dalam kontinuum objektivitas dan subjektivitas,
ukuran atau benchmark yang dipakai lazimnya adalah standard
lazimnya dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam, yang kepastian-
nya atau certainty dapat dicapai dan ditentukan. Seperti
misalnya dalam penelitian, dalam ilmu pengetahuan alam yang
mengkaji elemen-elemen yang membentuk konteks atau
lingkungan yang sedang dikaji, maka variabel-variabelnya tetap
konstan dalam memberikan pengaruh. Melalui kondisi-kondisi
percobaan yang mengontrol intervensi pengaruh yang tidak
dikehendaki, maka dibuatlah prediksinya. Berbeda halnya
dengan ilmu-ilmu sosial. Dalam fenomena sosial, yang berada
dalam "sistem terbuka", pengaruh-pengaruh yang tidak dapat
diduga sebelumnya seringkali terjadi, dan hal ini mengurangi
derajat keterpercayaan untuk membuat prediksi. Kondisi
seperti inilah yang membatasi reliabilitas kajian mengenai
perilaku sosial. Kurangnya objektivitas, bukan disebabkan
karena subjektivitas atau bias dari pihak penelitinya, atau
tidak objektifnya dalam pembuatan hipotesis atau observasi,
melainkan karena disebabkan inheren-nya dan kompleksitas-
nya fenomena sosial yang diteliti (Johnston, 1989:49).

Pedoman Etik bagi Guru/Dosen yang Meneliti


Kebebasan guru atau dosen dalam meneliti tidak berarti tidak
ada batasnya. Mereka bekerja dan hidup dalam lembaga sosial
yang memiliki norma-norma atau kaidah-kaidah yang harus
diikuti. Kegagalan dalam memenuhi aturan-aturan sosial ini,
tidak hanya akan menggagalkan upaya-upaya perbaikan, akan
tetapi juga akan menghapus apa yang sudah ada. Karenanya
ada baiknya memperhatikan seperangkat pedoman yang harus
ditaati sebelum, selama dan sesudah penelitian dilakukan,
sebagai berikut:
• Meminta kepada orang-orang, panitia, atau yang berwe-
wenang persetujuan dan izin.

34
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

• Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan berpartisipasi


dalam penelitian.
• Terhadap yang tidak langsung terlibat, perhatikan pen-
dapat mereka.
• Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-sa-
ran diperhatikan, dan kawan sejawat diperbolehkan
mengajukan protea.
• Meminta izin eksplisit untuk mengobservasi dan mencatat
kegiatan mitra peneliti, tidak termasuk izin dari siswa
apabila penelitian bertujuan meningkatkan pembelajaran.
• Minta izin untuk membuka dan mempelajari catatan resmi,
surat-menyurat dan dokumen. Membuat fotokopi hanya
diperkenankan apabila diizinkan.
• Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat,
dan adil.
• Wawancara, pertemuan, atau tukar pendapat tertulis
hendaknya memperhatikan pandangan lain, relevan,
akurat, dan adil.
• Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan,
kesimpulan, atau rekomendasi hendaknya mendapat izin
atau otorisasi kutipan.
• Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti
laporan verbal pada pertemuan staf jurusan, tertulis untuk
jurnal, suratkabar, orangtua murid, dan lain-lain.
• Tanggung jawab untuk hal-hal atau pribadi-pribadi yang
sifatnya konfidensial.
• Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui
prinsip-prinsip kerja di atas, sebelum penelitian ber-
langsung.
• Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila
sudah disetujui oleh para mitra peneliti, dan laporan tidak
bersifat melecehkan siapa pun yang terlibat, maka laporan
tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan
(Kemmisdan Taggart, dalam Hopkins, 1993:221-222).

Apabila pembaca sudah menyimak Bab 2 ini diharapkan


tercapai pemahaman mengenai hal-hal berikut:
• Bahwa Penelitian Tindakan Kelas bersifat emancipating
dan liberating bagi guru dan dosen.

35
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

• Bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan sebuah


gerakan sosial untuk perbaikan.
• Guru atau dosen peneliti hendaknya memiliki gagasan yang
luas, keterampilan yang tinggi, dan ingin terlibat dalam
upaya peningkatan seperti yang dituntut oleh extended pro-
fessionalism.
• Mengerti makna-makna kebenaran empirik, kebenaran
logia, kebenaran etik, dan kebenaran metafisik.
• Menyimak kebenaran menurut Habermas; arti teori redun-
dan dan contohnya; syarat t.ercapainyakonsensus kebenaran,
dan kondisi sosial yang terbuka untuk berkomunikasi.
• Memahami dan melaksanakan pedoman etik yang menjadi
landasan kegiatan penelitian guru dan dosen.

Rangkuman
Bab ini menjelaskan kerangka filosofisPenelitian Tindakan Kelas,
antara lain bahwa Penelitian Ti.ndakan Kelas itu membebaskan
(liberating) dan menyetarakan (emancipating) sifatnya bagi
peneliti guru/dosen. Hal ini dijelaskan dengan konsep kritik diri
atau monitor diri sehingga guru mau meningkatkan kemam-
puannya. Kritik diri juga dibangun oleh refleksi, yang banyak
dilakukan dalam Penelitian Ti.ndakan Kelas, antara lain untuk
memperkecilkesenjangan antara idealismesebagai guru yang baik
dengan tampilan sehari-hari agar guru bekerja lebih profesional.
Profesionalitas guru/dosen dibahas dalam kaitannya dengan
Penelitian Tindakan Kelas, seperti yang dituntut oleh extended
professionalism.
Apa yang disebut kebenaran dalam penelitian dibahas
dalam bah ini melalui tradisi kualitatif. Selanjutnya guru/dosen
yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas harus memahami
pedoman etik sebelum melangkah ke lapangan.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 2


1. Penelitian Tindakan Kelas pada awalnya dicurigai oleh
Amerika Serikat, karena:
A. Landasan berpikirnya bersumber pada Marxisme
B. Landasan berpikirnya bersumber pada Komunisme

36
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

C. Selalu membela kepentingan golongan hitam terhadap


diskriminasi
D. Membelakepentingan kaum buruh terhadap majikan

2. Posisi Penelitian Tindakan Kelas menjadi lebih kuat pada


dekade tahun 1970-an karena:
A. Kompleksnya persoalan sosial dan kemanusiaan
B. Menghubungkan antara teori dan prakt.ek
C. Berakhirnya Perang Dingin
D. Penelitian Tindakan Kelas mulai menjadi sarana per-
baikan pendidikan di Indonesia

3. Penelitian Tindakan Kelas bersifat menyetarakan (emanci-


pating) bagi peneliti guru/dosen karena:
A. Guru/dosen menjadi sama kedudukannya dengan Kepala
Sekolah/Dekan
B. Guru/dosen yang meneliti naik tingkatnya dan gajinya
C. Kebenaran penelitian guru/dosen harus didengar secara
universal
D. Kebenaran Penelitian Tindakan Kelas guru/dosen harus
diperhatikan oleh sejawat guru & kepala sekolah

4. Berikut ini konsep yang perlu dianut guru/dosen dalam ex-


tended professionalism, kecuali ...
A. Memiliki wawasan yang luas dalam konteks sekolah,
masyarakat, dan lingkungan
B. Memiliki kepedulian menjalinkan teori dan praktek
C. Bersikap tegas dan lugas terhadap siswa dan sejawat
D. Bersikap inovatif di kelas '

5. Yang disebut kebenaran etik dalam penelitian ialah ...


A. Peneliti melakukannya sesuai dengan standar perilaku
moral dan profesional
B. Penelitian menampilkan kesimpulan yang konsisten
dengan kesimpulan terdahulu yang sudah diakui benar
C. Peneliti melakukannya sesuai dengan aturan tata tertib
sekolah/lembaga
D. Penelitian konsisten dengan alam, yakni menyetujui
atau menolak kcsimpulan terdahulu.

37
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

6. Sedangkan yang disebut kebenaran metafisik dalam peneli-


tian adalah ...
A. Peneliti melakukannya secara profesional
B. Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan setting
kewajaran
C. Peneliti melakukan penelitian konsisten dengan hukum
alam
D. Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan landasan
keyakinan

7. Kebenaran adalah klaim validitas yang terkandung dalam


isi faktual sebuah pernyataan, adalah ungkapan definisi
dari ...
A. Julienne Ford
B. John Dewey
C. Jurgen Habermas
D. Thomas Elliott

8. Teori redundancy berpendapat, bahwa ...


A. Meja ini panjangnya tiga kaki
B. Adalah benar, meja ini panjangnya tiga kaki
C. Pemyataan yang berlebihan tidak mengubah kebenaran
D. Pernyataan yang didukung bukti mengandung kebe-
naran

9. Argumentasi kebenaran hendaknya didukung oleh ...


A. Persetujuan dan konsensus
B. Bukti-bukti yang meyakinkan
C. Tidak adanya kesalahan atau "error" dalam asumsi-
asumsi terpenting
D. Validasi penelitian menjamin kredibilitas data
penelitian.

10. Penelitian Tindakan Kelas mengembalikan rasa percaya


diri guru karena ...
A. Kurang memperhatikan kinerjanya di kelas
B. Guru harus mencari pekerjaan tambahan
C. Membuka kesempatan untuk melakukan tindakan
reflektif-inovatif di kelas
D. Masyarakat menghargai upaya guru

38
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

11. Refleksi dilakukan oleh guru apabila ia melakukan inkuiri


terhadap ...
A. Strategi belajar mengajarnya
B. Suasana kelas yang kondusif
C. Melakukan asesmen portofolio
D. Semuajawaban di atas benar

12.Schon berpendapat bahwa guru yang reflektif dalam


tindakan, adalah yang ...
A. Yang melakukan beberapa tindakan di kelas
B. Yang memikirkan akibat dari tindakan terhadap siswa
C. Yang berpikir sambil merespons terhadap situasi
D. Yang berpikir sambil mengobservasi siswa

13. Konstruk sentral Schon mengenai refleksi ialah ...


A. Knowledge in action
B. Reflection in action
C. Tacit knowledge
D. Verbally explicit knowledge

14. Zeichner dan Liston menganggap bahwa tahap ketiga


refleksi berada pada tataran ...
A. Isu politik
B. Isu sosial-kultural
C. Isu ekonomi
D. Isu moral dan etika

15. Kode etik peneliti antara lain mencakup ... kecuali


A. Meminta izin untuk membuka dokumen resmi
B. Membiayai penelitian dengan pengawasan auditor
publik
C. Penelitian berlangsung secara transparan
D. Saran-saran sejawat yang tidak meneliti diperhatikan.

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 2


1. C 2. B 3. D 4. B 5. A
6. D 7. C 8. C 9. B 10. C
11. A 12. C 13.C 14.D 15.B.

39
KERANGKA FILSAFAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Bacaan Lanjutan
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University Press. Pp. 29-40.
Hendrawan, Jajang Hendar. Dan Halimah, Lili. 2004. Profesi
Guru dan Pengembangannya. Makalah dipresentasikan
dalam Kelas Seminar Pendidikan IPS. Hlm. 1-24.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University. Appendix, Pp. 221-
223.
Kemmis, Stephen. 1993. "Action Research and Social Move-
ment: A Challenge for Policy Research" dalam Supriadi,
Dedi. 1998. Educational Research in Practice. Bandung:
Graduate School of Education, IKIP. Sebaiknya dibaca
seluruh artikel.
Lincoln, Yvonna S. dan Guba, Egon G. 1985. Naturalistic In-
quiry. Beverly Hills: Sage Puhl. Pp.1-20.
Stenhouse, Lawrence. 1984. An Introduction to Curriculum Re-
search and Development. London: Heinemann. Pp. 142-165.

40
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 3
Guru atau Dosen sebagai Peneliti

Pengantar
Mengapa guru dan dosen perlu meneliti, dan peran guru dan
dosen sebagai peneliti dibahas dalam bah ini dengan didukung
oleh contoh-contohpenelitian yang dilakukan oleh guru dengan
para siswanya dan dosen beserta para mahasiswanya, di Indo-
nesia dan di luar negeri.

Tujuan
Setelah menelaah bah ini cliharapkan pembaca, terutama guru
dan dosen, mengetahui dan memahami betapa pentingnya
menyimak alasan-alasan yang melatarbelakangi keharusan
melakukan penelitian, antara lain:
• Pentingnya menghubungkan teori dengan praktek pen-
didikan sehari-hari.
• Menanamkan rasa percaya diri dan kemandirian.
• Perlunya guru/doscn rneningkatkan professional skills-nya.
• Belajar dari pengalaman guru/dosen lain yang melakukan
penelitian.

41
GURU ATAU OOSEN SEBAGAI PEHELITI

Mengapa Guru Harus Meneliti?


Pertanyaan ini sudah wnum diajukan, karena guru mengajar
berdasarkan perolehan pengetahuan di lembaga pendidikannya
berdasarkan hasil penelitian orang lain. Ia tidak perlu
melakukan penelitian sendiri, karena pengetahuan mengenai
pendidikan sudah banyak dihasilkan para ahli dan para
peneliti. Hal inilah yang sesungguhnya perlu dipertanyakan;
mengapa suara guru tidak terdengar dalam kegiatan peneli-
tian? Siapa yang menentukan yang akan meneliti? Mengapa
pengetahuan guru yang dihasilkan dari dalam kelas oleh para
praktisi dianggap kurang bermutu dan tidak diindahkan dalam
literatur?
Selama ini pengetahuan dihasilkan oleh para ahli dan para
profesor di universitas melalui penelitian tradisional. Hasilnya
diterbitkan dan dibaca dalam literatur. Apa yang dibaca guru
dalam literatur ini sangat informatif, akan tetapi jarang suara
guru terdengar dari literatur ini (Jenne dalam Ross, 1994: 60).
Hal ini disebabkan kendala yang ditimbulkan oleh organisasi
dan budaya sekolah yang menciptakan kondisi guru dengan
citra yang rendah, dalam status sosial, pekerjaan berat, dan
standard performans yang rendah pula (Richert 1992, Ross
1992,Smyth 1992,dalam Jenne, 1994:60).
Jawaban yang paling utama terhadap pertanyaan mengapa
guru harus melakukan Penelitian Tindakan Kelas ialah untuk
mengubah citra dan meningkatkan keterampilan profesional
guru. lstilah "profesional" sepertinya meningkatkan ke-
dudukan guru dan dosen, akan tetapi sekaligus rnereka sendiri
bertanya-tanya apa sebenarnya makna profesional itu. Seorang
guru atau dosen yang profesional adalah yang selalu mengem-
bangkan diri untuk memenuhi tuntutan dalam tugasnya
sebagai pendidik. Pengembangan diri itu meliputi semua aspek
guru atau dosen dalam kernarnpuannya sebagai pendidik,
termasuk untuk menentukan dan mengambil keputusan yang
sesuai dengan profesinya (professional judgment), dan untuk
melakukan Penelitian Tindakan Kelas sebagai salah satu cara
untuk meningkatkan cara mengajar.
Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk inkuiri
pendidikan. Di dalam pelaksanaannya gagasan atau permasa-
lahan guru atau dosen diuji dan dikembangkan dalam bentuk

42
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

tindakan. Guru atau dosen sebagai pengembang kurikulum di


kelas dapat melakukan tindakan-tindakan yang tergolong ke
arah proses pembaharuan kurikulum, karena Penelitian
Tindakan Kelas:
• Merupakan sebuah proses yang diprakarsai guru atau dosen
untuk menanggapi situasi praktis tertentu yang harus
mereka hadapi.
• Situasi tersebut merupakan pelaksanaan bagian dari
kurikulum yang terganggu dan menimbulkan persoalan bagi
guru atau dosen, misalnya karena penolakan peserta didik
yang tidak mau belajar.
• Apabila tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas itu
merupakan upaya dalam inovasi pembelajaran, dan ternyata
menimbulkan respons yang kontroversial di kalangan staf
guru atau dosen lainnya karena dipandang bertentangan
dengan hakikat belajar, mengajar dan evaluasi selama ini,
maka Penelitian Tindakan Kelas dapat membantu mem-
berikan kepastian tentang manfaatnya kepada staf guru
atau dosen tersebut.
• Permasalahan atau isu-isu yang didiskusikan berlangsung
dalam wacana yang bebas dan terbuka, ditandai oleh rasa
toleransi dan menghormati pendapat orang lain, dan tidak
dibatasi oleh wewenang pimpinan dalam menerima hasil-
hasil penelitian.
• Proposal penelitian yang mengusulkan perubahan dianggap
sebagai hipotesis kerja yang harus diujikan terlebih dahulu
dalam praktek, sebagai pertanggungjawaban atau akun-
tabilitas terhadap staf pengajar lainnya.
• Penelitian ini merupakan pendekatan yang akar rumput
atau grass roots sifatnya, memakai pendekatan "bottom-up"
dan bukan "top-down" dalam mengembangkan kebijakan
atau strategi pengembangan kurikulum, yang seyogianya
difasilitasi oleh pimpinan lembaga pendidikan yang ber-
sangkutan (Elliott, 1991:9).

Memang biasanya berbagai kebijakan pendidikan ber-


langsung dari atas ke bawah, melalui keputusan menteri,
dilanjutkan dengan instruksi kepada dinas pendidikan di
daerah, diteruskan dengan instruksi kepada kepala sekolah,

43
GURU ATAU DOSEN SEBAGAI PENELITI

kemudian baru dilaksanakan di lapangan oleh guru di kelas.


Pendekatan seperti inilah yang memberikan citra sekolah
sebagai pabrik yang berkerja dengan dasar masukan-keluaran
atau "input-output", para peserta didik sebagai materi masuk-
an, guru atau dosen sebagai petugas yang mengolah materi
dalam proses produksi yang disebut kurikulum, dan pimpinan
sekolah sebagai manajer pabrik (Hopkins,1993:34).
Penelitian Tindakan Kelas akan mengubah citra ini, karena
akan membebaskan guru dan dosen dari posisi pengolah di
dalam pabrik menjadi otonomdalam kelas, dan guru atau dosen
dalam peranannya sebagai peneliti akan bersifat membebaskan,
atau "liberating", atau "emancipating", yang berarti mening-
katkan kepada kesetaraan (dengan kepala sekolah, pengawas,
orangtua peserta didik, kurikulum, buku teks, dan lain-lain.)
serta mengembalikan rasa percaya diri dan selanjutnya harga
diri (St.enhouse,1983:163;dalam Hopkins, 1993:4dan 34).
Guru atau dosen sebagai peneliti, selain akan menampilkan
citra diri yang profesional, juga akan menyeimbangkan
kecenderungan birokratisasi pendidikan dengan pertumbuhan
yang berbasis sekolah/kelas/ruang perkuliahan yang lebih
memperhatikan kebutuhan dan kepentingan lokal. Para
pimpinan sekolah, atau para pejabat dalam dinas pendidikan
harus mengakui dan menerima haail-hasil penelitian guru/
dosen/peneliti di kelas sebagai upaya kontribusi ke arah
perbaikan kemampuan mereka untuk keterampilan profesi
mereka, dan kualitas pendidikan pada umumnya. Hal ini
disebabkan adanya pengawasan atau kontrol etika pada para
peneliti untuk melaksanakan penelitian yang baik/benar di
dalam langkah-Iangkahnya seperti di dalam pengungkapan
permasalahan, pernyataan atau statements yang menjadi
landasan dalam pencarian solusi, dan prosedur penelitian
sehingga penelitian tersebut mengandung kebenaran-ke-
benaran yang tidak diragukan, seperti telah dirincikan di bah
terdahulu.

Penelitian dalmn Meningkatkan Kualitas Pembelajaran


Guru beserta para siswanya di kelas yang ikut berperanserta
dalam kegiatan penelitian mendapat pengalaman belajar
(learning experience) yang tidak keseharian sifatnya. Berikut
44
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

ini contoh yang diperoleh bagaimana guru-guru Sekolah Dasar


bersama-sama peserta didik mereka melakukan kegiatan
penelitian.
Penelitian yang mereka lakukan adalah kegiatan di bidang
Pendidikan Kewarganegaraan, mengenai bagaimana membina
para siswa menjadi warga negara yang baik. Gagasan peneli-
tian muncul sebagai kelanjutan (follow up) dari Konferensi IPS
Sedunia tahun 1997 di Sydney, Australia. Pada waktu itu ada
delapan negara di dunia yang bersedia ikut serta, termasuk In-
donesia, dengan koordinator Deakin University, Melbourne,
Australia. Wakil Indonesia yang ikut mengambil bagian adalah
peserta konferensi tersebut, yakni direktur PPS UPI Bandung
dan beberapa dosen dari Program studi 82 IPS SD, sebagai
kelanjutan kerjasama program studi tersebut dengan para
konsultannya yang berlangsung pada tahun-tahun pertama
pendirian program studi tersebut.
Pada tahap pertama yang berlangsung tahun 1998/1999,
dilakukan penawaran keikutsertaan guru-guru SD yang
bertugas tersebar di Kotamadya Bandung dengan suka rela
( tan pa dana). Lima belas orang guru SD menyatakan hasrat
ingin turut serta dalam penelitian, karena didorong keingin-
tahuan mereka bagaimana sebuah penelitian yang dilakukan
guru itu harus dilaksanakan. Selanjutnya kepada mereka
dibagikan sebuah daftar pertanyaan (questionnaire) yang berisi
sejumlah nilai-nilai yang mereka yakini untuk dikembangkan
dan dididikkan di kalangan murid mereka. Daftar pertanyaan
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu di-
bawa pulang oleh para guru untuk dipelajari, dan dikembalikan
setelah diisi. Dalam masukan balikan dari koordinator peneli-
tian temyata nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan berada pada
deretan terbanyak yang dipilih oleh guru-guru Indonesia ada-
lah nilai keluarga, kebangsaan, dan kerjasama/gotongroyong.
Pada tahap kedua yang berlangsung tahun akademis 2001/
2002, kegiatan penelitian berada pada tingkat kegiatan
pembelajaran di kelas dan di luar kelas (beyond classroom).
Thema pembelajaran pada tahap kedua ini adalah masalah
lingkungan, sedangkan yang menjadi tujuan adalah mengem-
bangkan dan mendidikkan nilai-nilai yang seharusnya dimiliki
warga negara yang baik terhadap lingkungan. Sepuluh orang
guru SD menyatakan ikut serta secara sukarela dalam tahap

45
GURU ATAU DOSEN SEBAGAI PENELITI

kedua, untuk melanjutkan kegiatan mereka pada tahap


pertama. Sebuah lokakarya diadakan untuk berbagi pengeta-
huan dan keterampilan, dengan arahan dan panduan dari pihak
Program Pascasarjana UPI. Pada tahap ini diikutsertakan tiga
orang mahasiswa PPS yang akan berperan sebagai pengamat
dalam kegiatan pembelajaran para guru. Penjadwalan dilaku-
kan untuk penyesuaian dengan kegiatan rutin sehari-hari para
guru dan untuk keperluan monitoring dan pengamatan.
Berikut ini adalah deskripsi pembelajaran masalah ling-
kungan yang diamati oleh penulis. Kegiatan pembelajaran satu
adalah mengembangkan konteks nilai-nilai tanggung jawab
terhadap lingkungan (Lesson One: Developing the Context:
Responsibilitiy for our Environment). Guru diminta untuk
menyajikan sebuah cerita tentang kehidupan dan perkem-
bangan sebuah sungai. Terdapat unsur-unsur rekaan dan
keajaiban di dalam narasi itu sesuai dengan daya imajinasi
anak pada usia SD, akan tetapi juga menekankan hubungan
antara lingkungan dengan budaya untuk menstimulasi daya
pikir siswa dalam diskusi nantinya. Akhir cerita bersifat
terbuka, dan siswa diminta untuk membuat akhir cerita
menurut pandangannya sendiri. Guru sambil bercerita dibantu
oleh media gambar sungai yang dipasang di papan tulis,
lengkap mulai dari mata air sumber yang mengalirkan airnya
ke sungai, melalui daerah pertanian pesawahan, kemudian
memasuki daerah pemukiman penduduk perkotaan, dan terus
menuju ke muaranya yang dalam perjalanannya melalui
wilayah industri. Kualitas air yang berbeda digambarkan
dengan wama-warni yang berbeda pula.
Selanjutnya guru membagi kelas ke dalam beberapa
kelompokdiskusi. Guru membagikan lembaran-lembaran tugas
kelompok (LKS-lembaran kerja siswa) untuk diisi pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan terutama mengenai nilai-nilai yang
perlu dimiliki para siswa sebagai calon warga negara yang baik
dalam.kaitannya dengan kehidupan sungai. Perubahan kualitas
air sungai, seperti yang tergambar dalam media, menjadi bahan
diskusi yang mengacu kepada analisis dan sintesis yang
dihubungkan dengan perilaku sosial penduduk yang hidup di
sepanjang aliran sungai, dan selanjutnya meningkat kepada
isu-isu tanggung jawab sosial dan masalah sosial dalam ukuran
yang lebih luas. Akhir cerita yang dibuat siswa sendiri juga

46
METODE PENELITIAN TIN DAKAN KE LAS

mengundang diskusi kelompokyang hangat, yang menyangkut


perilaku dalam kehidupan mereka sendiri terhadap sungai.
Pembelajaran kedua mengenai pengetahuan dan pema-
haman peserta didik tentang sampah. Siswa sebelumnya
diminta mengubur sampah di sebuah sudut halaman sekolah
pada akhir sesi pembelajaran satu. Pilihan lain ialah me-
meriksa sampah sekolah, atau membawa sampah dari rumah.
Di sekolah tempat penulis melakukan pengamatan, guru
meminta para siswa yang kebetulan mendapat giliran belajar
siang, rnembuka laci rneja mereka dan memindahkan benda-
benda (sampah) yang ada di dalamnya ke atas meja. Sampah di
laci itu adalah benda-benda yang ditinggalkan para siswa yang
belajar pada waktu pagi. Berbagai macam barang ditemukan,
mulai dari bekas makanan dan minuman, alat-alat tulis yang
sudah rusak atau potong, benda permainan anak-anak yang
rusak, buku-buku yang tertinggal, dan lain-lain. Guru kemu-
dian membagi kelas ke dalam kelompok. Guru selanjutnya
meminta kelompok berdiskusi dan mencatatkan basil pem-
bicaraan mereka. Guru membagikan daftar pertanyaan (LKS)
untuk dijawab siswa mengenai apa yang mereka temukan
dalam laci rneja, dan memilah-milah benda tersebut ke dalam
kelompokjenisnya dari bahan apa benda itu terbuat. Terlampir
sebuah daftar bahan asal untuk membantu para siswa meng-
identifikasi benda-benda sampah yang mereka temukan. Di
dalam daftar bahan asal itu juga tercantum daftar waktu yang
diperlukan bahan-bahan asal itu membusuk dan hancur.
Dari daftar pembusukan yang mereka baca, diskusi kelom-
pok menghangat dengan komentar-komentar dan teriakan
keanehan/ketidakpercayaan siswa akan kebutuhan waktu
untuk menghancurkan misalnya: sehelai daun pi sang ( 4
minggu); bahan plastik seperti botol air mineral (sampai 400
tahun); kertas/buku (3 minggu); lap kotor dari tekstil (tiga
bulan); bahan dari gelas (lebih dari sejuta tahun); kaleng alu-
minium (300 tahun); kantong anyaman (1 tahun); dan puntung
rokok (3 tahun). Guru rnenggunakan keheranan para siswa
sebagai kesempatan untuk memberikan pengarahan betapa
para murid harus berhati-hati dalam membuang sampah,
karena mereka sekarang memahami apa akibatnya. Guru juga
menjelaskan tentang konsep daur ulang bagi barang-barang
yang susah hancur.

47
GURU ATAU DOSEN SEBAGAI PENELITI

Dari kelas kemudian guru membawa para siswa ke tempat


sampah sekolah. Penjaga kebersihan sekolah sebelumnya
diminta untuk menyisakan seonggok sampah sekolah untuk
diperiksa. Kelompok-kelompok siswa mulai memilah-milah
jenis sampah yang menjadi bagiannya, dan menghitung waktu
yang diperlukan untuk proses pembusukan dan penghancuran,
yang mereka catatkan dalam LKS. Kembali ke kelas, guru
menugaskan kepada setiap kelompok untuk melaporkan
temuannya kepada kelas yang kemudian disertai tanya jawab.
Tahapan pertemuan ini kembali menekankan arti sampah
dalam kehidupan siswa dihubungkan dengan kebersihan,
kesehatan, dan pengelolaan lingkungan.
Pada pembelajaran tiga, guru disertai mitra dan para siswa
keluar dari kelas dan sekolah untuk meninjau kondisi sungai
yang letaknya terdekat dengan sekolah. Kebetulan sungai yang
diperiksa menampilkan tiga macam kondisi, yaitu di bagian
utara airnya masih kelihatan jernih kehijau-hijauan, ke bagian
tengah sungai terdapat banyak keramba pemeliharaan ikan,
dan ke sebelah selatannya setelah melalui daerah pemukiman
penduduk penuh dengan sampah domestik dan busa deterjen.
Semua yang dilihat dicatat oleh kelompok-kelompok siswa
dengan mengisi komentar dan analisis mereka tentang dampak
pemeliharaan ikan di keramba, serta polusi akibat sampah dan
deterjen terhadap kualitas air sungai. Sekembalinya di kelas,
guru membimbing diskusi kelas mengenai sungai yang baru
mereka kunjungi, diakhiri dengan kesimpulan berupa kum-
pulan nilai-nilai yang perlu diraih dan dikembangkan para
siswa dari tiga tingkat pembelajaran lingkungan.
Pada waktu koordinator penelitian datang ke PPS UPI
untuk mengumpulkan basil penelitian, para guru yang terlibat
mempresentasikan apa yang mereka lakukan dalam tiga
tingkat pembelajaran disusul dengan tanya jawab dengan
bantuan para pengamat, penerjemah, dan moderator.
Dari pengamatan di lapangan penulis mendapat kesan dan
kesimpulan, bahwa:
• Para guru yang ingin mengetahui bagaimana guru melaku-
kan atau terlibat dalam kegiatan penelitian, mempunyai
rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, melakukan kegiatan
dengan semangat, kreatif membuat kliping suratkabar,
bagan dan gambar.
48
METOOE PENELITIAN TIN DAKAN KE LAS

• Para guru dalam pembelajaran mengenai lingkungan ini


sudah melibatkan siswa dalam active learning, dengan
siswanya melakukan discovery melalui inkuiri dan pem-
berian tugas didukung oleh kegiatan belajar tidak hanya di
dalam kelas melainkan di luar kelas (beyond classroom
learning).
• Para siswa (kelas 4-5-6)yang diikutsertakan dalam kegiatan
penelitian ini tampak gembira dan semangat dalam mengi-
kuti setiap tahap penelitian, mereka mau bertanya dan
menjawab, spontan dalam memberikan komentar atau
respons yang menunjukkan keheranan (bahwa bahan plastik
membutuhkan waktu 300-400 tahun untuk hancur) atau
keraguan, bahkan kebingungan dalam menghadapi pola
perilaku penduduk di sepanjang aliran sungai seperti yang
dilihatnya dalam kegiatan yang diselenggarakan di luar
kelas. Dalam kegiatan-kegiatan ini tampak social skills
siswa berkembang.
• Para guru mendapat pengalaman pengetahuan dan kete-
rampilan mengajarkan topik-topik yang mengandung isu
kontroversial, misalnya mengenai sampah dan kebersihan
lingkungan beserta akibatnya terhadap kesehatan lingkung-
an yang harus melibatkan lembaga-lembaga masyarakat
lainnya.
• Salah satu sekolah yang terlibat, mendapat piala juara
kebersihan lingkungan di wilayah kecamatannya. Hal ini
berarti, bahwa sekolah tersebut sudah berhasil membawa
isu kebersihan ke tingkat kehidupan masyarakat lokal, dan
akan memberikan peluang kelanjutan pembelajaran yang
membelajarkan nilai-nilai yang perlu diraih untuk menjadi
warga negara yang baik, antara lain berinteraksi sosial dan
berproses dalam pengambilan keputusan.
• Dalam mempresentasikan basil kegiatan mereka, tampak
kesungguhan dan ketidakcanggungan, menunjukkan bahwa
terdapat guru-guru SD yang berusaha percaya diri, giat
dalam melaksanakan tugas, kreatif, dan dengan dukungan
kepala sekolah masing-masing melakukan usaha-usaha
peningkatan kualitas kinerja mereka.

49
GURU ATAU OOSEN SEBAGAI PENELITI

Pegangan Guru sebagai Peneliti


Kemampuan guru untuk meneliti akan meningkatkan k.inerja
dalam profesinya sebagai pendidik. Namun sejauh mana guru
berbuat untuk kemajuan dirinya berarti menyumbang kepada
tugas-tugasnya dalam lingkup kemajuan sekolah? Ada beberapa
kriteria yang perlu dijadikan pegangan guru. Hopkins menge-
mukakan beberapa saran tentang hal ini:
• Tugas utama seorang guru adalah mengajar, jadi kegiatan
melakukan penelitiannya jangan sampai mengganggu tugas
utama ini.
• Metode pengumpulan data jangan yang terlalu memakan
banyak waktu. Manfaatkan alat elektronik seperti tape re-
corder, mesk.ipun guru harus membuat transkripsinya yang
mungkin membutuhkan waktu juga. Pilihlah cara-cara pe-
ngumpulan data yang efisien dan relevan dengan kebutuhan.
• Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru sudah
diakrabi langkah-langkahnya, sehingga ia mampu menyusun
hipotesis kerja dan strategi pembelajaran yang akan
dikembangkannya sesuai dengan kondisi kelas dengan
percaya diri.
• Masalah penelitian harus sesuai dengan bidang tugas guru.
Hal ini mengingat bahwa penelitian akan membutuhkan
waktu dan energi guru, jangan sampai terjadi ia kehilangan
semangat apabila masalah penelitian menghadapi persoalan
yang ia tidak mampu menyelesaikannya, dan berhenti di
tengah jalan.

Mengapa Dosen Barus Meneliti?


Para dosen yang bertugas di perguruan tinggi terikat kepada
Tridarma Perguruan Tinggi, yang mencakup pengajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Karenanya,
penelitian merupakan kegiatan yang seharusnya merupakan
bagian dari kegiatan akademik sehari-harinya. Namun demi-
kian, kenyataan menunjukkan bahwa kegiatan penelitian yang
membutuhkan biaya menyebabkan kegiatan penelitian ter-
gan tung kepada lembaga-lembaga sponsor yang bersedia
membiayai penelitian tersebut.

50
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Pada umumnya dosen yang melakukan penelitian meng-


gunakan metode kuantitatif, atau kalau pun memakai metode
kualitatif mereka memilih metode historis dengan studi doku-
menter sebagai alat kajian dan pengumpulan datanya. Jarang
sekali yang memakai penelitian inkuiri naturalistik atau
bahkan Penelitian Tindakan Kelas, mungkin karena waktu
yang diperlukan untuk observasi dan wawancara terlalu lama;
atau barangkali di waktu lampau mereka belum mengenal dan
mampu melakukan prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Khusus bagi perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga
pendidikan atau guru-guru yang apabila sudah menyelesaikan
studi mereka akan bertugas di jenjang persekolahan tingkat
dasar dan menengah, maka para dosen mereka pun sewajarnya
mengenal dan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dalam
jadwal perkuliahannya, agar mahasiswa mulai mengenal dan
menjadi akrab dengan Penelitian Tindakan Kelas apabila sejak
pendidikan pra jabatan sudah diekspos kepada model peneli-
tian ini. Hal ini mengingat Penelitian Tindakan Kelas sedang
digerakkan sebagai alat meningkatkan kinerja guru dan
perbaikan mutu pendidikan melalui berbagai kompetisi
Penelitian Tindakan Kelas
Selain itu, peran perguruan tinggi yang menghasilkan
tenaga guru, mempunyai berbagai peran dalam gerakan
Penelitian Tindakan Kelas di kalangan guru-guru sekolah
karena beberapa aspek berikut.
• Program-program penelitian guru yang berorientasikan
inkuiri/penelitian, mengandung berbagai dimensi per-
masalahan mengenai model, ontologi, analisis, dan kendala
yang membutuhkan rujukan dan bantuan akademik lembaga
perguruan tinggi tempat para guru tersebut memperoleh
pendidikan pra jabatan.
• Isi dan tujuan pembelajaran yang reflektif, aplikasi peneli-
tian yang tepat dalam praktek, pilihan-pilihan yang terbuka
untuk membangun pembelajaran yang baik, dan refleksi
sebagai proses rekonstruksi berbagai pengalaman untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan juga memerlukan
ref erensi akademik.
• Pembaharuan pendidikan guru secara akademik, efisien,
rekonstruksi sosial, dan perkembangan berkelanjutan,

51
GURU ATAU DOSEN SEBAGAI PENELITI

biasanya berlokasi dan berawal dari lembaga akademik


yang bersangkutan.
• Maka, perubahan dalam program-program pendiclikanguru
yang berkaitan secara akademik, praktek di lapangan,
bantuan teknologi, dan orientasilkritik sosial bermula dan
dibekali dari lembaga akademik yang bersangkutan,
(Hollingsworth,1994:144}.

Asas-asaa Penelitian Tindakan Kelas yang telah dibahas di


muka berlaku juga untuk penelitian kelas di perguruan tinggi.
Penelitian Tindakan Kelas dilakukan untuk meningkatkan
kualitas dosen dalam pembelajaran, untuk menjembatani
antara teori dan praktek yang selama ini dianggap sebagai
dikotomi (Zuber-Skerritt, 1992:11},untuk refleksi diri para
dosen, untuk melakukan perubahan dalam lingkungan bertugas
dosen, dan juga berfungsi sebagai pembebas bagi para dosen
atau emancipating dan liberating.
Pengalaman penulis (2001/2002} waktu bertugas untuk
menyeleksi usulan Penelitian Tindakan Kelas para dosen di
Dikti, sulit untuk mendapatkan bahkan tidak berhasil men-
capai jatah 100 buah proposal penelitian yang adekuat untuk
diterima dari sekian banyak draft yang masuk dari seluruh
Nusantara. Pada umumnya mereka belum mengenal Penelitian
Tindakan Kelas, sehingga usulan disusun dalam bentuk
penelitian kuantitatif, lengkap dengan jargon-jargon-nya.
Sebagai langkah pendekatan alternatif dari penelitian
pendidikan yang tradisional (kuantitatif) dalam IPS terhadap
berbagai persoalan yang dihadapi dosen, maka penelitian
tindakan memberikan gambaran keuntungan sebagai berikut:
• Praktis, dalam arti bahwa wawasan dan hasil yang di-
peroleh dari penelitian tidak saja secara teoritik penting
untuk mengembangkan ilmu yang bersangkutan, akan
tetapi juga meningkatkan praktek pembelajaran selama dan
sesudah penelitian berlangsung.
• Partisipatif dan kolaboratif, karena peneliti bukan orang
luar rnelainkan salah seorang dari staf dosen yang bekerja
sama dengan dosen sejawat atau kolega demi kepentingan
bersarna.
• Emansipatoris, karena pendekatan tidak dilakukan dalam

52
METODE PENELITIAN TIN DAKAN KE LAS

jalur yang hierarkis, melainkan dilaksanakan oleh semua


partisipan dalam kedudukan yang setara.
• lnterpretatif, karena inkuiri sosial ini tidak menuntut hasil
berupa pernyataan peneliti yang positipistik dan bersifat
benar atau salah terhadap pertanyaan penelitian, melain-
kan solusi yang berdasarkan kepada pandangan dan
penafsiran semua subjek yang terlibat dalam penelitian.
Validitas penelitiannya dicapai dengan cara-cara tertentu
(Zuber-Skerritt, 1992:12-13).

Persoalan-persoalan Penelitian Tindakan Kelas apa saja


yang dapat dilakukan dosen perguruan tinggi? Tidak banyak
berbeda dengan yang dipermasalahkan para guru di jenjang
persekolahan. Keraguan akan adanya yang tidak heres yang
dihadapi dosen di kelas, merupakan salah satu langkah awal
kepada terbentuknya masalah penelitian. Hal ini terutama
dialami para dosen yang memberi kuliah pada semester
pertama, ketika para mahasiswa yang datang dari berbagai
macam SMA memulai kehidupan akademiknya di perguruan
tinggi dengan budaya belajar yang berbeda dengan cara belajar
sebelumnya.Cobalah kita periksa kemampuan-kemampuan apa
saja yang diperlukan mahasiswa tahun pertama, dan bisa
diupayakan peraihannya melalui Penelitian Tindakan Kelas:
• Kemampuan untuk mengenal kampus dengan bagian-bagian
di dalamnya yang berguna untuk kehidupan kampus,
seperti gedung-gedung tempat kuliah, kantor Jurusan,
Dekan, dan Rektor; gedung perpustakaan, laboratorium,
pusat kegiatan mahasiswa, poliklinik, bank, rental kom-
puter, fotokopi,dan toko buku (semua kegiatan ini seharus-
nya merupakan bagian kegiatan OSPEK, yang di Indonesia
tidak dilakukan).
• Keterampilan memanfaatkan sarana perpustakaan (library
skills), seperti mencari informasi dari buku, jurnal, koran,
ERIC, slides, film, internet, dengan berbagai tekniknya.
• Keterampilan membaca buku, membuat singkatan dan
rangkuman, membuat laporan bah, laporan buku, kritik
terhadap isi artikel atau buku, dan seterusnya.
• Keterampilan menulis essay, membuat kutipan, menuliskan
sumber, catatan kaki atau footnotes, catatan akhir atau
backnotes, daftar bacaan, dan lain-lain.
53
GURU ATAU OOSEN SEBAGAI PENELITI

• Keterampilan belajar lain seperti membuat catatan kuliah,


tugas belajar kelompok, berdiskusi kelompok/kelas, mem-
buat laporan tugas kelompok/kelas, dan lain-lain. (Zuber-
Skerritt, 1992:26-27).

Semua kegiatan di atas dilakukan untuk membantu maha-


siswa pemula mencapai tujuan belajar di perguruan tinggi,
yakni membangun daya berpikir kritis dan bukan hanya
mengakumulasi fakta dan pengetahuan sebanyak-banyaknya.
Mereka harus bisa mendapatkan/mencari informasi untuk
diolah dan diaplikasikan kembali kepada tugas-tugas dan
bidang-bidangpermasalahan baru di dalam studi mereka.

Makna Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen dan


Mahasiswa
1. INW. adalah dosen di sebuah perguruan tinggi yang meng-
hasilkan guru dan memberi kuliah dalam satu semester di
tahun pertama. Mata kuliahnya yang berbobot 4 SKS cukup
sulit dan strategis, karena merupakan perkuliahan awal dari
tujuh matakuliah dasar di jurusan tersebut yang berkelan-
jutan. Dengan materi yang luas, dosen menyajikannya dengan
metode ekspositorik. Mahasiswa kurang berpartisipasi dalam
kuliah, dan hasil belajar mahasiswa rendah, pada umumnya
yang lulus hanya mencapai nilai C, sedikit mendapat nilai B,
lebih sedik.it lagi mendapat nilai A, dan banyak yang tidak
lulus (nilai D atau E).
Untuk meningkatkan kinerja dosen dan prestasi belajar
siswa, serta mencapai "meaningful learning", dosen ingin
mencoba menggunakan metode inkuiri dalam pembe-
lajarannya. Kegiatan inkuiri mencakup menyelidik.isendiri
(dalam proses discovery) sumber-sumber, menganalisis,
mendiskusikan, dan menarik kesimpulan dari hal-hal yang
diselidiki. Dengan menggunakan desain model Elliott,
Penelitian Tindakan Kelas berlangsung dalam tiga siklus
dengan langkah-langkah mengidentifikasi masalah, recon-
naissance yang meliputi menemukan fakta dan analisis fakta,
membuat perencanaan metode pembelajaran baru (inkuiri),
dan implementasinya. Hasil pengamatan dan refleksi
dijadikan bahan perencanaan untuk siklus kedua. Pada siklus
54
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kedua, perencanaan kecuali perbaikan dari siklus pertama


juga melaksanakan aspek-aspek inkuiri yang belum tercakup
sebelumnya,dan meningkatkan kualitasnya. Denganlangkah-
langkah yang sama seperti siklus-siklus sebelumnya, siklus
ketiga menunjukkan pelaksanaan inkuiri di ruang kuliah
sudah stabil. Mahasiswasudah mulai menunjukkan minat dan
rasa ingin tahu mereka, ikut memberikan pendapat dan
bertanya dalam diskusi, dan belajar proses pengambilan
keputusan terutama dalam isu-isu kontroversial yang
terdapat pada bahan perkuliahan mereka. Evaluasi proses
menunjukkan adanya peraihan social skills di kalangan
mahasiswa, sedangkan evaluasi produk yang ditunjukkan
dalam UTS dan UAS penambahan jumlah pencapaian nilai-
nilai C, B, dan A.

2. Contoh berikut adalah bagaimana 19 orang mahasiswa


pascasarjana belajar teknik wawancara dalam seminar kelas
perkuliahan penelitian kualitatif (Brieschke, Patricia, di
Hofstra University, 1997, QSE). Terna bahasan penelitian-
nya adalah tentang "ras", dan yang sedang menjadi fokus
kajian ialah wawancara sebagai teknik pengumpulan data.
Terlebih dahulu, Profesor Brieschke menjelaskan istilah
wawancara, yang berasal dari bahasa Latin inter yang
berarti antara dan videre yang berarti melihat. Atau dari
bahasa Perancis entrevoir yang berarti melihat sekejap atau
melihat tidak jelas, atau s'entreuoir yang berarti saling
melihat. Wawancara berarti pertemuan tatap muka antara
pewawancara dan yang diwawancara. Dalam hal ini topik
wawancara adalah tentang "ras", maka berarti akan dilihat
selintas mengenai interaksi, pengalaman, dan penafsiran
pihak yang diwawancara yang berkaitan dengan "ras".
Penglihatan sekilas ini kemudian dibawa ke seminar kelas
untuk didiskusikan dan dianalisis. Kelas, yang juga
merupakan semacam ruang publik, mulai membahasnya
mula-mula sebagai pengamat yang objektif yang bersandar
kepada kaidah-kaidah akademik, namun semakin lanjut
wawancara dilakukan analisis kelas yang tadinya berpegang
kepada kategori yang ditegakkan bersama-sama, bergeser
ke berpikir kritis. Tujuan untuk menyelesaikan program
perkuliahan menjadi kabur, karena sernangat diskusi basil

55
GURU ATAU DOSEN SEBAOAI PENELITI

wawancara yang umumnya merupakan drama kehidupan


pihak yang diwawancara dalam pengalaman "ras"nya.
Proses perkuliahan lab yang semakin menonjol, karena
batas-batas antara "ras" sebagai topik wawancara lambat-
laun tertelan oleh pandangan dan nilai-nilai "ras" yang
dianut para pewawancara di kelas. Hal ini berarti, bahwa
para mahasiswa yang pada tahap awal wawancara dengan
pihak yang diwawancara berusaha mempraktekkan kelu-
gasan dan ketidakberpihakan, pada diskusi kelas yang
merupakan arena publik tidak mungkin untuk tidak
memasukkan opini dan nilai-nilai yang mereka anut dalam
hal mengenai "ras". Pengalaman ini menunjukkan, bahwa
dalam melakukan wawancara para mahasiswa menemukan,
bahwa dengan berinteraksi dengan yang diwawancara
mereka mendapat pengetahuan tentang bagaimana orang
lain meng-konstruk fenomena tentang "ras", kenyataan-
kenyataan yang mereka hadapi, serta subjektivitas dan
kemajemukan mereka. Pihak yang mewawancara tidak
selamanya bisa berada di luar garis perkuliahan ini yang
dimulai dengan suasana akademik, dalam proses di ruang
publik berkembang kesadaran bahwa terjadi peningkatan
emosi dengan munculnya subjektivitas yang awalnya "ras"
diartikan sebagai kenyataan biologis kemudian ditafsirkan
secara majemuk. Profesor Brieschke mengambil kesim-
pulan, bahwa langkah-langkah lugas para mahasiswanya
dalam memilih partisipan, berusaha untuk diterima (being
accepted), mengumpulkan data, melakukan triangulasi, dan
mencapai kejenuhan data yang sesuai dengan ketentuan-
ketentuan akademik, pada semester tersebut mengalami
membaurnya perasaan tidak enak (discomfort) karena
masuk atau terlibatnya emosi dan politik dalam wacana
publik (kelas) (Scheurichdan Foley, Ed., 1997:85-99).

Rangkuman
Kecuali menjelaskan mengapa guru/dosen harus meneliti, Bab
ini juga mengelaborasi makna Penelitian Tindakan Kelas bagi
mereka yang akan meningkatkan kualitas professional judge-
ment, mampu menanamkan rasa percaya diri dan kemandirian
para guru/dosen.

56
METODE PENELITIAN TIN DAKAN KELAS

Arti emancipating dan liberating dari Penelitian Tindakan


Kelas dibahas dalam bah ini beserta artinya bagi mereka yang
melakukan penelitian untuk meningkatkan harga diri dan
menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap para
pendidik.
Dalam era otonomi daerah, Penelitian Tindakan Kelas yang
bersifat lokal dan kondisional akan berfungsi sebagai penyeim-
bang antara birokratisasi pendidikan yang cenderung terpusat
kepada kepentingan-kepentingan yang berbasis kelas/ruang
kuliah, yang berarti juga kepentingan lokal.
Contoh penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh
guru atau dosen akan memberikan kesan bagairoana Penelitian
Tindakan Kelas itu dilakukan dan apa hasilnya bagi guru atau
dosen serta siswa atau mahasiswa.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 3


1. Guru atau dosen yang profesional adalah yang ... kecuali
A. Selalu mengembangkan diri
B. Mengambil keputusan untuk kepentingan siswa
C. Meningkatkan cara mengajarnya
D. Selalu mentaati instruksi kepala sekolah/ketua jurusan/
dekan

2. Salah satu penjabaran Penelitian Tindakan Kelas ialah ...


A. Proses yang diprakarsai guru/dosen dalam menanggapi
situasi praktis
B. Proses yang ditentukan kepala sekolah/dekan dalam
menangani masalah
C. Proses yang diarahkan diknas/dikti untuk menye-
lesaikan masalah
D. Proses yang dilakukan guru/dosen untuk menguji sebuah
teori

3. Karenanya Penelitian Tindakan Kelas merupakan peneli-


tian yang sifatnya ...
A. "Top down" untuk mengembangkan suatu kebijakan
B. "Grass roots" yang dilaksanakan guru/dosen di kelas/
ruang kuliah

57
GURU ATAU DOSEN SEBAGAI PENELITI

C. "Bottom up" untuk melaksanakan kurikulum nasional


D. "Grounded" yang secara deduktif mengaplikasikan teori

4. Penelitian Tindakan Kelas juga menjadi penyeimbang


antara birokrasi yang cenderung sentralistik, karena
karakteristiknya yang ...
A. lokal dan kondisional
B. kegiatannya tidak membutuhkan biaya sekolah
C. tidak membuat generalisasi
D. tidak transparan

5. "Beyond classroom learning" adalah contoh penelitian dan


kegiatan belajar yang dilakukan oleh ...
A. Guru dan siswa/dosen dan mahasiswa di kelas/ruang
kuliah
B. Peneliti luar di kelas/ruang kuliah
C. Guru dan siswa/dosen dan mahasiswa di dalam dan di
luar kelas/ruang kuliah
D. Peneliti luar di dalam clan di luar kelas/ruang kuliah

6. Guru sebagai peneliti mempunyai beberapa pegangan,


antara lain ...
A. Keleluasaan dalam menggunakan waktu dan kelas
B. Larangan menggunakan waktu dan kelas dalam jadwal
belajar
C. Keterbatasan dalam menggunakan waktu dan kelas
D. Penelitian tidak mengganggujadwal belajar

7. Dosen sebagai peneliti Penelitian Tindakan Kelas diperlu-


kan untuk ...
A. Melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi
B. Syarat kenaikan tingkat
C. Meningkatkan kualitas kinerjanya
D. Meningkatkan daya saing di lingkungan Dikti

8. Masalah praktis di perguruan tinggi yang bisa diatasi


melalui Penelitian Tindakan Ke las adalah ... kecuali ...
A. Pengenalan kampus bagi mahasiswa baru
B. Pembayaran SPP melalui bank

58
METODE PENELITIAN TIN DAKAN KELAS

C. Penyesuaian budaya belajar akademik bagi mahasiswa


baru
D. Keterampilan membaca buku dan jurnal

9. Penelitian Tindakan Kelas bahkan bermanfaat dilakukan di


tingkat pascasarjana, antara lain untuk . . . kecuali ...
A Melatih kemahiran dalam melakukan wawancara
B. Bagian dari kegiatan perkuliahan metode penelitian
C. Memperbaiki nilai
D. Mengembangkan penelitian tahap pertama tesis/diser-
tasi dengan judul "Model"

10. Model Penelitian Tindakan Kelas yang dijadikan contoh


dalam bah ini membahas fokus Penelitian Tindakan Kelas
tentang . . . kecuali ...
A. Masalah lingkungan
B. Kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara
C. Kemahiran melakukan wawancara
D. Melaksanakan cooperative learning model dalam pem-
belajaran.

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 3


1.D 2.A 3.B 4.A 5. C
6.D 7.C 8.B 9.C 10. D.

Bacaan Lanjutan
Hollingsworth, Sandra and Sackett, Hugh. Ed. 1994. Teacher
Research and Educational Reform. Chic ago: University of
Chicago Press. Pp. 142-162.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press. Pp. 1-41.
Stenhouse, Lawrence. 1984. An Introduction to Curriculum Re-
search and Development. London: Heinemann. Pp. 142-165,
166-180.
Zuber-Skerritt, Ortrun. 1996. New Directions in Action Re-
search. London: The Falmer Press. Pp. 21-55.

59
GURU ATAU DOSEN SEBAOAI PENELITI

Tes is
Wendra, I Nyoman. 2005. Pendekatan Inkuiri dalam Pem-
belajaran Sejarah Nasional Indonesia I sebagai Upaya
untuk Meningkatkan Proses Belajar-Mengajar dan Prestasi
Akademik mahasiswa. Bandung: PPS UPI. Bab III-IV

Jurnal
Brieschke, Patricia. 1997. Qualitative Studies in Education. Vol.
10., No. 1., Pp 85-99.

60
METOOE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 4
Model-Model
Penelitian TindakanKelas

Pengantar
Di dalam bah ini akan ditampilkan beberapa model Penelitian
Tindakan Kelas sebagai bahan visualisasi tentang langkah-
langkah yang dilakukan dalam prosedur penelitian.

Tujuan
Setelah membaca dan mempelajari bah ini diharapkan pem-
baca, khususnya guru dan dosen yang akan melakukan
penelitian.
• Mendapat gambaran mengenai prosedur penelitian.
• Mengetahui langkah-langkah yang akan diambil.
• Mendapat kesempatan untuk mempersiapkan hal-hal yang
perlu dilakukan.
• Mempelajari persamaan dan perbedaan antara model-model
yang dicontohkan.
• Mengambil keputusan untuk memilih satu model yang
sesuai untuk penelitian yang akan dilakukan pembaca, guru
atau dosen.

61
MODEL-MODEL PENELITIAN TINOAKAN KELAS

BAGAN 2
Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis

GAGASAN AWAL

l
RECONNAISSANCE

l
Rencana Umum
Langkah 1
Langkah2
Langkah dst.
/
lmplementasi
Langkah 1
Perbaikan
.....__ Evaluasi _,
-- Rencana
Langkah 1
Langkah2

lmplementasi
Langkah2

Evaluasi 1-.._. Dst.

Penjelasan
Model ini menggambarkan sebuah spiral dari beberapa siklus
kegiatan. Bagan yang melukiskan kegiatan ini pada siklus
dasar kegiatan yang terdiri dari mengidentifikasi gagasan
umum, melakukan reconnaissance, menyusun rencana umum,
mengembangkan langkah tindakan yang pertama, mengim-
plementasikan langkah tindakan pertama, mengevaluasi, dan

62
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

memperbaikirancangan umum. Dari siklus dasar yang pertama


inilah, apabila peneliti menilai adanya kesalahan atau ke-
kurangan dapat memperbaiki atau memodifikasi dengan
mengembangkannya dalam spiral ke perencanaan langkah
tindakan kedua. Apabila dalam implementasinya kemudian
dievaluasi masih terdapat kesalahan atau kekurangan, masih
bisa diperbaiki atau dimodifikasi,yakni kemudian secara spiral
dilanjutkan dengan perencanaan tindakan ketiga, dan seterus-
nya. Siklus dalam spiral ini baru berhenti apabila tindakan
substantif yang dilakukan oleh penyaji sudah dievaluasi baik,
yaitu penyaji yang mungkin peneliti sendiri atau mitra guru
sudah menguasai keterampilan mengajar yang dicobakan dalam
penelitian tersebut. Bagi peneliti pengamat atau observer,
siklus dihentikan apabila data yang dikumpulkan untuk
penelitian sudah jenuh, atau kondisi kelas sudah stabil.
Penafsiran yang diberikan oleh Kemmis meliputi hal-hal
berikut.
• Penyusunan gagasan atau rencana um.um dapat dilakukan
jauh sebelumnya.
• Reconnaissance bukan hanya kegiatan menemukan fakta di
lapangan akan tetapi juga mencakup analisis, dan terus
berlanjut pada siklus berikutnya, dan bukan hanya pada
awal saja.
• lmplementasi tindakan bukan pekerjaan yang mudah,
karenanya jangan langsung dievaluasi melainkan dimonitor
dahulu sampai langkah implementasi dilakukan seoptimal
mungkin (Kem.misdalam Elliott, 1991:70).

63
MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAGAN 3
Revisi Model Lewin Menurut Elliott

Pelaluanaan Langkab/
--·· Ti.ndakan 1

Revisi Perencanaao

Reocana Baru
Langkahfl'indakan 1
Langkah/Tindakan 2
Langkahfl'indakan 3 PelakBBoaan
Langkahfl'indakan
Selanjutnya

Revisi Perencanaan

Rencana Baru
Langkah/Tindakan 1
Langkahfl'indakan 2
Langkahfl'indakan 3
Pelakaanaan
Langkahfl'indakan
Selanjutnya

64
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Penjelasan
Apa yang dimaksud dengan identifiksi masalah, pada hakikat-
nya ialah pemyataan yang menghubungkan gagasan atau idea
dengan tindakan. Berikut contoh-contohnya:
• Peserta didik merasa tidak puas dengan metode penilaian
yang dipakai guru. Bagaimana kalau kita berkolaborasi
untuk meningkatkan asesmen siswa?
• Peserta didik banyak membuang waktu percuma di kelas.
Bagaimana cara kita membawa siswa lebih banyak meng-
gunakan waktu mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas
mereka?
• Orangtua peserta didik bersedia untuk membantu sekolah
dengan melakukan supervisi PR (pekerjaan rumah) mereka.
Bagaimana caranya agar bantuan orangtua murid bekerja
lebih produktif? (Elliott, 1991:72).

Apa pun masalah yang akan diangkat dalam penelitian,


hendaknya tetap berada dalam lingkup permasalahan yang
dihadapi guru/dosen dalam praktek kesehariannya di kelas
atau ruang kuliah, dan merupakan sesuatu yang ingin di ubah
atau diperbaiki.
Sedangkan yang dimaksud dengan reconnaissance, ke-
giatannya dimaksud meliputi pemahaman tentang situasi kelas
yang ingin diubah atau diperbaiki. Apabila guru/dosen dalam
pembelajaran sehari-hari merasakan ada sesuatu yang janggal
atau kurang memuaskan, yang oleh peneliti pengamat juga
dicermati pada waktu orientasi atau tahap awal penelitian
sebagai perlu peningkatan, maka diperlukan penjelasan lebih
lanjut. Misalnya, kejanggalan itu ialah bahwa para peserta
didik banyak membuang waktu percuma di kelas perlu
deskripsi yang mendetail, seperti:
• Peserta didik yang mana yang membuang waktu percuma di
kelas?
• Tugas apa yang seharusnya mereka lakukan?
• Pada saat-saat mana dalam pelajaran mereka melaku-
kannya?
• Manifestasi bentuk kegiatan apa yang mereka tampilkan
waktu "membuangwaktu dengan percuma" di kelas?

65
MODEL·MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

lnfonnasi yang clidapat dari pertanyaan-pertanyaan di atas


akan menolong untuk membedakan berbagai aspek per-
masalahan penelitian, dan membantu ke arah mana perbaikan
harus dilakukan.
Refleksi atau rnempertirnbangkan baik atau buruknya atau
pun berhasil belurn berhasilnya tindakan, rnerupakan bagian
dari tahap diskusi dan analisis penelitian sesudah tindakan
clilakukan sehingga memberikan arah bagi perbaikan selanjut-
nya. Bentuk dari model ini digambarkan dalam alur-alur tahap
penelitian, namun demikian tetap berada dalarn pernbagian
siklus yang bergerak dalam spiral.

BAGAN4
ModelSpiral dari Kemmis dan Taggart (1988)

Penjelasan
Secara mendetail Kemmis dan
Taggart (Hopkins, 1993:48)menjelas-
kan tahap-tahap penelitian tindakan
PLAN
yang dilakukannya. Permasalahan
penelitian difokuskan kepada stra-
tegi bertanya kepada siswa dalam
pembelajaran sains. Keputusan ini
timbul dari pengamatan tahap awal
yang menunjukkan bahwa siswa
belajar sains dengan cara menghafal
dan bukan dalarn proses ink.uiri. Da-
lam diskusi dipikirkan cara untuk
mendorongink.uiri siswa, apakah de-
ngan mengubah kurikulum, atau me-
ngubah cara bertanya kepada siswa?
Akhimya diputuskan untuk menyu-
sun strategi bertanya. Maka diran-
canglah strategi bertanya untuk
mendorong siswa untuk menjawab
pertanyaannya sendiri. Semua ke-
giatan ini dilakukan pada tahap
perencanaan (plan).

66
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Pada kotak tindakan (act), mulai diajukan pertanyaan-


pertanyaan kepada siswa untuk mendorong mereka menga-
takan apa yang mereka pahami, dan apa yang mereka minati.
Pada kotak Pengamatan (observe), pertanyaan-pertanyaan
dan jawaban-jawaban siswa dicatat atau direkam untuk melihat
apa yang sedang terjadi. Pengamat juga membuat catatan
dalam buku hariannya.
Dalam kotak Refleksi (refiect), temyata kontrol kelas yang
terlalu ketat menyebabkan tanya jawab kurang lancar dilak-
sanakan sehingga tidak mencapai hasil yang baik, dan perlu
diperbaiki.
Pada siklus berikutnya, perencanaan direvisi dengan
modifikasi dalam bentuk mengurangi pernyataan-pernyataan
guru yang bersifat mengontrol siswa, agar strategi bertanya
dapat berlangsung dengan baik. Pada tahap tindakan siklus
kedua hal itu dilakukan. Pelaksanaannya dicatat dan direkam
untuk melihat pengaruhnya terhadap perilaku siswa. Pada
tahap refleksi, ternyata siswa di kelas selalu ribut (karena
kontrol dikurangi?) Bagaimana cara memperbaikinya? Apakah
dengan saling mendengarkan, atau dengan mengajukan perta-
nyaan lanjutan (probing)? Pelajaran apa yang bisa menolong?

BAGAN 5
Model Ebbutt (Hopkins, 1993:52)

P81U=n······ · · · · ····· ····•._I __Po_mi_l,--Awal


__ _,, : s:: j

'7' :
I
Revisi
Perencanaan
' --
r · .... •···················:
:3:::.
.

: : .____________,.~ . ·_·_·_·_-_-_·_-_·_-_-_-_-_·_-_._.r_·_·_-_·_·_-_-_-_·_-_-_-_-_-_-_-_-_·

I Pelllksanaan
j .. Tlndakan 2, Dst. _[
\ Po,lak:.~r.aan Tindakan 1
RIIWll Poruncanaan
. . r Pelaksan4tln Tlndakan 2
Dmt
.;
;

: Alau
Alau ······'

Alau

, ! ,
t . ~~~~~~-~~-~ . ]
67
MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Penjelasan
Model ini menunjukkan bentuk alur kegiatan penelitian.
Dimulai dengan pemikiran awal penelitian yang dilanjutkan
dengan reconnaissance. Bagian ini, Ebbutt berpendapat
berbeda dengan penafsiran Elliott mengenai reconnaissance-
nya Kemmis, yang seakan-akan hanya berkaitan dengan
penemuan fakta saja (fact finding only). Padahal. menurutnya,
reconnaissance mencakup kegiatan-kegiatan diskusi, negosiasi,
menyelidiki kesempatan, mengases kemungkinan dan kendala,
atau dengan singkat mencakup keseluruhan analisis.
Menurut Ebbutt, cara yang tepat untuk memahami proses
penelitian tindakan ialah dengan memikirkannya sebagai suatu
seri dari siklus yang berturut-turut, dengan setiap siklus
mencakup kemungkinan masukan balik informasi di dalam dan
di antara siklus. Deskripsi ini mungkin tidak begitu rapih di-
bandingkan dengan membayangkan proses itu sebagai spiral,
atau dengan bagan representasi. Bagaimana pun menurut
Ebbutt proses penelitian tindakan pendidikan yang ideal ada-
lah seperti yang digambarkannya di atas (Hopkins, 1993:50-51).

68
BAGAN 6
Model McKernan (dengan modifikasi dari Hopkins, 1993:53)

Tindakan Siklus 1 Tindaknn Siklua 2


a:
m
Tindakan yang membutuhkan -t
Pcrbaikan Situasi MaoolDh 0
0
m
Dst ... .,,
m
z
m
r
-t
:,,.

C Keputu...,oon.-- __ _, Keputuaan
z
-t
z
0
:,,.
Evalunsi Ascamen Kcbutuhan Evaluturi Atiosmon Kebutuhnn
"":,,.z
lmplementnsi HipotesislGagn&Dn lmplementoai Hipotosia/Gaga&Dn
""
m
r
:,,.
(/1

Roviai RencnnnTindnlmn Revisi RencanaTindakan

Tl T2
MOOEL-MODEL PEHELITIAN TINDAKAN KELAS

Penjelasan
McKeman (1991) lebih menekankan model penelitian dengan
"proses waktu", dalam arti bahwa dalam penelitian tindakan
yang penting janganlah dilakukan dengan terlalu kaku dalam
soal waktu. Hal ini mencakup menentukan fokus permasala-
han, penyelesaian masalah yang rasional, dan kepemilikan
penelitian yang demokratis.

Rangkuman
Dalam bah ini ditampilkan beberapa model Penelitian Tinda-
kan kelas, di antaranya model Lewin yang ditafsirkan oleh
Kemmis (1980), model Elliott sebagai revisi dari model Lewin
(1991),model Kemmis dan Taggart (1988),model Ebbutt (1993),
dan model McKernan (1991). Dengan visualisasi bagan dari
model-modelini anda dapat mengkaji langkah-langkah kegia-
tan penelitian dalam berbagai variasi. Anda dapat melihat
perbedaan dan persamaannya. Lebih banyak persamaan dari-
pada perbedaannya, terutama dalam konsep-konsep siklus dan
spiral penelitian, walaupun yang ditampilkan adalah alur
penelitian.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 4


1. Cobalah Anda buat bagan model Penelitian Tindakan Kelas
menurut Lewin seperti yang ditafsirkan oleh Kemmis!
2. Buatlah juga latihan bagan model menurut Elliott!
3. Demikian juga lakukan latihan membuat modelPenelitian
Tindakan Kelas menurut Kemmis dan Taggart!
4. Buatlah latihan bagan model Ebbutt!
5. Demikian juga latihlah keterampilan Anda dalam membuat
bagan Penelitian Tindakan Kelas model McKeman!

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 4


Untuk melihat ketepatan latihan Anda membuat bagan model
Penelitian Tindakan Kelas, cobalah Anda samakan atau eek
kesalahannya dengan bagan model-modelyang bersangkutan di
dalam buku!
70
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Bacaan Lanjutan
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia, PA: Open University Press. Pp. 69-74.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia, PA Open University Press. Pp. 47-56.
Gall, Meredith D., Gall, Joyce P. and Borg, Walter R. 2003.
Educational Research. Boston: Allyn & Bacon. Pp.585-588.
Zuber-Skerritt, Ortrun. 1992. Action Research in Higher Educa-
tion. London: Kogan Page Ltd. Pp. 12-14.

71
BAGIANII

PELAKSANAAN PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Pengantar
Bagian pertama dari buku ini membahas mengenai berbagai
informasi untuk mengenal Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Diharapkan pembaca, terutama guru dan dosen, semakin
tertarik untuk lebih mengetahui tentang berbagai kemampuan
meneliti agar segera memiliki keterampilan Penelitian
Tindakan Kelas untuk dapat mulai melakukan penelitian di
kelas atau ruang kuliah dalam upaya meningkatkan kinerja
sebagai pendidik.
Ada baiknya sebelum melanjutkan ke bagian yang mem-
bahas tentang berbagai kegiatan Penelitian Tindakan Kelas,
pembaca menyegarkan kembali pikiran tentang hal-hal me-
ngapa sebaiknya segera memiliki kemampuan dan keteram-
pilan meneliti. Guru pada umumnya tidak merasa akrab
dengan teori, bahkan merasa jengah terhadapnya. Penelitian-
penelitian yang dilakukan mengenai guru dan kelasnya selama
ini bertujuan untuk menguji atau membuktikan teori, dan
mereka hanya berperan sebagai objek penelitian tersebut. Para
dosen mungkin tidak asing dengan teori, akan tetapi dalam
Penelitian Tindakan Kelas fungsi teori berbeda dengan fungsi
teori dalam penelitian yang biasa dilakukan, yang pada
umumnya bermuara kepada tradisi positifistik. Untuk lebih
jelasnya berikut ini eksplanasi kaitan antara Penelitian
Tindakan Kelas dengan pengetahuan atau teori:
Pertama-tama, perlu diingatkan kembali bahwa tujuan
dasar Penelitian Tindakan Kelas adalah memperbaiki praktek
pembelajaran guru di kelas atau dosen di ruang perkuliahan,
dan bukan untuk menghasilkan pengetahuan atau teori.
Penggunaan atau utilisasi pengetahuan, dan apabila pada saat
berlangsung proses ternyata menghasilkan pengetahuan, maka
keduanya tetap dikondisikan dan ditujukan kepada sasaran
dasar Penelitian Tindakan Kelas tadi (Elliott, 1991: 49). Hal ini
disebabkan karena yang didahulukan adalah meningkatkan
kualitas intrinsik pembelajaran, jadi apabila sebagai produk
dari upaya perbaikan itu berbentuk meningkatnya kemampuan
intelektual peserta didik, hal tersebut memang sudah ter-
masuk yang direncanakan. Manifestasi dari kualitas pembela-
jaran yang dapat disebut sebagai proses pendidikan atau educa-
tional process adalah basil pendidikan atau educational out-

75
PELAKSANAAN PENELITIAN TINOAKAN KELAS

comes pada peserta didik. Renungan dan pertimbangan


mengenai hubungan antara proses pembelajaran dan produk
belajar peserta didik merupakan karakteristik sentral dari
praktek reflektif, atau dengan istilah lain penelitian tindakan.
Kedua, refleksi yang merupakan kegiatan yang mewarnai
seluruh tindakan merupakan refleksi dalam tataran etik
filosofis,dan bukan dalam pengertian penalaran yang bersifat
sangat teknis yaitu ada masalah - ada solusi. Refleksi di sini
adalah dalam memilih arah tindakan dalam kondisi tertentu
dengan memperhatikan nilai-nilai yang berlaku. Apabila nilai-
nilai menjadi sangat relavan dalam arah tindakan, maka
refleksi mencakup juga upaya perubahan dan hasilnya. Nilai-
nilai yang dilibatkan dalam refleksi jelas rnenunjukkan bahwa
upaya-upaya perbaikan itu etis sifatnya, dan hal ini berada
pada tataran filosofis. Filosofis praktis (Elliott, 1991:51)inilah
yang mengarahkan perhatian kepada pentingnya data empirik
untuk landasan reflektif dalam memperbaiki praktek pem-
belajaran.
Apabila refleksi ditampilkan dalarn kegiatan analisis
reflektif, maka prosesnya berlangsung di rnana peneliti lebih
mengutamakan intuisi dan penilaian (judgment) untuk meng-
gambarkan atau mengevaluasi fenomena yang sedang ditelaah.
lstilah lain untuk lebih mengelaborasi intuisi dan judgment
ialah kontemplasi introspektif, tacit knowledge (atau pengeta-
huan yang tidak diungkapkan), imajinasi, kepekaan artistik,
dan "memeriksa dengan disertai rasa pesona" (examining with
a sense of wonder) (Gall, Gall, dan Borg, 2003:459).
Ketiga, Penelitian Tindakan Kelas mengupayakan pening-
katan praktek pembelajaran dengan mengernbangkan kapasitas
para guru atau dosen dalam membedakan dan menilai berbagai
situasi kernanusiaan yang kompleks.Agar rnampu melakukannya
dengan tepat maka para praktisi perlu rnengembangkan peran
profesionalnya, menampilkan performans yang baik, dan
molaksanakan inkuiri sebanyak rnungkin. Bentuk inkuiri yang
mengakui kenyataan keseharian yang dernikian kompleks,
cenderung untuk melakukan cara yang sederhana dengan
mengabstraksikan teori dan rnengaplikasikannya pada kondisi
tersebut, kemudian menghasilkan generalisasi atau teori yang
menjelaskan signifikansinya hanya pada aspek-aspek penting
dalam kasus tersebut. Dalam Penelitian Tindakan Kelas

76
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

pemahaman teori fungsinya disubordinasikan kepada apresiasi


dan kebutuhan yang menyeluruh yang holistik sifatnya.
Keempat, dan yang terpenting, adalah kandungan misi
menyetarakan dan membebaskan guru dan dosen yang dicapai
dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (Hopkins, 1993).
Selama ini guru atau dosen harus melakukan ini dan itu sesuai
dengan petunjuk dari atas. Apabila basil Penelitian Tindakan
Kelas yang dilaksanakan kredibel dan menunjukkan arah yang
sebaliknya maka kebenaran yang berasal dari akar rumput
(grass roots, atau grounded) harus diperhatikan. Hal ini akan
menumbuhkan kesadaran tentang keharusan memiliki sema-
ngat kemandirian (guru atau dosen sebagai pengembang
kurikulum atau curriculum developer di kelas dibenarkan
kemandiriannya), mengurangi ketergantungan guru/dosen, dan
keberanian mengambil prakarsa akan menumbuhkan rasa
percaya diri. Rasa percaya diri yang dibuktikan oleh kemam-
puan meneliti menunjukkan meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan atau professional skills para pendidik. Hal ini
akan mengembaJikan wibawa mereka dan kepercayaan masya-
rakat pengguna lembaga pendidikan. Mudah-mudahan keber-
maknaan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas yang
dirincikan di atas, meyakinkan guru atau dosen untuk juga
melakukan Penelitian Tindakan Kelas di kelas atau ruang
kuliah masing-masing!
Bagian kedua ini akan membahas tentang berbagai kegiatan
Penelitian Tindakan Kelas. Pada bagian terdahulu, yakni pada
Bagian pertama telah dipelajari berbagai aspek tentang tradisi
penelitian kualitatif, kerangka filosofis Penelitian Tindakan
Kelas, mengapa guru dan dosen perlu melakukan penelitian,
dan beberapa model Penelitian Tindakan Kelas.
Pada Bagian kedua ini akan dibahas tentang bagaimana
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas, langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam penyusunan desain, fokus per-
masalahan, dan pengumpulan data dengan tepat dan baik,
ant ar a lain misalnya dengan memperbatikan petunjuk-
petunjuk tentang bagaimana menyusun desain, memformulasi-
kan fokus permasalahan, teknik-teknik pengumpulan data
antara lain dengan cara melakukan pengamatan atau observasi,
wawancara, atau teknik lain yang diperlukan; serta berbagai
aspek penelitian lainnya yang barus dilakukan.

77
PELAKSANAAN PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Agar menguasai betul langkah-langkah penelitian kelas ini,


sebaiknya guru atau dosen memperlengkapi diri dengan
menambah bacaan seperti yang dianjurkan dalam bacaan
lanjutan dan daftar pustaka. Kecuali itu, ada baiknya juga
dilakukan latihan-latihan berbagai keterampilan untuk
menguasai teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data, dalam mereduksi dan mengkategorisasikan data, untuk
selanjutnya melakukan analisis data.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan bagian ini
dalam penelitian kelas, mungkin yang terbanyak dibandingkan
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian-
bagian lainnya, hal ini disebabkan karena melibatkan berbagai
kegiatan di kelas antara lain untuk menghadiri proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh mitra peneliti, guru atau dosen
sendiri, mengamati apa yang tengah berlangsung, serta
terutama memperhatikan respons para siswa atau mahasiswa.
Observasi yang dilakukan di kelas dicatat seteliti mungkin,
karena cata tan lapangan (field notes) akan merupakan bahan
utama yang mengandung sejumlah kekayaan data tentang kelas
yang diteliti, dan sebagai bahan untuk selanjutnya dianalisis.
Dengan deskripsi yang mendetail dan kaya tentang segala
sesuatu yang sedang berlangsung di kelas, maka catatan
lapangan atau field notes ini merupakan jaminan kredibilitas
penelitian Anda atau yang disebut sebagai internal validity.
Kesadaran Anda akan perlunya meneliti, akan mendorong
Anda untuk membaca lagi, kemudian melakukan renungan atau
refleksi (seperti yang dimaknai di bah terdahulu dan pada
bagian pengantar Bagian Kedua ini) terhadap apa yang dibaca
dan fahami, berdiskusi dengan teman sejawat, bertanya kepada
para pakar, melatih diri dengan tekun, akan membawa
pencerahan dan pemberdayaan kepada kemampuan profesional
guru atau dosen.

78
METODE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

BAB 5
Menentukan Permasalahandan Fokus
Penelitian

Tujuan
Setelah mempelajari bagian ini guru atau dosen diharapkan
akanmampu:
• Memahami apa yang dimaksud dengan fokus permasalahan.
• Mengidentifikasipermasalahan yang dihadapi di kelas.
• Melakukan analisis masalah.
• Membentuk kerangka pemikiran atau paradigma dan
membuat bagannya.
• Merumuskan pertanyaan penelitian atau hipotesis kerja
atau guideline hypothesis.

Fokus Permasalahan
Apabila guru atau doscn berdiri di kelas atau di ruang
perkuliahan dan sedang sibuk menyajikan bahan pembelajaran
kepada peserta didik, kemudian merasakan ada sesuatu yang
kurang, sesuatu yang tidak seharusnya, atau sesuatu yang
mengganjal pada proses belajar mengajar tersebut, maka guru
atau dosen sedang menghadapi persoalan dalam pembelajaran.

79
MENENTUKAN PERMASALAHAN DAN FOKUS PENELITIAN

Ada kemungkinan para peserta didik tidak merespons seperti


yang diharapkan, atau ada kemungkinan peserta didik kurang
memabami apa yang sedang dikemukakan atau ditanyakan,
atau kemungkinan lain suasana kelas kurang kondusif untuk
pembelajaran yang sedang berlangsung, atau pun ada sebab-
sebab lainnya. Inilah suatu pertanda, bahwa ada persoalan
dalam pembelajaran, dan sebaiknya guru atau dosen mem-
berikan perhatian terhadap bal itu. Apabila guru atau dosen
memperhatikan adanya suatu kondisi yang tidak seharusnya
ada dalam proses pembelajaran, maka dapat dikatakan sudah
ditemukan sesuatu yang dapat dijadikan permasalahan
penelitian Anda.
Hopkins (1993:63) mengemukakan pertanyaan-pertanyaan
berikut untuk menolongmencari fokus pennasalahan:
• Apa yang sekarang sedang terjadi?
• Apakah yang sedang berlangsung itu mengandung per-
masalahan?
• Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasinya?
• Saya ingin memperbaiki ...
• Saya mempunyai gagasan yang ingin saya cobakan di kelas
saya ...
• Apa yang dapat saya lakukan dengan bal semacam itu?

Apabila pertanyaan-pertanyaan di atas diperhatikan, dan


guru atau dosen menemukan pertanyaan tentang apa yang
sebenarnya terjadi di kelas, maka benarlah guru atau dosen
telah menemukan fokus permasalahan untuk penelitian kelas.
Bersiap-siaplah untuk melakukan langkah-langkah selanjut-
nya. Sebagai contob, ada beberapa kemungkinan dalam
permasalahan yang ditemukan terjadi dalam aspek-aspek
pembelajaran seperti:
• Suasana kelas yang kurang mendukung kelancaran proses
belajar mengajar.
• Metode pembelajaran yang kurang tepat untuk membahas
pokok kajian.
• Buku teks yang tidak mendukung.
• Media pembelajaran yang tidak ada atau kurang.
• Sistem penilaian yang tidak sesuai, dan aspek lain yang
mungkin dinilai kurang.

80
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Sebagai cont.oh,salah satu masalah yang disebutkan di atas


ialah sistem penilaian yang kurang tepat sehingga mengganggu
proses belajar peserta didik. Hal ini perlu dipikirkan sebagai
suatu permasalahan yang mungkin dapat diperiksa melalui
tindakan karena memang hal itu tercakup dalam bidang
Penelitian Tindakan Kelas, dan guru berpendapat juga bahwa
sistem penilaian itu perlu diperbaiki.
Untuk lebih menjelaskan bagaimana mengidentifikasi dan
mencari permasalahan dan kemudian dipilih guru atau dosen
sebagai fokus masalah yang akan dijadikan bidang penelitian,
berikut ini beberapa cont.oh:
1. Pengembangan Model Teknik Non-tes bentuk Inkuiri dalam
Evaluasi Hasil Belajar PIPS di kelas 5 SD (Penelitian
Tindakan Kelas di Kotamadya Surabaya, 1997).
2. Upaya Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Melalui
Cooperative Learning (Penelitian Tindakan Kelas di SMP
Negeri 6, Tanjung Pinang, 2004).
3. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam
PIPS melalui Pembelajaran lsu-isu Kontroversial (Peneli-
tian Tindakan Kelas di SMAKabupaten Garut, 2004)
4. Pendekatan inkuiri dalam pembelajaran Sejarah Nasional
Indonesia I sebagai upaya untuk menigkatkan proses
Belajar-Mengajar dan prestasi akademik mahasiswa
(Penelitian Tindakan Kelas, Pendidikan Sejarah FPIPS
UPI-Bandung,2005)
Banyak hal dalam aspek-aspek yang disebut di atas yang
dapat secara terinci terus dikembangkan menjadi fokus
permasalahan. Ada beberapa pegangan yang dapat dijadikan
dalam mencari fokus permasalahan, terutama dalam menilai
pentingnya hal tersebut untuk dijadikan topik penelitian, man-
faat penelitian, dan kemungkinannya untuk diteliti, seperti:
• Jangan dimulai dengan permasalahan yang tidak mungkin
guru atau dosen sendiri dapat menyelesaikannya, seperti
misalnya mengubah cara menentukan penggolongan siswa
apakah ke IPA atau IPS di SMAatau mengubah mata kuliah
dalam kurikulum di Jurusan.
• Pilihlah fokus permasalahan yang terbatas, yang berukuran
kecil, yang dapat dicari solusinya dalam waktu singkat yang
tersedia untuk mclakukan penelitian tindakan.
81
MENENTUKAN PERMASALAHAN DAN FOKUS PENELITIAN

• Pilihlah fokus permasalahan yang penting untuk diselesai-


kan bagi kepentingan guru/dosen dan siswa/mahasiswa,
dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas/ruang
kuliah.
• Bekerjalah secara kolaboratif bersama mitra sejawat dalam
penelitian ini, tanyalah apakah dia juga pernah menghadapi
permasalahan yang semacam dengan masalah yang dihadapi
guru/dosen.
• Sebaiknya fokus permasalahan yang dipilih relevan dengan
tujuan dan rencana perkembangan sekolah atau fakultas
secara keseluruhan.

Mengidentifikasi Permasalahan Penelitian


Apabila guru atau dosen sudah berhasil merumuskan masalah
apa sebenarnya yang dapat dijadikan fokus dalam penelitian
tindakan kelas, untuk meyakinkan guru atau dosen bahwa
sudah mengidentifikasi fokus permasalahan yang bisa dijadi-
kan bahan penelitian kelas, cobalah ajukan beberapa per-
tanyaan sebagai bahan pengembangan:
• Apakah dengan fokus tersebut guru/dosen dapat memper-
baikinya?
• Apakah orang lain juga merasakan hal yang kurang heres
itu?
• Apakah guru/dosen merasa kebingungan dengan apa yang
ditemukan?
• Apakah guru/dosen semakin terdorong untuk mencari
solusi untuk permasalahan ini?

Apabila jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan


di atas telah meyakinkan, bahwa ada permasalahan yang perlu
ditangani maka masalah yang ditemukan adalah masalah
pembelajaran yang benar-benar dialami di kelas, dan bukan
masalah yang diminta oleh Kepala Sekolah atau Dekan untuk
diteliti, atau siapa pun juga yang menyarankan untuk diuji
cobakan di kelas.
Namun, apabila masih merasakan keraguan apakah benar
telah menemukan fokus permasalahan untuk diteliti, guru/
dosen dapat berdiskusi dengan rekan sejawat sesama guru/

82
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

dosen, atau meminta pertolongan dosen LPTK yang dikenal


dan mengetahui model penelitian ini, atau lakukanlah dengan
menggali wacana tentang Penelitian Tindakan Kelas yakni
membaca sendiri buku-buku tentang hal itu.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan, bahwa untuk
melakukan Penelitian Tindakan Kelas sebaiknya dilakukan
semacam feasibility study terlebih dahulu, seperti:
• Apakah guru/dosen bersedia dan mampu melaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas ini dalam peran sebagai peneliti/
mitra peneliti?
• Apakah kegiatan ini tidak merepotkan atau menyita waktu
guru/dosen?
• Apakah siswa di kelas sudah dipersiapkan untuk kegiatan
ini dan mereka siap dan bersedia untuk membantu/ber-
partisipasi dalam kegiatan penelitian ini?
• Apakah suasana kelas/iklim sekolah kondusif (antara lain
dukungan kepala sekolah) untuk pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas?
• Apakah sarana kelas/sekolah cukup tersedia untuk kebutu-
han penelitian?

Baiklah, apabila pertanyaan-pertanyaan di atas sudah


terjawab, sekarang masih ada permasalahan penelitian yang
perlu difikirkan dan dilakukan.

Menganalisis PermasalahanPenelitian
Seperti telah dibahas terdahulu, Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) adalah bentuk penelitian yang dilakukan secara kola-
boratif dan partisipatif. Artinya guru atau dosen tidak
melakukan penelitian ini sendiri, ada kemungkinan mereka
berkolaborasi atau bekerja sama dibantu oleh rekan sejawat
sesama guru/dosen, mungkin juga oleh kawan dosen LPTK yang
dikenal itu, atau mungkin juga bersama-sama Kepala Sekolah
atau bahkan Dekan yang ingin mengetahui bagaimana Peneli-
tian Tindakan Kelas dilaksanakan. Secara partisipatif bersama-
sarna mitra peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah
demi langkah.

83
MENENTUKAN PERMASALAHAN DAN FOKUS PENELITIAN

Contohnya, diskusikanlah fokus permasalahan dengan


mitra peneliti. Apakah fokus itu sudah tepat untuk diteliti,
apakah urgensinya untuk diteliti sangat kuat karena solusinya
tidak boleh ditunda-tunda lagi, atau apakah fokus itu masalah
dalam jangkauan guru/dosen untuk dicari penyelesaiannya dan
bukan yang sebetulnya merupakan masalah makro yang
semestinya dicari jawaban persoalannya oleh para pengambil
keputusan di bidang pendidikan? Sebagai contoh, apakah
rnungkin guru/dosen merubah teks buku paket IPS yang
disusun dan diterbitkan oleh Depdiknas atau buku teks di
perguruan tinggi melalui Penelitian Tindakan Kelas? Guru
atau dosen boleh saja menulis surat kepada lembaga tersebut
atau penerbit untuk keberatan tersebut, akan tetapi guru/
dosen sendiri tidak dapat mengubah teks buku tersebut, tanpa
sepengetahuan penulis dan penerbit karena hal itu akan
melanggar undang-undang hale cipta.
Jadi pilihlah permasalahan yang kecil saja, yang dapat
digarap dengan baik, masalah yang menyangkut kepentingan
guru/dosen dan para siswa/mahasiswa di kelas atau di ruang
kuliah. Topik itu sebaiknya rnendorongrnotivasi untuk dengan
semangat memulai dan rnenyelesaikan langkah-langkah
penelitian sampai tuntas, dan bukan yang di tengah jalan
apabila timbul kesulitan menyebabkan guru/dosen dan mitra
peneliti kehilangan semangat untuk melanjutkannya. Kolabo-
rasi dan partisipasi dengan mitra peneliti sangat berguna,
antara lain untuk saling memberikan dorongan dan sernangat
dalam rnengernbangkan profesi masing-masing sebagai guru
dan pendidik. Ada gunanya, apabila masalah penelitian guru/
dosen itu sesuai atau relevan dengan rencana perkernbangan
sekolah atau fakultas, atau termasuk prioritas yang diutarna-
kan dalam kegiatan sekolah/falcultassecara keseluruhan.

Membentuk Kerangka Pemikiran atau Paradigma


Setelah fokus permasalahan terbentuk, selanjutnya guru/dosen
peneliti sebaiknya rnenyusun kerangka pemikiran atau
paradigma penelitiannya. Paradigma (Kuhn, 1972) dalarn ilmu-
i l mu sosial dan kernanusiaan mernbantu peneliti untuk
memahami fenomena tentang asurnsi-asumsi dunia sosial,
bagaimana ilmu disusun atau diorganisir, dan apa yang disebut
84
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

masalah, penyelesaian masalah, dan kriteria pembuktiannya.


Dalam penelitian kualitatif, paradigma ada kalanya disebut
sebagai pendekatan konstruktivis (constructivist approach),
atau pendekatan naturalistik (naturalistic approah), atau
pendekatan interpretatif (interpretative approach), atau
perspektif postpositifis (postpositivistic perspective) (Creswell,
1994:4). Kerangka pemikiran atau paradigma adalah pan-
dangan dunia atau worldview dari peneliti untuk memahami
asumsi-asumsi metodologis sebuah studi secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Berikut sebuah bagan yang
menggambarkanparadigma kualitatif:

BAGAN7
...
Asurn~I -Pertanyaan Tentang ' -··
Pene11u,n~ Kuallt@\~-' ..
•... . . ·- . ,: ..l. -· .

Ontologi Hakekat tentang kenyataan Kenyataan adalah subjektif, dan jamak


dillhat dart pandangan para partlsipan
Epistemologi Hubungan antara peneliti Peneliti berlnteraksl dengan yang diteliti
dengan yang dlteliti
Aksiologi Peranan nllai Penuh nllai dan bias
Retorik Bahasa penelitian Informal
Mengembangkan keputusan
Kata-kata kualitatif
Nada suara akrab
Metodclogi Proses penelilian Proses induktif
Faktor pembentuk simuitan
Desain yang muncul,
kategori diidentifikasl
selama proses berlangsung,
selaiu kontekstual,
Pola atau teorl digunakan
untuk pemahaman,
Akurasi dan reliabilitas
melalui verlfikasi.

(dimodifikasi dari Creswell. 1994:5).

Sebagai contoh, berikut rm disajikan beberapa bentuk


paradigma penelitian:

85
00
CTl
BAGAN 8 !iC
Paradigma Konseptual untuk Perbaikan Sekolah (Multi Situs) m
z
m
z
-t
c
Faktor-Faktor Yang Keputuean Adopei Siklus Transformasi H11Bil
Berpengaruh
Konteks internal
"'z
>

Konteks ekstomal:
Demografi
~
• KeputUBanuntuk
mongadopsi
Penyajian lnovasi
· Ponyajian inovasi
· Derajat
Institusional ,,
m

ll
- Mnsyaraknt Upaya-Upaya yang menghnsilkan ;a
- Diknas lnovasi terdahulu Perubahan !I:
Keuntungan dan >

ll
CII
Kerugion
o~ >
- aturan, norma
• Individual dan
lnetitusional
...
Bantuan: · cara kerja · Rencano >
• Perubahan dalam - lnovasi Spesifik :J:
· (Eksternol & Internal) · praktek di kolas lmplementasi dan muta inovasi
· di uekolah, persepsi dan >
· Orientasi praktek • diantieipasi dan z
· lntervanei · relaei, interakei tidak diantisipasi
c
!i >
Pengguna:
· Asumei-Asumei
• Motif-Motif
• Keyakinan · Dukungan
l l
• Perubahan aturan
1l
z
.,,
0

Program lnovasi:
terhadap
lmplementasi
norma, praktek,
dan hubungan Dampaknya: "'
c
CII
· Asumsi-Asumsi • Positif chm Negutif
- Karakteristik
organieaei
· diantieipaei dan ,,
tidak diantisipasi m
z
m
Waktu : Satu kali Waktu : 2 . n kali Sampai berhaeil
...
-t
(dengan modifikasi, Miles dan Huberman, 1984:32)
:,,.
z
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAGAN 9
PengembanganKemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam PIPS/
Sejarah Melalui Pembelajaran Isu-Isu
Kontroversial

Tujuon Siawo
Pembelojoran Berpikir Kritia
············•
Metode,
....--- .... •
Media, :
Pendekatan Sumber :
Pembelojo1'1111
PJPSISejaroh ····························

Pembel4jlll'IUI lau·lau
Km,tnm,ni t-----4.
PIPS/Sejanh

Menyusun Hipotesis
Hipotesis lazim digunakan dalam penelitian-penelitian yang
bertradisi kuantitatif dengan pola pikir deduktif-verifikatif.
Pada kajian-kajian kualitatif, lebih banyak diajukan pertanyaan
penelitian dari pada menyusun hipotetis (Creswell: 1994:70).
Creswell menyarankan untuk mengajukan pertanyaan peneliti-
an dalam bentuk pertanyaan besar atau yang disebutnya a
grand tour question atau dapat juga disebut a guiding hypoth-
esis , dan pertanyaan kecil atau khusus yang disebutnya sub-
question. Di lain pihak, para pakar penelitian kualitatif ada
juga yang menggunakan hipotesis, seperti Elliott (1991:30)
dengan istilah hipotesis diagnostik (diagnostic hypotheses)
untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis permasalahan yang
timbul pada waktu proses inkuiri/penelitian sedang berlang-
s ung; atau hipotesis praktis (practical hypotheses) untuk
mengidentifikasi permasalahan pembelajaran dan bagaimana
pemecahannya. Lincoln dan Guba (1985:38) dalam penelitian
inkuiri naturalistiknya menggunakan hipotesis kerja atau
working hypotheses untuk dijadikan pegangan dalam langkah-
langkah penelitian. Hopkins (1993:69) cenderung mensejajar-
kan pertanyaan penelitian dengan hipotesis.

87
MENENTUKAN PERMASALAHAN DAN FOKUS PENELITIAN

f.
I,.
·I ·:

88
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Para pembaca guru/dosen peneliti dipersilakan mempertim-


bangkan dan memutuskan (= refleksi) pilihan antara bentuk
pertanyaan penelitian atau hipotesis.
Apabila sudah tercapai kesepakatan di antara para peneliti,
yaitu guru/dosen dengan mitra peneliti dalam menentukan
fokus penelitian, dan akan diformulasikan dalam bentuk
hipotesis maka langkah selanjutnya adalah menjabarkan, mem-
bahasakan dengan lugas dan jelas permasalahan penelitian.
Definisi permasalahan atau hipotesis ini berguna untuk
menentukan data apa yang harus dicari dan dikumpulkan,
serta untuk menganalisisnya. Jadi, susunlah hipotesis yang
jelas dan tepat, tidak mengandung dua makna atau ambigu, dan
kemukakan dengan gamblang. Hindari istilah-istilah yang
bernada kuantitatif seperti pengaruh (affect, influence, impact),
menentukan (determine), sebab (cause), dan hubungan
(Creswell,1994:71).
Di dalam penelitian pendidikan yang lazim dilakukan, pada
tahap penyusunan hipotesis seringkali teori dilibatkan untuk
menguji apakah misalnya metode mengajar tertentu yang
menurut teori si Anu berlaku di kelas-kelas atau di sekolah-
sekolah yang dipilih sebagai sarnpel penelitian dan sesuai teori
tersebut, atau tidak. Teori, yang menyangkut sejumlah asumsi
yang perlu dimaknai, diduga atau digunakan sebagai pegangan,
dalam Penelitian Tindakan Kelas tidak terlalu menjadi ukuran
untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang prag-
matik di kelas. Hal ini disebabkan karena kemungkinan teori
itu tidak cukup spesifik, atau proposisi-proposisinya tidak
dengan mudah digeneralisasikan kepada situasi-aituasi mikro
yang sangat individual, lokal, dan kondisional sifatnya seperti
yang menjadi karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
(Hopkins,1993:72).
Terdapat kesenjangan yang cukup besar antara teori dan
praktek, selain itu teori, generalisasi, asumsi, atau konstruk
yang disusun untuk pengambilan kesimpulan dalam Penelitian
Tindakan Kelas adalah sebaliknya dari menyusun teori pada
penelitian yang mengacu kepada tradisi kuantitatif, melainkan
berangkat dari praktek sehari-hari di kelas, yang melihat kelas
sebagai terdiri dari situasi-situasi unik, individual, dan
partikular. Teori mendasar yang disusun secara "grounded" ini
tersusun dari data yang kaya yang dikumpulkan secara

89
MENENTUKAN PERMASALAHAN OAN FOKUS PENELITIAN

substantif dalam situasi wajar yang alamiah, sehingga Peneli-


tian Tindakan Kelas berteori pendidikannya dengan merefleksi
secara sistematis dan kritis kejadian atau praktek sehari-hari
di kelas. Dengan cara demikian guru yang profesional bersikap
(a) ia mengontrol pengetahuan dan bukan ia dikuasai oleh atau
mengabdi kepada pengetahuan, dan (b) dengan Penelitian
Tindakan Kelas ia melibatkan diri dalam proses pembentukan
teori, dan sekaligus ia sendiri mencapai pengetahuan atau "self
knowledge" (Hopkins, 1993:73).
Contoh hipotesis berikut menggambarkan upaya dukungan
guru terhadap respons siswa untuk aktif berpikir secara
mandiri (Elliott, 1991:74):
Hipotesis: Ucapan-ucapan seperti "baik", "menarik", atau
"benar" terhadap respons yang berisi gagasan siswa dapat
menangkal timbulnya diskusi mengenai topik lain, karena
apabila guru tidak mendukungnya, maka siswa cenderung
untuk membahas topik lain.
Contoh yang lain adalah tentang guru dalam menyampaikan
informasi:
Hipotesis: Bila guru menyampaikan informasi faktual
secara lisan atau tulisan, maka siswa akan terhindar dari
penilaian yang salah, karena mereka cenderung untuk meneri-
ma informasi guru sebagai yang benar.
Contoh berikut adalah hipotesis kerja (guiding hypothesis)
yang dibangun dalam penelitian kualitatif jenis fenomenologi
"Bagaimana rasanya seorang ibu yang tinggal bersama anak
remajanya yang menderita sakit kangker?" Sedang dari jenis
"grounded" (termasuk Penelitian Tindakan Kelas) contohnya
mengenai prosedur analisis data sebagai bcrikut: "Kategori apa
yang muncul dari interaksi antara pendidik dan peserta didik?"
atau "Bagaimana hubungan antara pelayanan yang diberikan
pendidik dengan perilaku peserta didik?" (dengan modifikasi,
Creswell, 1994:70-71).
Beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan sebelum menyu-
sun hipotesis, adalah:
• Diskusikanlah permasalahan yang dihadapi dengan mitra
peneliti!
• Pelajari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di
bidang ini!
• Mintalah saran kepada ahli atau pakar di bidang ini!

90
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Selanjutnya pikirkan juga dengan seksama beberapa aspek


tindakan dalam penelitian, sebagai berikut:
• Apakah anda telah mengkaji dan merencanakan tindakan
yang akan dilakukan?
• Apakah anda telah mempersiapkan prosedur langkah-
langkah tindakan tersebut?
• Apakah anda telah mempersiapkan langkah tindakan
kecuali dari segi prosedur, juga dari kepraktisan, keber-
hasilan, dan evaluasinya?
• Apakah anda mempersiapkan alternatif lain apabila hasil
dari langkah tindakan tidak mencapai basil yang diharap-
kan, pada langkah berikutnya?

Rangkuman
Pemahaman mengapa sebaiknya guru atau dosen segera
melakukan penelitian dalam bentuk Penelitian Tindakan
Kelas, antara lain untuk memperbaiki praktek pembelajaran di
kelas/ruang kuliah, yang akan meningkatkan juga kualitas
belajar siswa atau mahasiswa karena hasil dari educational
process adalah educational outcomes.
Mulailah dengan gagasan umum dari permasalahan yang
dihadapi di kelas/ruang kuliah, untuk kemudian ditajamkan
dalam fokus permasalahan. Setelah mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan dengan mitra peneliti, lanjutkan
dengan membangun kerangka pemikiran atau paradigma
beserta bagannya.
Langkah berikutnya ialah merumuskan pertanyaan-per-
tanyaan penelitian yang disebut juga sebagai hipotesis kerja
atau guideline hypothesis.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 5


Untuk mencek kembali apakah pembaca telah memahami
bahan yang dibahas pada kajian atan Kegiatan Belajar di Bab 5,
cobalah selesaikan soal-soal berikut ini:
1. Anda memahami keperluan melakukan Penelitian Tindakan
Kelas, didorong kesadaran untuk ...

91
MENENTUKAN PERMASALAHAN DAN FOKUS PENELITIAN

A. Meningkatkan "teaching skills" anda di kelas


B. Menunjukkan kemahiran anda dalam meneliti
C. Meyakinkan para orangtua murid untuk menjadi sponsor.
D. Membantu Kepala sekolah dalam mencari solusi penge-
lolaan sekolah

2. Penelitian Tindakan Kelas memberikan pengetahuan (self


knowledge) kepada guru, karena ...
A. Kebenaran empirik yang dicapai dalam Penelitian
Tindakan Kelas tidak dapat disanggah oleh instruksi
Kepala sekolah atau Pengawas
B. Guru melibatkan diri dalam pembentukan teori di
kelasnya
C. Guru merupakan sumber informasi tunggal
D. Guru akan mendapat tambahan gaji apabila melakukan
Penelitian Tindakan Kelas

3. Meningkatkan kualitas pendidik dalam pembelajaran akan


meningkatkan basil belajar peserta didik karena ...
A. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan serempak ber-
sama-sama di seluruh sekolah/fakultas
B. Partisipasi bersama dengan mitra guru/dosen lain
C. Semangat kompetitif di antara para guru/dosen untuk
kinerja yang baik.
D. Educational process berkaitan erat dengan Educational
outcomes.

4. Untuk merumuskan permasalahan penelitian diperlukan ...


A. Instruksi dari Kepala sekolah/Dekan
B. lzin dari pengawas atau lembaga penelitian
C. Diskusi dengan sejawat/mitra peneliti
D. Keputusan seminar para pakar
5. Partisipasi dan kolaborasi dengan mitra peneliti diperlukan
dalam berbagai aspek penelitian, kecuali dalam ...
A. Merumuskan fokus permasalahan penelitian
B. Merencanakan tindakan perbaikan
C. Melakukan pencatatan lapangan
D. Melakukan diskusi

92
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

6. Kerangka pemikiran atau paradigma diperlukan dalam


Penelitian Tindakan Kelas untuk ...
A. Memahami masalah, mencari solusi, dan kriteria pem-
buktiannya
B. Manambah bacaan untuk meningkatkan pengetahuan
peneliti
C. Meningkatkan kerjasama dengan mitra peneliti
D. Memahami relasi kerja di antara komponen-komponen
penelitian

7. Dalam paradigma kualitatif, asumsi di bidang ontologi


menjelaskan ten tang •..
A. Proses atau prosedur penelitian
B. Bahasa yang digunakan dalam penelitian
C. Hakekat ten tang Kenyataan
D. Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti.

8. Hipotesis bisa juga dirumuskan dalam penelitian kualitatif


(termasuk tindakan kelas) dalam bentuk ...
A. Yang menjelaskan pengaruh (influence)
B. Pola berpikir silogistik/deduktif
C. Pembuktian kebenaran suatu teori
D. Hipotesis kerja, atau guiding hypothesis.

9. Teori "grounded" yang dibangun dalam Penelitian Tindakan


Kelas berlangsung dan berasal dari ...
A. Latar sosial sehari-hari yang wajar di kelas
B. Analisis data dari angket
C. Refleksi substantif antara peneliti dan mitra peneliti
D. Hipotesis yang dibangun untuk pembenaran teori

10. Kajian-kajian penelitian terdahulu yang telah dilakukan


untuk menelaah permasalahan yang sama perlu dilakukan,
untuk ... kecuali ...
A. Sebagai bahan rujukan
B. Memperluas wacana
C. Menghindari pengulangan
D. Bahan contekan
11. Saran dari para pakar diperlukan untuk membantu pene-
litian tindakan kelas yang akan dilaksanakan, jika terjadi ...

93
MENENTUKAN PERMASALAHAN DAN FOKUS PENELITIAN

A. Apabila Kepala sekolahtidak memberikan izin penelitian


B. Apabila ada masalah yang tidak dapat diatasi di tempat
penelitian
C. Apabila teman sejawat/mitra peneliti tidak membantu
mencari penyelesaian masalah
D. Apabila ada kesulitan dalam pendanaan penelitian.

12. Perlu dicari alternatif lain apabila dalam proses penelitian


tidak mencapai hasil yang diharapkan, misalnya dengan
melakukan ...
A. Membubarkan/meninggalkan penelitian
B. Lapar kepada Kepala sekolah/Dekan
C. Memodifikasi langkah penelitian
D. Menambah jumlah peserta peneliti.

13. Cobalah anda buat fokus permasalahan di kelas/ruang


kuliah anda sendiri!
14. Cobalah anda bentuk paradigms penelitian anda!
15. Cobalah anda susun hipotesis kerja untuk permasalahan
yang akan diteliti!

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 5


1. A 2. B 3. D 4. C 5. C 6. A
7.C 8.D 9.A 10.D 11.B 12.C
13. Kerjakan! 14. Kerjakan! 15. Kerjakan!

Bacaan Lanjutan
Creswell, John W. 1994. Research Design. Qualitative & Quan-
titative Approaches. Thousand Oaks: Sage Puhl. pp.4-15.
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University Press. pp. 72-74.
Gall, Meredith, D., Gall, Joyce P., and Borg, Walter R. 2003.
Educational Research. Boston: Allyn & Bacon. Pp. 459-460.
Kuhn, Thomas S. 1973. The Structure of Scientific Revolutions.
Chicago:The University of Chicago Press. pp. 23, 43-51.
Lincoln & Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage
Puhl. pp.36-46.

94
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB&
Prosedur Pengumpulan Data

Secara rinci telah diuraikan beberapa tahap persiapan peneli-


tian dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas, sekarang pembaca
akan dibawa melangkah kepada kegiatan penelitian itu sendiri.

Tujuan
Setelah mempelajari bah ini diharapkan guru/dosen yang akan
meneliti akan mampu:
• Memilih mitra untuk penelitian.
• Membuat perencanaan penelitian.
• Menyusun hipotesis kerja.
• Melaksanakan tahap/siklus 1 penelitian.
• Melakukan observasi.
• Membuat catatan lapangan (field notes).
• Melakukan diskusi dan refleksi pasca pelaksanaan siklus 1.
• Merencanakan pelaksanaan tahaplsiklus 2, dan seterusnya.

Merencanakan Langkah-Langkah Penelitian


Pada subbab ini sebaiknya peneliti mulai memikirkan dengan
hati-hati tindakan-tindakan apa yang akan diambil untuk
95
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

memperbaiki cara mengajar/memberi kuliah di kelas/ruang


kuliah, atau mencari solusi terhadap permasalahan yang
dihadapi di kelas. Terlebih dahulu perhatikanlah hal-hal
berikut.
• Tugas pendidik yang utama adalah mengajar di kelas, dan
kegiatan penelitian hendaknya tidak mengganggu tugas ini.
• Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan sebaik-
nya jangan yang terlalu menyita waktu.
• Metode penelitian ini sebaiknya dapat diandalkan untuk
pengembangan kemampuan menyusun hipotesis kerja dan
selanjutnya menyusun strategi untuk mengatasi persoalan.
• Permasalahan yang diangkat dalam penelitian hendaknya
yang sebenarnya dihadapi di kelas, dan memerlukan
penyelesaiannya.
• Memperhatikan prosedur etisnya sehingga tidak dilanggar.
• Jangan kehilangan perspektif, Anda harus tetap ingat akan
tujuan utama penelitian ini {Hopkins,1993:57-59).

Peranan Peneliti sebagai Instrumen Penelitian


Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas sebagai penelitian bertradisi
kualitatif dengan latar atau setting yang wajar dan alami yang
di teliti, memberikan peranan penting kepada penelitinya yakni
sebagai satu-satunya instrumen karena manusialah yang dapat
menghadapi situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu,
seperti halnya banyak.terjadi di kelas atau Ji ruang kuliah.
Lincoln dan Guba {1985) merinci karakter yang harus
dimilik:iseorang peneliti as the only human instrument, sebagai
berikut.
1. Responsif, terhadap berbagai petunjuk baik yang besifat
perorangan maupun yang bersifat lingkungan.
2. Adaptif, dengan mampu mengumpulkan berbagai informasi
mengenai banyak faktor pada tahap yang berbeda-beda
secara simultan.
3. Menekankan aspek holistih, karena manusialah yang mampu
dengan segera menempatkan dan menyimpulkan kejadian
yang membingungkan di atas ke dalam posisinya secara
keseluruhan.

96
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

4. Pengembangan berbasis pengetahuan, hanya manusia yang


dapat sekaligus berpikir yang tidak diungkapkan (tacit
knowledge) dalam menyusun proposisi, sementara sadar
bahwa situasi yang dihadapi memerlukan lebih dari sekedar
pengetahuan dan proposisi karena harus memahami apa
yang dirasakan subyek yang diteliti, simpati dan empati
yang tidak diungkapkan, harapan yang tidak diucapkan,
dan berbagai kebiasaan sehari-hari yang tidak pernah
diperhatikan, yang justru menyumbangkan kedalaman dan
kekayaan kepada penelitian.
5. Memproses dengan segera, sang peneliti lah yang mampu
segera memproses data di tempat, membuat generalisasi,
dan menguji hipotesis di dalam situasi yang dengan sengaja
diciptakan.
6. Klarifikasi dan kesimpulan, ia juga yang memiliki kemam-
puan unik untuk membuat kesimpulan di tempat, dan
langsung meminta klarifikasi, pembetulan, atau elaborasi
kepada subyek yang diteliti.
7. Kesempatan eksplorasi, terutama terhadap jawaban-
jawaban dari subyek yang diteliti yang tidak lazim, atau
mengandung kelainan (idiosinkretik),yang sepertinya tidak
berguna atau tidak bisa dikoding, sehingga data tersebut
diabaikan atau dibuang. Peneliti sebagai human instrumen,
justru bisa mengeksplorasi respons-respons demikian,
menguji validitasnya, bahkan mungkin mencapai pema-
haman yang lebih tinggi dari pada yang dapat dicapai oleh
penelitian biasa (Lincolndan Guba, 1985:193-194).

Dari rincian di atas, jelaslah betapa pentingnya peran


peneliti dalam Penelitian Tidak Kelas (PTK), yang konsek-
wensinya peneliti harus memahami betul tugasnya dan
mempersiapkan diri untuk itu.

Organisasi Penelitian Tindakan Kelas dan Peranan


Anggota Tim Peneliti
Ada baiknya sebelum pelaksanaan berlangsung mereka yang
terlibat dalam kegiatan penelitian ini mengetahui dan mema-
hami peran masing-masing.Pertama-tama, guru/dosen sebagai
peneliti harus memilih siapa yang akan menjadi mitra dalam
97
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

penelitian ini. Apabila yang dipilih adalah seorang teman guru,


atau sejawat dosen, atau asisten dosen yang sama-sama
bertugas di sekolah/jurusan/fakultas tempat penelitian ber-
langsung, hal itu akan memungkinkan lancarnya penelitian.
Peran apa yang akan dilakukan masing-masingperlu didiskusi-
kan terlebih dahulu. Apakah peran guru/dosen menjadi
pengelola penelitian dan guru/dosen mitra peneliti yang akan
melaksanakan pembelajaran, atau sebaliknya apakah guru/
dosen yang akan menampilkan sendiri pembelajaran sedang
guru/dosen mitra peneliti akan berperan sebagai pengamat
perlu dipikirkan efisiensinya.
Apabila guru/dosen mitra peneliti yang akan berperan
tampil sebagai penyaji bahan pelajaran, maka perencanaan
harus dengan seksama mempersiapkan bentuk-bentuk inovasi
apa yang diinginkan untuk pembelajaran. Pada saat penelitian
mulai berlangsung maka guru/dosen mitra peneliti bersama
para siswa dalam kelas akan menjadi subjek yang diteliti, dan
akan menjadi fokus pengamatan peneliti dan para pengamat
lain di dalam segala gerak -gerik langkahnya. Sedang apabila
guru/dosen peneliti sendiri yang akan menyajikan bentuk-
bentuk inovasi, maka perencanaan harus lebih banyak mem-
persiapkan guru/dosen mitra peneliti dalam tugasnya sebagai
pengamat dan pembuat catatan lapangan.
Pada umumnya penyaji materi bahan pembelajaran adalah
guru/dosen mitra penelitian, karena yang menjadi tujuan
Penelitian Tindakan Kelas, seperti sudah dijelaskan di bagian-
bagian terdahulu, adalah untuk meningkatkan kemampuan
praktek pembelajaran guru/dosen dengan cara menularkan
kemampuan ini dengan melatih mereka dalam tugas kese-
hariannya. Guru/dosenpeneliti biasanya sudah terlebih dahulu
mendapatkan kemampuan dan keterampilan yang dicobakan
dalam Penelitian Tindakan Kelas, di samping bahwa merekalah
yang mengetahui apa-apa yang perlu untuk data penelitian,
sehingga pencatatan field notes disusun sesuai dengan kebutu-
han tersebut.
Sampai kini yang banyak dilakukan adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang dilakukan oleh mahasiswa pascasarjana
LPTK yang bermaksud mengadakan penelitian tentang suatu
langkah inovasi dalam pembelajaran di kelas, dan ia berperan
sebagai pengamat yang mengobservasi guru (sebagai mitra

98
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

peneliti) dan kelas dengan membuat catatan lapangan dengan


lengkap. Mungkinjuga akan ada mitra atau pengamat lain yang
ingin belajar bagaimana melakukan penelitian kelas, maka ia
akan berperan sebagai pengamat juga atau observer, dan mem-
bantu melakukan kegiatan penelitian seperti mengambil foto,
slides, membuat rekaman tape, atau video jika diperlukan,
membuat catatan-catatan yang mendetail di samping catatan
yang disusun peneliti, serta bersedia untuk diwawancarai
(Elliott, 1991:80-81).
Apabila mitra peneliti yang akan melakukan observasi, dan
guru teman sejawat atau bahkan peneliti sendiri yang akan
menyajikan pembelajaran, maka peran sebagai subjek peneliti-
an beralih kepada penyaji pembelajaran bersama kelas yang
dihadapinya, dan guru mitra peneliti dan pengamat lain yang
akan melakukan observasi serta pencatatan lapangan dengan
cerrnat. Ada kernungkinan terjadi peneliti sendiri yang akan
menyajikan pembelajaran, rnaka mitra peneliti dan para
pengamat perlu mendapat pernaharnan (coaching) terlebih
dahulu untuk rnembuat catatan lapangan dengan lengkap dan
terutama tentang aspek-aspek pernbelajaran yang perlu
mendapat perhatian karena rnenjadi fokus permasalahan yang
diteliti. Narnun demikian, karena salah satu aspek Penelitian
Tindakan Kelas adalah bertujuan meningkatkan kinerja guru,
terutarna di dalarn rnernperkaya kemampuan profesinya (teach-
ing skills), lebih diutamakan apabila guru kelas (sebagai rnitra
peneliti) yang rnenyajikan inovasi pernbelajaran di kelas.
Tim ini akan bekerja sama secara kolaboratif dan par-
tisipatif, di dalam arti kolaborasi ialah biasanya kerjasama
antara dosen atau mahasiswa pascasarjana LPTK dengan guru-
guru di sekolah di berbagai jenjang pendidikan, di Sekolah
Dasar, SLTP, SMA, atau bahkan di Perguruan Tinggi, ter-
gantung di mana inovasi akan dilaksanakan. Mereka akan
melakukan berbagai tugas penelitian itu bersama-sama secara
setara, dalarn perannya rnasing-masing secara profesional,
bekerja dengan sernangat kemitraan dengan tujuan mencapai
sasaran penelitian. Kolaborasi dilakukan oleh guru atau mitra
sejawat sebagai pelaksana pembelajaran, dan melakukan
tindakan intervensi yang inovatif dalam semangat kemitraan
dengan peneliti dan mitra peneliti lain kalau ada, yang
melakukan penelitian untuk melihat bagaimana suatu inovasi
yang direncanakan dalam pembelajaran itu berlangsung.
99
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Secara partisipatif tim ini akan bekerja sama, mulai dari


tahap orientasi dilanjutkan dengan menyusun perencanaan
berikut persiapan-persiapan yang diperlukan, pelaksanaan
tindakan dalam siklus pertama, diskusi-diskusi yang bersifat
analitik clilakukan sesudah pelaksanaan tindakan, kemudian
melakukan refleksi atas semua kegiatan yang telah ber-
langsung dalam siklus pertama, untuk kemudian merencana-
kan tahap modifikasi, koreksi atau pembetulan, ataupun
penyempurnaan pembelajaran dalam siklus kedua, dan seterus-
nya. Apabila kegiatan itu cligambarkan secara visual, maka
langkah-langkahitu akan berlangsung dem.ikian:

BAGAN 11

Orientasl Perencanaan

Refleksi
Pelaksanaan Tindakan

Diskusi

Menurut Lewis (dalam Elliott, 1991:69) langkah-langkah


kegiatan penelitian itu akan meliputi:
• Mengidentifikasigagasan/permasalahan umum.
• Melakukan pengecekan di lapangan (reconnaissance).
• Membuat perencanaan umum.
• Mengembangkanlangkah tindakan pertama.
• Mengimplementasikantindakan pertama.
• Mengevaluasi,dan.
• Merevisi perencanaan um.um.

100
METOOE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Melakukan identifikasi permasalahan umum sudah dibahas


dalam bah terdahulu.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pengecekan di lapangan
atau yang disebut reconnaissance, ialah langkah pendahuluan
untuk pemeriksaan kesiapan. Peneliti sebelumnya sudah
melakukan terlebih dahulu pengenalan lingkungan fisik
sekolah, atau kalau dosen jurusan/fakultas. Universitas, tempat
Penelitian Tindakan Kelas dilakukan. Antara lain bertemu
dengan kepala sekolah atau ketua jurusan/dekan, memper-
kenalkan diri, meminta izin untuk meneliti di salah satu kelas/
perkuliahan di sekolah/lembaga yang dipimpinnya dengan
menunjukkan proposal penelitian, dan mengakrabi suasana
kerja di tempat itu. Kegiatan orientasi ini dimaksudkan untuk
memudahkan peneliti dalam langkah-langkah penelitian yang
disebut gaining access and rapport, yakni untuk diterima oleh
lingkungan yang akan diteliti, serta tidak menjadi orang asing
yang tidak dikenal sama sekali, untuk selanjutnya mendapat
kepercayaan. Kondisi ini dalam penelitian dengan tradisi
kualitatif disebut dengan diterima atau being accepted (Bogdan
dan Bilden, 1992).
Beberapa hal yang patut mendapat perhatian peneliti,
seperti berikut ini.
• Sekolah/jurusan/fakultas berhak untuk menarik kembali
kesukarelaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian
setiap waktu.
• Menjelaskan tujuan utama dan prosedur penelitian.
• Penjelasan mengenai proteksi terhadap subjek yang diteliti
dan informasi yang diberikan secara konfidensial.
• Penjelasan mengenai risiko keikutsertaan dalam penelitian.
• Keuntungan yang diharapkan dari partisipasi dalam
penelitian.
• Mengisi dan menandatangani formulir kesediaan ber-
partisipasi dalam penelitian apabila diperlukan (Creswell,
1998:115-116).

Pada bentuk penelitian seperti Penelitian Tindakan Kelas,


untuk mendapat akses dan kepercayaan dari sekolah, peneliti
sudah mempunyai perantara ataugatekeeper (Creswell, 1998:117)
yaitu guru di sekolah tersebut yang sudah dikenal peneliti dan
menjadi mitra peneliti. Orang tersebut menjadi kontak pertama
101
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

dan yang akan memperkenalkan peneliti kepada kepala sekolah


dan staf guru lainnya di sekolah tersebut. Perantara atau guru
mitra ini memerlukan beberapa informasi dari pihak peneliti
untuk disampaikan kepada atasannya, mengenai:
• Mengapa sekolah/jurusan/fakultas ini yang dipilih untuk
penelitian?
• Apa yang akan dilakukan selama penelitian berlangsung
(waktu dan sumber yang diperlukan dan waktu keberadaan
peneliti di tempat)?
• Apakah kehadiran peneliti mengganggu?
• Bagaimana basil penelitian akan dilaporkan?
• Keuntungan apa yang akan didapat oleh guru mitra peneliti?
(Creswell, 1998:118).

Pada waktu melakukan identifikasi gagasan umum, hendak-


nya diingat bahwa apa yang akan dilakukan di dalam penelitian
adalah menghubungkan gagasan tersebut dengan tindakan apa
yang perlu diambil. Gagasan hendaknya berada di dalam scope/
lapangan kerja penelitian, dan yang ingin ditampilkan ialah
perubahan ke arah perbaikan.
Pengecekan di lapangan atau reconnaissance, ataupun kita
sebut orientasi, perlu dilakukan untuk mengetahui hakikat
permasalahan yang akan ditindak lanjuti, apakah bukan hal-hal
yang akan menghabiskan waktu saja tanpa hasil, atau mungkin
juga merupakan kesempatan untuk mengubah atau memodifi-
kasi arah penelitian disesuaikan dengan kondisi lapangan yang
sebenarnya. Bagaimana pun, pengecekan di lapangan akan
membantu kita dalam menyusun hipotesis.
Dalam perencanaan umum, yang dilakukan di dalam diskusi
dengan mitra peneliti, perubahan atau modifikasi fokus atau
arah penelitian hendaknya dibicarakan; demikian juga langkah-
langkah tindakan yang perlu dilakukan untuk memper-
baikinya. Mungkin perlu negosiasi dengan pihak-pihak yang
ada kaitannya dengan tindakan yang akan diambil, misalnya
dengan teman sejawat atau Kepala Sekolah, atau bahkan
orangtua murid. Negosiasi dengan pihak pimpinan sekolah juga
perlu apabila mengenai sumber bahan, ruangan, peralatan,
perizinan, dan lain-lain. Masalah etika penelitian juga perlu
disinggung dalam perencanaan umum ini, terutama yang
menyangkut akses informasi, perlindungan terhadap nara
102
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

sumber yang infonnasinya bersifat konfi.densial,dan penyebar-


an infonnasi basil penelitian.
Langkah-langkah tindakan adalah topik yang perlu didis-
kusikan dalam perencanaan umum, misalnya bagaimana proses
implementasi inovasi akan dilakukan beserta dukungan media
dan bentuk evaluasi yang diperlukan, basil yang diharapkan,
bagaimana proses monitoring untuk pembuktian basil inovasi
dilakukan, juga teknik-teknik yang memungkinkan seseorang
melihat apa yang sedang terjadi dari beberapa sudut pandang.
Tidak selalu upaya perubahan dapat berhasil dalam sekali
tindakan, selalu ada saja kendala, atau kesalahan, atau pun
kekurangan terjadi. Hal ini perlu direnungkan oleh peneliti,
dalam refleksi atas seluruh kejadian yang berlangsung dalam
proses tadi. Modifikasiperlu dilakukan atau tidak, keputusan-
nya diambil dalam diskusi pada akhir siklus pertama, yang
selanjutnya berkembang dalam perencanaan untuk siklus
berikutnya. Siklus-siklus yang dikembangkan selanjutnya
dilakukan untuk melaksanakan tahap-tahap inovasi, sehingga
guru berhasil menguasai teknik pembelajaran baru tersebut,
atau untuk memperhalusnya, atau untuk menjaring lebih
banyak data penelitian.
Apabila perubahan yang bertujuan meningkatkan kualitas
pembelajaran telah tercapai, atau apa pun yang diteliti telah
menunjukkan keberhasilan, siklus dapat diakhiri. Kapan siklus
penelitian dihentikan? Yaitu apabila apa yang direncanakan
sudah berjalan sebagaimana diharapkan, dan data yang
ditampilkan di kelas sudah jenuh, dalam arti tidak ada data
baru yang ditampilkan dan dapat diamati, serta kondisi kelas
dalam pembelajaransudah stabil di dalam arti antara lain, guru
sudah mampu dan menguasai keterampilan mengajar yang
baru. Bicarakanlah hal ini dalam diskusi dengan para mitra,
dan ambil keputusan apakah siklus akan dihentikan atau
diteruskan satu siklus lagi untuk memantau kondisi stabil
pembelajaran. Jadi banyaknya siklus dalam Penelitian Tinda-
kan Kelas tergantung pada kondisi yang stabil dan data yang
sudah jenuh, kemungkinan dapat saja dicapai pada siklus
keempat atau siklus ketujuh, dan ditentukan pada satu siklus
sebelum mengakhiri spiral penelitian.

103
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Bebarapa Hal tentang Observasi


Apa yang Anda perlu lakukan selanjutnya ialah mulailah
dengan memahami dan melatih keterampilan dalam mengamati
atau mengobservasi kelas yang akan Anda teliti. Ada beberapa
keterampilan yang harus Anda kuasai, karena apabila Anda
melakukannya asal saja dan dengan demikian melakukan
kesalahan, maka penelitian ini tidak akan memberikan basil
yang memuaskan. Salah satu di antaranya ialah pemahaman
mengenai pengamatan, mengamati, observasi. Pada umumnya,
observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran dari
teori, seperti yang dikemukakan oleh Karl Popper (Hopkins,
1993:77). Namun, dalam penelitian ini tidaklah demikian.
Bahkan sang peneliti apakah dosen, guru yang sedang studi di
PPS (Program Pascasarjana), atau siapa pun, pada waktu
memasuki ruangan kelas dengan maksud mengobservasi,
sebaiknya meninggalkan teori-teorinya di luar kelas, dan mulai
mengamati tanpa ada keinginan untuk menjustifikasi sebuah
teori atau menyanggahnya.
Menurut Lincoln dan Guba, dalam penelitian seperti ini,
yang boleh dibawa adalah yang disebut "tacit knowledge" yaitu
teori yang tidak dimainkan atau teori yang tidak diungkapkan
(Lincoln dan Guba, 1985). Polanyi (1969) mengemukakan,
bahwa "tacit knowledge" merupakan elemen yang semestinya
hadir dalam pengalaman "mengetahui", atau "menjadi tahu",
atau "knowing"; akan tetapi tetap berada di luar kemungkinan
jangkauan untuk mendeskripsikannya. Seperti dikatakannya:
My definition of reality, as that which may yet inexhaustibly
manifest itself, implies the presence of an indeterminate
range of anticipation in any knowledge bearing on reality.
But besides this indeterminacy of its prospects, tacit knowing
may contain also an actual knowledge that is indeterminate,
in the sense that its content cannot be explicitly stated
(Polanyi, dalam Johnston, 1989:32).

Mengapa demikian? Biasanya dalam melakukan observasi,


kita cenderung melakukan penilaian, atau menafsirkan, atau
memberikan vonis (judgment) terlalu cepat. Hal ini akan
merupakan kesalahan umum dalam mengobservasi, dan akan
menghasilkan penafsiran yang salah. Untuk melakukan

104
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

pengamatan yang profesional, anda harus memperhatikan


beberapa hal, seperti berikut.
• Memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus
diamati apakah yang umum atau yang khusus. Kegiatan
umum yang harus diobservasi berarti segala sesuatu yang
terjadi di kelas harus diamati dan dikomentari, serta
dicatat dalam Catatan Lapangan. Sedangkan observasi
kegiatan khusus, hanya memfokuskan keadaan khusus di
kelas seperti kegiatan tertentu atau praktek pembelajaran
tertentu, yang sudah didiskusikan sebelumnya. Apabila
fokus observasi bersifat umum dan Iuas, ada kemungkinan
komentar yang diberikan bersifat subjektif. Komentar
subjektif bisa saja diberikan, akan tetapi kemungkinan
sedikit gunanya bagi guru yang sedang diobservasi dan apa
yang sedang terjadi sebenarnya di kelas. Jadi, sebaiknya
anda mengamati secara lugas terhadap fokus observasi.
• Menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih
dahulu mendiskusikan ukuran-ukuran apa yang digunakan
dalam pengamatan. Secara cermat, ukuran-ukuran baik,
sedang, lemah, efisien, tidak efisien, dan lain ukuran yang
dipakai dalam pertimbangan observasi dibicarakan terlebih
dahulu, dan kemudian disetujui. Hal ini akan menghindar-
kan kesalahpahaman antara para mitra peneliti, apabila
akan melakukan diskusi dan refleksi sesudah penampilan
tindakan dilakukan. Kriteria observasi ini selanjutnya akan
menjadi penentu apakah pengumpulan data penelitian
mengikuti standar tersebut, atau tidak.

Manfaat observasi dalam penelitian akan terwujud apabila


masukan balik atau feedback dilakukan dengan cermat, yaitu
dengan cara:
• Dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah kegiatan tindakan
dilakukan.
• Berdasarkan catatan lapangan yang ditulis dengan siste-
matis dan cermat.
• Berdasarkan data faktual.
• Data faktual ditafsirkan berdasarkan kriteria yang telah
disetujui.
• Penafsiran diberikan pertama kali olehguru yang diobservasi.

105
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

• Untuk selanjutnya dirundingkan bersama mitra peneliti


lainnya dalam diskusi dua arah.
• Menghasilkan strategi selanjutnya dalam siklus berikutnya,
(Hopkins, 1993:80).

Tiga Fase Observasi


Tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas adalah pertemu-
an perencanaan, observasi kelas, dan diskusi balikan. Dalam
pertemuan perencanaan pihak guru yang menyajikan dan pihak
pengamat mendiskusikan rencana pembelajaran. Yang perlu
didiskusikan ialah bagaimana penyajian langkah-Iangkah
pembelajaran dilakukan dan bagaimana pengamat akan mulai
dengan pengumpulan data melalui observasi dilakukan.
Pengumpulan data objektif dari tindakan belajar mengajar guru
seperti sudah disepakati bersama, selanjutnya akan dianalisis
dalam diskusi balikan sesudah tampilan pembelajaran selesai.
Guru dan pengamat akan mempelajari bersama basil observasi,
menyepakati basil pengamatan yang berbentuk kekurangan
atau keberhasilan untuk dijadikan catatan lapangan, dan
mendiskusikan langkah-langkah berikutnya. Perhatikanlah
bagan berikut ini.

BAGAN 12

Pertemuan
Perencanaan

Dlskusl Ballkan Observasi Kalas

Hubungan antara guru yang melaksanakan pembelajaran


dan pengamat atau observer harus dalam iklim saling percaya
dan saling bantu, dan bukan yang satu merasa terancam oleh
yang lain. Jangan lupa bahwa fokus penelitian adalah untuk
106
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

memperbaiki pembelajaran di kelas, dan mendukung strategi


atau teknik-teknik belajar mengajar, bukan untuk mengkritik
pola perilaku guru yang kurang berhasil. Keberhasilan
penelitian tergantung dari pengumpulan dan penggunaan data
yang dihasilkan dari pengamatan yang objekif, dan bukan dari
keputusan yang tidak mendasar dan menghakimi. Dari hasil
pengamatan inilah guru dapat mengambil kesimpulan menge-
nai cara mengajarnya, dan berdasarkan data ini dapat disusun
hipotesis untuk keperluan selanjutnya. Setiap siklus penga-
matan merupakan bagian dari proses yang akan membangun
siklus selanjutnya. Baik guru dan observer, keduanya sedang
terlibat dalam proses pengembangan profesional yang akan
menghasilkan peningkatan dalam mengajar dan dalam kete-
rampilan untuk mengamati atau _observasi.

Beberapa Metode Observasi


Di bidang antropologi, terutama di kalangan para etnografer,
dikenal teknik pengumpulan data yang disebut pengamatan
penyerta atau participant observer, di mana para pengamat
atau observer mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak
yang diamati. Peneliti yang berperan sebagai pengamat
penyerta atau participant observer ikut serta dalam berbagai
kegiatan pihak yang diamati, dan segera mencatatkan apa yang
terjadi dalam catatan lapangannya. Dalam catatan ini termasuk
juga komentar-komentar yang menafsirkan apa yang terjadi
berdasarkan persepsi peneliti (Goetz dan LeCompte, 1984:109).
Berikut ini sebuah contoh bagaimana pengamatan penyerta
dilakukan berikut catatan lapangan yang dibuat berdasarkan
teknik tersebut di sebuah sekolah di Amerika Serikat:
"Suatu pagi di awal musim semi. Para siswa masuk ke kelas
secara perorangan atau dalam kelompok-kelompok kecil.
lbu guru sudah duduk di kursinya, dan menyalami para
siswa. Karangan para siswa tentang sirkus dengan gambar
tokoh-tokohnya berada di depannya. Setelah melakukan
penghormatan kepada bendera, yang terletak di sudut
depan kelas, kemudian para siswa menyanyikan lagu
"Americathe Beautiful", dan kelas baru memulai pelajaran.
Beberapa saat lamanya yang dibicarakan adalah waktu yang

107
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

tersisa sebelum liburan panjang musim panas datang, dan


ibu guru menjelaskan bahwa masih ada tersedia sepertiga
jadwal sekolah yang harus diselesaikan.
lbu guru kemudian menunjuk kepada tumpukan tugas siswa
mengenai laporan kunjungan ke sirkus, dan mengatakan
bahwa pada umumnya hasilnya sangat bagus. Akan tetapi,
bu guru memberi komentar; "Banyak di antara kalian yang
begitu terpesona dengan gagasan mengenai sirkus sehingga
banyak melakukan kesalahan menulis. Jadi kalian harus
memeriksa kembali pekerjaan kalian sendiri!" Kemudian bu
guru bertanya; "Kalian mengerti apa arti memeriksa
sendiri?" Bu guru melihat ke sekeliling kelas, ternyata
Barry, seorang siswa sibuk sendiri sedang membangun
sebuah menara dari pensil-pensil dan penghapusnya. Ibu
guru menegurnya, dan menyuruh Barry agar memperhati-
kan apa yang ditugaskan. lbu guru melihat ke arah Joan,
siswa lain yang mengangkat tangan dan menjawab; "Kami
harus membaca ulang karangan kami, dan mencari di mana
kesalahan kami", "Bagus," kata bu guru, "Lakukan itu, dan
baca kembali bersama seorang teman, kemudian perbaiki
kesalahannya!"
lbu guru selanjutnya pergi ke depan papan tulis, dan mulai
mengeja kata-kata yang sulit, yang pada kebanyakan siswa
salah menulisnya, terutama kata-kata kerja yang ber-
akhiran -ing. Tiba-tiba bu guru melangkah ke bangku Barry,
dan merampas pensil-pensilnya karena Barry mulai mengo-
cok-ngocoknya.lbu guru kemudian kembali menuju papan
tulis, dan menuliskan tugas siswa berikutnya: "Memeriksa
kembali tugas laporan sirkus. Mengeja kata-kata sulit, dan
menulis halus dengan contoh No.16 (= kertas keras untuk
latihan menulis)!" (diringkas dari Goetz dan LeCompte,
1984: 114-117).

Contoh selanjutnya adalah dari Indonesia, tepatnya penga-


matan penyerta yang dilakukan di sebuah Sekolah Dasar di
Cirebon:
"Kegiatan Siklus kedua, dilakukan pada hari Selasa, tanggal
13 Agustus 2002. Para peserta didik masuk pukul 07.00

108
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

dengan berbaris di depan kelas sambil diperiksa kebersihan


baju dan kuku. Di dalam kelas guru melaku.kan kegitan ru-
tin seperti mengucapkan salam, mengabsen kehadiran,
membuka pelajaran dengan menyampaikan tujuan pela-
jaran, kemudian dilanjutkan dengan apersepsi dengan
bertanya:
"Siapa yang sudah pemah naik kapal laut?"
Seorang siswa mengacungkan tangan dan berkata, "Pernah."
Guru kembali bertanya; "Siapa yang sudah pemah melihat
truk gandengan?"
Hampir semua siswa serempak menjawab, "Sudah"
"Coba Kiki untuk apa gunanya truk gandengan?" tanya
guru lagi kepada seorang siswa bemama Kiki.
"Untuk mengangkut barang-barang berat," menjawab
Kiki.
"Baik," jawab guru.
Selanjutnya guru membagi siswa menjadi kelompok diskusi
seperti posisi minggu sebelumnya. Guru memasang gambar-
gambar berbagai macam alat transportasi. Terjadi dialog
antara Guru-Siswa seperti berikut.
"Apa gunanya Bus?" tanya guru
"Biasanya untuk membawa orang pergi ke Bandung",
jawab seorang siswa bernama Reza.
"Bus adalah kendaraan untuk mengangkut orang dari
jarak jauh," jawab siswa bernama Daris.
"Bagus, jawaban Daris labih baik!" kata guru.
Selanjutnya dalam kelompok terjadi diskusi, yang berlang-
sung seperti ini:
Fery "Apa yang kamu lakukan apabila kamu melihat
nenek-nenek menyeberang jalan?"
Sandi "Ditolong diseberangkan"
Tommy: "Memberi pertolongan"
Fery "Apa manfaat transportasi?"
Eki "Alat untuk menghubungkan antara tempat
yang satu ke tempat lainnya !"
Tanya jawab dalam kelompok diskusi kelas dengan fasilita-
tor guru masih terus berlangsung, untuk kemudian diskusi
diakhiri dengan pembacaan laporan dari pencatat diskusi

109
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

kelas, dan guru mengarahkan pengambilan kesimpulan para


siswa dalam kelompok diskusi (diringkas dari Roharyati,
2003:92-94).

Setelah menyimak beberapa contoh, sebelum mengkaji hal-


hal mengenai observasi, ada baiknya untuk terlebih dahulu
diperhatikan lagi beberapa hal untuk mengklarifikasi aspek-
aspek tujuan pengamatan atau observasi dalam penelitian
Penelitian Tindakan Kelas seperti:
• Apa tujuan observasi?
• Apa fokus observasi?
• Perilaku guru mana yang penting untuk diobservasi?
• Bentuk pengumpulan data mana yang paling tepat untuk
digunakan?
• Bagaimana data ini akan digunakan?

Sekarang tentukanlah metode observasi mana yang akan


Anda gunakan, apakah:
• observasi terbuka
• observasi terf okus
• observasi terstruktur, atau
• observasi sistematik

Yang disebut observasi terbuka ialah apabila sang pengamat


atau observer melakukan pengamatannya dengan mengambil
kertas pensil, kemudian mencatatkan segala sesuatu yang
terjadi di kelas. Sebagai contoh catatan itu akan berbentuk
sebagai berikut (Hopkins, 1993:92):

BAGAN 13

Guru "Santi, cobalah buka halaman 49, berikan jawaban pads pertanyaan nomor 1 !"
Santi "Perang Ounia II terjadi di antaranya karena konflik yang tldak terselesaikan
pads Perang Ounia I".
Guru : "Baiklah, itu satu jawaban. Anto; cobalah berikan Jawaban lsinnya!"

Tujuan membuat catatan demikian adalah untuk meng-


gambarkan situasi kelas selengkapnya sehingga urutan-urutan

110
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kejadian tercatat semuanya. Akan tetapi, pencatatan dari


pengamatan terbuka disesuaikan dengan selera pengamat, asal
dilakukan sefaktual mungkin dan tanpa penafsiran subjektif
dari pengamat. Salah satu contoh pengamatan terbuka
(Hopkins, 1993:81)yang bertujuan mencatatkan keterampilan
mengajar guru adalah sebagai berikut.

BAGAN 14

1) Presentasl
2) Mengajar Tak Langsung (indirect teaching)
3) Mengajar Langsung (direct teaching)
4) Suara
5) Strategi bertanya
6) Masukan Balik (feedback)
7) Pokok Bahasan
8) Ekspektasi

Contoh lain dari pengamatan terbuka dengan memfokuskan


observasi pada hal-hal yang merupakan sumber data yang
diperlukan, adalah gambaran berikut.

BAGAN 15
1) Penampilan gururteacher appearance·
2) apersepsi/"entry behaviour"
3) materi bahasan
4) "teacher centered "vs "student centerecf'
5) kelas yang konduslf
6) teknik bertanya
7) pemberian ganjaran (reward)

(Dengan modifikasi dari Muttaqin, 2004: 78-81 ).

Observasi dari butir-butir di atas secara mendetail dicatat-


kan dalam catatan lapangan atau field notes, sebagai sumber
data untuk kemudian didiskusikan, dianalisis dan ditafsirkan.
111
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Observasi Terfokus
Apabila penelitian ingin memfokuskan permasalahan kepada
upaya-upaya guru dalam membangkitkan semangat belajar
siswa dengan memberikan respons kepada pertanyaan guru,
maka sebaiknya dilakukan Penelitian Tindakan Kelas yang
memfokuskan kepada meningkatkan kualitas bertanya. Sering-
kali juga guru mengalami kesulitan dalam memberikan pujian
(reward) ataupun hukuman (punishment) kepada siswa, dan
guru seringkali tidak mengetahui bagaimana cara melaku-
kannya mengingat ada kaitannya dengan adat istiadat atau
budaya siswa yang berasal dari kelompok etnik yang berbeda.
Langkah berikut dalam bentuk format teknik bertanya mung-
kin akan memberikan bantuan (Hopkins, dengan modifikasi,
1993:96-97):

BAGAN 16

A. Bentuk Pertanyaan
1) Akademik: Faktual. Jawaban yang dlcari spesifik, benar,
Akademik: opini, singkat
2) Non akademik:Pertanyaan pribadi, prosedur, disiplin
B. Bentuk Jawaban
1) Untuk pertanyaan pemikiran, siswa membuat kesimpulan atau elaborasi
2) Untuk pertanyaan faktual, siswa mengingat kembali (hafalan)
3) Untuk pertanyaan pilihan, siswa menjawab ya, atau tidak
C. Seleksi siswa
1 ) Sebut nama siswa sebelum bertanya
2) Meminta sukarelawan
3) Meminta bukan-sukarelawan (sesudah pertanyaan diajukan)
D. Berhenti sejenak
1 ) Berhenti sejenak sebelum memberi pertanyaan
2) Lupa berhenti sejenak
3) Guru menyebut nama siswa sebelum bertanya
E cera bertanya
1) Pertanyaan diajukan sebagal stimulasi atau tantangan
2) Pertanyaan diajukan secara faktual/ biasa saja
3) Pertanyaan bersifat tes atau ancaman

Ada hal lain yang perlu anda perhatikan dalam meningkat-


kan strategi bertanya guru, antara lain membuat kelas menjadi
demokratis dengan membagikan pertanyaan kepada sebanyak
mungkin siswa secara merata, terutama untuk memberikan
112
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

dorongan dan dukungan (encouragement) kepada siswa yang


cenderung diam apabila tidak ditanya, seperti misalnya:

BAGAN 17

Hal·hal lain yang patut dlperhaUlcan:

1 ) Apakah guru mengulang pertanyaan sebelum memanggil nama siswa


2) Menanyakan dua pertanyaan sekaligus
3) Apakah pertanyaan merupakan bagian dari pertanyaan lainnya, atau acak saja, atau
tidak berhubungan
4) Apakah siswa mengajukan pertanyaan
5) Adakah interaksi antar siswa
6) Apakah pertanyaan diajukan serentak kepada banyak siswa
7) Apakah siswa diminta mengevaluasl Jawabannya sendirl/atau Jawaban slswa lain

Contoh berikut adalah pengamatan terfokus yang dilakukan


dalam penelitian kelas untuk mengumpulkan data tentang pola
interaksi guru-siswa melalui teknik bertanya guru (Rochmadi,
1997:46).

BAGAN 18
!GURU!
00 O® 00 O©
O@ ®O O® 00
00 00 00 ®O
O® ®O ®O 00
00 00 O® 00
00 00 00
Keterangan:
X : Ditunjuk Guru
0 : Siswa Angkat Tangan dan Ditunjuk Guru

113
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Observasi Terstruktur
Sekarang mungkin anda ingin tahu dan memahami bagaimana
observasi terstruktur dilakukan. Sebenarnya cukup sederhana.
Apabila para mitra peneliti sudah menyetujui kriteria yang
diamati, maka selanjutnya Anda tinggal menghitung (mentally)
saja berapa kali jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang
sedang diteliti itu ditampilkan.
Berikut ini contoh bagaimana pengamatan terstruktur
dihitung (Hopkins, 1993: 103)

BAGAN 19
Pertanyaan: Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban
Sukarela: Tldak Bonar: Salah: Tldak
Sukarela: Mengenal
Sasaran:

1. v v
2. v v
3. v v
4. v v
5. v v
6. v v
7. v v
8. v v
9. v v
10. v v
Jumlah 6 4 6 3 1

Gambar bagan di atas menunjukkan bahwa observer sedang


meneliti berapa jumlah siswa yang bersedia menjawab per-
tanyaan guru dengan sukarela, atau disuruh guru untuk
menjawab (tidak sukarela). Juga dinilai secara kualitatif
jawabannya, apakah benar, salah, a tau tidak menjawab
pertanyaan yang diajukan (tidak mengenai sasaran). Guru
kemudian menjumlahkan jawaban sukarela, jawaban tidak
sukarela, jawaban yang benar, jawaban yang salah, dan jawaban
yang tidak mengenai pertanyaan atau sasaran.
Cara lain untuk melakukan observasi terstruktur dapat
juga dilakukan oleh para peneliti, setelah mereka mendiskusi-
114
METODE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

kannya pada perencanaan. Misalnya, dengan membuat denah


kelas lengkap dengan posisi duduk siswa, yang diberi nomor
atau tidak. Pengamat kemudian mencatatkan jawaban siswa
pada posisi duduk siswa tersebut, atau pada nomor posisi
duduk siswa, sehingga jumlah jawaban siswa beserta kualitas
jawabannya tercatat serempak pada posisi duduk siswa, atau
pada nomor posisi duduk siswa.

Observasi Sistematik
Tentu para peneliti dapat saja merancang bentuk pengamatan
beserta kualifikasinya dengan kreatif, kemudian mendiskusi-
kannya untuk mencapai persetujuan bersama. Kemungkinan
dalam membicarakan pengamatan sistematik ada yang me-
ngusulkan berbagai macam skala yang dapat dimanfaatkan
dapat situasi-situasi tertentu oleh guru, dilengkapi dengan
ilustrasi detail dalam skala interaksi dari FIAC (Flanders In-
teraction Analysis Categories). Pengamatan dengan meng-
gunakan skala biasa disebut pengamatan kelas secara sistema-
tik (Hopkins, 1993:106).
Akan tetapi perlu dipikirkan, bahwa dengan menggunakan
skala, para peneliti akan mengambil pikiran-pikiran orang lain
yang menyusun skala tersebut, sedangkan pegangan pokok
dalam penelitian ini adalah bahwa observer akan melakukan
suatu pengamatan terhadap tindakan guru untuk mencoba
sesuatu dalam pembelajarannya dalam upaya meningkatkan
kualitas yang sudah direncanakan dan dipikirkan bersama,
dalam hubungan kemitraan guru-peneliti yang relevan dengan
tindakan guru tersebut.
Hal lain yang perlu dipikirkan adalah bahwa pengamatan
dengan menggunakan skala ini akan sangat menekankan aspek
penelitian kuantitatif, yang akan mendahulukan perhitungan
jumlah dibandingkan dengan kualitas analisis yang kaya.
Pencatatan jumlah yang mengabstraksikan apa yang se-
benarnya terjadi di kelas, cenderung menghilangkan aspek
manusia secara faktual (dehumanisasi) dan aspek refleksi
dalam penelitian ini. Padahal kekayaan dan kebermaknaan
penelitian kelas justru terletak pada hal-hal tersebut.
Simons (1978, dalam Elliott, 1991) mengemukakan, bahwa
guru cenderung menggunakan daftar pertanyaan atau kuesio-

115
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

ner dalam mengumpulkan datanya karena menjaga agar tidak


terjadi akibat yang mengganggu apabila teknik observasi atau
wawancara akan merusak hubungan-hubungan guru di sekolah.
Guru juga tidak begitu merasa yakin akan keterampilannya
sebagai peneliti kualitatif dalam mengamati dan mewawan-
carai, dan karenanya mereka cenderung mengambil peran
sebagai peneliti (kuantitatif) saja. Jadi guru cenderung mem-
bagi dua peranannya sebagai guru dan sebagai peneliti.
Padahal dalam budaya profesional yang reflektif sifatnya,
peran guru dan peran peneliti adalah dua aspek dari satu
peran dalam pengertian bahwa mendidik mempunyai aspek
meneliti, dan meneliti adalah suatu bentuk mendidik juga, atau
"... 'teacher' and 'researcher' are two aspects of a single role in
which teaching constitutes a form of research and research con-
stitutes a form of teaching" (Elliott, 1991:64).
Kendala di atas mungkin timbul dari nilai-nilai yang
bertentangan, yaitu antara menggunakan hak untuk menge-
tahui dan hak untuk melindungi pribadi, atau the right to know
dan the right to privacy. Antara lain ditampilkan oleh sikap
keengganan guru sebagai peneliti internal mengemukakan
informasi yang dikumpulkan oleh seorang partisipan dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah karena termasuk ke dalam
kualifikasi pengetahuan yang pribadi sifatnya atau private
knowledge.
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada baiknya pengum-
pulan informasi yang konfidensial sifatnya dilakukan oleh
peneliti luar, yang tidak merasakan adanya obligasi untuk
melindungi hak-hak pibadi seseorang, karena memang kaidah-
kaidah menghormati hak-hak pribadi termasuk ke dalam
budaya profesional guru; atau guru tersebut benar-benar
memerankan peneliti sebagai peneliti luar sehingga ia mem-
punyai kelugasan yang ditandai oleh teknik-teknik pengum-
pulan data yang tidak pribadi sifatnya atau impersonal, antara
lain dengan melindungi identitas pemberi informasi dengan
nama yang bukan sebenarnya (Elliott, 1991:64).
Bagaimanapun, data kuantitatif dipakai secara terbatas saja
dalam penelitian tindakan kelas yang bertujuan memperbaiki
mutu pendidikan, yaitu sifatnya memperkaya atau mendukung
suatu analisis. Sebagai contoh, daftar siswa dan jumlah siswa,
daftar nilai, daftar orangtua dengan pendidikan atau pen-

116
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

dapatannya akan sangat membantu analisis. Perlu diingat


bahwa hak melindungi pribadi seseorang sepatutnya tidak
bertentangan dengan kebutuhan metodologis praktek-praktek
kolaboratif reflektif yang secara mengakar rumput "grounded"
dalam bentuk penelitian tindakan kelas.

Bentuk Lain Teknik Pengumpulan Data


Selain dengan melakukan pengamatan atau observasi, yang
memang merupakan tek.nik pengumpulan data terkuat dalam
jenis penelitian ini, Anda dapat memperkayanya atau memper-
teguh datanya dengan melakukan wawancara.

Wawancara
Menurut Denzin dalam Goetz dan LeCompte (1984) wawancara
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal
kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan infor-
masi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. Menurut-
nya ada tiga macam wawancara, yakni wawancara baku dan
terjadwal, wawancara baku dan tidak terjadwal, serta wa-
wancara tidak baku. Pertanyaaan-pertanyaan yang sama
diajukan dalam urutan yang sama, apabila pertanyaan lanjutan
atau probing diperlukan, maka hal itu juga harus baku.
Wawancara yang tidak terjadwal adalah bentuk lain dari yang
terjadwal, hanya saja urutannya yang berubah tergantung
jawaban yang diberikan oleh informan. Namun demikian,
fleksibilitas dari pewawancara dianjurkan agar wawancara
berlangsung wajar dan responsif. Wawancara yang tidak baku
biasa disebut juga sebagai wawancara pedoman atau interview
guide, yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan umum dan
khusus yang diantisipasi pewawancara secara informal dalam
urutan dan kesempatan yang tersedia (Goetz dan LeCompte:
1984:119).
Sedang menurut Hopkins (1993: 125) wawancara adalah
suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas
dilihat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang
diwawancarai dapat termasuk beberapa orang siswa, kepala
sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha sekolah,
orangtua siswa, dll. Mereka disebut informan kunci atau key in-
117
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

formants, yaitu mereka yang mempunyai pengetahuan khusus,


status, atau keterampilan berkomunikasi (Goetz dan
LeCompte, 1984:119). Karena guru a tau dosen dalam posisinya
mengajar di kelas dan di sekolah atau di ruang kuliah, lebih
baik yang melakukan wawancara adalah mitra peneliti. Dalam
diskusi, guru mendengarkan atau membaca laporan wawancara
dengan sikap terbuka dan sikap yang tidak berpihak. Apabila
sikap objektif ini secara transparan terlihat, guru mungkin saja
melakukan wawancaranya sendiri.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar wawancara
berlangsung efektif adalah:
• Bersikaplah sebagai pewawancara yang simpatik, yang
berperhatian dan pendengar yang baik, tidak berperan
terlalu aktif, untuk menunjukkan bahwa anda menghargai
pendapat anak.
• Bersikaplah netral dalam relevansinya dengan pelajaran.
Janganlah Anda menyatakan pendapat Anda sendiri ten-
tang hal itu, atau mengomentari pendapat anak. Upayakan
jangan menunjukkan sikap terheran-heran atau tidak menye-
tujui terhadap apa yang dinyatakan atau ditunjukkan anak.
• Bersikaplah tenang, tidak terburu-buru atau ragu-ragu, dan
anak akan menunjukkan sikap yang sama.
• Mungkin anak yang diwawancarai merasa takut kalau-kalau
mereka menunjukkan sikap atau gagasan yang salah
menurut Anda. Yakinkanlah anak, bahwa pendapatnya pen-
ting bagi Anda. Bahwa apa yang mereka pikirkan penting
bagi Anda, dan bahwa wawancara ini bukan tes atau ujian.
• Secara khusus perhatikan bahasa yang Anda gunakan untuk
wawancara, ajukan frasa yang sama pada setiap pertanyaan;
selalu ingat akan garis besar tujuan wawancara; ulangi per-
tanyaan apabila anak menjawab terlalu umum atau kabur
sifatnya.

Ada beberapa bentuk wawancara, antara lain wawancara


terstruktur, wawancara setengah terstruktur, dan wawancara
tidak terstruktur. Yang disebut wawancara terstruktur, ialah
apabila Anda sebagai pewawancara sudah mempersiapkan
bahan wawancara terlebih dahulu. Sedangkan dalam wawancara
yang tidak terstruktur, prakarsa untuk memilih topik bahasan
diambil oleh anak/atau orang yang Anda wawancarai. Apabila
118
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

wawancara sudah berlangsung, anda dapat mengarahkan agar


yang diinterview menerangkan, mengelaborasi, atau meng-
klarifikasi jawaban yang kurang jelas. Wawancara yang semi
terstruktur adalah bentuk wawancara yang sudah dipersiapkan
terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk
menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus
pertanyaan/bahasan, atau mungkin mengajukan topik bahasan
sendiri selama wawancara berlangsung (Elliott, 1991:80).
Ada baiknya Anda menggunakan alat rekaman untuk
membantu catatan lapangan Anda, juga sebagai alat untuk
mengingatkan topik bahasan, atau pun untuk memulai wawan-
cara dengan memutar rekaman terdahulu agar Anda dan yang
diwawancarai tetap berada di jalur pembicaraan, dengan seizin
pihak yang diwawancarai.
Berikut ini adalah contoh hasil wawancara seorang peneliti
dengan dua orang guru yang diobservasi untuk keperluan
Penelitian Tindakan Kelas mengenai "Model Teknik Non-Tes
Bentuk Inkuiri dalam Pembelajaran IPS" (1997). Pertanyaan
yang diajukan adalah apakah kedua guru tersebut sudah
mengenal bentuk evaluasi ini dan bagairnana pendapatnya.
Jawaban mereka adalah sebagai berikut.
"SMLdan SLT (keduanya inisial nama guru) setuju dengan
penerapan teknik nontes bentuk inkuiri karena rnerasa
bahwa evaluasi teknik nontes bisa rnernberikan garnbaran
kemampuan siswa secara lebih lengkap. Walaupun rnereka
belum pernah rnenerapkan teknik nontes tetapi rnengakui
manfaat evaluasi nontes sangat baik untuk mengetahui
kernajuan hasil belajar siswa, terutarna pada kegiatan
pengisian angket rnaupun wawancara, sehingga guru dapat
mengetahui dengan langsung pendapat siswa atau sikap
siswa terhadap suatu pokok bahasan yang disarnpaikan.
Guru belurn mencobakan teknik ini, karena rnerasa belum
memaharni langkah-langkahnya dan belurn pernah diin-
struksikan untuk menerapkan teknik nontes ini. Selain itu
soal-soal tes yang sudah distandardisasi sudah disediakan
oleh Kandepdiknas. Jadi, soal-soal itulah yang digunakan
untuk mengevaluasi kernajuan hasil belajar siswa" (Subroto,
1997:164).

Berikut ini adalah contoh selanjutnya adalah transkripsi

119
PROSEDUR PENOUMPULAN DATA

wawancara antara peneliti (Goetz, Judith P.) dengan seorang


siswa (Nancy) kelas tiga Sekolah Dasar di Amerika Serikat
yang komunikatif di kelasnya, dan karenanya salah seorang
informan kunci:
Goetz : Kamu suka sekolah?
Nancy: Kadang-kadang.
Goetz : Apa yang kamu sukai?
Nancy: Well, kadang-kadang saya suka sekolah karena ada
waktu istirahat, pelajaran kesenian, lain kali ada juga
musik - tapi saya tidak suka musik.
Goetz : Apa lagi yang tidak kamu sukai?
Nancy: Kalau terlalu banyak tugas, seperti pada pelajaran
bahasa lnggris, ada mengeja, menulis, pada waktu
pagi, kemudian menyelesaikan 42 soal matematika.
Goetz : Kalau kamu tidak sekolah,kerugian apa yang kamu dapat?
Nancy : Kalau saja ada aturannya yang membolehkan kami
tidak sekolah, atau mereka merobah aturan dengan
membolehkan hari ini tidak ikut kesenian, besoknya
tidak ikut yang lain yang tidak kusukai, sampai aku
lupa pada hari-hari apa pelajaran yang tidak aku
sukai itu diberikan.
Goetz : Kerugian pelajaran, bagaimana?
Nancy: Pelajaran bagi membagi dalam matematika, kalau aku
tidak sekolah maka aku tidak akan bisa menye-
lesaikan soal membagi, dan kawan-kawan tidak mau
membantu. Kalau ada tes, aku akan menjawab salah.
Goetz : Apakah yang kamu pelajari di sekolah itu penting?
Nancy: Ya. Karena kalau nanti sudah besar, dan anak-anakku
bertanya, aku tidak bisa menjawab, maka mereka juga
tidak akan bisa.
Goetz : Jadi menurut kamu belajar itu penting agar bisa
membantu anak sendiri kelak?
Nancy : Ya. Seperti Daddy. Abangku yang duduk di kelas
sembilan suka bertanya kepada bapak, dan bapak
tidak bisa menjawab, karena hanya sekolah sampai
kelas enam saja. Nenek juga tidak dapat membantu,
karena sekolahnya berbeda.
Goetz : Apa yang kamu pelajari di rurnah?
Nancy: Sape rt i memasak, membersihkan rumah, bclajar
berkuda, dan yang lainnya.

120
METOOE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Goetz : Apakah itu penting?


Nancy: Ya. Karena dengan belajar berkebun, kita bisa men-
dapat bahan makanan" (dimodifikasi dari Goetz dan
LeCompte, 1984:132-134).

Dokumen Sebagai Sumber Data


Ada macam-macam dokumen yang dapat membantu Anda
dalam mengumpulkan data penelitian, yang ada kaitannya
dengan permasalahan dalam penelitian tindakan kelas Anda,
misalnya:
• Silabi dan rencana pelajaran
• Laporan diskusi-diskusi tentang kurikulum
• Berbagai macam ujian dan tes.
• Laporan rapat.
• Laporan tugas siswa.
• Bagian-bagian dari buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran.
• Contoh essay yang ditulis siswa (Elliott, 1991:78).

Menurut Goetz dan LeCompte (1984) dokumen yang


menyangkut para partisipan penelitian akan menyediakan
kerangka bagi data yang mendasar. Termasuk ke dalamnya ialah:
• Koleksi dan analisis buku teks.
• Kurikulum dan pedoman pelaksanaannya.
• Arsip penerimaan murid baru.
• Catatan rapat.
• Catatan tentang siswa.
• Rencana pelajaran dan catatan guru.
• Hasil karya siswa.
• Kumpulan dokumen pemerintah.
• Koleksi arsip guru berupa buku harian, catatan peristiwa
penting (logs), dan kenang-kenangan dari siswa angkatan
lama (Goetz dan LeCompte, 1984:153).

Rekaman Foto, Slide, Tape dan Video


Agar Anda mempunyai alat pencatatan untuk menggambarkan
apa yang sedang terjadi di kelas pada waktu pembelajaran
dalam rangka penelitian tindakan kelas, maka untuk menang-
121
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

kap suasana kelas, detail tentang peristiwa-peristiwa penting/


khusus yang terjadi, atau ilustrasi dari episode tertentu, alat-
alat elektronik ini dapat saja digunakan untuk membantu
mendeskripsikan apa yang Anda catat di catatan lapangan,
apabila memungkinkan.
Gambar-gambar foto, cuplikan rekaman tape atau slides,
berguna juga dalam wawancara, baik untuk memulai topik
pembicaraan, maupun untuk mengingatkan agar Anda tidak
menyimpang dari tujuan wawancara. Alat video, kalau diguna-
kan, sebaiknya kamera dipegang bukan oleh yang berperan
menyajikan pembelajaran melainkan oleh mitra peneliti luar
atau sejawat lainnya, serta tidak mengganggu jalannya
pembelajaran di kelas karena siswa akan lebih terpikat kepada
kesibukan rekaman video daripada berpartisipasi dalam
pembelajaran itu sendiri (Elliott, 1991:79;Hopkins, 1993: 142).

Gambaran Umum tentang Pengumpulan Data


Berbagai cara pengumpulan data untuk penelitian kualitatif
terus berkembang, namun demikian pada dasarnya ada empat
cara yang mendasar untuk mengumpulkan informasi, yaitu
observasi,wawancara, dokumen,dan materi audio-visual.Secara
mendetail cobalah pelajari bagan berikut (Creswell, 1998:121):
BAGAN 20

Pengamatan/Obsarvasl:

Kumpulan catatan lapangan dari observasi sebagai partisipan


Kumpulan catalan lapangan dari observasi sebagai pengamat
Kumpulan catatan lapangan dari leblh banyak peran sebagal partisipan daripada
sebagai pengamat
Kumpulan catatan lapangan dari peran lebih banyak sebagai pengamat daripada
sebagai partisipan
Kumpulan catatan lapangan dari observasi sebagai ·orang luar/outsider" kemudian
bergeser ke peran sebagai "orang dalam/insider"

Wawancara:

Wawancara tidak lerstruktur dan terbuka, dibuat catatan lengkapnya


Wawancara tidak terstruktur dan lerbuka, dibuat rekaman audio dan dibuat
calatan lengkapnya
Wawancara semi-terstruktur, direkam audio dan dibuat catatan lengkapnya
Wawancara kelompok. dibuat rekaman dan calalan lenokapnva.

122
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Dokumen:

Selalu membuat Jumal selama penelitian berlangsung


Minta mitra peneliti membuat jumal atau buku harian selama penelitian berlangsung
Kumpulkan surat-surat pribadi yang relevan dengan penelitian
Analisis dokumen resmi (edaran, catatan rapat, catatan siswa, bahan arslp)
Periksa biografi dan otobiografi yang relevan
Buatlah foto dari dokumen penting yang relevan

Bahan Audio-visual:

Rekaman atau film dari situasi sosial perorangan atau kelompok


Periksa foto dan rekaman lain yang relevan
Kumpulkan rekaman suara (nyanyian, musik, tertawa anak, dan lain-lain)
Kumpulkan e-mail dan pesan elektronik
Periksa juga benda dan objek-objek lain yang relevan

Catatan Harian
Banyak manfaatnya guru mempunyai buku harian. lsinya
antara lain adalah catatan pribadi tentang pengamatan,
perasaan, tanggapan, penafsiran, refleksi, firasat, hipotesis,
dan penjelasan (Kemmisdalam Elliott, 1991:77).Catatan tidak
hanya melaporkan kejadian lugas sehari-hari, melainkan juga
mengungkapkan perasaan bagaimana rasanya berpartisipasi di
dalam penelitian. Kejadian khusus, percakapan, introspeksi
perasaan, sikap, motivasi, pemahaman waktu bereaksi terha-
dap sesuatu, kondisi, kesemuanya akan membantu merekon-
struksikan apa yang terjadi waktu itu.
Demikian juga halnya dengan siswa, kalau mereka juga
membuat catatan harian. Catatan mereka dapat juga menjadi
sumber informasi tentang apa yang mereka alami dalam
penelitian. Tentu saja catatan harian ini digunakan secara
sukarela, tidak ada paksaan karena sifatnya pribadi. Isi catatan
harian sebaiknya dibacakan dengan disaksikan oleh penulisnya
sendiri. Diskusi untuk membandingkan catatan harian guru
dan siswa sebaiknya diadakan, untuk mendukung suatu
pandangan yang dikemukakan,atau sebagai pembuktian.
Penulisan catatan harian (diaries )hendaknya selalu dengan
menuliskan tanggal kejadian. Demikian juga dengan hal-hal

123
PROSEOUR PENGUMPULAN OATA

yang mendetail dari penelitian kelas, seperti waktu, pokok


bahasan, kelas di mana penelitian dilakukan sebaiknya
dituliskan pada bagian pendahuluan atau entry. Mendetailnya,
atau panjangnya penulisan entry bermacam-macam, akan tetapi
akan sangat lengkap pada waktu perencanaan dan pada waktu
memonitor setiap tahapan atau siklus penelitian.
Catatan harian guru dan siswa ini akan berguna juga
sebagai pelengkap atau pembanding dari catatan lapangan
(field notes) yang dibuat oleh para mitra peneliti yang melaku-
kan pengamatan atau observasi. Berikut ini adalah contoh buku
harian seorang guru peneliti bernama Katherine Berelson yang
mengajar di kelas tiga sekolah dasar:

Rabu, 6 Maret
"Keruwetan di tempat parkir kendaraan menyebabkan hari
yang indah ini menjadi suram. Seharian aku merasa tergan-
ggu. Aku bertindak tidak sabar terhadap anak-anak, dan hal
itu membuatku tidak bahagia. Bukan kesalahan mereka.
Akan tetapi aku menjadi jengkel, waktu mereka lamban
sekali dalam menangkap maksud yang terkandung dalam
pelajaran bahasa dan tata bahasa. Hal ini menyebabkan aku
tidak sempat mengawasi kelompok-kelompok yang belajar
membaca. Hal ini pun membuatku lebih jengkel lagi.
Tiba-tiba aku merasa ada kekurangan dalam keteram-
pilan dan teknik mengajar. Apalagi Jude (Goetz, Judith P.)
mengomentari tentang kecenderungan tertentu dan cara-
cara aku dalam mengajar. Mungkinkah aku telah membuat
kesalahan? Apa? Tidak ada gunanya terus dipikirkan,
karena akhir tahun, baru akan ada penjelasan. Aku merasa
berada dalam akuarium. ·
Hari ini aku tidak merasa yakin tentang perputaran
bumi. Aku meminta Jude menjelaskan hal itu. la melaku-
kannya dengan tenang dan jelas sekali. Anak-anak tidak
menunjukkan reaksi yang begini atau begitu, tetapi aku
sendiri merasa terkesan dengan cara mengajar yang
berbeda, bagus. Aku sendiri merasa tidak begitu yakin,
(Goets dan LeCompte, 1984:157-158)."

124
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Berbagai Hal tentang Catatan Lapangan


Sumber informasi yang sangat penting dalam penelitian ini
adalah catatan lapangan (field notes) yang dibuat oleh peneliti/
mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau observasi.
Berbagai aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas, penge-
lolaan kelas, hubungan interaksi guru dengan siswa, interaksi
siswa dengan siswa, mungkin juga hubungan dengan orangtua
siswa, iklim sekolah, leadership kepala sekolah; demikian pula
kegiatan lain dari penelitian ini seperti aspek orientasi,
perencanaan,pelaksanaan, diskusi dan refleksi, semuanya dapat
dibaca kembali dari catatan lapangan ini.
Kekayaan data dalam catatan lapangan ini, yang memuat
secara deskriptif berbagai kegiatan, suasana kelas, iklim
sekolah, kepemimpinan, berbagai bentuk interaksi sosial, dan
nuansa-nuansa lainnya merupakan kekuatan tersendiri dari
Peneliti Tindakan Kelas yang beriklim kualitatif secara
mendasar (grounded) dan mulai dari akar rumput (grass roots).
Ia merupakan internal validity dari penelitian ini.
Catatan lapangan yang dibuat oleh seorang peneliti pada
penelitian etnografis yang sejenis dengan yang dilakukan dalam
Penelitian Tindakan Kelas, menunjukkan adanya keragaman
dalam format, struktur, dan fokusnya.Tergantung pada masalah
dan desain penelitian, serta keterampilan dan gaya peneliti.
Walaupun demikian, ada beberapa kategori yang membedakan
dalam pembuatan catatan lapangan. Pertama, yaitu yang meng-
gunakan deskriptor inferensial rendah dengan catatan yang
kongkrit dan tepat, termasuk catatan verbatim atau kata demi
kata dari setiap pembicaraan, perilaku dan kegiatan. Kategori
kedua adalah catatan yang menggunakan deskriptor inferensial
tinggi, yaitu catatan yang dibuat berdasarkan kombinasi skema
analisis yang sudah disepakati termasuk komentar-komentar
yang diucapkan. Catatan dari kategori pertama merupakan dasar
dari data pengamatan atau observasi,karena itu dicatat seakurat
mungkin, (Goetz dan LeCompte, 1984:160).
Creswell (1998) memberikan contoh catatan yang dibuat
dalam penelitian etnografis mengenai pemilihan kepala seko-
lah dengan menggunakan kategori pertama sebagai berikut.
"Aku selalu membawa buku catatan untuk terus-menerus
mencatatkan berbagai aturan, kejadian, dan kegiatan. Me-

125
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

ngenai kriteria pemilihan kepala sekolah disebutkan antara


lain, bahwa calon harus memenuhi syarat.
• laki-laki
• menikah
• usia antara 35 dan 49 tahun
• pengalaman 10 sampai 19 tahun
• guru sekolah dasar sebelumnya.

Mengikuti seorang kandidat di kantornya, sebelum meng-


hadiri rapat ia menelefon ke rumahnya terlebih dahulu bahwa
ia akan pulang lebih dini, ternyata mendapat jawaban dari
isterinya shh.: "Sedini itu? Mengapa - Apakah terjadi sesuatu?"
(Creswell, 1998:328).
Selanjutnya ada beberapa contoh bagan untuk menggam-
barkan bagaimana berbagai aspek kegiatan lapangan dicatat
dalam catatan lapangan:

BAGAN21

Tempat Penelitian/Sekolah SD Karang Pamulang II


Tanggal : 2 April 2002
Kegiatan yang dihadiri/diwawancarai/dicatat: Kepala Sekolah
Kunjungan yang ke 2

Perhatikan : Catatkan yang penting saja. Thema ditulis dengan HURUF BESAR.
Komentar ditulis dalam tanda kutlp.

1. UJIAN AKHIR: Kepala sekolah melaporkan hasil rapat dinas di kantor DikNas, bahwa
ujian akhir akan dilaksanakan pekan kedua bulan Mei. Agar kegiatan penelitian
diselesaikan sebelum waktu itu.
2. PENELITIAN: Guru lain yang berminat pada penelitian kelas akan didaftarkan pada
rapat guru, dan peneliti akan dikontak. "Akan saya dorong agar sebanyak mungkin
guru daftar!"
3. KUNJUNGAN MUSEUM: Setelah ujian·ujian selesai, sekolah merencanakan akan
melakukan kunjungan ke Museum Geologi di Jalan Diponegoro, Bandung. Dianjurkan
supaya penellti ikut, agar menghayati iklim/suasana sekolah.
4. RENCANA KEGIATAN YAO.: Baru akan diblcarakan dalam rapat guru menjelang
diselenggarakannya ujian. Kemungkinan besar sekolah akan ikut serta dalam gerakan
pembaharuan kurikulum yang berbasis sekolah. Tergantung kepada kesiapan guru,
akan dipikirkan dahulu.

Kunjungan berakhlr pada jam 11.45, dengan janji untuk menghubungi kembali
Kepala Sekolah apabila ada hal-hal tentang penelitian yang harus dibicarakan.
(Sumber dari Miles dan Huberman, 1984: 53, dengan modifikasi)

126
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Catatan lapangan di atas Anda buat pada waktu Anda


menjajagi sekolah dan Kepala Sekolah tentang kemungkinan
Anda dapat melakukan penelitian di sekolahnya. Kemudian
Anda juga akan melakukan penjajagan terhadap guru yang
akan melaksanakan pembelajaran inovatif di kelas, mitra
peneliti Anda yang akan berpartisipasi aktif dan berkolaborasi
dengan Anda. Berikut ini contoh ilustrasinya:

BAGAN22

Sekolah SD Karang Pamulang II


Guru yang dihubungi : /bu Kumiasih
Tanggal 5 April 2002

Apa yang ingin saya ketahui ialah apakah Anda pemah melakukan pembelajaran
PIPS/Geograll dengan menggunakan peta dinding, globe, dan aUas atau membawa
siswa ke ruang terbuka? Silakan Anda Jawab dengan bebas.

1. Bllamana hal itu dilakukan? Apakah Anda bekerja sendiri atau bekerja
same dengan teman sejawat?
2. Bagalmana perasaan Anda waktu memulal?
• Optlmls, ragu·ragu, atau netral saja?
• Cemas karena memulal sesuatu yang baru?
• Cemas akan komentar kawan sejawat?
• Cemas akan reaksl/sambutan slswa?
• Meragukan kemampuan Anda sendiri?
3. Bagaimana kesan Anda sekarang? Apakah upaya Anda itu berhasil?
• Apakah upaya ltu merobah sesuatu, pada Anda, pada slswa?
• Apakah masih sulit untuk memulai sesuatu yang baru?
• Adakah sesuatu yang bermanfaat untuk dilanjulkan?
• Apakah justru tidak ada yang per1u dilanjutkan?
4. Menurut Anda sebelum memulai apa yang sebaiknya dilakukan, apakah:
• Membaca tertebih dahulu
• Konsultasl kepada pakar
• Memperslapkan bahan
• Latlhanltralnlng
• Perencanaan yang baik
5. Komentar Anda tentang hal-hal di atas dengan bebas:

(Sumber: Miles dan Huberman. 1984:47, dengan modifikasi)

Dalam Penelitian Tindakan Kelas, analisis dilakukan


peneliti sejak awal, pada setiap aspek kegiatan penelitian.
Pada waktu dilakukan pencatatan lapangan tentang kegiatan

127
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

pembelajaran di kelas, peneliti juga dapat langsung meng-


analisis apa yang diamatinya, situasi dan suasana kelas, cara
guru mengajar, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, dan lain-lain. Akan tetapi, pada umumnya catatan
lapangan dibuat dengan tulisan tangan si peneliti, yang hanya
dimengerti sang peneliti saja. Orang lain tidak dapat membaca-
nya, karena penuh dengan singkatan-singkatan kata yang
ditulis sang peneliti dengan tergesa-gesa, atau dengan kode.
Maka sebaiknya, sesegera mungkin catatan lapangan tersebut
ditulis kembali dengan cara mengetiknya sehingga dapat
dibaca dan dimengerti semua orang.
Salah satu contoh menganalisis catatan lapangan adalah
dengan mengidentifikasi data esensial dari catatan lapangan
itu seperti:
• Siapa, kejadian, atau situasi apa yang terlibat dan terjadi?
• Apa tema atau isu utama dalam catatan itu?
• Pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang diajukan?
• Hipotesis, dugaan, atau perkiraan/spekulasi apa yang
diajukan peneliti tentang tokoh atau situasi yang dideskrip-
sikan dalam catatan lapangan?
• Masalah atau focus apa yang perlu dikejar peneliti dalam
pertemuan/kegiatan/kontak. berikutnya? (Miles dan Huber-
man, 1984:50).

Tentu saja ada cara-cara lain yang dapat dipakai peneliti


untuk menganalisis data yang tertulis dalam catatan lapangan.
Peneliti dapat memilih cara yang paling dibutuhkan dan sesuai
dengan tema penelitian. Ia dapat saja menggunakan bentuk
analisis terstruktur, yang sudah mengandung bahan evaluasi
atau rating; atau dengan menggunakan tinta berwarna, peneliti
memberikan kode pada kata/kalimat yang menonjol dalam
catatan dalam huruf-huruf besar, dengan mencatat nomor
halamannya (lihat Milesdan Huberman, 1984:53)
Namun, cara yang memberikan gambaran yang menyeluruh
dari catatan lapangan berikut analisisnya, adalah apabila
peneliti menuangkannya dalam sebuah matriks. Contoh berikut
adalah sebuah matriks yang menampilkan catatan lapangan
dan analisisnya (Mohammad Imam Farisi, 1997:155 dengan
modifikasi):

128
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

BAGAN 28

Catatan Lapangan Awai Reflekal clan Anallsls


(Bagi Guru) ... matapelajaran IPS itu Refteksi dan Analisls :
tertalu luas dan banyak materinya, harus Pertama, anak kelas Ill telah memHikl
selalu mengikuti perkembangan, tidak konstruk konsep siswa berkenaan
dapat secara langsung dipraktlkan siswa dengan konsep-konsep pokok IPS yang
dalam kehidupan sehari-hari, ... seringkall terdapat pada beberapa sub pokok
dirasakan sulil menerangkannya kepada bahasan tentang Ungkungan Sekltar
siswa .. . terpaksa menjelaskannya (Ungkungan Rukun Warga/Rukun
kepada siswa ... banyak dllerangkan. Tetangga). Konsep-konsep siswa ini
(Wawancara dengan guru kelas Ill, kerapkali dlbawa dan mewamai perseps/
Senin, 14 ktober 1996, jam 16.00 sampai mereka persepsi mereka terhadap bahan
17.00) kajlan pembelajaran dan dalam re/as/
sos/al di kelas

(Bagi slswa) ... Saya sebenamya Kedua, dan seterusnya


senang dengan matapelajaran IPS, tetapi Ketiga, kelemahan dalam menggunakan
kadang-kadang saya mengalami konsep siswa secara optimal dan
kesulitan, habis guru hanya menjelaskan otentik, ditandai oleh tindakan guru yang
saja ... guru sering hanya menjelaskan kurang responsif terhadap apa yang
saja ... guru sering melakukan tanya tefah dfketshul sisws. lkllm slluasl soslal
jawab, tetapl saya sering tidak dapat pembelajaran menunjukkan ritme yang
menjawab dengan benar, ... kalau konstan, dalam gaya mengajar yang
jawaban saya salah kadang saya bersifat PredominB11tlyteacher talked.
dimarahi, disuruh belajar di rumah ... Akibatnya, kualitas proses pembelajaran
belajar di rumah ... tanya sama ayah, ibu, yang berorienlasl student active learning
atau kakak ... (Wawancara di sekolah sangat rendah.
dengan siswa, Senin, 14 Oktober 1969)

Catatan: Huruf miring (Italics) merupakan analisis teoritik peneliti.

Rangkuman
Anda sudah dapat mulai dengan penelitian kelas Anda, dan
untuk keperluan pengumpulan data sebaiknya Anda mema-
hami berbagai langkah kegiatan penelitian untuk meraih
kemahiran dan keterampilan seperti:
• Menyusun organisasi penelitian dan peran para pelakunya.
• merencanakan pelaksanaan tindakan siklus pertama.
• melaksanakan tindakan pembelajaran untuk mencobakan
inovasi.
• mengobservasiapa yang sedang berlangsung di kelas.
129
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

• membuat catatan lapangan (field notes) dengan lengkap,


• melakukan diskusi dengan mitra peneliti/guru,
• dan melakukan refleksi.

Untuk melengkapi data Anda juga


• Mengadakan wawancara (dengan Kepala sekolah, guru atau
siswa).
• Mengumpulkan dokumen yang relevan.
• Melakukan rekaman tape dan audio-visual.
• Membuat perencanaan untuk siklus berikutnya, dst. sampai
selesai.
• Sementara itu sebagai peneliti, Anda juga mulai merapikan
Catatan Lapangan untuk keperluan membuat analisisnya.

Semua kegiatan penelitian ini dilakukan secara kolaboratif


dan partisipatif dengan mitra-mitra penelitian Anda.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 6


Untuk memeriksa kembali apakah Anda telah memahami
bahan yang dibahas pada Bab ini, cobalah Anda selesaikan soal-
soal berikut di bawah ini:
1. Apa yang harus Anda perhatikan terlebih dahulu sebelum
Anda melakukan perencanaan awal Penelitian Kelas Anda?
Apakah ...
A. Tugas utama adalah mengajar, penelitian tidak boleh
mengganggu
B. Langsung rnelakukan pengumpulan data
C. Segera menyusun hipotesis
D. Tidak perlu rnemperhatikan prosedur etis penelitian.

2. Mengapa Anda harus mempunyai mitra dalam penelitian


ini? Apakah ...
A. Karena harus kolaboratif
B. Karena harus kolaboratif/partisipatif
C. Karena tugas pembelajaran dilakukan tersendiri
D. Karena peneliti bertugas sebagai pengamat saja.

130
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

3. Kolaboratif, diartikan sebagai ...


A. Melakukan penelitian sendiri-sendiri
B. Melakukan penelitian bersama-sama
C. Melakukan penelitian dalam kemitraan yang setara
D. Melakukan penelitian dalam profesi sebagai dosen

4. Partisipatif, diartikan sebagai ...


A. Melakukan penelitian dengan mengadakan inovasi
pembelajaran
B. Melakukan penelitian dengan mengintervensi pem-
belajaran
C. Melakukan kerjasama pada setiap tahap penelitian
D. Melakukan penilaian pada tahap akhir penelitian

5. Salah satu langkah kegiatan penelitian awal adalah


meliputi ...
A. Melakukan analisis data.
B. Mengidentifikasi masalah.
C. Merevisi hasil kegiatan pembelajaran siklus dua.
D. Melakukan refleksi terhadap kegiatan siklus dua.

6. Menurut Karl Raimund Popper, observasi adalah tindakan


yang ...
A. Hanya membawa "tacit knowledge" saja
B. Membawa seluruh khazanah teori
C. Merupakan tindakan penafsiran dari teori
D. Tidak membawa teori apa pun.

7. Yang disebut observasi terbuka adalah yang bukan ...


A Menggambarkan situasi kelas yang seadanya saja
B. Sesuai dengan selera pengamat
C. Pengamatan tidak terbuka
D. Sefaktual mungkin.
8. Apabila focus penelitian adalah di bidang strategi bertanya,
maka untuk memilih siswa yang mana yang akan menjawab,
guru perlu ...
A. Menyebut nama siswanya sebelum pertanyaan diajukan
B. Pertanyaan diajukan secara factual
C. Pertanyaan diajukan kepada kelas
D. Pertanyaan diajukan secara spesifik.
131
PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

9. Observasi terstruktur dipersiapkan terlebih dahulu ber-


sama para mitra penelitian tentang hal-hal apa saya yang
akan diamati, dalam pelaksanaannya Anda akan ...
A. Memperhatikan apa respons sikap siswa
B. Mendisiplin siswa yang mengganggu pembelajaran
C. Mengamati tindakan siswa sehari-hari di kelas
D. Menghitung saja jawaban atau tindakan siswa yang
sedang diteliti.

10. Pengamatan dengan menggunakan skala, yang disebut juga


pengamatan sistematik, tidak terlalu dianjurkan dalam
penelitian kelas, karena ....
A. Terlalu sukar untuk dikerjakan oleh guru kelas
B. Terlalu menekankan aspek kuantitatif
C. Tekanan diarahkan kepada langkah inovatif guru
D. Tidak menghilangkan aspek refleksi.

11. Seringkali guru cenderung menggunakan daftar pertanyaan


(kuesioner) sebagai alat pengumpul data, karena .....
A. Kuesioner lebih lugas
B. Mengganggu relasi sosial antar guru di sekolah
C. Meringankan tugas guru
D. Guru kurang terampil dalam observasi dan wawancara.
12. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar wawancara
berlangsung dengan efektif, antara lain adalah ....
A. Pewawancara sebaiknya bersikap antipatik
B. Pewawancara sebaiknya bersikap simpatik
C. Pewawancara bersikap apriori
D. Pewawancara bersikap menguji.

13. Yang disebut siklus dalam Peneliti Tindakan Kelas adalah

A. Urutan kegiatan yang dimulai perencanaan awal


B. Urutan kegiatan diskusi dengan para mitra penelitian
C. Urutan kegiatan di kelas yang direncanakan setiap
tahapnya
D. Urutan kegiatan mulai perencanaan awal sampai
perencanaan siklus berikutnya.

132
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

14. Siklus dalam Peneliti Tindakan Kelas dihentikan apabila ...


A. Peneliti memutuskan untuk berhenti
B. Keputusan diskusi bersama mitra untuk berhenti
C. Data sudah jenuh dan kondisi pembelajaran stabil
D. Para siswa sudah tidak merespons lagi

15. Spiral siklus dalam Peneliti Tindakan Kelas berada dalam


rentangan ...
A. Satu sampai Tiga siklus
B. Satu sampai Tujuh siklus
C. Tidak ditentukan
D. Peneliti dan mitra bersama-sama mengambil keputusan.

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 6


1. A 2. B 3. C 4. C 5. B
6. C 7. C 8. A 9. D 10. B
11. D 12. B 13. C 14. C 15. D

Bacaan Lanjutan
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research De-
sign. California: Sage Puhl. Pp. 115-117; 120-133.
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University. Pp. 75-82.
Goetz, Judith P. and LeCompte, Margaret D. 1984. Ethnogra-
phy and Qualitative Design in Educational Research. New
York: Harcourt Brace Jovanovich Pp.107-163. .
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University. Pp. 57-103.
Lincoln, Yvonna S. and Guba, Egonb. 1985 Naturalistic Inquiry.
Beverly Hills; Sage Puhl. Inc. Pp. 193-194.

133
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 7
Analisis Data Lapangan

Anda kini telah memiliki keterampilan yang diperlukan untuk


melaksanakan penelitian kelas dengan kegiatan mengumpul-
kan data penelitian, dalam rangka meningkatkan kualitas
kinerja Anda sebagai guru dan dosen. Langkah selanjutnya
ialah menuntaskan kegiatan penelitian, antara lain untuk
melakukan hal-hal seperti berikut.
• Memahami beberapa definisi mengenai analisis data.
• Melakukan langkah-langkah analisis seperti menyusun
kode dan kegiatan koding.
• Melakukan analisis bentuk catatan reflektif dan catatan
pinggir.

Apabila Anda sudah siap, marilah kita lakukan kegiatan


penelitian ini dengan scksama.

Beberapa Pandangan Mengenai Analisis Data


Menganalisis data yang bentuknya berbagai ragam merupakan
tugas yang besar bagi peneliti kualitatif. Membuat keputusan
mengenai bagaimana menampilkan data dalam tabel, matriks,

135
ANALISIS DATA LAPANOAN

atau bentuk cerita merupakan tugas yang penuh tantangan.


Tidak ada konsensus mengenai cara menganalisis data dalam
penelitian kualitatif. Akan tetapi ada cara membandingkan
strategi analisis dari para peneliti pakar yang dapat cligunakan
sebagai rujukan. Berikut ini adalah sebuah bagan strategi
analisis dari Bogdan & Bilden (1992),Huberman & Miles (1994)
dan Woolcott(1994) (dalam Creswell, 1998:141):

BAGAN24
Strategi Umum Analisis Data Oleh Peneliti Pakar
Strategl Bogdan&Blklen Huberman&Mlles Wolcott
Anallsls (1992) (1994) . (1994)
Sketsa Catal gagasan di Buat catatan pinggir Beri lekanan pada
Gagasan garis pinggir catatan dalam catatan deskripsi informasi
lapangan lapangan lertentu

Membual Bual memo, tulis Tuliskan catatan yang


Catatan komentar pengamal bersifal reflektif

Merangkum Bual buram


Catalan rangkuman dalam
Lapangan catatan lapangan

Masukan balik Mencoba membual


gagasan lema dari pokok-pokok
bahasan

Menyusun kata- Bual metafor, analogi Bual metafor


kata konsep

Display Data Bual bagan, tabel, Bual kontras dan Bual tabel. peta, bagan,
matriks, dan gralik perbandingan angka-angka, perbanding-
an, bandingkan dengan
ukuran baku/ standard

Mengidentifikasi Kembangkan kode, Tuliskan kode, memo


Kode kalegori

Mereduksi Masukan bahan ke Perhalikan adanya ldentifikasi keleraluran


lnformasi dalam kategori pola-pola dan tema- pola
tema

Menghitung Menghitung frekuensi


frekuensi kode kode

Kategori yang Menyusun faklor.


relevan relasi antarvariabel
, dan pembuklian yang
logis
1...-----~----- -------~-------
136
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

r---------------~-------------
Prosedur yang
sistemalis dari
lkuli prosedur kerja
lapangan di bldang
tradisi inkuiri etnografi

Hubungan dengan Kontekstual dengan


kerangka analisis kerangka dalam
dalam literatur literatur

Mendesaln kembali Usulan mendesain


kajlan penelltlan kembali kajian
penefilian

Goetz dan LeCompte (1984) menjelaskan tentang analisis


data kualitatif peran proses kognitif atau "berteori" mengenai
kategori abstrak dan hubungannya. Hal ini penting, karena
akan membantu peneliti dalam mengembangkan penjelasan
dari kejadian atau situasi yang berlangsung di dalam kelas
yang ditelitinya. Walaupun berteori merupakan kegiatan yang
lazim dilakukan oleh para peneliti, para psikolog kognitif
mengenalnya sebagai proses berpikir sehari-hari yang biasa
dilakukan seseorang dalam kehidupannya. Ia akan memproses
informasi dengan memperhatikan fenomena yang terjadi di
sekitarnya, kemudian membedakan fenomena tersebut dengan
membandingkan dan membedakan berdasarkan pengalaman
masa lalunya, atau berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, atau
pun juga berdasar kepada atribut-atribut yang menentukannya,
untuk selanjutnya ditampilkan pada waktu ia melakukan
kegiatan kesehariannya.
Demikianlah, dalam berteori seorang peneliti juga akan
melakukan tugas intelektual seperti itu. Ia akan melakukan
kegiatan kognitif dalam memahami, membandingkan, mern-
bedakan, mengagregasikan, menyusunnya dalam urutan yang
beraturan, mencari kaitan dan hubungan di antaranya, untuk
selanjutnya berdasarkan data empirik ini berpikir secara
spekulatif.
Mengenai langkah pertama, memahami atau berpikir
perseptif mengenai data, seorang peneliti dalam memproses
data memerlukannya sebagai bimbingan dalam membagi data
menjadi unit-unit analisis, di samping mengarahkan peneliti
dalam mereduksi data schingga praktis untuk dimanipulasi.

137
ANALISIS DATA LAPANGAN

Selanjutnya, kegiatan membandingkan, membedakan, dan


seterusnya adalah langkah mengklasifikasi data. Seluruh
koleksi data dianalisis menurut isinya (content analysis),
kemudian dipilah-pilah menjadi unit-unit data berdasarkan
dimensi-dimensi spasial (ruang), temporal (waktu), fisik,
filosofis, bahasa, atau sosial (Goetz dan Le Compte, 1984:170).
Adakalanya dimensi baru tampil dalam proses analisis, yang
apabila disepakati bersama dapat dijadikan kriteria pembeda.
Berikut ini contohnya:
"Kelas hari ini akan membahas IPA mengenai hewan jenis
reptil. Akan tetapi sebelumnya, George berbagi berita baik
dari keluarganya, yakni ayah tirinya akan mengadopsi
dirinya secara hukum. Dari tanggapan kelas, temyata anak-
anak yang lain juga ada yang diadopsi, punya keluarga yang
diadopsi, atau sedang dipertimbangkan untuk diadopsi.

(Keesokan harinya)
lbu guru memutar film mengenai binatang reptil. Setelah
pemutaran selesai, di papan tulis ibu guru memetakan
taksonomi dunia binatang, dengan maksud menggunakan
binatang reptil sebagai salah satu contoh untuk menerang-
kan keseluruhan kerangka itu. Kelas mulai dengan kegiatan
mengklasifikasi berbagai jenis binatang, kemudian ibu guru
bertanya tentang perbedaan antara reptil dan amfibi. la
menunjukkan persamaan antara anak-anak amfibi kalau
dilihat dari alat pemafasan insangnya dengan ikan. Seorang
siswa bertanya apakah ikan berdarah, dan langsung memicu
pertanyaan siswa lain, "Apa itu kutu?"
Maka kelas pun terlibat dalam situasi yang lucu, karena
kutu menjadi pusat perhatian mereka. Kutu yang terdapat
di antara bulu-bulu anjing mereka yang harus segera
dibersihkan, kutu dalam rambut manusia dan cara bagai-
mana menghilangkannya, kutu yang menjadi penyebab
demam bercak pada manusia dan menyebabkan kematian.
Diskusi ini ditengahi pertanyaan siswa: "Berapa banyak
kaki yang dimiliki kutu?" atau "Mengapa bensin bisa
dipakai membunuh kutu?" atau "Apakah kutu di kepala bisa
masuk ke otak?"

138
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Sementara itu ibu guru sudah kehilangan fokus dari materi


pembelajarannya. Ia berkomentar; "Entahlah. Saya telah
menjelaskan segala sesuatu yang kuketahui mengenai kutu."

Dari contob di atas, jelaslah ada dimensi yang tidak


diperhitungkan sebagai kriteria analisis, yang dalam kasus ini
adalah dimensi pribadi atau dimensi personal, (Goetz dan
LeCompte, 1984:170-171).

Langkah-Langkah Menganalisis Data


Apabila anda membaca lagi bagian terakhir dari bah terdahulu,
maka anda dapat melihat cara menganalisis catatan lapangan
(field notes). Demikian juga dikemukakan di situ bahwa analisis
yang dilakukan oleh Penelitian Tindakan Kelas dilakukan
sejak awal, berarti bahwa anda akan melakukannya sejak tahap
orientasi lapangan, seperti dikatakan Miles dan Huberman
(1984:49) bahwa " ... the ideal model for data collection and
analysis is one that interweaves them from the beginning". Yang
artinya, model ideal dari pengumpulan data dan analisis adalah
yang secara bergantian berlangsung sejak awal.

Kode dan Mengkoding


Miles dan Huberman (1984: 56-59) mengemukakan bahwa salah
satu permasalahan dalam penelitian kualitatif adalab, babwa
cara kerjanya terutama bertalian dengan kata-kata, bukan
dengan angka. Kata-kata lebih gemuk dibandingkan dengan
angka, dan bersifat multi makna. Adakalanya sebuah kata tidak
mempunyai arti sama sekali, kecuali apabila dihubungan
dengan kata lain. Angka tidak begitu ambigu, dan bisa diproses
dengan lebih ekonomis. Namun demikian, kata-kata juga me-
mungkinkan peneliti membuat "deskripsi tebal" menurut iati-
lah Geertz (1973), yaitu bahwa kata-kata dapat menyampaikan
lebib banyak makna daripada angka. Memfokuskan pada angka
akan menggeser perhatian penelitian dari substansi ke soal
perhitungan belaka, dan mcnghilangkan makna kualitatifnya.
Untuk menyederhanakan sejumlab besar data yang terkan-
dung dalam catatan lapangan, observasi, dan materi dokumen

139
ANALISIS DATA LAPANGAN

atau arsip adalah dengan membuat kode. Kode adalah singkat-


an kata atau simbol yang dipakai untuk mengklasifikasi
serangkaian kata, sebuah kalimat atau alinea dari catatan
lapangan (biasanya ditulis tangan dalam suratan yang sulit
dibaca karena tergesa-gesa) yang sudah diketik kembali (tran-
scribed field notes) sehingga mudah dibaca oleh siapa pun.
Kode adalah kategori, yang biasanya diambil dari pertanyaan
penelitian, hipotesis, konsep kunci, atau tema yang penting.
Terdapat tiga tipe kode. Pertama, adalah kode deskriptif
yaitu memberi kode pada suatu alinea yang misalnya isinya
membahas kajian perbaikan sekolah, dengan menaruh di
pinggir sebelah kiri catatan yang berbunyi "MOT", singkatan
dari "motivasi". Apabila analisis ingin lebih tajam dengan
memisahkan motivasi para guru dari motivasi petugas Tata
Usaha, maka kode "ADM-MOT"dari Administrators' Motiva-
tion, kalau dalam bahasa Indonesia "TU-MOT."
Kedua, kode interpretif, yang memuat analisis lebih
kompleks dengan melihat misalnya aspek dinamika lokal yang
menumbuhkan motivasi tersebut, dengan kode seperti "OFF-
MOT"yang menunjukkan Official Motiuation. dan "PRIV-MOT"
singkatan dari Priuate Motiuation.
Ketiga, kode yang lebih inferensial dan menjelaskan. Alinea
tersebut ternyata menunjukkan timbulnya (emerged) leitmotiue
atau pola pada waktu peneliti memeriksa aspek-aspek kejadian
lokal dan relasi-relasi lokal dihubungkan dengan motivasi tsb.
Maka kodenya bisa berbunyi LM tleitmotiue), atau PATT (pat-
tern), atau TH (theme),atau CL (causal link).
Apa saja yang bisa diatur dengan kode? Lofland dalam Miles
dan Huberman merincikan sebagai berikut.
1) Tindakan: yang berlangsung dalam situasi yang singkat,
hanya memakan waktu beberapa detik, menit atau jam.
2) Kegiatan: yang berlangsung dalam latar yang lebih besar,
hari, minggu, bulan yang melibatkan unsur-unsur penting
dari keterlibatan manusia.
3) Makna: ungkapan verbal dari para partisipan penelitian
yang menentukan dan mengarahkan tindakan.
4) Parlisipasi: keterlibatan manusia secara keseluruhan, atau
adaptasi mereka terhadap situasi atau latar yang sedang
ditelaah.

140
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

5) Relasi: hubungan antar personal di antara beberapa orang


yang ditelaah secara simultan.
6) Latar atau setting: keseluruhan latar yang sedang diteliti
dipelajari sebagai satu unit analisis, {Lofland,dalam Miles
dan Huberman, 1984:57).

Sedangkan menurut Bogdan dan Biklen (1982: 57) kode dan


koding dilakukan terhadap:
1) Setting/konteks: informasi umum mengenai lingkungan
sekitar.
2) Definisi situasi: bagaimana mendefinisikan latar situasi.
3) Perspektif: cara berpikir, orientasi.
4) Cara berpikir mengenai orang dan objek: dengan lebih
mendetail.
5) Proses: sekuens, alur peristiwa, perubahan.
6) Kegiatan: perilaku yang secara teratur ditampilkan.
7) Kejadian: kejadian tertentu.
8) Strategi: cara untuk menyelesaikan sesuatu.
9) Relasi dan struktur sosial.
10)Metode:isu yang berkaitan dengan penelitian.

Berikut ini adalah contoh kode dengan menggunakan


simbolhuruf dan angka:

BAGAN 25
Daftar Kode Huruf dan Angka

Pokok lnovasl TuJuan lnovasl Koda Angka (3.1)

Pl:Tujuan n-ru 3.1.1.


Pl: Organisasi TI-ORG 3.1.1.
Pl: Perubahan-Kelas Tl-PER/KL 3.1.4
Pl: Perubahan-Organisasi TI-PER.ORG 3.1.5
Pl: Perkembangan Program Tl-PERK 3.1.1. 3.3.3.3.3.4

Konteks Luar :
KL: Oemografi KL-OEM 3.2.3. 3.3.3.4
Lokal. pegawal sekolah KLLOK-OEM 3.2.3. 3.3. 3.4
Bukan lokal, bukan pe- KLBULOK-OEM 3.2.3.3.3.3.4
gawai sekolah

141
ANALISIS DATA LAPANGAN

Pokok lnovasl Tujuan lnovasl Koda Angka (3.1)

Kontaks Dalam :
KD Karakteristik KD·KAR 3.2.2.3.3.3.4
KD: Norma dan Otoritas KO-NORM 3.2.2.3.4.3,3.5
KO: Sejarah lnovasi KD-SEJ 3.2.1.
KD:ProsedurOrganisasl KO-PROS 3.1.1.,3.2.4.,3.3,3.4
KD: lnov~ Organisasl K[).INQR 3.2.2.
Dst.dsl

Dlnamlka dan
Transformasi :
OT: Perubahan lnovasi CJT-IN 3.4.1.,3.4.2,3.4.3
DT: Dampak thd. Organlsasl OT-ORG 3.4.1.,3.4.2,3.4.3
OT: Dampakthd. lklim Org. DT-ORGKUM 3.4.3
DT: Oampak thd. Kelas OT..1(1.S 3.4.2
DT: Dampak thd.Pengguna DT-PGN 3.4.2.,3.4.3
OT: Kendala lmplementasi CJT-KDL 3.4.1

(Dlmodifikasl, Miles dan Huberman, 84:58)

Ada beberapa saran untuk menggunakan kode. Misalnya,


kapan kode dan kegiatan mengkoding dimulai? Seperti telah
dibahas terdahulu, analisis terhadap catatan lapangan (field
notes) sudah dilakukan sejak awal, maka kode dan kegiatan
mengkoding pun demikian. Kode dan koding adalah kegiatan
memberi label dan mencarilmeretrieue data yang sangat efisien,
serta mempercepat dan memberdayakan analisis data. Karena-
nya, menyusun kode sebelum ke lapangan dan membuat
catatan lapangan akan sangat membantu, serta akan men-
dorong peneliti untuk selalu mengkaitkan pertanyaan peneli-
tian atau konsep-konseppenting langsung dengan data.

Catatan Pinggir dan Catatan Reflektif


Peneliti yang berperan sebagai pengamat akan sibuk dengan
membuat catatan lapangan (field notes), sehingga seringkali
catatan yang dibuat dengan segera itu tidak dapat dibaca
dengan jelas, karena banyak singkatan yang tidak lazim hanya
dapat dimaknai oleh sang peneliti sendiri. Itulah sebabnya,
segera setelah peneliti sebagai pengamat mempunyai waktu,
catatan lapangan itu harus cepat ditranskrip dan diketik, agar

142
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

dapat dibaca oleh siapa pun. Pada waktu itulah sang peneliti
mengalami kembali apa yang telah terjadi di kelas tadi pagi,
dan refleksi terjadi pada situasi yang berkembang pada waktu
itu, seperti misalnya:
• Hubungan yang terjalin dengan siswa/responden.
• Memikirkan kembali terhadap apa yang dikatakan oleh
siswa dan maknanya.
• Keraguan akan kualitas data yang sedang dicatat.
• Terpikirnya hipotesis baru untuk menjelaskan apa yang
sedang terjadi.
• Sebuah catatan untuk melacak lebih jauh sebuah isu pada
kontak berikutnya.
• lmplikasi silang terhadap sesuatu pada data berikutnya.
• Perasaan sendiri mengenai apa yang dibicarakan atau
dikerjakan.
• Penjelasan atau elaborasi mengenai apa yang dibicarakan
atau dikerjakan (Milesdan Huberman, 1984:65).

Catatan reflektif dapat segera dibuat pada waktu catatan


lapangan sedang dikerjakan, dengan cara menyimpannya di
antara tanda kurung. Patton (1980) merekomendasikan hal ini,
bahkan Bogdan dan Biltlen (1982) memakainya untuk analisis,
metode, dilema etik, pemikiran sendiri, dan sebagai alat
kalibrasi. Berikut ini adalah contoh pemakaian catatan
reflektif pada catatan lapangan:

BAGAN26

CATATAN REFLEKTIF

Ahmad bergurau. ·mungkln Aku dapat bertaku sebagai seorang senior". la menyeringai
seperti kera waktu mengatakan hal ltu. ((guru-guru inf bukan bennaksud merendahkan
siswa, akan tetapi sepertinya lidak bisa menahan diri untuk selalu bergurau seperti itu·
dan mengenal hal ini akan dijelaskan nanti))

Basri menyatakan bahwa secara lidak resmi mereka sudah melakukan analisis tentang
data kehadiran dan berkata, "Aku yakin telah melakukannya dengan efeklir. (yaitu
memakai CARED untuk kccenderungan peningkatan kehadiran). ((bagiku
kedengarannya sangat kabur dan terkesan gampangan)).

--------------------------
143
ANALISIS DATA LAPANGAN

Chairuddin menjelaskan, bahwa selama semester kedua ia akan melakukan hal-hal


yang sama, atau "tidak banyak". ((Penolakan keglatan ini aku dengar secara infonnal
dalam pembicaraan dengan Basri. Sesungguhnya, hal itu mengecilkan/minimalisasi
atau penghalusan dari fakta bahwa ia sering keluar, padahal la dapat banyak mernbantu
menyelesaikan program.))

(dengan modifikasi dari Miles dan Hubennan, 1984:65).

Catatan Pinggir
Pada waktu kegiatan koding berlangsung, dan peneliti sebagai
pengamat melihat dan menyaksikan penampilan pembelajaran
di kelas, maka gagasan dan reaksi terhadap yang dilihat timbul
dengan makna yang baru secara berkelanjutan. Gagasan dan
pikiran baru ini penting artinya, karena mendorong penafsiran
baru, mengarahkan kepada keterhubungan dengan data lain,
dan menuntut pekerjaan untuk menganalisisnya.
Karena konvensi membiasakan kita memberikan tanda atau
simbol kode pada catatan lapangan di garis pinggir sebelah kiri
atau pada margin kiri, maka catatan pinggir dilakukan pada
margin sebelah kanan. Catatan reflektif dan catatan pinggir
berfungsi menambah kebermaknaan dan kejelasan kepada
catatan lapangan atau field notes, di samping menggaris bawahi
hal-hal yang penting yang terlewat atau terkaburkan dalam
kegiatan koding. Berikut ini adalah sebuah contoh tentang
pelaksanaan catatan pinggir:

BAGAN27

Catalan Plngglr
Basri mellhat kepada Chandra, seorang guru magang,
dan memlnta mellhat anak-anak di ruang pertemuan. Kontrol Kelas
DT-KLS Saya bertanya apa yang terjadi, dan ia menjawab
bahwa anak-anak terdengar sudah keluar dari ruang
padahal bel belum berbunyi ...... Disiplin Siswa
KL LOK- Rapatmembicarakan berbagai topik, bermacam-macam
DEM tema. termasuk kecenderungan Mariam yang suka
meyakinkan yang lain bahwa pekerjaan humas itu
Kon.flik Tentang
mudah untuk dikerjakan. dan nasihatnya untuk tidak
Peran.
memberikan tugas itu kepada bukan profesional.
Banyak yang bertanya kepada Mariam, pada akhir rapat. Magang

144
METODE PENELITIAH TINDAKAN KELAS

Tidak banyak dilakukan perencanaan atau pengambilan


KD· keputusan mengenai prosedur tettentu atau apa yang akan Kebijakan
PROS dikerjakan secara mendetail. Lemah

DT·ORG (Pada saat inilah, Mariam sekali lagi mengatakan bahwa


Jami nan
ia dapat dikontak setlap waktu, ia akan ada di tempat) Kontak
(Miles dan Huberman, 1984:66)

Pandangan Lain mengenai Analisis Data/Lapangan


Becker (1958, dalam Hopkins, 1993)mengemukakan, bahwa ada
tiga langkah analisis yang perlu dilakukan di lapangan dan
analisis ke empat dilakukan setelah penelitian lapangan selesai.
Langkah-langkah tersebut dilakukan tahap demi tahap, secara
sekuensial dengan logis, tahapan kedua akan sangat ditentukan
oleh analisis tahapan sebelumnya. Selanjutnya, berbagai
kesimpulan diambil dalam tahapan-tahapan tadi, yang digunakan
untuk tahapan berikutnya. Langkah ketiga ialah bahwa ada
beberapa kriteria yang dipakai untuk analisis di lapangan, antara
lain pemilihan dan definisi permasalahan dan konsep, peng-
hitungan frekuensi dan distribusi kejadian atau fenomena, dan
dimasukkannya temuan-temuan individual ke dalam kajian yang
sedang diteliti. Analisis setelah kegiatan di lapangan adalah
bagaimana evidensi dan bukti dalam penelitian ini dipresentasi-
kan, (Hopkins, 1993:148-149).
Sedangkan Glaser dan Strauss (1971:105) mengemukakan
empat langkah analisis data untuk menghasilkan teori (groun-
ded) yang disebut Constant Comparative Method, sebagai
berikut.
I) Comparing incidents applicable to each category, 2) inte-
grating categories and their properties, 3) delimiting the
theory, and 4) writing the theory. Although this method of gen-
erating theory is a continuously growing process-each stage
after a time is transformed into the next- earlier stages do re-
main in the operation simultaneously throughout the analy-
sis and each provides continuous development to its succes-
sive stage until the analyses is terminated. ( 1. membanding-
kan kejadian-kejadian yang diaplikasikan kepada setiap
kategori 2. Memasukkan kategori-kategori dan bagian-
bagiannya, 3. Membatasi teori, 4. Menuliskan teori. Walau-

145
ANALISIS DATA LAPANGAN

pun metode menghasilkan teori ini merupakan proses yang


terus menerus berkembang -setiap tahapan kemudian
ditransformasikan ke tahapan berikutnya- setiap tahapan
akan tetap pada posisinya sepanjang analisis dilakukan dan
masing-masingmenghasilkan perkembangan kepada tahapan
berikutnya sampai analisis selesai.)

Apabila kita bandingkan kedua prinsip ini, maka ternyata


ada persamaannya, karena keduanya sebenarnya sama-sama
melakukan hal-hal berikut: 1. melakukan pengumpulan data
dan menyusun kategori, 2. memvalidasi kategori, 3. menafsir-
kan kategori, dan 4. melakukan analisis tersebut. Agar lebih
jelas lagi, cobalah Anda perhatikan bagan berikut ini.

BAGAN28
Perbandingan Analisis Lapangan
PTK Becker Glas~r dan Strauss

PengumpulanData . Seleksl dan definisi konsep . Membandingkan


kejadian yang
dlaplikasikan kepada

Validasi . Frekuensi dan distribusl . setiap kategori


lntegrasl kategori

lnterpretasi . lnkorporasl temuan . konsep dan fenomenanya


Membatasl teori ke dalam

Aksl!Tindakan . Presentasl evidensi dan . model


Menutiskan teori bukti

(Hopkins, 1993:150).

Dalam proses Penelitian Tindakan Kelas, langkah pertama


yang seperti anda ketahui, adalah mengumpulkan data. Dengan
mencatatkan catatan lapangan, atau rekaman, atau video, atau
bentuk-bentuk lain, peneliti mengumpulkan berbagai informasi
mengenai pembelajaran yang sedang ditampilkan. Bersama-
sama dengan kegiatan pengumpulan data ini muncul ke
permukaan hipotesis-hipotesis yang dapat menjadi bahan
untuk dikaji, karena gagasan-gagasan baru selalu timbul pada
waktu menjelaskan atau menganalisis setiap kejadian di kelas.

146
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Bahkan sejak langkah awal pun, peneliti sudah melakukan


penjelasan atau analisis tersebut terhadap setiap kejadian,
mengapa ini terjadi, atau kejadian ini terjadi karena sebab ini
atau sebab itu, dan seterusnya. Tidak dapat dihindari, bahwa
setiap peneliti akan membawa pengalamannya, pengetahuan-
nya, dan keyakinannya masing-masing di dalam upaya mema-
hami situasi lebih baik. Pemahaman yang mendalam dari
peneliti diperlukan, untuk mencapai pemahaman tingkatan
yang seperti diungkapkan Max Weber sebagai Verstehen (atau
interpretatiue understanding) (Weber dalam Coser, 1971:220),
yakni bahwa sains yang bertujuan mencapai pemahaman
interpretasi dari perilaku sosial dilakukan untuk menjelaskan
sebab-sebabnya,arahnya, dan dampaknya.
Dengan car a demikianlah, yaitu sejak awal kegiatan
pengumpulan data yang langsung dijelaskan dan dianalisis,
munculnya hipotesis, konstruk, atau kategori dari apa yang
terjadi di kelas. Dalam penelitian kualitatif, hal ini disebut
kemunculan, atau timbul ke permukaan, atau emergent hypoth-
esis, yang selanjutnya akan menghasilkan emergent theory.
Dalam penelitian ini semakin banyak timbulnya gagasan,
hipotesis, atau konstruk, akan semakin baik; karena semakin
kaya timbulnya pikiran-pikiran yang kreatif, semakin besar
kemungkinannya bahwa penelitian yang Anda lakukan meng-
hasilkan penafsiran dan pemecahan permasalahan yang
koheren dan tuntas (Hopkins, 1993:152

Pembuatan Matriks
Membentuk matriks tidaklah sukar, walaupun dalam proses
pengembangannyamembutuhkan waktu. Tidak ada aturan atau
dalil tertentu yang harus diikuti, melainkan suatu kegiatan
kreatif yang sistematis, yang fungsional, yang akan mem-
berikan makna substantif kepada basis data Anda. Berikut ini
ada beberapa aspek pilihan dalam membentuk matriks, (Miles
dan Hubermen, 1984:211-212):
1) Deskriptif, dalam pemahaman apakah tujuannya untuk
memaparkan data yang ada, atau menjelaskan mengapa hal
itu terjadi.

147
ANALISIS DATA LAPANGAN

2) Mono-situs,apabila penelitian mengkaji satu latar atau set-


ting saja, seperti sekelompok, sebuah keluarga, sebuah
organisasi, atau multi-situs, yaitu meliputi beberapa set-
tings yang dapat menampilkan perbanclingandata.
3) Teratur, dengan pengertian data clisusun dalam kolom dan
baris dengan menggunakan kategori, atau dengan memakai
variabel waktu, peran partisipan, atau sites yang mem-
punyai perbedaan.
4) Bedasarkan waktu, yang memungkinkan analisis menurut
alur, sekuens, siklus, dan kronologi.
5) Berbagai variabel kategori, yang membuka banyak kemung-
kinan, sebagai contob (Bogdandan Biklen, 1982):
• Tindakan, perilaku
• Kejadian
• Kegiatan
• Strategi
• Kebermaknaan, perspektif
• Konclisiumum
• Proses

Seperti telah diungkapkan di atas, membuat matriks


tujuannya adalah untuk membantu agar Anda mengerti dan
memahami, dan seberapa tegar/sahih/validnya pemahaman itu.
Berikut ini adalah saran-saran untuk membantu analisis data
dalam matriks (Miles dan Huberan, 1984:213-214):
1) Mulailah dengan melayangkan pandangan yang cepat, atau
melakukan analisis sekilas, kemudian setelah direview
dengan hati-hati baru direvisi, cliverifikasi,atau clinyatakan
tidak berlaku.
2) Apabila matriks itu mencakup beberapa situs, mulailah
dengan menganalisis salah satu situs dengan tegar sebelum
melakukan analisis silang dari beberapa situs.
3) Untuk matriks deskriptif, mulailah dengan tabulasi rang-
kuman untuk mencapai pemahaman dari data yang besar
itu. Hati-hati, jangan melakukan simplikasi berlebihan atau
mengacaukan kesimpulan akibat dari begitu besarnya
jumlah data.
4) Pada waktu kesimpulan mulai terbentuk dalam pikiran
Anda, mulailah menuliskannya untuk menjelaskan. Dengan

148
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

menulis, maka memungkinkan reformulasi gagasan-gagasan


dan memperjelas, untuk analisis lebih jauh.
5) Kesimpulan yang muncul harus selalu dicek dengan data
dalam catatan lapangan. Apabila tidak didukung data "akar
rumput", hal itu perlu direvisi.
6) Untuk mendukung kesimpulan, tampilkan ilustrasi yang
terdapat dalam catatan lapangan, bukan untuk meramaikan
deskripsi, melainkan untuk menggambarkan contoh-contoh
yang murni/asli.
7) Setelah mengeceknya dengan catatan lapangan, kesimpulan
juga perlu dikaitkan dengan konsep-konsep penting atau
teori dalam penelitian ini.
8) Mintalah bantuan mitra peneliti untuk mengaudit matriks
dan analisisnya; terakhir.
9) Pada penyajian laporan penelitian, matriks termasuk yang
harus ditampilkan, dan pembaca/penguji akan memveri-
fikasi kesimpulan-kesimpulan yang dibuat.

Untuk ilustrasinya, berikut ini contoh dari sebuah matriks


deskriptif:
BAGAN29

Deskrlpsl Emplrlk Performance Guru Refleksl dan Anallsls

Pelajaran dimulai dengan menertibkan kelas. guru Guru melakukan entry behaviour
mencek kehadiran siswa. Setelah itu langsung dengan bsik, yaitu dengan meng-
masuk ke topik bahasan mengenai kerajaan- kondisikan siswa untuk siap be/ajar
kerajaan di Indonesia. la merangkum dengan singkat mengenai kerajaan. la juga melakukan
mengenai kondisi politik, ekonomi, sosial dari eksplorasi konsep siswa, dan dengan'
kerajaan-kerajaan. Sebuah pertanyaan diajukar: demikian sekalian melakukan aper-
kepada kelas, untuk mengemukakan perbedaan- sepsi.
perbedaan di antara kerajaan·kerajaan tersebut:
"Coba kalian munculkan perbcdaan-perbedaan
tersebut, boleh dengan contoh !" Kelas sebentar
ribut. karena ada siswa yang datang terlambal

Siswa: "Perbedaan mata pencaharian, Bu" (Kelas Guru mampu mengangkat kondisi
masih saja ribut. dan tidak memperhalikan teman kelas yang ribut sebagai media pem-
siswa sedang berbicara) belajaran. baik dalam memaknai
Guru: "Nah inilah coba. kalau ada yang sedang perbedaan. namun terutama dalam
berbicara tolong dihormati, didcngar. lni sebuah menanamkan nilai dan sikap meng-
contoh. ya. jangan [auh-jauh, kalau ada yang hormali orang lain.

149
ANALISIS DATA LAPANGAN

sedang berdiri di depan dan berblcara, dan kelas


ribut bagaimana kalian blsa mendengar? Nah, ini
kan, cx>ntoh perbedaan Juga; perbedaan bisa timbul
dalam hal apa saja, di mana saja !"

Keterangan: Huruf miring (Italics) adalah analisis peneliti.


(dengan modifikasl, Iman, 2004:229).

Selanjutnya, berikut ini adalah sebuah contoh matriks


multi-situs, dalam pengertian multi-settings, karena peneliti
mencobakan tiga model pembelajaran dan ingin mengetahui
bagaimana hasilnya dengan membuat perbandingan.

BAGAN SO

Penerapan Model Deskrlpal Pelaksanaan Model Anallsls-Refleksl


1. Kuesioner . Guru belum memberi pen- . Suasana penglslan angket ku-
(Angket) jelasan tujuan dan kriteria rang tertlb karena penjelasan guru
penilaian secara rinci kurang rinci dan siswa pada umum-
nya merasa cemas dan takut
terhadap hal-hal yang berbau
evaluasi

2. Interview . Tujuan,pelaksanaan,dan . Guru canggung dan kurang


(Wawancara) kriteria penilaian wawan- luwes dalam mewawancarai sis·
cara belum dijelaskan wa karena be/um pemah me/a/cu-
dengan rinci kannya, apalagi di hadapan guru
dan peneliti

3. Laporan . Sebelum memberitugas, . Walaupun tugas laporan slswa


Siswa guru menjelaskan tujuan mirip dengan pekerjaan rumah (PR).
dan kriteria penilaian hasil tetapl karakteristiknya berbeda,
laporan siswa perlu penje/asan secara rinci,
sepertl menggali informasi dari
nara sumber yang ada di sekitar
siswa, mencari sumber bacaan
yang relevan, menyusun kalimat
yang balk, dsb.

Keterangan: Huruf miring {Italics) adalah analisis peneliti.


(Matriks siklus pertama, dimodifikasi dari Subroto, 1997:233-234).

150
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Rangkuman
Kegiatan analisis data lapangan harus dilakukan sejak dini,
pada tahap awal penelitian, bahkan sejak tahap orientasi.
Untuk keperluan itu sebaiknya sudah dipersiapkan sebuah
daftar kode.
Kode dan koding adalah pemberian tanda atau simbol pada
segmen catatan lapangan, untuk menunjukkan adanya situasi
atau kegiatan yang menjadi fokus yang diteliti untuk dianalisis.
Berbagai ragam koding seperti yang deskriptif, inter-
pretatif dan inferensial berguna di dalam memilah-milah data
ke dalam unit analisis untuk selanjutnya dilihat, dibandingkan,
dicari kausalitasnya, dan dianalisis silang.
Kegiatan analisis juga dilakukan dengan melakukan catatan
reflektif,yakni pemikiran yang timbul pada saat mengamati dan
merupakan basil proses membandingkan, atau mengkaitkan,
atau menghubungkan data yang ditampilkan dengan data
sebelumnya. Catatan reflektif disimpan di margin sebelah kiri
atau dalam kurung.
Catatan pinggir yang merupakan komentar pengamat secara
spontan dalam pengamatan terhadap situasi yang ditampilkan.
Catatan pinggir disimpan di sebelah kanan margin.
Pembuatan matriks diperlukan untuk membantu peneliti
melihat data lebih jelas dan memahaminya secara substantif,
serta membantu untuk menganalisisnya. Ada beragam matriks,
dibuat sesuai dengan kebutuhan. Perhatikan contoh-contoh.
Analisis data dalam matriks seperti halnya kegiatan analisis,
dilakukan sejak awal. Bagaimana pun, analisis matriks harus
dicek lagi dengan data dalam catatan lapangan, karena perlu
dukungan data "akar rumput".

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 7


1. Para pakar psikologi kognitif, menafsirkan kegiatan
"berteori" sebagai:
A. Proses berpikir sehari-hari
B. Proses informasi dengan memperhatikan fenomena alam
C. Membandingkandengan pengalaman masa lalu
D. Semuanya benar.

151
ANALISIS DATA LAPANOAN

2. Seluruh data dipilah-pilah menjadi unit data berdasarkan


dimensi ...
A. Ruang (spasial) dan kependudukan
B. Waktu (t.emporal)dan kejadian
C. Filosofis dan Etika
D. Sosial

3. Dimensi yang tidak diperhitungkan dalam contoh, yang bisa


saja dimunculkan adalah ...
A. Spasial
B. Temporal
C. Filosofis
D. Personal

4. Membuat kode membantu sang peneliti untuk ....


A. Menyederhanakan data yang berjumlah besar
B. Membandingkan dengan data yang lain
C. Melakukan pencatatan silang
D. Menata tulis catatan lapangan,

5. Membuat kode deskriptif pada alinea catatan lapangan


dilakukan dengan memberikan .....
A. catatan di pinggir sebelah kiri
B. tanda atau simbol dari yang dikehendaki
C. bisa memakai dua tanda untuk penajaman
D. Semua jawaban benar

6. Membuat kode int.erpretatif adalah suatu cara menganalisis


catatan lapangan dengan cara-cara .....
A. menganalisis sederhana
B. menganalisis lebih kompleks
C. menganalisis silang
D. menganalisis banding.

7. Membuat kode inferensial t.emyata menimbulkan ....


A. Leitmotive
B. Pattern
C. Theme
D. Sernua jawaban benar

152
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

8. Menurut Lofland, yang dapat dibuat kodenya untuk meng-


analisis cata tan lapangan termasuk ...
A. Cara berpikir mengenai manusia dan objek
B. Perspektif
C. Makna
D. Strategi

9. Menurut Becker, analisis dilakukan sebanyak empat tahap,


dan tahap ke empat dilakukan ...
A. Pada tahap awal
B. Pada tahap orientasi
C. Pada tahap selama observasi
D. Pada tahap setelah penelitian lapangan selesai.

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 7


1.D 2.D 3.D 4.A 5. A
6.B 7.D 8.C 9.D

Bacaan Lanjutan
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research De-
sign. California, CA.: Sage Puhl. Pp.139-165.
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University Press. Pp. 77-87.
Goetz, Judith P. and LeCompte, Margaret D. 1984. Ethnogra-
phy and Qualitative Design in Educational Research. New
York: Harcourt Brace Jovanovich Puhl. Pp. 165-194. ·
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press. Pp. 105-123.
Miles, Matthew B.and Huberman, A. Michael.1984. Qualitative
Data Analysis.California, CA.: Sage Puhl. Pp.49-75;79-97.

153
BAG/AN/II

KEBERHASILAN
TINDAKAN KELAS
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 8
Validasi Data
dan Kredibilitas Penelitian

Pengantar
Sebuah penelitian akan mendapat kepercayaan sesama para
pengkaji dan peneliti apabila mengikuti semua langkah dalam
penelitian sesuai dengan prosedur. Salah satu langkah dalam
prosedur untuk mendapatkan derajat keterpercayaan ialah
validasi, yang dalam penelitian kualitatif disukai dengan
istilah verifikasi.

Tujuan
Setelah membaca bah ini diharapkan para pembaca, guru dan
dosen yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas akan
memahami langkah-langkah validasi seperti:
• Makna kredibilitas sebuah penelitian.
• Standard dalam penelitian kualitatif.
• Wacana mengenai validasi dalam penelitian kualitatif.
• Validasi Penelitian Tindakan Kelas menurut Gall, Gall, dan
Borg.
• Pelaksanaan validasi menurut Hopkins.

157
VALIDASI DATA DAN KRfDIBILITAS PfNfLITIAN

Kredibilitas Sebuah Penelitian


Para pakar penelitian sering mempertanyakan reliabilitas dan
validitas penelitian seperti Penelitian Tindakan Kelas yang
merujuk pada tradisi kualitatif, yang karena sifatnya yang
deskriptif dan naratif mempunyai cara-caranya sendiri di
dalam menegakkan derajat keterpercayaannya, berbeda dengan
penelitian yang sifatnya generatif dan memakai ukuran-ukuran
reliabilitas dan validitas yang sudah baku dari tradisi positi-
vistik.
Reliabilitasmenunjuk sejauh mana kajian dapat direplikasi,
apakah seorang peneliti dengan menggunakan metode · yang
sama akan mendapat hasil yang sama seperti kajian terdahulu?
Masalah ini bagi peneliti naturalistik seperti peneliti Peneliti-
an Tindakan Kelas merupakan problemabesar, karena fenome-
na yang dihadapinya unik, karena karakteristik data dan
proses penelitiannya berbeda, karena konvensi yang harus
diperhatikan dalam menyajikan hasil-hasil penelitian, dan
karena aturan main dan etika yang harus dipegang oleh para
penelitinya. Apabila kaidah-kaidah mencapai reliabilitas yang
baku untuk kondisi laboratorium dipaksakan, maka penelitian
akan kehilangan alur kewajarannya, padahal setting yang
alamiah yang menjadi kondisi yang dipersyaratkan dalam
Penelitian Tindakan Kelas. Demikian juga perhitungan dan
pengukuran yang pasti akan menyebabkan daya konstruksi
yang kuat dalam menyusun kategori untuk analisis akan
terkendala apabila fenomena yang diobservasi terlalu dini
direduksi atau distandardisasi.
Dibandingkan dengan penelitian di laboratorium dengan
desain yang terkontrol dengan ketat, maka prosedur penelitian
yang dilakukan di lapangan/di kelas/di ruang kuliah dengan
manusia sebagai subjek/objekpenelitian memang akan menyu-
li tkan untuk direplikasi, antara lain karena yang diamati
bukan hanya kondisi sesaat melainkan mengobservasi juga
jalannya proses yang mengandungbanyak perubahan di dalam
dirinya atau di dalam situasinya, beserta semua dampak atau
efek yang multiarah.
Jadi, bagaimana kita mengetahui bahwa sebuah penelitian
kualitatif seperti halnya Penelitian Tindakan Kelas, akurat,
dapat dipercaya, dan benar? Untuk menjawab pertanyaan ini

158
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Lincoln (1985) mengemukakan bahwa diperlukan standard


kualitas dalam penelitian kualitatif, dan pendekatan ke arah
verifikasi, dalam pengertian kapan wacana verifikasi berakhir
dan dimulainya standard kualitas. Peshkin dalam Creswell
(1998) menganggap verifikasi dalam penelitian kualitatif
adalah kategori yang ditegakkan dalam definisi, interpretasi,
dan evaluasi. Sedangkan sebagai definisi kerja, verifikasi
adalah sebuah proses yang berlangsung sepanjang pengum-
pulan data dilakukan, analisis, dan penulisan laporan peneliti-
an. Sedangkan standard ialah kriteria yang ditentukan oleh
peneliti sendiri dan para mitranya setelah kajian penelitian
selesai.

Wacana Mengenai Standard dalam Penelitian Kualitatif


Apakah ada standard untuk menguji kualitas penelitian
kualitatif, baik yang abstrak atau pun yang spesifi.k?Demikian
Creswell (1998) mempertanyakan. Temyata yang ada hanyalah
dalam ungkapan yang luas saja yang mungkin untuk penelitian
kualitatif. Howe dan Eisenhardt (1990) dalam Creswell (1998:
195)mengemukakanHrnastandard, antara lain:

• Penilaian kajian terutama diarahkan kepada apakah


pertanyaan penelitian mendorong dilakukannya pengum-
pulan data dan analisisnya, dan bukan sebaliknya.
• Penilaian ditujukan kepada apakah pengumpulan data dan
analisisnya secara teknis dilakukan dengan kompeten.
• Penilaian mempertanyakan apakah peneliti menyusun
asumsi-asumsinya secara eksplisit, termasuk subjektivitas
peneliti.
• Penilaian juga perlu diarahkan kepada apakah kajian itu
cukup tegar, dengan menggunakan eksplanasi yang ber-
dasar kepada teori-teori yang diakui, serta mendiskusikan
eksplanasi mengapa teori-teori tertentu ditolak.
• Penilian seharusnya memiliki "nilai", baik dalam mern-
berikan informasi baru maupun dalam meningkatkan
keterampilan meneliti, baik dalam melindungi hal-hal yang
konfidensial dan privasi seseorang maupun dalam meme-
gang kebenaran dari semua partisipan penelitian (masalah
etika penelitian).
159
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

Sedangkan dalam kerangka pemikiran postmodern, Lincoln


dan Guba (1985) mengemukakan bahwa masalah kriteria
kualitas dijabarkan dalam ukuran-ukuran atau kriteria
yang muncul (emerged criteria) yang mencakup ukuran
keadilan dalam merangkum pandangan para stakeholders,
berbagi pengetabuan, dan mendorong tindakan sosial.
Dengan komitmen terhadap bubungan baik dengan respon-
den, terbadap prinsip-prinsip, dan terbadap visi penelitian
maka standard yang dirujuk meliputi:
• Standard dalam penelitian atau komunitas inkuiri (inquiry
community), yang telah memiliki tradisinya sendiri dalam
ketegaran, komunikasi, dan cara untuk mencapai konsen-
sus. Dengan standard inilab pengetahuan penelitian dan
penelitian ilmu-ilmu sosial ditolak atau dilegitimasi.
• Standard dalam pedoman memposisikan penelitian kuali-
tatif atau interpretatif, terutama mengenai epistemologi
pandangan, dalam pengertian babwa penelitian barus
menampilkan kejujuran, kemurnian, atau otentisitas dalam
sikap dan posisi peneliti.
• Standard bahwa penelitian hendaknya dilakukan dalam
komunitas, ditujukan kepada komunitas, dan untuk diabadi-
kan bagi kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
• Penelitian kualitatif barus memberikan tempat atau
perbatian bagi pendapat atau suara para partisipan
penelitian, serta tidak disingkirkan atau didiamkan saja,
termasuk pendapat altematif dan suara banyak lainnya.
• Standard subjektif-kritis, dalam arti peneliti sadar dan
memahami akan kondisi emosi dan psikologi dirinya
sebelum, selama, dan sesudah pengalaman meneliti.
• Standard resiprositas, yaitu antara peneliti dengan yang
diteliti, ini berarti berbagi perhatian, kepercayaan, dan
keberadaan.
• Standard peneliti yang menghormati hubungan-bubungan
dalam kontinumpenelitian dan tindakan, yakni dalam kaitan
aspek-aspek kolaboratif dan egalitariannya penelitian.
• Standard dalam berbagi privilese penelitian kualitatif,
dalam arti peneliti berbagi kehormatan atau reward
penelitian dengan para partisipan penelitian yang kehi-
dupannya dipotretkan dalam penelitian tersebut (Lincoln
dan Guba, 1985:325-329).
160
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Wacana Validasi dalam. Kajian Kualitatif


Mengukur derajat keterpercayaan sebuah penelitian kualitatif
banyak perspektifnya, yang meliputi definisi dan prosedur.
Salah satu di antaranya, adalah yang mencari ekuivalennya
yang paralel dengan tradisi penelitian kuantitatif yang
mengacu kepada validitas. Seperti, Goetz dan Lecompte (1984)
mencari paralelnya validitas dan reliabilitas dengan penelitian
survey dan eksperimen. Hal ini disebabkan banyaknya kritik
para pakar penelitian kuantitatif yang meragukan validitas dan
reliabilitas penelitian kualitatif. Mereka mempertanyakan
validitas penelitian eksperimental dalam penelitian-penelitian
etnografis, terutama dalam aspek-aspek sejarah, maturasi, efek
pengamatan, seleksi, regresi, kematian subjek selama proses
penelitian (mortality), dan kesimpulan. Juga dipertanyakan
tentang validitas ekstemalnya yang akan mengurangi derajat
komparabilitas dan transferabilitas penelitian tersebut, (Goetz
dan Lecompte, 1984:225-229).
Perspektif lain adalah yang meragukan pemakaian tennino-
logi penelitian kuantitatif dalam penelitian kualitatif, yang
dipandang sebagai memfasilitasi dan penerimaan penelitian
kualitatif dalam dunia kuantitatif. Hal ini akan mengaburkan
konsep-konsep prinsipil dalam penelitian kualitatif dan
merupakan sikap yang defensif saja, karena bahasa penelitian
kuantitatif tidak sama tidak adekuat untuk menampung
pikiran dan kosep penelitian kualitatif.
Maka Lincoln dan Guba menggunakan istilah-istilah
alternatif, yang lebih sesuai dengan norma-norma naturalistik
(1985:300). Misalnya, untuk menentukan derajat keterper-
cayaan penelitian, mereka menggunakan istilah-istilah seperti
kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, konfirmabilitas,
sebagai ekuivalen pihak penelitian naturalistik untuk validitas
internal, reliabilitas, dan objektivitas. Dalam operasionalisasi-
nya digunakan teknik perpanjangan waktu di lapangan,
triangulasi data sumber, dan metode, serta para investigator
untuk mencapai kredibilitas. Untuk menjamin bahwa hasil
penelitian mampu dialihpahamkan antara peneliti dengan yang
diteliti, maka penjelasan atau deskripsi harus panjang lebar,
dan tebal (thick description). Sebagai pengganti reliabilitas,
digunakan dependabilitas yang akan memungkinkan peruba-

161
VALIOASI DATA DAH KREOIBILITAS PEHELITIAH

han dan instabilitas. Penelitian naturalistik/k.ualitatif akan


lebih menilai data yang memiliki konfirmabilitas dari pada
objektivitas,yang dicapai dengan mengaudit proses penelitian.
Lebih jauh mengenai validitas, Eisner (1991, dalam
Creswell, 1998)) mengemukakan untuk mengganti validitas
lebih baik didiskusikan kredibilitas penelitian. Ia mengemuka-
kan standard yang dipakainya seperti dukungan struktural,
konsensus validasi, dan adekuasi referensial. Dalam dukungan
struktural, peneliti menggunakan berbagai tipe data untuk
mendukung atau menolak penafsiran. Ia memberikan ilustrasi
tentang persamaan meneliti dengan pekerjaan seorang detek-
tif, yang mengumpulkan sedikit demi sedikit alat bukti untuk
membentuk keseluruhan. Pada tahap ini peneliti mencari
tindakan dan perilaku yang berulang-ulang untuk menolak
bukti atau penafsiran yang bertentangan. Ia merekomen-
dasikan kredibilitas yang ditunjukkan dengan bukti-bukti
dukungan dengan kuat yang akan meyakinkan para penilai
atau penguji. Validasi yang dicapai dengan konsensus, adalah
kesepakatan di antara orang-orang yang kornpeten bahwa
deskripsi, penafsiran, evaluasi dan tema dari situasi pen-
didikan sudah benar. Referensiyang diberikan untuk adekuasi-
nya sebuah penelitian, menurut Eisner, adalah tujuan dari
sebuah kritik untuk menjelaskan pokok perrnasalahan, dan
dengan demikian akan menghasilkan persepsi dan pengertian
yang sensitif dan kompleks dari manusia di pihak pembaca,
penilai, penguji penelitian.
Pemahaman verifikasi dilihat dari visi postmodern adalah
perlunya rekonseptualisasi. Lather (1991 dalam Creswell,
1998:198)mengemukakan bahwa ketidakmenentuannya ilmu-
ilmu kemanusiaan menuntut adanya rekonseptualisasi validi-
tas, dengan menggunakan konsep-konsep dan teknik-teknik
baru untuk mendapatkan keterpercayaan data, dengan meng-
hindari kesalahan-kesalahan dari cara-cara tradisional dalam
memvalidasi.Hal ini disebabkan karena karakter dari laporan
ilmu-ilmu sosial berubah dari naratif yang tertutup kepada
naratif yang terbuka, dengan kemungkinan dan kesempatan
pengajuan pertanyaan-pertanyaan serta pengakuan terhadap
keberpihakan dan situasi/kondisi.
Dalam operasionalisasinya terdapat empat langkah vali-
ditas, yaitu triangulasi yang mencakup keragaman sumber

162
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

data, metode, dan teori; konstruk validitas, dalam pemahaman


pengakuan terhadap konstruk yang ada dan bukan memaksa-
kan implementasi konstruk atau teori terhadap informan atau
konteks; validitas permukaan, atau face validity, yang segera
mengenal apa yang terjadi dengan spontan berseru "ya, tentu
saja" terhadap situasi yang terjadi; dan validitas penyebab atau
catalytic validity, yang mendorong partisipan untuk mengeta-
hui kenyataan yang menyebabkan terjadinya transformasi
(Lather dalam Creswell, 1998:199).
Perspektif postmodern juga dikemukakan oleh Richardson
(1994) yang mengemukakan bahwa validitas tradisional sangat
kaku, dan hanya berdimensi dua. Ia menginginkan citra sentral
yang seperti kristal, yang secara simetris mengkombinasikan
substansi, transmutasi, multidimensional, dan sudut-sudut
pendekatan. Ia melihat kristal sebagai rnerefleksikan secara
ekstemal dan internal, menciptakan warna yang berbeda, pola,
deretan/lapisan, dan memancar ke segala arah. Kristalisasi
memberikan pemahaman yang mendalam, kompleks, menyelu-
ruh dari bagian-bagian keseluruhan topik kajian. Seperti
paradoks, kita mengetahui lebih banyak dan kita meragukan
apa yang kita ketahui.
Dukungan terhadap rekonseptualisasi mengenai validasi,
adalah dari Wolcott (1990), yang mengemukakan bahwa
validitas tidak membimbing atau pun memberikan penjelasan
kepada kita. Ia tidak menafikan validitas, akan tetapi melihat-
ny a dalam perspektif yang lebih luas. Yang diperlukan,
menurut Wolcott, adalah mengidentifikasi unsur-unsur kritis
dalam kajian, dan menuliskan penafsiran yang benar dan
masuk akal. Ia lebih mengutamakan pengertian atau under-
standing, dari pada keyakinan yang berasal dari validitas, yang
menurut anggapannya justru menggangu kegiatan untuk
mengerti tentang apa yang sedang terjadi. Menurutnya,
validitas tidak mampu menangkap esensi yang ia cari, yang
untuk sementara karena istilah yang tepat belum ditemukan,
istilah understanding mencakup gagasan dalam mencari esensi
dan yang lainnya
Berikut ini adalah sebuah bagan yang menggambarkan
beragam pandangan mengenai validitas.

163
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

BAGAN31
Beragam Kajian, Perspektif, dan Istilah mengenai Veri.fikasi
.. ·
Kajlan . Pe!9pektlf lstllah

Goetz & LeCompte Untuk kualitatif yang ekuivalen dan Validitas intemal
(1984) paralel dengan lsu validitas dalam Validitas ekstemal
penelitian survey dan eksperimen Reliabilitas, Objektivitas

lstilah altematif: yang lebih Kredibilitas


Lincoln dan Guba
Transferabllltas
(1985) aplikatif unhlk kaJlan naturalistik
Dependabilitas
Konfirmabilitas
Eisner ( 1991) lstilah altematif dengan standard Dukungan struktural
yang raslonal unwk menilal Konsensus validasl
kredlbilitas penelltlan kualitatif Adekuasl referenslal

Lather (1993) Rekonseptuallsasl : Empat Validitas ironik


kerangka vafidltas Validitas paraloglk
Validitas rhlzomatik
Validitas situaslonal/
dalam dirinya
Richardson (1990) Rekonseptualisasl: memakai Kristal : tumbuh, berubah,
metaror kristal bert>eda, refleksi ekstemal
dan refraksl internal

Wolcott (1994) Validasi membingungkan: tidak Mengerti, memahami,


membimbing,tldak menjelaskan understanding, leblh
baik dari valldllas

(Creswell, 1998:200).

Wacana Verifikasi dalam Penelitian Tindakan Kelas


menurut Borg dan Gall
Dengan semakin meningkatnya laporan penelitian tindakan,
yang dalam kajian kita adalah Penelitian Tindakan Kelas,
dalam literatur kajian penelitian semakin meningkat juga
kepedulian mengenai validitasnya. Konsep validitas dalam
aplikasinya untuk penelitian tindakan mengacu kepada
kredibilitas dan derajat keterpercayaan dari hasil penelitian.
Borg dan Gall (2003)merujuk kepada Anderson dan Herr untuk
lima tahap kriteria validitas, sebagai berikut.
• Validitas hasil, yang peduli dengan sejauh mana tindakan

164
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

dilakukan untuk memecahkan masalah dan mendorong


dilakukannya penelitian tindakan atau dengan kata lain,
seberapa jauh keberhasilan dapat clicapai.Dalam penelitian
yang clilakukan para praktisi, perhatian tidak hanya tertuju
kepada penyelesaianmasalah semata, melainkan juga kepada
hagaimana menyusun kerangka pemikiran dalam meyajikan
masalah yang kompleks yang seringkali memicu munculnya
masalah haru dan pertanyaan baru. Jadi kriteria ini
mencakupjuga sifat mengulang pada siklus-siklus penelitian
tindakan, dan pada dua tahap penting pada bagian akhirnya
yakni pada refleksi dan pada saat menentukan tindakan
lanjutan atau tindakan moclifikasidalam siklus baru.

Sebagai contoh oleh Borg dan Gall dikemukakan penelitian


tindakan Dabisch, seorang guru, yang tadinya hanya ingin
menguhah posisi hangku helajar siswa dan melihat dampak-
nya, ternyata bahwa para siswa menyukai penataan bangku
yang baru, akan tetapi memherikan dampak negatif yaitu
siswa lebih banyak berbicara yang hukan bahan pelajaran
dan tidak mendorong mereka melakukan kerjasama.
Pengetahuan haru ini mendorongnya kepada tindakan-
tindakan lain dalam rangka penelitian, dengan mengumpul-
kan data yang diperlukan. Setiap tindakan memberikan
basil baru dan infonnasi untuk tindakan selanjutnya. Pada
setiap tindakan Dahisch berbagi refleksi dengan para mitra
penelitinya dan di dalam laporan penelitiannya. Pada
langkah berikutnya, berdasarkan pengalaman ini, ia
merencanakan penelitian tindakan baru mengenai pern-
herian tugas kepada siswa yang mendorong mereka untuk
helajar lebih kooperatif. la menyatakan kepuasannya
melakukan penelitian tindakan, yang dianggapnya telah
meningkatkan keterampilan mengajarnya.
lnilah contoh dan bukti validitas basil, yang menunjukkan
keberhasilan kelompok kerja siswa dan modifikasi yang
berkelanjutan yang dilakukan dalam praktek guru.

• Validitas proses, yaitu memeriksa kelaikan proses yang


dikembangkan dalam berbagai fase penelitian tindakan.
Misalnya, bagaimana permasalahan disusun kerangka

165
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

pemikirannya dan bagaimana penyelesaiannya, sedemikian


rupa sehingga peneliti di dalam menghadapinya mendapat
kesempatan untuk terus belajar sesuatu yang baru. Triang-
ulasi data, perspektif yang majemuk, dan keragaman sumber
data merupakan sumbangan kepada validitas proses. Bentuk
naratif dalam inkuiri adakalanya digunakan dalam laporan
penelitian tindakan di kelas. Laporan naratif merupakan
representasi atau penjelasan dari kenyataan yang dikomuni-
kasikan melalui berbagai bentuk cerita, seperti folklor atau
anekdot. Dalam menentukan kredibilitas dan derajat
keterpercayaan narasi ini, haruslah setia kepada gambaran
yang akurat dari apa yang sebenarnya terjadi, dan bukan
kisah subjektif atau dilebih-lebihkanagar menarik.

Penelitian Dabisch menunjukkan kehati-hatian dalam


mencoba berbagai metode pengumpulan data, dan selalu
memodifikasimetode ini untuk mendorongnya belajar terus
tentang sesuatu yang baru. Contohnya, ia mencoba mem-
fokuskan observasi kepada sebuah kelompok, namun segera
memodifikasinyauntuk mendapat informasi yang penting. la
juga tidak membatasi narasinya kepada pernyataan-
pernyataan umum saja, akan tetapi memberikanjuga contoh-
contoh kesulitan dan keberhasilan dalam pembelajaran dan
perilaku para siswanya. Misalnya, tadinya Dabisch mem-
fokuskan kepada observasi kelompok tiga orang siswa
putri, yang dikiranya bekerja sama dengan baik. Sesudah
melakukan observasi secara sistematis, Dabisch berhasil
memberikaninformasiyang lebih spesifik,yaitu bahwa setiap
siswa memberikan kontribusi yang berbeda kepada kelom-
pok.Yang satu mencatatkan segala sesuatu yang dibicarakan,
yang kedua mengingatkan apa yang dikerjakan kelompok
selanjutnya, yang lainnya memeriksa informasi yang
diberikan kedua temannya tersebut. Detail yang diberikan
seperti ini dalam laporan penelitian memberikan sumbangan
terhadap validitas proses.

• Validitas demokratis, yaitu merujuk kepada sejauh mana


penelitian tindakan berlangsung secara kolaboratif dengan
para mitra peneliti, dengan perspektif yang beragam dan
perhatian terhadap bahan yang dikaji. Pada kesempatan ini

166
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

suara-suara yang majemuk tidak berfungsi sebagai triangu-


lasi sumber data sebagai proses validasi, melainkan sebagai
isu etika dan keadilan sosial. Sebagai contohnya, kembali
kepada penelitian kelas lbu Dabisch, yang selama berlang-
s ungnya penelitian ia melibatkan para siswanya untuk
mendapatkan kerjasama mereka dalam pengumpulan dan
penafsiran data misalnya. Dalam refleksinya, lbu Dabisch
mencatat, bahwa berbagi apa yang ia lakukan di kelas dalam
rangka penelitiannya menyebabkan mereka merasa sebagai
bagian dari apa yang sedang terjadi, dan mereka mem-
punyai andil dalam suara mereka, karena Ibu Dabisch
selalu bertanya apa pendapat mereka dalam berbagai aspek
penelitian. Itulah upaya untuk memperkuat validitas
demokratis dalam penelitian tindakan kelas.

• Validitas katalitik (= dari istilah katalisator), yakni


sejauh mana penelitian berupaya mendorong partisipan
mereorientasikan, memfokuskan, dan memberi semangat
untuk membuka diri terhadap transformasi visi mereka
dalam menghadapi kenyataan kondisi praktek mengajar
mereka sehari-hari. Validitas dalam aspek ini ditunjukkan
misalnya oleh catatan dalam jurnal yang dibuat oleh
peneliti dan mitra peneliti, yang dalam tahap refleksi akan
menunjukkan proses perubahan dalam dinamika pembela-
jaran di kelas yang menjadi latar sosial (social setting) dari
penelitian. Kriteria ini menonjolkan potensi emansipatoris
dari penelitian yang dilakukan guru/dosen, yang menjadi
kepedulian dan harapan para pembaharu pendidikan.

• Validitas dialog, yaitu merujuk kepada dialog yang


dilakukan dengan sebaya mitra peneliti dalam menyusun
dan mereview basil penelitian beserta penafsirannya. Dia-
log ini bisa dilaksanakan secara kolaboratif dalam meref-
leksi dengan para mitra peneliti, dengan pakar peneliti di
luar penelitian Anda, atau dengan sejawat yang kritis
tempat Anda mendiskusikan berbagai aspek penelitian
terutama dalam penjelasan data penelitian. lbu Dabisch,
dalam penelitian tindakan kelasnya, ternyata melakukan
banyak dialog dengan teman-teman kuliahnya di universi-
tas. la menyatakan bahwa kawan-kawan kuliahnya di uni-

167
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

versitas tempatnya melanjutkan studi keguruan banyak


membantu dalam melahirkan gagasan-gagasan untuk
mengembangkan penelitian lebih lanjut, dan menyadarkan
dirinya tentang betapa pentingnya menjadi anggota komuni-
tas guru peneliti.

Borg dan Gall (2003) dalam kesimpulannya mengakui bahwa


kriteria untuk menguji kredibilitas dan derajat keter-
percayaan penelitian tindakan menguji aspek-aspek basil,
proses, dan kualitas-kualitas demokratis dan katalitisnya
Penelitian Tindakan Kelas; namun demikian tidak terbatas
kemungkinan adanya kriteria lain, karena para guru
peneliti dan mitranya dapat saja menentukan kriteria lain
untuk diaplikasikan dalam menguji validitas penelitian
mereka, dan bukan hanya para pakar akademikus saja yang
boleh menentukan atau menguji validitas penelitian mereka
(Borg dan Gall, 2003:591-594).

Prosedur dan Pelaksanaan Validasi dari Hopkins


Setelah Anda mengikuti wacana dan mempelajari berbagai
kriteria validasi, langkah berikutnya adalah mengkaji suatu
bentuk validasi yang Anda lakukan terhadap hipotesis,
konstruk, atau kategori dalam penelitian Penelitian Tindakan
Kelas Anda dalam versi Hopkins (1993) dan kawan-kawan untuk
menguji derajat keterpercayaan atau derajat kebenaran peneli-
tian Anda. Ada beberapa bentuk validasi yang dapat Anda
lakukan dalam Penelitian Tindakan Kelas Anda, misalnya:
Dengan melakukan member check, yakni memeriksa kern-
bali keterangan-keterangan atau informasi data yang diperoleh
selama observasi atau wawancara dari nara sumber, siapa pun
juga (Kepala sekolah, guru, teman sejawat guru, siswa, pegawai
administrasi sekolah, orangtua siswa, dan lain-lain) apakah
keterangan, atau informasi, atau penjelasan itu tetap sifatnya
atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan keajegannya, dan
data itu terperiksa kebenarannya.
Anda dapat juga melakukan validasi dengan triangulasi ,
yaitu memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, atau analisis
I

yang Anda sendiri timbulkan dengan membandingkan dengan


hasil orang lain, misalnya mitra peneliti lain, yang hadir dan

168
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

menyaksikan situasi yang sama. Bahkan menurut Elliott (1976),


triangulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut pandangan, yakni
sudut pandang guru, sudut pandang siswa, dan sudut pandang
yang melakukan pengamatan atau observasi (atau peneliti,
mungkin Anda sendiri). Siapa saja yang berada dalam segitiga
itu, bagaimana mereka dipilih, bagaimana membandingkannya,
sangat tergantung dengan konteks yang sedang digarap. Setiap
sudut pandang mempunyai kedudukan epistemologis yang unik
dalam kaitan dengan akses data mengenai situasi pembela-
jaran, karena guru berada dalam posisi yang baik untuk
mejelaskan mengenai maksud dan tujuan pembelajaran, siswa
juga berada dalam posisi yang baik untuk menjelaskan
bagaimana tindakan guru dan bagaimana respons siswa
terhadapnya, pengamat partisipan (apabila ia yang dijadikan
informan ketiga) berada dalam posisi yang baik dalam mengum-
pulkan data dari situasi yang sedang diamati terutama dalam
interaksi guru-siswa. Dengan membandingkan apa yang
diamati oleh observer partisipan dan dua penjelasan lainnya
peneliti mempunyai kesempatan untuk menganalisisnya dan
melakukan perubahan berdasarkan data yang baru dan
lengkap. Maksudnya pengumpulan pendapat dari tiga sudut
pandang ini mempunyai alasan pembenaran, dan justifikasi
epistemologis.
Setiap sudut pandang mempunyai posisi epistemologis unik
dalam segitiga ini mengenai kaitannya dengan akses terhadap
data yang bersangkutan waktu situasi pembelajaran berlang-
sung. Guru berada di posisi terbaik untuk melakukan intros-
peksi diri terhadap kinerjanya sendiri dalam sasaran dan
tujuan pelajaran. Para siswa berada pada posisi terbaik untuk
mejelaskan, bagaimana pengaruh tindakan guru terhadap
respons yang mereka berikan pada waktu pembelajaran
berlangsung. Sedangkan pengamat, berada pada posisi terbaik
untuk mengumpulkan data hasil observasi dari interaksi guru
dengan siswa pada waktu pembelajaran berlangsung. Dengan
membandingkannya dengan kedua sudut pandang lain dalam
segitiga itu, terbukalah kesempatan untuk menguji kebenaran-
nya, dan kemungkinan-kemungkinan untuk mengubahnya
dengan berdasarkan data lain yang baru dan lebih lengkap dan
diperlukan.
Cara lain untuk melakukan validasi, adalah dengan satu-

169
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

rasi. Saturasi adalah situasi pada waktu data sudah jenuh, atau
tidak ada lagi data lain yang berhasil dikumpulkan. Glaser dan
Strauss (1967:68)mengemukakan bahwa tidak ada tambahan
data baru berarti sudah tercapai kejenuhan, yang disebut
saturasi. Pemeriksaan atau tes yang berulangkali untuk mem-
validasi baik hipotesis atau pun properti dari kategori yang
kasar dengan dites berulangkali dengan data adalah upaya
modifikasi, memperhalus, atau dengan amplifikasi dapat saja
dilakukan. Atau bahkan melakukan usaha falsifikasi (menurut
Popper, 1970) telah dicoba, yaitu dengan mencoba meng-
eliminasi kesalahan atau error pada waktu merumuskan hipo-
tesis kerja, konstruk, atau menyusun kategori, namun demi-
kian pada waktu diuji dalam observasi yang diulang-ulang
tidak menghasilkan penolakan, sanggaban, atau amplifikasi,
maka dalam hal demikian saturasi telah terjadi, dan validasi
terhadap hipotesis, konstruk, dan susunan kategori Anda
sudah dilakukan.
Teknik lain untuk validasi, adalah dengan cara meng-
gunakan pembandingan atau dengan eksplanasi saingan atau
kasus negati]. Anda tidaklah melakukan upaya untuk menyang-
gah atau membuktikan kesalahan penelitian saingan, melain-
kan mencari data yang akan mendukungnya. Apabila Anda
tidak berhasil menemukannya, maka hal ini mendukung
kepercayaan terhadap hipotesis, konstruk, atau kategori dalam
penelitian Anda sencliripada awalnya.
Selanjutnya Anda dapat juga menggunakan audit trail untuk
memvalidasi. Dengan melakukan audit trail, yang bias a
dilakukan untuk mengaudit keuangan, maka dapat diperiksa
kesalahan-kesalahan di dalam metode atau prosedur yang
dipakai peneliti, dan di dalam pengambilan kesimpulan. Audit
trail juga memeriksa catatan-catatan yang clitulis oleh peneliti
atau pengamat mitra penelitian lainnya. Hal ini berguna, apabila
peneliti akan meretrieve informasi atau data yang ada, atau
waktu mempersiapkan laporan. Audit trail dapat dilakukan oleh
kawan sejawat peneliti, yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan melakukan Penelitian Tindakan Kelas yang sama
seperti Anda sendiri. la dapat saja teman sejawat yang memiliki
kemampuan Penelitian Tindakan Kelas, teman kuliah seang-
katan atau lebih baik lagi kakak angkatan terdahulu yang sudah
berpengalaman melakukan Penelitian Tindakan Kelas

170
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Pada tahap akhir validasi, Anda dapat melakukannya dengan


meminta nasihat kepada pakar, yang disebut expert opinion,
yang dalam hal ini mungkin pembimbing penelitian Anda. Pakar
atau pembimbingAnda akan memeriksa semua tahapan kegiatan
penelitian Anda, dan memberikan arahan atau judgements
terhadap masalah-masalah penelitian yang Anda kemukakan.
Perbaikan, modifikasi, atau penghalusan berdasarkan arahan
atau opini pakar atau pembimbing,akan selanjutnya memvalidasi
hipotesis, konstruk, atau katagori dan pada tahap selanjutnya
analisis yang Anda lakukan, dan dengan demikian akan
meningkatkan derajat keterpercayaan penelitian Anda.
Cara lain untuk memvalidasi penelitian Anda, adalah
dengan melakukan key respondents review, (Hopkins, 1993:156)
yakni meminta salah seorang atau beberapa mitra peneliti
Anda atau orang yang banyak mengetahui tentang Penelitian
Tindakan Kelas, untuk membaca draft awal laporan penelitian
Anda dan meminta pendapatnya.
Berbagai cara validasi ini dilakukan agar dalam memuncul-
kan secara grounded hipotesis, konstruk, kategori, bahkan
kemungkinan teori mendapat derajat keterpercayaan yang
tinggi, dan kita merasa percaya diri akan kehandalannya.
Aplikasi dari teori yang grounded menjanjikan kontribusi
perbaikan sesuai dengan derajat temuan yang:
1) Merefleksikan kondisi yang aktual hadir dalam upaya
perubahan (internal validity);
2). Konclisitipikal secara aktual hadir dalam. upaya perubahan
(external validity).
3) Kontribusi berbagai konsep baru melalui komparasi
informasi yang terus-menerus/berkelanjutan dengan meng-
gunakan berbagai metode (reflexivity).
4) Meningkatkan pengertian di antara kelompok-kelompok
yang menggunakan kerangka referensi yang berbeda (Dunn
dan Swierczek, dalam Hopkins, 1993:157).

Rangkuman
Dalam bah ini Anda mempelajari berbagai wacana tentang
kreclibilitas dan derajat keterpercayaan penelitian, yaitu dengan
mengkaji dan mengimplementasikan berbagai langkah validasi.

171
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

Standard kualitas penelitian kualitatif sangat ditentukan


oleh kategori untuk menguji definisi, interpretasi dan evaluasi,
yang berlangsung secara terus-menerus dan berkelanjutan
selama pengumpulan data, analisis, dan penulisan laporan
dilakukan, demikian pendapat Peshkin dalam Creswell (1998).
Sedangkan Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa
standard yang harus dipegang dalam penelitian kualitatif
adalah pentingnya memiliki tradisi sendiri yang tegar dan
komunikatif melalui konsensus; di samping pengakuan dan
penghormatan terhadap suara dan pandangan para mitra atau
partisipan penelitian yang harus didengar dan tidak boleh
didiamkan atau disingkirkan; kecuali itu perlunya kesadaran
akan kondisi subjektif-kritis dari peneliti secara psikologis
sebelum, selama, dan sesudah penelitian berlangsung; serta
pengakuan terhadap karakter kolaboratif dan egalitarian di
antara sesama mitra peneliti Mengenai bentuk-bentuk validasi
untuk mencapai kredibilitas penelitian terdapat pandangan
yang mencari ekuivalen dari persyaratan validasi dalam
penelitian kuantitatif seperti validitas dan reliabilitas yang
baku;akan tetapi ada juga pendapat yang tidak setuju, karena
akan mengaburkan konsep-konsep prinsipil dalam penelitian
kualitatif. Pendapat Lincoln dan Guba lebih cenderung untuk
memakai alternatif lain dalam validasi, seperti memakai
perpanjangan waktu di lapangan, triangulasi data, metode, dan
investigator; serta menggunakan dependabilitas dan konfir-
mabilitas sebagai pengganti reliabilitas. Borg dan Gall (2003)
menganjurkan dipakainya validasi proses, validasi demokratik,
validasi katalitik, dan validasi dialog; mereka juga mengakui
kemungkinan bentuk validasi lain yang ditetapkan oleh para
peneliti sendiri. Sedangkan Hopkins (1993) mengajukan
bentuk-bentuk validasi member check, triangulasi, saturasi,
eksplanasi saingan atau kasus negatif, audit trail, expert opin-
ion, dan key respondents reuiew.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 8


Untuk memeriksa kembali apakah Anda telah memahami
bahan atau materi yang dibahas dalam Bab 8, cobalah Anda
jawab soal-soaldi bawah ini:

172
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1. Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas dalam kondisi


laboratorium yang baku tidak bisa diberlakukan, karena ...
A. Setting alamiah yang wajar adalah prasyaratnya
B. Perbedaan kulturalnya harus dihormati
C. Kondisi psikologis yang subjektif diperhatikan
D. Semuajawaban di atas benar

2. Salah satu standard kualitas dalam penelitian kualitatif


menurut Howe dan Eisenshardt, adalah ...
A. membandingkan setiap kejadian kepada kategori
B. membagi kejadian kepada sekuens
C. mencek kejadian kepada catatan observasi di lapangan
D. menggunakan eksplanasi berdasarkan teori yang tegar
dan diakui.

3. Standard lain dari penelitian kualitatif adalah melindungi


privasi seseorang dan infonnasi yang konfidensial. Hal itu
termasuk aspek ...
A. kegiatan menyusun kategori penelitian
B. analisis data lapangan
C. etika penelitian
D. jawaban di atas semuanya benar

4. Menurut Lincoln dan Guba, kriteria kualitas dalam peneli-


tian kualitatif harus kriteria yang muncul atau emerged,
yang antara lain mencakup ...
A. pemahaman konstruk penelitian
B. relevansi dengan kejadian berikutnya
C. menghormati pendapat dan suara partisipan
D. konsisten dengan konfigurasi penelitian keseluruhan

5. Pandangan postmodern dalam verifikasi penelitian adalah


rekonseptualisasi dari konsep-konsep lama dengan konsep
dan teknik baru, yang meliputi...
A. karakter laporan penelitian yang terbuka
B. keragaman sumber data, metode, dan teori
C. face validity, atau segera mengetahui apa yang terjadi
D. semua jawaban di atas benar

173
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

6. Perspektif postmodern dari Richardson menggunakan


kristal sebagai metafora validitas penelitian yang menyi-
ratkan ...
A. mengkombinasikan konsep validitas lama dan baru
B. refleksi ekstemal dan refraksi internal yang memancar
ke segala arah
C. dalam teori menggunakan tacit knowledge
D. membatasi penggunaan meta teori

7. Mengenai validasi, Wolcott melihatnya dalam perspektif


yang lebih luas, yang terpenting menurutnya adalah
mengutamakan ...
A. face validity
B. essential validity
C. understanding
D. objectivity

8. Borg dan Gall dalam menentukan validitas basil meng-


gunakan penelitian tindakan kelas ibu guru Dabish sebagai
contoh, yang meneliti dengan permasalahan ...
A. Seleksi dalam penerimaan siswa
B. Mencobapembelajaran dengan metode ceramah
C. Mencobapembelajaran bahasa dalam menulis laporan
D. Menata bangku belajar siswa

9. Setelah penelitian itu ibu guru Dabisch merasakan kema-


juan dalam belajar siswanya, dan ia akan meneliti kembali
untuk mendorong siswanya ...
A. agar selalu "on task" dalam belajar
B. agar selalu "off task" dalam belajar
C. agar mampu "cooperative"dalam belajar
D. agar bisa "competitive" dalam belajar untuk meraih
prestasi

10. Yang disebut validitas proses berarti ...


A. kerangka pemikiran dan penyelesaian masalah men-
dorong peneliti belajar sesuatu
B. perspektif yang futuristik
C. laporan penelitian bukan bentuk naratif
D. subjektivitas ditolerir agar laporan menarik

174
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

11. Transformasi visi yang terjadi pada partisipan penelitian


tentang praktek keseharian mereka di kelas akan dinilai
dalam ...
A. validasi proses
B. validasi katalitik
C. validasi demokratik
D. validasi dialog

12. Anda juga akan memvalidasi dengan menanyakan kembali


kebenaran keterangan kepada nara sumber, yang biasa
disebut ...
A. expert opinion
B. triangulation
C. member check
D. saturation.

13. Apabila Anda melakukan validasi dengan cara audit trail,


berarti ...
A. Meminta sejawat yang memahami Penelitian Tindakan
Kelas untuk memeriksa isi dan prosedurnya
B. Meminta mitra peneliti untuk memeriksa isi dan
prosedurnya
C. Meminta pakar untuk memeriksa isi dan prosedurnya
D. Meminta kepala sekolah untuk memeriksa isi dan
prosedurnya

14. Langkah-langkah untuk memperbalus bahkan memfalsi-


fikasi konstruk, bipotesis, atau kategori penelitian diper-
lukan untuk langkah validasi ...
A saturasi
B. audit trail
C. negative case
D. expert opinion

15. Langkah-langkah validasi ini diperlukan untuk mencapai ...


A. relevansi data basil observasi dengan teori
B. relevansi data basil observasi di kelas dengan kenyataan
di 1 uar kelas
C. peningkatan kinerja Anda sebagai pendidik
D. kredibilitas penelitian tindakan kelas Anda.

175
VALIDASI DATA DAN KREDIBILITAS PENELITIAN

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 8


1. A 2. D 3. C 4. C 5. D
6. B 7. C 8. D 9. C 10.A
11. B 12. C 13. A 14. A 15. D.

Anda sekarang sudah mengetahui langkah-langkah Peneli-


tian Tindakan Kelas, kemahiran Anda hanya bisa diperoleh dan
dipertahankan dengan melakukan dan melakukan lagi Peneli-
tian Tindakan Kelas terhadap berbagai aspek pembelajaran
Anda. Kinerja Anda akan meningkat dengan melaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas. Mulailah sekarang juga!

Bacaan Lanjutan
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research De-
sign. California: Sage Puhl. Pp. 193-215.
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University. Pp.60-68; 82-83.
Gall, Meredith D., Gall, Joyce P. and Borg, Walter R. 2003.
Educational Research. 7th.Ed. Boston: Allyn & Bacon.
Pp.591-594.
Glaser, Barney G. and Strauss, Anselm L. 1967. The Discovery
of Grounded Theory. Strategies for Qualitative Research.
New York: Aldine Pp. 65-71.
Goetz, Judith P. and LeCompte, Margaret D. 1984. Ethnogra-
phy and Qualitative Design In Educational Research. New
York : Harcourt Brace Jovanovich, Puhl. Pp. 208-226.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press. Pp. 152-157.
Lincoln, Yvonna S. and Guba, Egon G. 1985. Naturalistic In-
quiry. Beverly Hills: Sage Puhl Pp. 218-219; 289-303.
Miles, Matthew B. and Huberman, A. Michael. 1984. Qualitative
Data Analysis Beverly Hills: Sage Puhl. Pp. 232-235.

176
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 9
Penafsiran Data

Pengantar
Pada saat-saat akhir penelitian peneliti menghadapi sejumlah
besar data, dan tugas untuk menafsirkan atau membuat
interpretasi dari sekian banyak data membuatnya tidak terlalu
bersemangat, karena biasanya tidak tahu dari mana dimulai-
nya. Beberapa kesulitan dihadapi peneliti waktu menafsirkan
data penelitiannya, antara lain karena faktor-faktor jarak dan
waktu.
Setelah mempelajari bah ini diharapkan pembaca, terutarna
guru dan dosen yang akan meneliti memakai metode penelitian
Penelitian Tindakan Kelas akan mampu:
• Memulai langkah-langkah penafsiran.
• Mengkonsolidasikandata dengan teori.
• Mengaplikasikan teori.
• Membuat sintesis.
• Membuat persamaan, analog, atau metafora.

Problema yang Dihadapi Peneliti Waktu Menafsirkan


Sebelum mengatasi keengganan memulai kegiatan menafsir-
kan, peneliti sebaiknya memahami sebab-sebab kesulitan itu.
177
PENAFSIRAN DATA

Misalnya kejenuhan yang dirasakan peneliti setelah berbulan-


bulan atau bertahun-tahun sibuk dalam berbagai aspek
kegiatan penelitian. Ia juga terlalu dekat dengan permasalahan
penelitian sehingga ia merasakan perlunya jarak untuk bisa
menafsirkan dengan benar. Untuk keperluan itulah diperlukan
waktu dan jarak yang ada antaranya, karena perbedaan waktu
dan jarak akan meningkatkan kemampuan peneliti untuk
merefleksikan kembali datanya.
Kesulitan lain waktu peneliti harus membuat sintesis dan
spekulasi kreatif dari data penelitiannya adalah disebabkan
karena ia dituntut untuk memposisikan dirinya pada pemi-
kiran-pemikiran baru, dan memaknai signifikansi kegiatan-
kegiatannya pada bulan-bulan dan tahun-tahun yang lalu.
Mengintegrasikan data penelitian untuk kemudian ditafsirkan,
tidak hanya berbentuk kegiatan membuat resume data faktual,
melainkan harus lebih dari itu (beyond a mere recitation of the
bare facts).
Tujuan dari peneliti dalam aspek kegiatan ini adalah
mengembangkan kesimpulan dan mengaitkan hubungan-
hubungan yang ada melalui argumentasi yang hati-hati, dan
yang tidak dibatasi oleh skop yang sempit. Operasionalisasi
dari memasang-masangkan data (matching) dan uji kategori
seperti yang dilakukan pada saat analisis data terbuka sama
untuk interpretasi. Kesempatan untuk mencobakan kategori
baru dan membentuk hubungan-hubungan baru dengan proyek-
si melampaui yang ada untuk memenuhi kriteria "beyond the
mere facts", menantang kreativitae para peneliti yang oleh
peneliti aliran lama dianggap sebagai ambisi yang berbahaya.
Kesulitan yang ketiga, adalah adanya pergeseran gaya
kognitif dalam penafsiran. Pada proses analisis dideskripsikan
gambaran yang singkat tetapi koheren dari fenomena yang
diobservasi, dengan pola berpikir yang konvergen, dan cara
demikian sudah akrab di kalangan peneliti. Akan tetapi, dalam
penafsiran gaya berpikir divergen lab yang dianjurkan karena
perbedaan dalam kerangka berpikir, lebih kreatif, terutama
dalam proses berteori yang kompleks, juga dalam berpikir
spekulatif.
Pemahaman akan kesulitan inilah yang perlu diatasi
peneliti pada saat ia mulai dengan kegiatan penafsiran atau
interpretasi, fase ini harus ditempuh dan kesulitan yang diarifi

178
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

sudah merupakan setengah penyelesaian dengan mengiden-


tifikasi tugas antara lain mengkonsolidasikan teori, mengapli-
kasikan teori, menafsirkan dengan menggunakan analogi/
persamaan atau metafor, dan membuat sintesis.

Mengkonsolidasikan Teori
Pada tahap menganalisis data, kita telah melihat bagaimana
teori yang berkembang secara grounded terbentuk dari
pengumpulan atau koleksi data. Koding dari Lofland, misalnya,
menyusun kategori yang sebaiknya dipakai sebagai alat analisis
dari fenomenakelas yang diobservasidan dikumpulkan datanya.
Dari analisis kategorial inilah munculnya teori grounded.
Apabila kategori yang disusun tidak kompatibel dengan data,
maka kategori dimodifikasiatau tidak dipakai. Dalam penelitian
yang menggunakan orientasi teori secara eksplisit, maka data
yang terkumpul dianalisis berdasarkan kerangka teoritik
tersebut. Alat-alat tersebut menggambarkan juga peng-
gunaannya pada akhir kajian, yakni pada tahap penafsiran.
Karena analisis sudah dilakukan sejak tahap awal pengumpulan
data, berarti penafsiran sudah dimulai sejak awal juga.
Contoh hal ini ditunjukkan oleh penelitian oleh Ginsburg
dan LeCompte (1980) mengenai sosialisasi karir di kalangan
mahasiswa (guru). Teori yang dipakai adalah yang menyatakan
bahwa para calon guru ini menolak identitas profesionalnya
pada pengajaran yang diterima di pendidikan sekolah/universi-
tas, berdasarkan asumsi bahwa apa yang diajarkan akan
langsung diabsorbsi. Teori lain yang dipakai juga mengemuka-
kan bahwa para calon guru adalah negosiator aktif, yang
membentuk masa depan sesuai dengan pengalamannya.
Dengan menggunakan dua kerangka teori yang dikotomik ini,
Ginsburg dan LeCompte mengklasifikasi data para mahasiswa/
guru tentang bagaimana mereka memandang dirinya sebagai
guru. Kedua teori ternyata tidak dapat menjelaskan bagaimana
para calon guru ini mengembangkan perilaku dan sikap
terhadap profesi yang mereka pilih. Maka kemudian Ginsburg
dan LeCompte memodifikasi kerangka teorinya dengan cara
memasukkan kategori-kategori baru yang lebih relevan dengan
data (Goetzdan LeCompte, 1984:200-201).

179
PENAFSIRAN DATA

Contoh lain mengenai konsolidasi teori diperlihatkan oleh


penelitian Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh
Nwwahyu Rochmadi(1997)mengenai model pembelajaran yang
guru sentris relevansinya dengan pola perilaku dan sikap
siswa, komunikasi guru-siswa dan siswa-siswa. Teori dari
Ehman dan Gillespie (dalam Stanley, 1991) yang digunakan
untuk menganalisis data tidak sepenuhnya menjelaskan
fenomena kelas. Perubahan teori yang dijadikan bahan
intervensi untuk memodifikasi ialah teori pembelajaran yang
lebih demokratis dalam alam demokrasi Pancasila dengan
menggunakan teknik-teknik generalisasi dan broken square.
Teori ini lebih menjelaskan tentang perilaku dan sikap siswa
yang lebih terbuka seperti yang ditampilkan di kelas, tetapi
adakalanya kurang kooperatif dengan belajar sendiri, hubung-
an guru-siswa yang lebih knowledge sharing dalam sikap guru
yang lebih berbagi pengetahuan dengan menginformasikan
yang ia ketahui tetapi juga mendengarkan siswa dari pola mo-
nopoly of knowledge selama ini yang berlaku seolah-olah
gurulah satu-satunya swnber pengetahuan. Pergeseran teori ini
juga menunjukkan bahwa kondisi kelas sebenarnya cukup kon-
dusif untuk mulai diperkenalkannya model pembelajaran yang
bersifat semi-modernatau modern, (Rochmadi,1997:42-77).

Mengaplikasikan Teori
Penafsiran data dengan cara mengaplikasikan teori yang
dianut dalam kerangka berpikir dalam penelitian, merupakan
cara lain untuk memaknai koleksi data. Adakalanya koleksi
data itu tidak cocok dengan teori yang dikemukakan, atau
bahkan bertentangan, maka peneliti harus menentukan apakah
kumpulan data atau teknik analisis yang salah, ataukah koleksi
data tersebut justru menunjukkan adanya perubahan atau
pergeseran pada teori yang berkarakter menolak atau memo-
difikasi teori tersebut. Katakanlah, dalam kerangka paradigma
Kuhn (1972),maka kumpulan data yang tidak pas dengan teori
tersebut merupakan anomali, yang apabila terus diamati dan
dikaji dalam proses epistemologis selanjutnya akan meng-
hasilkan krisis dan revolusi untuk menghasilkan paradigma
atau teori baru.

180
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Creswell (1998) menunjukkan bagaimana penafsiran atau


interpretasi dilakukan dalam penelitian yang bertradisi
kualitatif, sebagai berikut.

BAGAN32

'11engolah
Data Blografi Fenomenologl Grounded Etnografi Studl Kasus

Menafsir- Mengapli- Mengembangkan Memilih Menafsirkan Menggunakan


kan kasikan teori deskripsl tekstual kodlng. danmema- fenafslran
pada pola mengenai apa yang Mengem- hamihasH langsung.
danmakna terjadi. bangkan temuan. Mengembang-
yang berkem Mengembangkan matriks kan genera-
bang. deskripsi struktural, kondisional. lisasi
tentang bagaimana naturalistik.
fenomena dialaml.
Mengembangkan
deskripsi menyelu-
ruh dari pengalaman
dan esensinya.

(Dengan modifikasi, Creswell, 1998:149).

Memperhatikan dan menyimak bagan di atas, maka Peneli-


tian Tindakan Kelas sebagai metode penelitian yang mengacu
pada tradisi kualitatif, dalam kegiatan menafsirkan data
tampaknya sesuai dengan yang dikembangkan oleh model
biografi, model grounded, model etnografi, dan model studi
kasus. Anda tidak akan menyimpang apabila melakukan
penafsiran dengan rujukan-rujukan tersebut.
Sebagai contoh, Goetz dan LeCompte(1984) mengemukakan
penelitian LeCompte pada empat kelas (1978) yang meng-
gunakan metode etnografis, mengenai konteks sosial para
siswanya. Yang diteliti ialah latar belakang strata sosial siswa
dan hubungan antara pendidikan/sekolah dengan lapangan
kerja. Teori dan konsep-konsep sosiologi, bahkan konsep-
konsep dari teori Neo-Marxian dan kultur materialisme
digunakan untuk menafsirkan. Berdasarkan teori-teori
tersebut, para siswa dari golongan menengah memasuki
sekolah-sekolah yang dapat menyalurkan potensi akademik
dan aspirasi pekerjaan anak-anak mereka, sedang anak-anak

181
PENAFSIRAN DATA

dari orangtua golongan ekonomi lemah memasuki sekolah-


sekolah kejuruan atau yang non-akademik. Penelitian
LeComptemenunjukkan bahwa pada para siswa dari orangtua
golongan menengah pola yang berkembang adalah sesuai
dengan ekspektasi dengan pola perilaku dan konformitas
mereka terhadap filosofi yang dianut guru, lingkungan kelas,
dan kultur sekolah. Sedangkan pada anak-anak dengan latar
belakang ekonomi lemah, pola perilaku mereka sering berten-
tangan dengan ekspektasi dan budaya sekolah. Kondisi ini
sering menimbulkan konflik, dan menuntut perubahan dalam
kebijakan publik dalam pengorganisasian sekolah dan terutama
pembiayaannya, yang sering merugikan bagi para siswa dari
golongan minoritas dan ekonomi lemah lainnya (Goetz dan
Lecompte, 1984:202).
Contoh lain mengeriai penafsiran terhadap koleksi data,
adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Kanda
Ruskandi (2001) di Sekolah Dasar Purwakarta. Ia ingin
meningkatkan kualitas pembelajaran IPS dengan mencobakan
model pembelajaran "cooperative (earning". Ruskandi ingin
menanamkan nilai-belajar melalui kerjasama dan melalui
keterampilan sosial. Dengan menggunakan teori Fraenkel
(1980) ia menanamkan nilai-nilai kerjasama dengan meren-
canakan tugas-tugas dalam kelompok, agar siswa berperan
bersama kawan sekelompoknya dalam melakukan inkuiri,
berdiskusi, bentindak sebagai ketua atau tugas lainnya dalam
kelompok, mengeluarkan pendapat dan mendengarkan pen-
dapat siswa lain, membantu dan menolong kawan-kawan
lainnya. Untuk memeriksa apakah ada perubahan perilaku
siswa sesudah model dicobakan dalam empat siklus, Ruskandi
menggunakan teori Van Unen dan Raka Joni (1980) sebagai
petunjuk untuk dinamika kelompok melalui observasi proses
dan wawancara. Sedangkan penilaian basil belajar dilakukan
dengan melakukan pretest dan posttest.
Dalam penafsiran terhadap koleksi data, Ruskancli melalui
aplikasi teori-teori di atas menyimpulkan bahwa ada peraihan
nilai kerjasama yang positif dalam belajar siswa, dengan coop-
erative learning group investigation technique terjadi pengem-
bangan keterampilan sosial, dan dengan membandingkan basil
pre dan post test terjacli peningkatan secara umum dalam nilai
IPS siswa.

182
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Peningkatan kualifikasi guru dalam kinerja profesinya


terjadi melalui interaksi intensif secara teoritik namun lebih
hanyak secara pragmatik antara peneliti dan guru sebagai
mitra peneliti. Namun demikian, peningkatan ini hanya terjadi
pada pribadi guru mitra karena terlibat dalam penelitian.
Maka apabila keterampilan guru secara lebih luas perlu diting-
katkan melalui pembelajaran model mi, sosialisasinya mem-
butuhkan forum lain seperti penataran, lokakarya, atau semi-
nar, demikian Ruskandi menyarankan dalam rekomendasinya.

Membuat Sintesis
Berlainan dengan mengaplikasikan teori pada kumpulan data,
membuat sintesis dari koleksi data Anda membutuhkan
berbagai sudut pandang dan konteks yang melampaui atau
"transcend" atau pun "beyond" aplikasi teori, sebelum pema-
haman wawasan mengenai kumpulan data tersebut tercapai.
Membuat sintesis memerlukan upaya-upaya interdisipliner dan
juga intradisipliner, peneliti mengintegrasikan data dan
konsep melalui berbagai usaha penelitian, sebagian tampaknya
saling mendukung atau sesuai akan tetapi sebagian lagi
bertentangan satu dengan lainnya. Adakalanya sang peneliti
merasa ragu dan kehilangan kepercayaan waktu melihat basil
sintesis yang demikian, karena menghadapi konfigurasi baru
yang berlawanan dengan pandangan akademik para guru/
dosen/profesor yang membimbingnya, atau dengan institusi
pendidikannya, atau bahkan dengan budaya, atau pun dengan
kearifan lazimnya.
Goetz dan LeCompte (1984) memberikan contoh penelitian
dari Bowles dan Gintis (1976), yang juga dipaparkan dalam
Ballantine (1985), menunjukkan basil sintesis penelitiannya
yang kontroversial, mengenai pendidikan di sekolah-sekolah di
Amerika Serikat yang ternyata melegitimasikan ketidak-
setaraan dalam pencapaian keberhasilan di bidang ekonomi,
bahkan melanggengkannya. Dengan dalih bahwa sistem
pendidikan mendukung bahkan memperkuat dugaan keber-
hasilan di bidang ekonomi tergantung dari kemampuan kognitif
dan keterampilan berdasarkan prinsip meritokratik yang
dicapai di sekolah, maka para keluaran dialokasikan lapangan
pekerjaan sesuai dengan ukuran keberhasilan pendidikan.

183
PENAFSIRAN DATA

Dalam sistem kapitalisme yang didukung oleh sistem


pendidikan yang mempertahankan "status quo", maka para
alumni dengan keberhasilan yang rendah di bidang kognitif
dengan kemampuan kejuruan yang memadai akan memasuki
lapangan kerja di pabrik-pabrik atau pekerjaan lainnya di luar
kedudukan manajerial. Sedangkan para keluaran pendidikan
sekolah-sekolah yang prestisius, akan memasuki lapangan
pekerjaan yang lebih menjanjikan, tidak hanya dilihat dari
penghasilan tetapi juga dari besarnya tanggung jawab. ldeologi
yang menyatakan kesempatan pendidikan yang sama untuk
semua, dan sistem meritokratik yang memberikan penghargaan
sesuai dengan kemampuannya, dengan demikian merupakan
mekanisme yang kontroversial (Ballantine, 1985:298-300).
Bowles dan Gintis telah menyerang prinsip dasar yang
dijunjung tinggi oleh bangsa Amerika, yaitu mengenai per-
samaan dan kesempatan yang sama bagi semua, yang sudah
merupakan mitos dalam budaya mereka sebab-sebab dan
kemungkinan-kemungkinan dari persamaan atau equality.
Namun Goetz dan LeComptemenunjukkan bahwa dokumentasi
data mereka menyeluruh, baik secara empirik maupun secara
teoritik yang beragam dalam sumber dan tipe data. Sintesis
data yang mengemukakan bahwa sekolah tidak dapat me-
ngubah atau transform masyarakat sungguh mengejutkan, dan
melawan keyakinan para pendidik dan politisi (Bowles dan
Gintis, dalam Ballantine 1985:301).
Dalam menyusun sintesis ini para peneliti, Bowles dan
Gintis, telah menggunakan proses berteori yang terbuka dan
menyegarkan dalam membandingkan, membuat kontras,
menyusun dan menertibkan data, mencari hubungan dan
kaitan, dan membuat spekulasi. Dengan gambaran ini ditunjuk-
kan, bahwa proses analisis sebenarnya berlangsung berulang-
ulang, semakin tinggi dalam tahap abstraksi dan genera-
lisasinya selama proses penelitian berlangsung (Goetz dan
LeCompte,1984:204-205).

Membuat Persamaan, Analog, dan Metafora


Dalam penelitian kualitatif, kompilasi data ditafsirkan juga
dengan mencari persamaan-persamaan, atau analog, bahkan
metafor. Penelitian Tindakan Kelas yang dalam karakteristik-
184
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

nya mirip dengan penelitian etnografis karena banyak meng-


gunakan analisis sosiologis dan antropologis, dapat juga
menggunakan alat-alat penafsiran itu. Cara-cara penafsiran
demikian membutuhkan fikiran yang divergen dan rasa seni
yang memadai, demikian rupa sehingga apabila difungsikan
secara tepat akan mampu menjadi alat yang kuat untuk
mengenali atau mengidentifikasi hubungan-hubungan atau
linkages, di antara sekian banyak data atau topik yang secara
sekilas tidak berarti
Persamaan dalarn konsep antropologilife cycle atau rites de
pasages dalam kehidupan baru di sekolah, seperti yang
ditunjukkan oleh ritual perkenalan dalam minggu-minggu
pertama di sekolah, atau perploncoan,atau ospek di perguruan
tinggi, menyerupai konsep atau teori tentang ritual inisiasi
dalam perubahan atau pergeseran dalam lingkaran kehidupan
manusia. Babak baru yang belum dikenal dalam kehidupan
sekolah atau perguruan tinggi sebelumnya, harus dimulai
dengan ritus perkenalan bahwa belajar di sekolah berlainan
dengan tinggal di rumah, atau bahwa cara belajar di perguruan
tinggi berbeda dengan cara belajar di sekolah. Penelitian
Tindakan Kelas yang dilakukan di kalangan mahasiswa baru
untuk memperkenalkan pola belajar di perguruan tinggi
seperti membuat tugas, membuat laporan buku, berdiskusi,
menggunakan perpustakaan, dan kegiatan akademik lainnya
merupakan penelitian yang bermanfaat bagi para mahasiswa
dan karenanya perlu dilakukan sebagai inisiasi kepada
kehidupan belajar baru, seperti ditunjukkan oleh dosen yang
mengajar mahasiswa pemula di School of Modern Asian Stud-
ies, Griffith University (Zuber-Skerritt, 1992:24-27).
Metafora dipakai dalam penafsiran kumpulan data yang
dibuat dalam penelitian kualitatif bentuk biografi, atau riwayat
hidup seseorang (siswa, guru, kepala sekolah, tokoh pendidikan,
dan lain-lain). Analisis psikologis dan sosiologis menunjukkan
adanya simbol, atau lambang, sebagai makna hidup yang
bersangkutan. Misalnya, seorang siswa menggambarkan
ketakutannya pcrtama kali belajar berenang di kolam renang di
bawah bimbingan guru olahraga dengan pengalaman seorung
kadet angkatan laut yang dicemplungkan di laut tanpa
pelampung. Contoh lain, scorang dusen yang memberi kuliah
umum kepada 75 orang mahasiswa dengan kegaduhannya,

185
PENAFSIRAN DATA

untuk beberapa saat mernvisualisasikan ketenangan dan


kedamaian belajar di perguruan Shantiniketan bimbingan
Rabindranath Tagore. Creswell (1998) mernberikan contoh
metafora pada kasus biografi Vonnie Lee, seorang anak rniskin
dan sedikit terganggu mentalnya. Bagi Vonnie Lee, sebuah bus
adalah simbol, atau metafornya, pemberdayaan. Sebagai anak
orang miskin yang tidak mempunyai sedikit pun uang untuk
ongkos bus, maka perjalanan rnemakai bus adalah suatu
kemewahan yang sangat didambakan. Cita-cita dan ambisinya
untuk masa depan: seorang dewasa, mernakai bus, dalam
perjalanan menuju ke suatu tempat (Creswell, 1998:263-264).

Penafsiran dalam Penelitian Tindakan Kelas Menurut


Hopkins
Konsep-konsep penelitian kualitatif etnografis banyak diim-
plementasikan dalam Penelitian Tindakan Kelas, termasuk
tahap penafsirannya. Dalarn Penelitian Tindakan Kelas,
menurut Hopkins (1993:157-163), kegiatannya mencakup
menyesuaikan hipotesis kerja yang sudah sahih kepada teori
yang menjadi kerangka pernikiran sehingga menjadi bermakna.
Hal ini berarti, bahwa hipotesis kerja tersebut dihubungkan
dengan teori, dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam
praktek sehari-hari, atau bahkan dengan naluri guru dalam
menilai pembelajaran yang baik. Dengan cara ini, guru peneliti
memberikan makna kepada serangkaian observasi yang
dilakukannya dalam penelitian tindakan kelasnya, dari yang
tadinya berupa data dan konstruk basil pengarnatan. Berikut
ini gambaran penjelasan kegiatan penafsiran dalarn konteks
kegiatan penelitian (dengan modifikasi, Hopkins, 1993:159).

BAGAN33

Empat Tahap Keglatan PTK


1. Pengumpulan data dan penyusunan kategori
2. Validasi data dengan menggunakan a. I. teknik triangulasi
3. Penafsiran, atau interpretasi, dengan referensi kepada teori, kriterla yang
disetujui, praktek sehan-hari, atau penilaian Guru
4. Tindakan selanjutnya untuk pengembangan perbaikan pembelajaran yang
dimonitor dengan teknik-teknik yang lazim dalam PTK

186
METODE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Kesimpulan
Walaupun dalam bentuk pengorganisasian dan tekanan atau
emphasis dalam penyusunan kesimpulan penelitian dapat
bervariasi, namun pada umumnya para peneliti akan berpegang
kepada empat tahap, yaitu menyusun presentase · data yang
berbentuk rangkuman, penafsiran data, integrasi dari temuan
penelitian, dan aplikasi atau makna pentingnya atau signifi-
kansi temuan-temuan dalam penelitian.
Presentasi data dalam bentuk rangkuman biasanya disaji-
kan secara deskriptif, yang mengemukakan atribut-atribut
fenomenayang dikaji. Ada kalanya disajikan juga dalam bentuk
model kategorisasi yang menggambarkan kelompok-kelompok
atribut atau fenomena-fenomenayang ditelaah. Rangkuman ini
ditandai oleh berbagai deskriptor yang kongkrit dan rinci dari
subjek yang diteliti.
Penafsiran data menuntut agar peneliti menjelaskan makna
data sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan
mengapa makna-makna tertentu dari data menjadi lebih penting
atau menonjol artinya. Penafsiran data juga mencakup per-
nyataan-pernyataan yang menjelaskan hubungan kausalitas,
apakah itu prediktif atau tidak. Yang juga perlu diterangkan
adalah bagaimana kategorisasi fenomena saling berhubungan
secara empirik, yang adakalanya ditampilkan dalam bentuk
modeldengan spesifikasi kategori yang hubungannya dijelaskan.
Pada tahap integrasi, para peneliti menjelaskan data dilihat
dari pandangan atau perhatian yang lebih luas, bisa secara
empirik apabila data dibandingkan atau dikontraskan dengan
data dari kajian lain, atau juga bisa secara teoritik apabila data
ditempatkan atau merupakan bagian yang kontekstual dengan
implikasi kebijakan yang normatif. Penelitian pendidikan
menggunakancara-cara tersebut teori yang muncul atau emerged
dari data diuji secara kontekstual dengan teori lain atau teori
alternatif, dan harus cukup kuat untuk menantang atau menolak
teori lain at au alternatif itu. Demikian juga teori yang
diverifikasi data diuji dalam konteks yang lebih luas, yang
adakalanya teori tersebut menunjukkan implikasi empirik dan
aplikasinya dalam kebijakan yang tidak terduga sebelumnya.
Proses berteori inilah yang membimbing peneliti pada
tahap penafsiran dan integrasi data, yang dalam kajian-kajian

187
PENAFSIRAN DATA

induktif abstraksinya terintegratif dengan data dan teori


menghasilkan sistem yang koheren untuk menjelaskan makna
kajian. Bagaimana pun cara berteori dilakukan untuk mem-
bentuk argumen yang mengarah kepada pengambilan kesim-
pulan harus terus menerus dilakukan dalam tahap integrasi
data, dengan dukungan desain penelitian yang kredibel, data
yang kaya dan komprehensif,dan data dan analisis kontekstual
dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Dalam berteori ini, dengan menggunakan alat-alat konsoli-
dasi, aplikasi, analogi dan metafora, atau sintesis akan
membantu peneliti menafsirkan data dan mengintegrasikan
hasilnya kepada salah satu tujuan penelitian, yakni mem-
berikan sumbangan kepada perkembangan body of knowledge
dalam disiplin ilmunya.
Di samping tujuan-tujuan yang disebutkan di atas, jangan
lupa tujuan yang tidak kalah pentingnya adalah mencapai
kebermaknaan dari kenyataan yang majemuk dalam penelitian
kualitatif. Bahwa kebermaknaan itu harus membawa peneliti
kepada pengertian atau pemahaman atau understanding, yang
oleh Max Weber disebut dengan konsep verstehen. Selanjutnya
Webermenjelaskan bahwa " ... that science which aims at the in-
terpretive understanding (Verstehen) of social behavior in or-
der to gain an explanation of its causes, its course, and its ef-
fects" (Weber dalam Coser, 1971:220-221). Lebih jauh ia
menerangkan bahwa :
The grasping of subjective meaning of an activity, is facili-
tated through empathy (Einfuehlung) and a reliving
(Nacherleben) of the experience to be analyzed. But any in-
terpretive explanation (verstehende Erklaerung) must be-
come a causal explanation if it is to reach the dignity of a
scientific proposition. Verstehen and causal explanation are
correlative rather than opposed principles of method in the
social sciences. Immediate intuitions of meaning can be
transformed into valid knowledge only if they can be incor-
porated into theoretical structures that aim at causal
expalanation. Peraihan makna subjektif dari sebuah
kegiatan, difasilitasi oleh rasa empati atau Einfuehlung dan
penghayatan dari pengalaman yang harus dianalisis. Akan
tetapi setiap penjelasan interpretatif atau verstehende
Erklaerung harus menjadi penjelasan sebab-akibat apabila

188
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

ingin mencapai wibawa proposisi ilmiah. Verstehen dan


penjelesan kausal adalah korelatif dan tidak bertentangan
satu sama lain dalam prinsip metode ilmu-ilmu sosial.
Intuisi kilat dalam pembermaknaan dapat diubah menjadi
pengetahuan yang sahih apabila hal itu dapat digabungkan
dengan struktur teori yang bertujuan untuk mencari
penjelasan kausal.

Rangkuman
Dalam bah ini Anda akan menyimak beberapa tantangan yang
lazim dihadapi para peneliti, yaitu kejenuhan yang dialami
setelah berbulan-berbulan atau bertahun-tahun melakukan
penelitian. Di samping itu peneliti juga terlibat mendalam di
dalam permasalahan penelitian sehingga membutuhkan jarak
untuk dapat melakukan penafsiran dengan benar. Kecuali itu,
peneliti harus meluaskan penelitiannya bukan sekadar
berbentu.kresume faktual melainkan lebih, atau beyond a mere
rectitation of the facts. Dengan menggunakan alat-alat seperti
konsolidasi dan aplikasi teori, kemudian membuat sintesis, dan
selanjutnya mencari makna melalui analog atau metafora,
peneliti dapat menjelaskan signifikansi penelitiannya untuk
mencapai tujuan penelitian seperti menjelaskan fenomena yang
dikaji secara saintifik, memberikan sumbangan dalam mening-
katkan keterampilan pendidik dan hasil belajar peserta didik,
mendu.kung upaya pembaharuan sekolah, bahkan selanjutnya
memberikan sumbangan kepada perkembangan pengetahuan di
bidang ilmunya.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 9


1. Pada tahap penafsiran data penelitian, peneliti merasakan
kejenuhan, karena ...
A. Terlalu lama ia melaku.kankegiatan penelitian
B. Terlalu sukar tantangan berpikirnya
C. Tidak ada pedomannya
D. Tidak ada alat-alatnya

189
PENAFSIRAN DATA

2. Kejenuhan peneliti juga disebabkan oleb ...


A. Lokasi situs penelitian terlalu jauh
B. Keterlibatan mendalam dalam pennasalaban
C. Biaya penelitian yang terus meningkat
D. Menurunnya dukungan mitra penelitian

3. Menafsirkan data penelitian mencakup kegiatan ...


A. Menyusun resume data faktual
B. Membuat narasi dari data faktual
C. Membuka diri untuk pemikiran dan signifikansi baru
D. Semua jawaban di atas benar

4. Pola berpikir yang diperlukan pada tabap penafsiran data


adalab ...
A. Pola berpikir yang konvergen
B. Pola berpikir yang integratif
C. Pola berpikir yang divergen
D. Pola berpikir yang kompleks

5. Mengkonsolidasikan teori dengan data sebagai alat penaf-


siran dilakukan apabila ...
A. Kumpulan data kompatibel dengan kategori yang
disusun
B. Kumpulan data tidak kompatibel dengan kategori yang
disusun
C. Kumpulan data bisa dipasangkan atau "matching"
D. Kumpulan data tidak bisa dipasangkan

6. Konsolidasi data dari contoh penelitian Ginsburg dan


LeCompte(1980) menunjukkan ...
A. Calon guru menyesuaikan identitas profesional dengan
pendidikan awalnya
B. Calon guru adalab negosiator aktif
C. Teori yang dipakai tidak menjelaskan fenomena dengan
adekuat
D. Teori yang dikonsolidasikan menjelaskan fenomena

7. Aplikasi teori sebagai alat penafsiran yang tidak cocok


dengan data penelitian membawa konsekuensi tindakan ...
A. Menunjukkan kesalahan dalam pengumpulan data

190
METOOE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

B. Menunjukkan kesalahan dalam menyusun kategori


C. Menunjukkan kesalahan analisis
D. Menunjukkan anomali yang memerlukan teori baru

8. Membuat sintesis dalam penafsiran data penelitian memer-


lukan pendekatan ...
A. Interdisipliner dan intradisipliner
B. Interdisipliner dan multidisipliner
C. Interdisipliner dan transdisipliner
D. Jawaban di atas benar semuanya.

9. Penelitian Bowles dan Gintis (1976) menunjukkan sintesis


yang kontroversial, dengan pernyataan yang berlawanan
dengan prinsip para pendidik, bahwa ...
A. Sekolah adalah lembaga yang melestarikan budaya
masyarakat
B. Sekolah adalah lembaga yang memperbaharui (trans-
form) budaya masyarakat
C. Sekolah tidak mampu melakukan pembaharuan
D. Sekolah tidak dituntut menjadi "agent of change".

10. Membuat metafora dalam penafsiran data penelitian


membutuhkan ...
A. Pikiran yang objektif rasional
B. Pikiran berlandaskan pola deduktif-verifikatif
C. Pikiran yang penuh lambang dan imajinasi
D. Pikiran yang peka nalar psikologi dan seni

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 9


1.A 2. B 3. C 4. C 5. B
6.C 7. D 8. A 9. C 10. D.

Bacaan Lanjutan
Ballantine, Jeanne H.1985. School and Society. A reader in
Education and Sociology. Palo Alto: Mayfield Puhl. Coy. Pp.
298-304.
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research De-

191
PENAFSIRAN DATA

sign. California: Sage. Puhl. Pp. 149; 152-155; 167-168; 259-


265.
Goetz, Judith P. and LeCompte, Margaret D. 1984. Ethnogra-
phy and Qualitative Design In Educational Research. New
York: Harcout Brace Jovanovich, Puhl. Pp. 196-207.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia; Open University Press. Pp. 157-163.
Zuber-Skerritt, Ortrun. 1992. Action Research in Higher Educa-
tion. London: Kogan Page Ltd. Pp. 21-35.

192
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 10
Menyusun Laporan Penelitian

Pengantar
Setelah berbagai kegiatan penelitian berakhir, selanjutnya
peneliti dituntut untuk menyusun laporan penelitian. Ada
berbagai format laporan yang dapat ditulis oleh peneliti,
berbentuk narasi kronologis, sintesis topik atau konsep, atau
laporan penyelesaian masalah yang disusun menurut masalah,
isu, atau pertanyaan-pertanyaan kunci. Apa pun format
laporan yang dipilih, sebaiknya laporan itu ditulis dengan jelas
dan dapat dipertanggungjawabkan. Laporan hendaknya dapat
meyakinkan pembaca, bahwa apa yang ditulis menggambarkan
kenyataan yang dikaji, didukung oleh data yang akurat, tuntas,
dan mewakili banyak perspektif, serta menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian.
Menuliskan laporan kualitatif sangat dibantu oleh catatan
lapangan yang kaya, analisis penuh dengan deskripsi yang
dikoding, belum lagi tambahan komentar dari para mitra dan
partisipan yang dapat membantu peneliti memulai tugasnya
menulis laporan, paling sedikit kalimat-kalimat awal atau draf
kasar dari organisasi laporan. Landasan dasar ini selanjutnya
dapat dirubah atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

193
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

penulisan apa, apakah laporan penelitian, makalah, artikel,


atau buku. Apabila Anda akan menulis tesis, maka perlu
diperhatikan kebiasaan/konvensi dan tradisi ilmiah; sedangkan
menulis laporan atau artikel Anda mempunyai sedikit kebe-
basan dalam gaya penulisan, tetapi tetap harus memperhatikan
bagian-bagian seperti awal penulisan, bagian tengah, dan akhir
penulisan (Bogdan dan Biklen, 1982:171).
Pada akhir bah ini, diharapkan pembaca guru, dosen, atau
mahasiswa pada umumnya yang telah melakukan kegiatan
Penelitian Tindakan Kelas, dapat membuat:
• Laporan penelitian secara umumnya.
• Laporan penelitian untuk keperluan penyelesaian studi di
Universitas (skripsi atau tesis).
• Laporan penelitian untuk keperluan membuat artikel
dalam jurnal.

Menyusun Laporan Penelitian secara Umumnya


Apabila peneliti membuat laporan dalam bentuk narasi, maka
ada beberapa cara dan gaya penulisan yang dapat dirujuk.
Penulisan naratif yang realistik, akan berbentuk laporan
langsung, lugas, tanpa banyak informasi bagaimana gambaran
situasi atau kondisi dalam penelitian itu menjelma. Laporan
demikian mengemukakan perspektif yang objektif dan ilmiah,
dan peneliti menggunakan sudut pandang yang bersifat imper-
sonal. Sebagai contoh, berikut ini adalah laporan penelitian
bagian awal dari sebuah laporan penelitian (Herr dan Ander-
son, dalam QSE. 1997:45):
Our intent in this article is to explore the student-school rela-
tionship from a cross-national perspective. We hope to gener-
ate insights that enhance our understanding of school struc-
tures as experienced by students, that promise students a
world of possibilities, yet reinforce the cultural status quo.
The contradiction of mixed massages that hold the students
in place is explored in the narrative of two students' lived ex-
periences in school; through these narrative cases we explore
the construction of social and occupational identities within
the gendered and social class contexts of two Mexican prepa-
ratory highschools. (Tujuan artikel kami ini adalah untuk

194
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

menjajagi hubungan siswa-sekolah dilihat dari perspektif


nasional. Kami berharap dapat menimbulkan wawasan yang
meningkatkan pemahaman mengenai struktur sekolah
seperti yang dialami oleh para siswa, yang menjanjikan
banyak kemungkinan, akan tetapi memperkuat posisi sta-
tus kuo budaya. Kontradiksi pesan-pesan yang campur-baur
yang menekankan siswa di posisinya diteliti melalui narasi
pengalaman di sekolah dari dua orang siswa; melalui narasi
ini kami menjajagi konstruksi sekolah dan identitas lapang-
an kerja dalam konteks jenis kelamin dan kelas sosial di
dua buah sekolah persiapan sekolah menengah orang-orang
Meksiko).

Sebaliknya, bentuk narasi yang berisi pengakuan, akan


lebih menitikberatkan pada gambaran pengalaman sang
peneliti di situs penelitian. Narasi yang impresionistik akan
menggambarkan pengalaman bersifat pribadi yang dramatik
selama berada di lapangan, yang mengandung unsur-unsur
realistik dan pengakuan, dan menghasilkan cerita yang
meyakinkan dan menarik. Kedua bentuk narasi ini akan meng-
gunakan subyek orang pertama, untuk menunjukkan gaya
penulisan yang bersifat pribadi. Berikut ini adalah salah satu
contohnya:
Overcoming my own homophobia was not the only challenge
I faced during the early phases of the study. I also had to de-
velop the cultural competency and confidence necessary to
engage in constructive and meaningful conversations with
gay and bisexual men about their identity struggles. When I
first considered a study of the gay student subculture at
Clement University, one of the early steps was to attend a
meeting of LGBSA. To say that I was overwhelmed by the in-
tensity and the politics of that first meeting is an understate-
ment. (Mengatasi perasaan homofobia sendiri bukanlah
satu-satunya tantangan yang harus kuatasi selama tahap
awal penelitian. Saya harus mengembangkan juga kom-
petensi dan rasa percaya diri yang diperlukan untuk
melakukan pembicaraan yang konstruktif dan bermakna
dengan laki-laki gay dan biseksual mengenai perjuangan
mereka mendapatkan identitas. Pada waktu pertama kali
saya mempertimbangkan untuk melakukan penelitian
195
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

mengenai subkultur mahasiswa gay di Clement University,


salah satu langkah awal yang harus dilakukan adalah
menghadiri pertemuan para gay dan biseksual. Saya sangat
terperangah dengan intensitas politik pertemuan pertama
itu, dan hal itu adalah sebuah pemyataan yang terlalu halus
untuk mengungkapkan yang sebenarnya (Rhoads dalam
QSE, 1997:13).

Van Maanen dalam Creswell (1998) memperkenalkan juga


laporan naratif pada penelitian kualitatif etnografis, narasi
kritik yang berfokus pada isu-isu politik, sosial, dan ekonomi;
narasi formal yang membangun, menguji, menggeneralisasikan,
dan menyajikan teori; atau narasi yang bergaya wartawan, atau
juga meminjam teknik menulis fiksi para novelis, atau pun
narasi gabungan dari para peneliti dan partisipan yang berbagi
wacana. Berikut ini sebuah laporan yang bergaya cerita fiksi,
apabila anda memilih gaya ini sebaiknya anda berkonsultasi
dulu dengan pembimbing anda, apakah dapat diterima. Yang
dilaporkan adalah reaksi orangtua murid terhadap pembukaan
sekolah untuk anak-anak kulit hitam:
If Ellen McDonough was upset by the news, her husband
Clarence, a tall handsome man with reddish curly hair and
a long straight nose, was outrage. "They did it to me," he
yelled one evening when I visited their home. "They went and
did it to me, these goddam sons of bitches. I told you there 'd
be no running from them. You lead your life perfect as a
pane of glass, go to church, work forty hours a week at the
same job, year in year out, keep your complaints to yourself,
and they did it to you". (Apabila Ellen McDonough sangat
terguncang begitu ia mendapat berita, suaminya Clarence,
seorang laki-laki yang tinggi dan tampan dengan rambut
ikal dan kemerah-merahan dengan hidung yang lurus,
rneledak-ledak karena marah. "Mereka lakukan itu
padaku", ia berteriak pada suatu sore waktu aku
bertandang ke r umah mereka."Mereka benar-benar
melakukan hal itu padaku, orang-orang brengsek. Aku telah
mengatakan kepadamu bahwa kita tidak bisa melarikan diri
dari mereka. Walaupun kamu telah hidup sebaik mungkin
seterang seperti kaca, pergi ke gereja, bekerja empat puluh
jam seminggu pada pekerjaan yang sama, dari tahun ke
196
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

tahun, menahan segala keluhan dalam dirimu sendiri, dan


toh mereka melakukan hal itu kepadamu. (Bogdan dan
Bilden, 1982:181).

Wolcott mengemukakan bentuk laporan yang merujuk


kepada struktur retorik, yang harus mengandung tiga korn-
ponen: pertama; deskripsi yang menjawab apa yang sedang
terjadi. Ia melakukannya dengan teknik-teknik seperti urutan
kronologis, urutan menurut sang peneliti sendiri, fokus yang
progresif, kejadian kunci yang pen ting, plot dan karakter,
interaksi kelompok, kerangka berpikir analitik, dalam narasi
dengan banyak perspektif. Kedua, analisis data, yang meliputi
penjelasan temuan penelitian, menampilkan laporan temuan,
melaporkan prosedur kegiatan lapangan, mengidentifikasi
keteraturan terbentuknya pola-pola dalam kumpulan data,
membandingkan kasus dengan kasus lain, mengevaluasi
informasi, menganalisis informasi dalam kerangka berpikir
yang lebih luas, mengkritik proses penelitian, dan mengusul-
kan perubahan desain penelitian. Ketiga, penafsiran penelitian
harus dimasukkan dalam bentuk retorik. Ini berarti, bahwa
peneliti dapat memperpanjang analisis, membuat kesimpulan
dari berbagai informasi, mengikuti petunjuk dari mitra peneliti
yang berperan sebagai perantara atau "gatekeepers", merujuk
kepada teori, memfokuskan kembali kepada penafsiran,
menganalisis dan menafsirkan proses penafsiran, atau mencari
format alternatif, (Wolcottdalam Creswell, 1998:182-183).
Emerson memilih bentuk narasi tematik, yang dibangun
dari berbagai unit tematik dalam catatan lapangan dan
komentar-komentar analitik. Narasi tematik yang dibentuk
secara induktif ini mengikuti struktur sebagai berikut:
• Pendahuluan (Introduction), yang mengantarkan perhatian
dan fokus pembaca kepada kajian, dan selanjutnya meng-
h ubungkan penafsiran peneliti dengan isu-isu yang lebih
luas dalam kajian ilmiah di bidang disiplin ilmu yang
bersangkutan.
• Memperkenalkan lokasi dan latar atau "setting" penelitian,
clan metode yang digunakan untuk menelaahnya.
• Membuat analisis, dengan menggunakan unit "excerpt com-
mentary" menyusun poin-poin analisis, memberikan pen-

197
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

jelasan atau informasi mengenai poin-poin tersebut,


membuat singkatan atau rujukan langsung, kemudian
membuat komentar mengenai analisis rujukan dan kaitan-
nya dengan poin analisis.
• Mernbuat kesimpulan, dengan berdasarkan refleksi awal
peneliti dilanjutkan sampai akhir tesis. Penafsiran diper-
luas atau dimodifikasisesuai dengan materi yang diuji, yang
menghubungkan tesis dengan teori umum atau isu muta-
khir, atau dilakukan dengan membuat meta-analisis terha-
dap tesis, metode, dan asumsi-asumsi penelitian, (Emerson
dalam Creswell, 1998:183-184).

Membuat Laporan Penelitian secara Akademik


Apabila Anda menuliskan laporan penelitian untuk keperluan
penyelesaian studi Anda, apakah dalam bentuk skripsi atau
tesis, maka Anda perlu memperhatikan aturan-aturan resmi
dan kaidah-kaidah yang merupakan kelaziman akademik.
Apabila lembaga pendidikan atau Universitas tempat Anda
studi memiliki buku pedoman karya ilmiah, maka sebaiknya
Anda merujuk kepada buku pedoman tersebut untuk membuat
karya akademik terakhir Anda.
Pada umumnya sebuah skripsi atau tesis yang meng-
gunakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai metode penelitian
akan mempunyai sistematika sebagai berikut.
• Bab I Pendahuluan.
• Bab II Telaah Kepustakaan/Kerangka Teoritis.
• Bab III Metode Penelitian.
• Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian.
• Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi.

Secara rinci setiap bah itu akan memuat hal-hal sebagai


berikut.
Bab I Pendahuluan akan meliputi:
• Latar belakang masalah.
• Fokus masalah dan pertanyaan penelitian.
• Verifikasi atau klarifikasi konsep.
• Paradigma penelitian.
• Tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
198
METOOE PEHELITIAN TINOAKAN KELAS

Creswell (1994: 41-53) memberikan penjelasan tentang


bagaimana isi bagian pendahuluan dalam laporan penelitian
kualitatif. Menurutnya bagian ini harus meliputi antara lain:
a) Menentukan permasalahan dalam penelitian.
b) Membahas permasalahan itu dengan dukungan literatur/
wacana.
c) Membahas kekurangan wacana ilmiah yang membahas
permasalahan.
d) Makna permasalahan bagi para pembaca.

Bahasa yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah


bahasa yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang
dianut dalam bahasa tersebut (bahasa Indonesia yang baku,
baik dan benar), dengan menggunakan kata ganti orang
pertama seperti saya atau kami, dan kata ganti orang kedua
seperti anda, untuk menyampaikan kesan yang bersifat pribadi
dan informal dalam kedudukan kualitatif epistemologis, yang
mengurangijarak antara penulis dan pembaca.
Penelitian kualitatif juga mempunyai pandangan ontologis
tersendiri mengenai kenyataan, yang diungkapkan dalam
Pendahuluan dengan sikap yang sedikit sekali rnenggunakan
wacana dan teori berdasarkan pandangan dunia bahwa
kenyataan adalah basil konstruksi sosial rnelalui definisi indi-
vidual atau kolektif rnengenai situasi tertentu. Karena itu
peneliti tidak bermaksud untuk rnenutup perdebatan dengan
batas-batas wacana atau teori yang telah ditulis masa lalu, ia
bermaksud memasuki permasalahan dengan pikiran terbuka.
Sebab lain juga karena di dalam bagian pembukaan ini sudah
diperkenalkan, bahwa desain penelitian adalah metodologi
yang induktif, dengan mengernbangkansebuah cerita atau pola
dari kategori-kategoriatau terna-tema yang akan memunculkan
(emerged design) dan bukan desain statis, dengan kategori atau
pola berkembang selama kajian berlangsung, bukan ditentukan
sebelumnya.
Ada juga penelitian kualitatif yang kuat kecenderungan
pendekatan deduktifnya seperti bentuk etnografis, meng-
gunakan teori-teori tentang kebudayaan yang akan diuji dalam
bagian pendahuluannya, demikian juga kajian yang mengkritik
teori. Para peniliti yang mengkritik teori, misalnya akan

199
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

memulai kajiannya dengan premis bahwa kehidupan budaya


selalu berada dalam ketegangan antara kontrol dan perla-
wanan. Atau contoh lain, mengemukakan bagaimana teori
mengenai pelapisan kelas dalam politik menjelaskan mengapa
kampanye anti kejahatan gagal mendapat sambutan di tiga
negara bagian di Amerika Serikat (Creswell, 1994:45). Jadi
dalam bagian pendahuluan penelitian kualitatif ada juga yang
menggunakan pendekatan kurang induktif dan emerging
walaupun tetap dalam perspektif pihak informan, seperti pada
penelitian kualitatif lainnya.
Mengenai pembahasan permasalahan penelitian dalam
pendahuluan, mulailah dengan membahas isu yang umum yang
sedang banyak diperbincangkan oleh khalayak pembaca, untuk
kemudian dilanjutkan dengan membahas pokok permasalahan
penelitian dengan jelas. Mengapa harus dimulai dengan topik
yang umum sifatnya? Jawabnya ialah agar menarik pembaca ke
dalam kajian, dan pembaca mulai mengerti ke arah mana
peneliti akan membawanya dalam dialog dan diskusi. Kalimat-
kalimat pertama yang diungkapkan dalam bagian ini yang
tampaknya kontroversial dan sensasional akan memancing
pembaca untuk terus mengikuti kajian selanjutnya. Jurnal-
jurnal ilmiah dapat dijadikan sumber untuk contoh-contoh
bagaimana mengemukakan permasalahan dengan kalimat-
kalimat pembuka yang tepat. Berikut ini beberapa contoh:
The original study was framed by what has been termed
"critical postmodernism". Critical postmodernism combines
some of the theoretical tenets of critical theory with post-
modern social theory to form a theoretical perspective that
focuses on the constraining aspects of culture and social life,
and which has its goal the creation of emancipatory vision
leading to social transformation. Hence the goal of my study
was to better understand some of the social and cultural con-
straints gay and bisexual college men face during their col-
lege years with the hope of articulating a vision of campus
change. (Kajian asal dibentuk oleh kerangka pemikiran
yang disebut "postmodernisme kritis". Postmodernisme
kritis menggabungkan beberapa keyakinan teoritik dari
teori-teori kritik dengan teori sosial dari postmodernisme
untuk membentuk perspektif teori yang difokuskan kepada
aspek-aspek kendala dalam kehidupan sosial dan kultural,

200
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

dan yang menjadi tujuan kajian ini menciptakan visi yang


emansipatoris agar terjadi transformasi sosial. Karena itu,
tujuan dari kajian saya adalah untuk lebih memahami
beberapa kendala dalam kehidupan para mahasiswa gay
dan biseksual yang mereka hadapi selama studi di per-
guruan tinggi dengan harapan mampu mengartikulasikan
sebuah visi tentang perubahan di kampus) (Rhoads dalam
QSE, 1997:8).

Berikut ini adalah berapa kalimat pembuka dari penelitian


yang dimuat dalam jurnal ilmu sosial.
The transsexual and ethnomethodological celebrity Agnes
changed her identity nearly three years before undergoing
sex reassaignment surgery. (Agnes, seorang transseksual
dan juga selebriti di bidang etnometodologi, mengubah
identitasnya hampir tiga tahun sebelum ia menjalani
operasi untuk mengubah jenis kelaminnya) (Cahill, dalam
Creswell, 1994:48).

Bab II yang membahas rujukan wacana, menjelaskan juga


berbagai konsep dan teori yang menjadi alat analisis data dan
penafsirannya. Dalam proses pengumpulan data, seperti sudah
dibahas terdahulu, teori-teori yang ada di benak sang peneliti,
pada waktu pengamatan berlangsung hanya berfungsi sebagai
"tacit knowledge" saja, atau pengetahuan atau pun teori yang
tidak diungkapkan.
Mengenai isi Bab II ini, Creswell (1994:21-23) meng-
ingatkan, bahwa dalam penelitian kualitatif literatur hendak-
nya konsisten dengan asumsi metodologisnya, yaitu bahwa
literatur digunakan secara induktif dan tidak mengarahkan
pertanyaan peneliti. Dalam penelitian kualitatif yang berorien-
tas i teori seperti etnografi atau etnografi kritis, wacana
mengenai budaya disajikan pada awal rencana kajian dan
disajikan pada bagian yang terpisah seperti pada penelitian
kuantitatif (atau dalam Bab II). Akan tetapi dalam kasus kajian
1-frounded, atau fenomenologi,teori tidak banyak diungkapkan
pada tahap awal; literatur dan teori sebaiknya disajikan di
akhir bagian kajian setelah digunakan untuk membandingkan
atau mengkontraskan hasil temuan, dalam proses muncul atau

201
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

"emerged" di akhir kajian. Untuk lebih jelasnya, penggunaan


literatur dan kapan disajikan berikut ini bagannya.

BAGAN34

Guna Llteratur Krlterla Contoh untuk Metode

Literatur digunakan seba- Beberapa bacaan harus di- Digunakan di semua kajian
gai kerangka permasala- persiapkan kualitalif
han di bagian Pendahuluan

Literatur disajikan dalam Pendekalan seperti ini blasa Pendekatan ini digunakan
bagian terpisah sebagai dllakukan dalam penelitian dalam kajian dengan meng-
Kajian Pustaka tradisional dengan pendekatan gunakan teori dan literatur
positifistik yang kuat pada awal kajian,
seperti etnografi. dan kajian
teori kritis

Literatur disajikan pada Pendekatan ini cocok untuk Pendekatan ini dipakai dalam
bagianakhirdari kajian, dan proses induktif dari penelitian semua bentuk kajian kualitatif,
dijadikan basis untuk mem- kualitatlf, literatur tidak me- terutama pada tipe grounded,
bandingkan dan meng- ngarahkan dan membimbing, untuk membandingkan dan
kontraskan hasil temuan tetapl membantu apablla pole mengkontraskan teori yang
pada penelitian kualitatirf atau kategori sudah dilden- dipakal dengan teori-teori lain
tifikasi dalam literatur.

(Creswell. 1994 :23).

Bab III dalam laporan penelitian merupakan bagian yang


menjelaskan aspek epistemologis penelitian Anda. Anda akan
menerangkan metode apa yang dipilih dan mengapa metode itu
yang dipilih. Bahwa Anda akan memilih Penelitian Tindakan
Kelas sebagai metode penelitian Anda, maka sebab-sebab
pemilihan itu sudah dibahas dalam bah-bah terdahulu. Yang
perlu ditekankan adalah tuntutan pragmatik di lapangan,
seperti yang Anda jelaskan pada bagian pendahuluan, bahwa
salah satu solusi ialah dengan melakukan Penelitian Tindakan
Kelas, yang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
keterampilan guru/dosen dan basil belajar siswa atau maha-
siswa.
Berdasarkan literatur, konsep dan teori dibahas dalam bah
ini dengan pendekatan induktif, dalam membantu analisis data
untuk kausalitas, membandingkan, mengkontraskan, dan

202
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

mengurutkan. Penelitian Tindakan Kelas termasuk penelitian


yang grounded, artinya dari kompilasi data yang dianalisis akan
membantu memunculkan teori baru, dan karenanya teori baru
dibutuhkan waktu analisis. Akan tetapi, melihat bagaimana
penelitian ini dilaksanakan, dengan banyak menggunakan
konsep-konsep sosiologi dan budaya maka karakter Penelitian
Tindakan Kelas juga cenderung ke kajian etnografis, sehingga
teori-teori yang kuat dari sosiologi dan antropologi diperlukan
sejak awal, hampir seperti pada penelitian kuantitatif.
Berikut ini adalah beberapa contohnya:
H.I. (2004) melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan
tujuan menulis tesis dengan permasalahan mengintegrasi-
kan teknik resolusi konflik dalam pembelajaran sejarah. lni
merupakan hal baru dalam mengajarkan sejarah, karenanya
ia memilih Penelitian Tindakan Kelas dengan alasan bahwa
dengan cara melatih beberapa kali dalam siklus penelitian,
guru pada akhirnya memperoleh keterampilan untuk
menggunakannya dalam mengajar. Dalam kajian pustaka,
H.I. selain membahas teori-teori mengenai peraihan
kesadaran sejarah pada diri siswa, juga teori mengenai
bagaimana siswa mengidentifikasi jenis-jenis konflik dari
Mertz (2002). Untuk kepentingan pembelajaran memakai
teknik resolusi konflik ia merujuk kepada teori-teori dari
Eric (1999), Cohen et.al. (2000), Johnson & Johnson (1995),
dan Stephan (1998). Para pakar ini mengemukakan betapa
pentingnya siswa dalam kehidupan bermasyarakat dewasa
ini mampu mengidentifikasi konflik, memahami masalah
konflik, mampu memecahkan masalah dan melatih emosio-
nalnya, tidak menjadi pemicu kekerasan, dan menjadi
pencipta kedamaian, (Hasan Iman, 2004:25-26).

Nilai-nilai yang dikembangkan tadi kemudian diintegrasi-


kan ke dalam pembelajaran sejarah dengan topik-topik yang
mengandung perpecahan atau konflik. Materi pelajaran sejarah
nasional maupun sej ar ah dunia sarat dengan peristiwa-
peristiwa yang mengandung konflik, guru tinggal menyeleksi-
nya agar sesuai dengan kurikulum.
Untuk membantu memahami aspek teoritik konflik dalam
kehidupan berbangsa, H.I. menambah pengetahuannya
dengan berbagai wacana mengenai cara pemecahan masalah

203
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

krisis horisontal di tanah air, antara lain dengan membaca


"AntropologiIndonesia: Journal of Social and Cultural An-
thropology"yang diterbitkan oleh U.I. khususnya terbitan
tahun 2000. Dalam artikel-artikelnya mengenai situasi
konflik dan kekerasan di berbagai tempat di tanah air,
kekerasan dan konflik yang terjadi di Maluku, sangat
menarik perhatian dan menantang pengetahuannya. Penu-
lis artikel yang berjudul "Conspiracy Theories, Apocalyptic
Narratives and the Discursive Construction of Violence in
Maluku" Niels Ole Bubandt menandingi teori yang dikemu-
kakan di media massa yang disebut teori "instrumentalist"
dengan teori millenarian yang melukiskan "an up coming
apocalyptic battle" antara umat Kristen dan Islam sebagai
tanda tibanya dunia kiamat. Peneliti yang memahami
simbol dan makna dalam gerakan millenarian, karena yang
bersangkutan adalah alumni Jurusan Pendidikan Sejarah,
mendapat pengetahuan baru bagaimana kekerasan dan
konflik dianalisis menurut kerangka pemikiran yang tidak
sama dengan "mainstream". Maka ia mengambil kesim-
pulan, bahwa wacana ini hanya untuk dipahami diri sendiri
saja, karena apabila berbagi dengan para mitra peneliti
akan menyulitkan mereka sendiri, karena tidak memiliki
pengetahuan dasar tentang teori millenarian. Hal ini mem-
berikan pemahaman lain bagi H.I. yak.ni bahwa dalam ilmu
pengetahuan pun betapa berbedanya analisis atau pema-
haman yang diberikan terhadap suatu peristiwa sejarah bila
ditinjau dari visi yang berbeda (Bubandt, dalam Antropologi
Indonesia, 2000:15-32).

Ke dalam Bab IV, peneliti akan menampilkan bagian


terbesar dalam kegiatan penelitian, yakni basil temuan
penelitian dan analisisnya. Hasil pengumpulan data dari
berbagai teknik pengumpulan data seperti kegiatan penga-
mata.natau observasi yang dicatat dalam catata.n lapangan atau
fleldnotes, wawancara, buku harian, basil koding dan kategori-
sas i, analisis dan refleksi sepanjang siklus-siklus yang
dilakukan, dilaporkan dalam bah ini. Sedemikian kaya khaza-
nah data Penelitian Tindakan Kelas yang harus dilaporkan,
sehingga diperlukan teknik-teknik penyederhanaan. Salah satu
di antaranya adalah melakukan reduksi data, yang dalam

204
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

analisis termasuk kegiatan yang paling awal. Reduksi data


berarti menghilangkan data yang tidak relevan dengan fokus
penelitian. Teknik penyederhanaan lain adalah matriks-
matriks yang dibuat dengan kolom-kolompenampilan faktual
dan analisisnya; yang dalam Bab IV harus ditampilkan
analisisnya secara utuh.
Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan laporan
penelitian kualitatif untuk Bab IV:
IMF, melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk keper-
luan menyusun tesis. Fokus permasalahannya adalah
bagaimana menerapkan konsep siswa dalam pembelajaran
Pendidikan JPS di Sekolah Dasar. Setelah melakukan
penelitian dan pengumpulan data serta membuat analisis
berkelanjutan dalam beberapa siklus di sebuah SD di
Pamekasan Madura, peneliti kembali ke kampusnya untuk
menganalisis secara keseluruhan dan membuat laporannya.
Matriks dibuat untuk memetakan apa yang terjadi di
lapangan (atau di kelas) dan analisis reflektifnya, sedang-
kan bahasan dan analisis lengkapnya disajikan dalam Bab
IV sebagai berikut:

Pengeksplorasian konsep siswa dilakukan melalui perta-


nyaan melacak dan menuntun secara dialogis tentang
konsep lokasi/letak desa/kelurahan. Pertanyaan dimulai
dengan menanyakan tempat tinggal siswa. lni dilakukan
untuk mengantarkan dan membimbing siswa mengenal
konsep letak/lokasi tempat tinggal mereka. Pengenalan
awal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dan
kesiapan belajar siswa, serta mengantarkannya memasuki
fokus kajian yaitu pembelajaran tentang lokasi desa/
kelurahan. Pada siklus pertama ini, guru harus melakukan
dialog-dialogagar siswa dapat memahami arah dan maksud
pertanyaan guru, yaitu bagaimana siswa mempersepsikan
konsep letak/lokasi desa/kelurahan.
Guru Faris, di mana kamu tinggal?
Siswa 1 di Jalan Segara, Bu.
Guru Jalan itu berada di daerah mana?
Siswa 1 di sana, Bu (tangan siswa menunjuk ke
suatu arah).
· Guru Di sekitar sekolah ini?

205
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

Siswa 1 ya,Bu.
Guru Baik... Sekolahini tepatnya berada di wilayah
mana?
Siswa 1 ???
Guru Di Jungcang-cang, kan?
Siswa 1 Betul, Bu.
Guru Sekarang kamu, Fadhik, di mana kamu tinggal?
Siswa 2 Di Jalan Sersan Misrul, Bu.
Guru Tepatnya di daerah mana?
Siswa 2 Di sebelah utara gadin, Bu.
Guru Kalau dari Jungcang-cang, ada di sebelah mana?
Siswa 2 Di sebelah utara.
Guru Apa nama daerah itu?
Siswa 2 ???
Guru Gladak Anyar, maksudmu?
Siswa 2 Betul, Bu.
Guru Baiklah. Tadi Faris telah menyebutkan
Jungcang-cang, dan Fadhik menyebut Gladak
Anyar, keduanya nama apa?
Siswa 3 Nama tempat, Bu.
Guru Maksud ibu, desa atau apa?

Pada akhir eksplorasi ini, sebenarnya siswa telah


mengungkapkan konsepsi mereka tentang letak/lokasi desa/
kelurahan, seandainya saja guru tidak terlalu cepat
melakukan intervensi, dengan memberikan penjelasan.
Sementara itu ada dua orang siswa di kelas yang meng-
acungkan tangan ingin menjawab. Tampaknya, guru tidak
menyadarinya. Hal ini terjadi terutama apabila siswa
memberikan jawaban yang salah, atau tidak memberikan res-
pons, dalam beberapa kali lontaran pertanyaan atau dialog.
Siswa 3 Bukan desa Bu, tapi kelurahan.
Guru Apa betul itu narna kelurahan, bagaimana kamu
memastikan hal itu? (atas pertanyaan guru,
siswa tampak berpikir, sementara siswa lainnya
berbuat yang sama, tetapi ada pula siswa yang
menoleh ke kiri dan ke kanan).
Guru Baiklah, kelurahan itu adalah suatu tempat
yang letaknya berada di dalam kota, sedangkan
desa berada ... (dipotong oleh siswa) '

206
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Siswa 15: Di luar wilayah kota, Bu.


Siswa 4 : Saya, Bu, kalau desa tempatnya jauh di luar kota,
kalau kelurahan berada di kota. Jungcang-cang
dan Gladak Anyar tempatnya dekat dengan kota,
jadi ada di kelurahan, bukan di desa.

Dari hasil observasi, tampak bahwa penggunaan pertanyaan


melacak dan menuntun secara dialogis yang bersifat mediatif
dan fasilitatif ini sebenarnya cukup baik dan berhasil rnenjadikan
dialog yang menantang potensi kognitif siswa. Selama proses
tanya jawab berlangsung, guru seakan rnemberikan semacarn
mental roundtrip -meminjam istilah Piaget- kepada siswa. lni
penting artinya bagi siswa, karena dialog itu semacam
perjalanan yang nantinya rnembawa siswa kepada tujuan, di
sarnping siswa dibimbing secara perlahan untuk mencari kaitan-
kaitan konseptual dengan pengetahuan yang sudah terdapat
dalam peta kognitifnya. Dengan rnembangun jernbatan pema-
haman diri tentang suatu konsep, pengetahuan baru ini dibawa
untuk diinternalisasikan ke dalam struktur kognitif siswa yang
sudah terbentuk sebelumnya. (Penjelasan: cetak miring adalah
komentar/analisis peneliti. Farisi, 1997: 151).
Contoh berikutnya adalah bagaimana penelitian kualitatif
yang bersifat etnografis rnenyajikan laporan penelitiannya,
sebagai berikut.
Herr dan Anderson meneliti dua buah sekolah orang-orang
Meksiko,untuk rnengkaji bagaimana para siswa rnernbentuk
identitas mereka dalam struktur, kultur, dan sumber-sumber
informasi yang disediakan oleh sekolah sebagai lembaga,
dalam perspektif silang nasional. Salah satu sekolah
menengah (semacam college) adalah Lazaro Cardenas, yang
merupakan sekolah menengah persiapan ke perguruan tinggi
(la Prepa) yang populer di kalangan anak-anak Meksiko.
Jorge Ubalde Ramos adalah seorang "prepa" tahun kedua di
sekolah ini. Ia mempunyai seorang saudara Iaki-laki dan tiga
saudara perempuan. Ayahnya tidak ada di rumah. lbunya
bekerja dibantu oleh kakak Iaki-Iaki dan perempuan,
sehingga memungkinan Jorge dan dua adik perempuannya
sekolah. Berikut ini narasi wawancara peneliti dengan Jorge,
bagaimana kehidupan rutinnya sehari-hari:
Well, I get up at 5:30 in the morning. I take a shower, have

207
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

breakfast, pick out my clothes, iron them, and then take my


buses. The first bus take about 20 minutes, and then I have to
transfer to another one that takes about 25 minutes. I usually
get to school about five or ten minutes before 7:00 a.m., when
classes start. I put my books in the classroom and go into the
courtyard to chat with my friends until the teacher comes. If
I've done my homework, I check it with my friends. If I've not,
I ask them for theirs - the same with others who haven't done
it. We pass our homework around among ourselves. If the
teacher is late, we take off. We go playing basketball, or we
go get something to eat. (Saya bangun pada 5.30. Saya mandi,
sarapan, ambil pakaian dan menyeterikanya, kemudian
menuju ke tempat bus. Bus yang pertama membutuhkan
waktu 20 menit, kemudian harus pindah ke bus berikutnya
yang memakan waktu 25 menit tiba di sekolah lima atau
sepuluh menit sebelum kelas mulai, pada pukul 7. Saya me-
nyim pan dulu buku-buku di kelas, kemudian ke luar
bergabung dengan kawan-kawan untuk ngobrol sambil
menunggu guru datang. Bila saya mengerjakan PR, maka
saya samakan dengan punya kawan-kawan, dan bila tidak
mengerjakan, saya pinjam punya mereka- sama seperti
mereka juga suka pinjam sama saya. Kami mengedarkan PR
kami di antara kawan-kawan. Bila guru tidak datang, kami
pergi main basket, atau mencari makanan).

Jorge kemudian menjelaskan pelajaran matematikanya:


The teacher arrives. He begins doing the procedures on the
blackboard. He just does the problems on the board, but out
loud. I mean he doesn't really explain that this is this, and
that is that, and that you'll need to know this for this reason.
No, he just does the problems out loud on the board. He ar-
rives. He solves the problems. And that's all the explanation
we get. (Guru datang. Ia mulai menuliskan prosedur
(perhitungan) di papan tulis. Ia memecahkan soal-soal di
papan tulis, tetapi sambil bicara dengan suara keras. Mak-
sud saya, ia sebenarnya tidak menjelaskan bahwa ini adalah
ini, dan itu adalah itu, dan bahwa kamu harus tahu ini kare-
na alasan ini. Tidak, ia hanya menyelesaikan soal-soal di
papan tulis sambil berbicara keras. Ia datang. la memecah-
kan soal-soal.Dan hanya itulah penjelasan yang kami dapat).
208
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Waktu kami tanya mengapa ia menyukai pelajaran bahasa


Spanyol, Jorge menjawab:
Because the teacher assigned books to read. And we had to
read them and then do a report on the plot, important
themes, title, author; and then in class she'd ask us about
bibliographic references, where the author was born, and
things like that. (Karena guru menugaskan membaca buku-
buku. Dan kami harus membacanya, dan kemuclian di kelas
ia akan menanyakan tentang rujukan kepustakaan, di mana
pengarang clilahirkan, pertanyaan-pertanyaan seperti itu).

Jorge tidak begitu yakin, apakah akan melanjutkan stucli ke


universitas atau bekerja:
Jorge: Now I'm not sure whether to go to the university
or whether to get a job. I'd like to go to the university ... I don't
know. I don't know. I'm not sure yet... but ... yeah, I'd like to
go to the university.
Interviewer: Why aren't you sure? Is it the pressure to con-
tribute to the family?
Jorge: Well... yeah ...
Interviewer: Or are you tired of school?
Jorge: It is that too There really isn't any career that
I'm interested in I mean, I always like physics ... No, I
guess I'd really rather go to work, so I can help my family ...
so my two younger sisters can continue their studies.
(Jorge: Sekarang saya tidak yakin apakah melanjutkan ke
universitas atau mencari pekerjaan. Saya ingin melanjutkan
ke universitas ... Say a tidak tahu. Saya tidak tahu. Saya ma-
sih belum yakin ... ya, saya ingin melanjutkan ke universitas.
Pewawancara: Mengapa kamu tidak yakin? Apakah karena
harus membantu keluarga?
Jorge: Well... ya.
Pewawancara: Atau apakah kamu sudah bosan sekolah?
Jorge: Itu juga .... Sebetulnya saya tidak mempunyai minat
terhadap karir tertentu ... Maksud saya, saya selalu suka
pelajaran Fisika .... Tidak, say a kira say a akan cari
pekerjaan saja, karena saya ingin membantu keluarga ...
agar dua adik percmpuan saya dapat melanjutkan pela-
jaran/stuclinya. (Herr dan Anderson, dalam QSE, 1997:48-52)

209
MEHYUSUN LAPORAN PENELITIAN

Bab V berisi kesimpulan dan saran atau rekomendasi.


Kesimpulan atau research findings, dapat dituliskan dalam
bentuk sistematika butir demi butir a tau pointers, a tau dapat
juga disajikan dalam narasi yang singkat padat. Kesimpulan
berupa temuan penelitian hasil serangkaian panjang analisis
dan penafsiran penuh dengan pemaknaan oleh peneliti, dan
karenanya berbeda dengan rangkuman atau summary. Agar
lebih jelas, berikut adalah kesimpulan yang diarnbil oleh E.W.
(1999) dalam tesisnya yang mengambil permasalahan peng-
gunaan garis waktu atau "time line" dalam pembelajaran
sejarah sebagai berikut.
1. Model pembelajaran Garis Waktu di kelas 4 Sekolah Dasar
dapat digunakan sebagai sarana pengembangan kemampuan
berpikir kronologis siswa melalui Pembelajaran IPS/Sejarah
berdasarkan alasan-alasan berikut.
a) Mudah dan sederhana pembuatannya.
b) Mengajak siswa untuk mengerti peristiwa-peristiwa
sejarah dengan urutan yang benar dan logis.
c) Membangun kondisi belajar siswa agar aktif dan kreatif.
d) Didukung oleh tingkat kemampuan berpikir siswa.

2. Dari Pihak guru peningkatan kinerja akan tercapai dengan


upaya-upaya seperti:
a) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pentingnya
memberikan pelayanan terbaik kepada siswa.
b) Menciptakan iklim kelas yang demokratis dan
menyenangkan dalam bentuk komunikasi interaktif.
c) Meyakinkan diri bahwa model garis waktu dapat
membantu siswa meningkatkan minat belajar dan
kemampuan berpikir kronologis.
d) Meningkatkan wawasan tentang tujuan dan manfaat
model garis waktu serta melatih diri untuk meran-
cangnya dalam bentuk-bentuk yang menarik.
e) Menambah pengetahuan dan keterampilan bentuk-
bentuk evaluasi yang dapat menilai proses dan basil
pembelajaran. (Wiyanarti, 1999: 149-151).

Bagian kedua Bab V adalah rekomendasi. Rekomendasi


dapat ditujukan kepada para pengguna, para pembuat kebijak-

210
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kan dan para pengambil keputusan, serta kepada para calon


peneliti berikutnya yang berminat untuk meneruskan meneliti
kajian dengan tema yang sama.
Bagian lain yang tidak kurang pentingnya dari bah-bah
adalah abstrak. Abstrak merupakan narasi singkat yang berisi
bagian-bagian penting dari penelitian, yang meliputi judul
penelitian, permasalahan, pendekatan dan penyelesaian
permasalahan, landasan teori yang digunakan, hasil temuan
penelitian, dan rekomendasi.

Menuliskan Laporan Penelitian untuk Jurnal


Pada umumnya tulisan artikel dalam jurnal penelitian men-
cakup hal-hal berikut.
1. Abstrak
2. Pengantar/pendahuluan
3. Permasalahan
4. Kerangka teoritik
5. Aplikasinya dalam analisis
6. Kesimpulan
7. Daftar bacaan

Abstrak dalam jurnal lebih singkat dibandingkan dengan


abstrak untuk keperluan akademis. Terdiri dari 8-12 baris yang
ditik satu spasi dengan huruf miring (italics) sebelum Pen-
dahuluan, abstrak berisi permasalahan penelitian, teori yang
dipakai, aplikasinya, dan temuan penelitian secara singkat.
Untuk jelasnya berikut adalah salah satu contoh:
Indonesia is a multicultural society consisting of more than
500 ethnic groups, cultures, and various religious beliefs.
They are united as a nation by the national state system of
Indonesia. The Indonesian state was built by the founding
fathers on the basis of the ideology of "Unity in Diversity"
(Bhinneka Tunggal Iha). During the Soeharto regime, it was
turned into a state of militarism, violence, totalitarianism,
and was centred in the hands of powerful elites. In line with
the violence, militarism and totalitarianism, there has been
an active use of primordialism (ethnicity and Islamic reli-
gion as the political tools). In this article, the author presents

211
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

the essence of Indonesia's multiculturalism and its potentials


to unite and break up as a nation, as well as solutions on
how to take care and maintain a democratic
multiculturalism. (Suparlan, 2000:1).

Penulisan Laporan Penelitian untuk Hibah


Penelitian
Akhir-akhir ini banyak kesempatan terbuka bagi guru dan
dosen untuk mendapat kesempatan meneliti, dengan mengikuti
kompetisi Penelitian Tindakan Kelas yang diselenggarakan
oleh Diknas. Sebailmya guru dan dosen berlomba-lombamengi-
kuti kompetisi ini, karena di samping adanya kesempatan
melakukan penelitian dengan dibiayai, yang lebih penting lagi
terbukanya kesempatan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Sistematika penulisan pelaporannya hampir sama dengan
sistem akademik, dengan format sebagai berikut.
Bab I: Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Definisi Istilah

Bab II : Kajian Pustaka


Bab III : Metodologi Penelitian
A. Rancangan Penelitian
1. Tahap Perencanaan Tindakan
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
3. Tahap Observasi dan Evaluasi
4. Tahap Refleksi

B. Hipotesis Tindakan (bila perlu)


C. Subjek Penelitian, Lokasi, Waktu
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data

212
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan


Bab V : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Rujukan
Lampiran.

(Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada


Masyarakat, Diknas, 2004:2)

Rangkuman
Penulisan laporan penelitian kualitatif dapat bervariasi struktur,
bentuk, dan gayanya. Yang penting laporan dibuat dengan
kredibel, menampilkan kenyataan dengan jujur, didukung oleh
data yang kaya, dan mewakili banyak perspektif. Laporan
penelitian yang bersifat umum harus objektif dan impersional
sifatnya, dengan memakai narasi yang realistik. Ada juga laporan
yang berbentuk pengakuan dan menyajikan narasi yang
impresionistik. Keduanya memakai kata ganti orang pertama,
untuk menunjukkan penulisan yang bersifat pribadi.
Laporan yang bersifat akademik harus memperhatikan
kaidah-kaidah akademik yang berlaku secara umum, atau
ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku di lembaga yang
bersangkutan sesuai dengan isi pedoman karya ilmiah institusi
terse but.
Laporan penelitian untuk keperluan menulis artikel di
jurnal penelitian lebih singkat dan ketat, dengan bahasa yang
lugas dan padat (seperti yang tampak pada bagian abstraknya).
Bagi guru dan dosen yang mendapat hibah penelitian ada
lagi bentuk penulisan laporan penelitian, yang bentuknya
seperti laporan akademik yang disederhanakan.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 10


1. Menyusun laporan penelitian umum dalam corak narasi
yang realistik akan berbentuk ...
A. Laporan yang langsung dan lugas
B. Laporan yang objektif dan ilmiah

213
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

C. Laporan dengan sudut pandang yang impersional


D. Semuajawaban di atas benar

2. Laporan yang berbentuk narasi impresionistik meng-


gambarkan ...
A. Pengalaman lapangan yang objektif
B. Pengalaman lapangan yang dramatik
C. Pengalaman lapangan yang intensif
D. Pengalaman lapangan dengan visi orang kedua

3. Laporan yang bergaya penulisan fiksi atau novel memerlu-


kan ...
A. Bimbingan penulis fiksi profesional
B. Bimbingan editor dari penerbit
C. Izin dari pembimbingakademik
D. lzin dari penerbit

4. Laporan penelitian akademik meliputi Bab II yang menam-


pilkan ...
A. Pendahuluan
B. Kajian Pustaka
C. Hasil penelitian
D. Kesimpulan dan saran

5. Sedangkan dalam bagian Pendahuluan termasuk juga


pembahasan tentang ...
A. Permasalahan penelitian
B. Pembahasan data lapangan
C. Kesimpulan
D. Rekomendasi

6. Rekomendasi dalam laporan penelitian akademik, dapat


ditujukan kepada ...
A. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
B. Jaksa Agung
C. Menteri Luar Negeri
D. Menteri Pendidikan Nasional

7. Abstrak dalam laporan penelitian akademik cukup ditulis


singkat satu spasi dalam ...

214
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Dua atau tiga alinea saja


B. Dua atau tiga halaman -saja
C. Satu halaman saja
D. Dua atau tiga halaman saja

8. Sedangkan abstrak untuk jurnal, ditulis singkat satu spasi


dalam ...
A. Dua atau tiga alinea saja
B. Dua atau tiga baris saja
C. Delapan atau duabelas alinea saja
D. Delapan atau duabelas baris saja

9. Metode penelitian dalam laporan penelitian akademik,


dibahas dalam ...
A.Bab I
B.Bab II
C.Bab III
D.Bab IV

10. Sedangkan dalam jurnal, metode penelitian dituliskan


dalam ...
A. Bagian abstrak
B. Bagian Pendahuluan
C. Bagian Permasalahan
D. Bagian Kesimpulan.

Kunci Jawaban Tes Formatif Bab 10


1. D 2. B 3. C 4. B 5. A
6.D 7.C 8.D 9.C 10.B

BacaanPengayaan
Bogdan, Robert C., dan Biklen, Sari Knop. 1982. Qualitative Re-
search for Education. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Pp. 171;
181-182.
Bubandt, Niels Ole. 2000. "Conspiracy Theories, Apocalyptic
Narratives and the Discursive Construction of 'the Violence
in Maluk.u0' dalam Antroplogi Indonesia. No. 63. Th. XXIV.
Hlm.15-32.
215
MENYUSUN LAPORAN PENELITIAN

Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research De-


sign. Thousaand Oaks: Sage Puhl. Pp. 167-191.
Herr, Kathryn and Anderson, Gary L. 1997. "The cultural poli-
tics of identity: Student narratives from two Mexican sec-
ondary schools" in Qualitative Studies in Education. No. 1.
Vol. 10. Pp. 45-61.
Iman, Hasan. 2004. Integrasi Conflict Resolution dalam
Pembelajaran Sejarah Sebagai Sarana Pengembangan
Kesadaran Sejarah Siswa. Tesis. Bandung: PPS UPI. Hlm.
25-47.
Rhoads, Robert A. 1997. "Crossing sexual orientation borders:
collaborative strategies for dealing with issues of positi-
onality and representation" in Qualitatiue Studies in Educa-
tion. No. 1. Vol.10. Pp. 7-24.
Suparlan, Parsudi. 2000. "Masyarakat Majemuk dan Pera-
watannya". dalam Antropologi Indonesia. No. 63.Th. XXIV.
Hlm. 1-14.
Farisi,lmam M. 1997. Pengembangan Pembelajaran Pendidikan
JPS Berdasarkan Penggunaan Konsep Siswa. Tesis. Ban-
dung: PPS IKIP. Hlm.151-170.
Wiyanarti, Erlina. 1999. Pengembangan berpikir Kronologis
Siswa melalui Model "Garis Waktu" dalam Pembelajaran
PIPS-Sejarah di Sekolah Dasar. Tesis. Bandung: PPS IKIP.
Hlm.125-135.
Panduan Penataran dan Lokakarya Penelitian Tindakan Kelas
bagi Dosen LPTK Se Indonesia. 2004.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI. 2003

216
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB 11
Dampak Penelitian Tindakan Kelas
Terhadap Kinerja Pendidik, Sekolah/
Perguruan Tinggi, dan Pendidikan

Pengantar
Benarkah penelitian mempunyai dampak terhadap guru,
sekolah, atau pendidikan? Kapan penelitian ini diaplikasikan
di dalam kelas, sekolah, atau pendidikan agar berdampak
kemajuan?

Tujuan
Setelah menyimak bah ini diharapkan pembaca akan mema-
hami hal-hal berikut ini.
• Dampak Penelitian Tindakan Kelas terhadap kemajuan
kinerja guru dan dosen.
• Dampak Penelitian Tindakan Kelas terhadap kemajuan
sekolah dan perguruan tinggi.
• Dampak Penelitiun Tindakan Kelas terhadap pendidikan
pada umumnya.

Wacana Mengenai Pembaharuan Pendidikan


Bogdan dan Biklen (1982:192-193)memberikan contoh sebagui
berikut.

217
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Sebuah lembaga federal (di Amerika Serikat) membiayai


sepuluh sekolah di daerahnya untuk memulai percobaan pro-
gram pendidikan. Untuk memonitor kemajuan, lembaga ini
mengerahkan peneliti kualitatif dengan tugas memberikan
umpan balik kepada lembaga dan untuk membirnbingpara guru
dan sekolah yang melakukan kegiatan percobaan.
Sebuah program pendidikan guru sedang melakukan
perubahan kurikulurn. Lembaga ini meminta bantuan para
mahasiswa senior untuk melakukan observasi dan melakukan
wawancara dengan para partisipan memahami bagaimana
mereka melihat kekuatan dan kelemahan dalarn program pen-
didikan yang mereka ikuti. Program akan menggunakan data
yang masuk untuk mengernbangkanmodel kurikulum baru.
Sebuah kelompok orangtua murid merasa cemas dengan
rencana baru mengenai rayonisasi sekolah yang akan rnenye-
babkan pemisahan sekolah-sekolah berdasarkan kelas sosial
Secara sistematik mereka mewawancarai para orangtua rnurid,
anggota dewan sekolah, kepala sekolah, serta membaca
dokumen dan suratkabar untuk mendukung gagasan mereka.
Contoh-contoh di atas rnenunjukkan bagairnana penelitian
berperan di berbagai jenjang lembaga pendidikan, dan di
komunitas pendidikan. Persamaan di antara ketiganya ialah
bahwa mereka mengusahakan perubahan atau change. Peruba-
han ini penting karena berhubungan dengan kehidupan
manusia. Karenanya perubahan yang dilakukan di lingkungan
pendidikan, yang berdampak terhadap masa depan para
peserta didik perlu diperhatikan dari berbagai aspek. Peneli-
tian kualitatif yang salah satu tujuannya ialah mengerti, under-
standing, atau uerstehen, akan memperhatikan dengan empha-
sis pada pandangan dan kepedulian para partisipan, apakah itu
berbentuk kelas, sekolah, lernbaga pendidikan, atau kornunitas
pendidikan.
Berikut ini adalah sebuah bagan untuk rnenjelaskan
aplikasi penelitian kualitatif terhadap pendidikan.

218
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

BAGAN 85

Tlpe
Pemrakarsa Tujuan Bentuk Presentasl Data
Penelltlan
Evaluasi Lembaga yang Merencanakan peru- Laporan tertulis
berkepentingan bahan pendidikan

Pedagogik Program atau Mendorong peruba- Memberikan pelatihan,


peserta didik han individual melalui Lokakarya, Kurikulum
pendidikan
Tindakan Gerakan Perubahan Mendukung peruba· Ekspose Konferensi pers
sosial han sosial di bidang Teslimoni di Kongres (AS)
pendidikan Laporan

(Bogdan dan Biklen, 1982:194).

Penelitian Tindakan Kelas yang mengikuti tradisi kualitatif


mempunyai dampak yang sama seperti yang tampak dalam
bagan, yakni berharap agar terjadi perubahan sosial di bidang
pendidikan, di samping yang khusus sifatnya yakni perubahan
dalam pembelajaran di kelas, peningkatan kualitas sekolah dan
kinerja para pelaku pendidikan. Berikut ini sebuah bagan
untuk menjelaskan lagi harapan-harapan yang ingin dicapai,
dan dengan demikian seharusnya menjadi dampak dari
Penelitian Tindakan Kelas, sebagai berikut.

BAGAN86
Dampak terhadap Dampak terhadap Dampak polltlk
Pendldlk Profesl
• Lebih memahami fikiran • Pengembangan staf se- • Meningkatkan kualitas praklik
dan tindakan peserta cara profesional. pembelaj2ran menjadi lebih manu-
didik. • Pengakuan terhadap pe- siawi dan adil.
• Memahami pentingnya ran sebagai pengem- • Partisipasi dalam proses PTK dan
inovasi. bang pengetahuan dan perhatian terhadap berbagai
• Membuka kesempatan sumbangan bagi waca- aspek yang berkaitan atau
untuk mengembangkan na dan teori dalam peneli- merupakan dampak dari penelitian.

. pengetahuan.
Meningkatkan rasa
tian pendidikan.
• Terjalinnya jaringan para
• Dukungan terhadap perubahan
sosial di bidang pendidikan, seperti
percaya diri dan harga praktisi yang melakukan kesempatan dan hasil pendidikan
dlri. PTK untuk mengeratkan untuk semua, termasuk:
• Lebih memahami kesejawatan dan me- • Mendengarkan suara/pendapat
aspek-aspek pendidik· ningkatkan kualitas pro- dalam pendidikan seperti yang
an, sepertihubungan fesl. menampilkan lsu tentang perbeda-
antara gagasan/ teori an gender, kelas soslal. dan
dan praktek. budaya.
(Dlsarikan dari Gall, Gall, dan Borg, 2003: 580-581).

219
DAMPAK PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Setelah membaca dan menyimak Bab ini diharapkan


pembaca akan memahami bahwa Penelitian Tindakan Kelas
berdampak positif dan mendorong peningkatan kualitas para
pendidik, baik itu guru, dosen, guru dan dosen yang sedang
melanjutkan studi di Program-Program Universitas, khususnya
memahami:
• Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi guru
• Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi dosen
• Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi sekolah dan
perguruan tinggi
• Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi pendidikan

Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru


Penelitian guru yang dimaknai sebagai inkuiri yang dilakukan
dengan sadar dan sistematik yang dilakukan di kelas atau di
sekolahnya sendiri, mempunyai potensi untuk meningkatkan
ekspertisnya yang dapat disumbangkan kepada masyarakat
sekolah dengan berbagai perspektif unik dalam belajar
mengajar. Hasil-hasil penemuan penelitian guru terutama
ditujukan untuk digunakan dan diaplikasikan di dalam konteks
di mana kajian itu dilakukan; yang dapat berbentuk pening-
katan kerangka kerja secara konseptual, praktik mengajar yang
dirubah, atau bahkan bisa berbentuk rekonstruksi kurikulum.
Walaupun penelitian guru tidak dimaksudkan untuk kebutu-
han menggeneralisasikan di luar jangkauan lokasi telaahannya,
namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil penelitian guru
mempunyai konteks yang bervariasi secara luas.
Guru berada pada situasi unik, yakni pada posisi untuk
mengobservasipeserta didik dalam jangka waktu yang panjang
dan di berbagai situasi, serta karenanya memiliki pengetahuan
dari dalam mengenai pikiran dan tindakan peserta didik,
budaya kelas, sekolah, komunitas, yang kemudian dihubungkan
dengan peran dan tanggung jawab guru. Namun demikian,
penelitian guru seringkali diragukan validitas dan reliabilitas-
nya terutama dari sudut pandang akademik universitas,
apakah benar penelitian guru secara teoritik grounded. Dalam
tradisi kajian atau penelitian di perguruan tinggi yang
menggunakan paradigma kuantitatif dan interpretatif, kaidah-

220
METOOE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

kaidah tentang pengumpulan data, analisis data, dan pembuk-


tian sudah baku. Penelitinya diasumsikan objektif dan me-
ngambiljarak dengan objek kajian. Sedangkan dalam penelitian
guru, seperti penelitian kualitatif di perguruan tinggi, bentuk
dokumentasi data berupa catatan lapangan, catatan sekolah
mengenai kejadian-kejadian penting, wawancara dengan
berbagai pihak yang merupakan partisipan dalam penelitian,
juga didukung oleh dokumen dan benda-benda artefak yang
diperlukan. Penelitinya tidak mengambil jarak dengan para
subjek, melainkan terlibat secara profesional dengan intensif
secara emic, yaitu informasi, pengetahuan, atau alternatif
pihak/orang dalam, dan yang mengumpulkannya memerlukan
waktu lama. Bukan objektivitas yang dituju, melainkan
subjektivitas sistematik yang mengarah kepada paradigma
baru untuk mengkonstruksikan wacana dan analisis altematif.
Apabila proses belajar dari produk mengajar menjadi tugas
utama guru sepanjang hidupnya, maka asumsi-asumsi me-
ngenai pengetahuan, inkuri, dan kolaborasi akan mengbasilkan
komposisi set yang berbeda. Set baru ini dihasilkan karena
guru adalah mereka yang memiliki otoritas pengetahuan
mengenai belajar dan mengajar, dan guru melakukan penelitian
berdasarkan praxis mereka mengenai belajar dan mengajar
melalui kata-kata dan analisis mereka. Dalam jangka waktu
yang diperlukan untuk merubah dan mengembangkan lebih
lanjut, kemungkinannya terbuka untuk menumbuhkan potensi
menjadi metode yang andal, maka dengan demikian para guru
juga menghasilkan pengetahuan dan teori mengenai praktik
mereka (Hollingsworth,1994:35).
Dari pengalaman melakukan penelitian, guru menyadari
kekurangannya dan berusaha untuk memperbaiki dan mening-
katkan keterampilannya. Guru sadar akan perlunya upaya-
upaya pembaharuan atau inovasi, untuk mendukung kegiatan-
kegiatan perbaikan. Melalui pengalaman melakukan peneli-
tian, guru memahami hubungan antara gagasan atau teori
dengan praktik mengajar guru dan belajar siswa dalam
kesehariannya, dan kesadaran ini akan menumbuhkan rasa
percaya diri pada guru, yang apabila terus dikembangkan
menjadi rasa harga diri. Dalam kondisi umum guru di tanah air
dewasa ini, yang kedudukannya terpuruk dilihat dari sudut
pendapatan dan status sosial, maka tumbuhnya rasa percaya

221
OAMPAK PENELITIAN TINOAKAH KELAS

diri dan harga diri merupakan suatu modal ke arah perbaikan


posisi guru. Pendidikan sebagai profesi, seperti halnya
kedokteran dan hukum bagi dokter atau pengacara, akan
meningkatan baik pendapatan maupun status sosial guru yang
profesional.

Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen


Asumsi umum dan praktik sehari-hari di perguruan tinggi
menganggap teori pendidikan diciptakan oleh para peneliti
pendidikan dan diaplikasikan oleh para praktisi. Sedemikian
luasnya wacana mengenai belajar mahasiswa dan pendidikan
orang dewasa, namun kenyataan menunjukkan bahwa pada
umumnya ceramah dan ujian merupakan metode yang dipakai.
Walaupun kemajuan telah banyak disumbangkan oleh teori-
teori pendidikan bagi pengembangan body of knowledge, akan
tetapi kecil dampaknya terhadap pembelajaran sehari-hari di
perguruan tinggi. Para dosen menjadi terlalu sibuk dengan
tugas-tugas memberikan kuliah, melakukan penelitian di
bidangnya, dan mengerjakan pengabdian kepada masyarakat,
sampai mereka kurang memperhatikan penemuan-penemuan
baru dalam teori pendidikan, prinsip-prinsip dan metode
pembelajaran, yang sudah banyak digelar dalam buku-buku
atau jurnal pendidikan. Kalaupun mereka mengenal teori dan
prinsip baru (yang dihasilkan para peneliti pendidikan
tradisional/standard), namun aplikasinya dalam praktik
pembelajaran mereka menggunakan pendekatan yang super-
fisial belaka, yang analog dengan mereproduksi kembali di
dalam pembelajaran dengan para mahasiswanya menghafalkan
dan menyebutkan kembali pengetahuan faktual yang mereka
peroleh dari dosen, buku, atau jurnal.
Penelitian Tindakan Kelas di perguruan tinggi akan dapat
mengubah situasi-situasi perkuliahan yang demikian, karena
Penelitian Tindakan Kelas bertujuan, antara lain:
• Meningkatkan kualitas pembelajaran dan keterampilan
profesional para dosen.
• Menyumbangkan pengetahuan dengan menumbuhkan dari
bawah atau 'generating' atau 'grounded' teori ilmu pengeta-
huan (Glazer dan Strauss, 1971),penelitian, dan publikasi.

222
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

• Mendokumentasikan model pembelajaran yang baik (Zuber-


Skerritt, 1992:1).

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan para dosen di


perguruan tinggi akan sangat berguna bagi penyesuaian belajar
para mahasiswa pemula, yang harus mengubah pola belajar dan
budaya akademik mereka dari yang pernah didapatnya di
sekolah menengah umum dengan tuntutan baru di perguruan
tinggi. Apabila diteliti latar belakang para mahasiswa baru ini,
maka akan terlihat bahwa mereka berasal dari awal yang
sangat heterogen, baik asal sekolah, latar belakang sosial-
ekonomi-budaya, dan kebiasaan belajar. Perbaikan sistem
rekrutmen, prosedur untuk mempertahankan mutu, dan
bimbingan kesulitan belajar tidak menghilangkan persoalan-
persoalan di sekitar penyesuaian belajar mereka di perguruan
tinggi, yang memiliki pola dan budaya yang berbeda.
Seperti telah disebutkan di atas, pertama-tama yang perlu
mendapat perhatian dari para mahasiswa pemula adalah
mengubah sikap ketergantungan menjadi sikap yang lebih
mandiri, karena banyak akses terhadap informasi pengetahuan
di perguruan tinggi yang lebih tergantung dari prakarsa dan
kreativitas individual di samping basil kerjasama rnahasiswa
secara kolektif. Untuk belajar kemandirian inilah, para
mahasiswa pernula rnembutuhkan pembelajaran pengetahuan
dan keterarnpilan khas perguruan tinggi, seperti:
• Kemampuan rnernbaca buku, menuliskan laporan bah,
seluruh buku, dan analisisnya.
• Kemarnpuan menggunakan perpustakaan.
• Kemampuan untuk berdiskusi, berdebat, adu argumentasi,
dan menyadari dinamika kelompok dengan mengidentifi-
kasi unsur-unsur dukungan (supportive) dan tantangan (dis-
ruptive) agar diskusi berkembang menjadi model pembela-
jaran yang efektif.
• Keterampilan studi lainnya seperti mengerjakan tugas,
kerja kelompok, presentasi, menghadapi ujian, membagi
waktu, dan sebagainya. (Zuber-Skerritt, 1992:28).

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan melalui bentuk


lokakarya atau workshop akan berdampak positif terhadap

223
OAMPAK PENELITIAN TINOAKAN KELAS

kemajuan para mahasiswa pemula, · terutama -dalam perubahan


sikap belajar mereka, antara lainr . . .
• Adanya peningkatan dal~~ kemampuan :~~asiswa meng-
analisis permasalahan yang kompleks, dengan terlebih
dahulu membaginyake dalam bebarapa masalah kecil
dengan solusinya, untuk kemudian membuat rangkuman
solusi untuk masalah besarnya.
• Meningkatkan efektivitas kerjasama dan kerja individual
dalam mencari solusi untuk memecahkan permasalahan.
• Membantu para mahasiswa pemula untuk berani menge-
mukakan gagasan, berargumentasi, dan membela pendirian
tanpa kehilangan wawasan keseluruhan; dan mengkritik
gagasan orang lain secara konstruktif.
• Membantu para mahasiswa pemula mengembangkan penge-
tahuan mereka secara menyeluruh (holistik) dari penge-
tahuan awal mereka yang tadinya terpilah-pilah,

Bukan hanya hagi mahasiswa pemula, Penelitian Tindakan


Kelas juga akan sangat membantu para mahasiswa pasca-
sarjana dalam belajarnya. Selama ini aaumsi-asumai yang
berkembang adalah bahwa para mahasiswa sudah menguasai
kemampuan meneliti dan keterampilan dasar menulis pada
waktu mereka belajar di program S-1 atau S-2 (yang mencakup
meluaskan wacana, membuat catatan, menulis esay, mencari
solusi masalah, mencari dan me-retrieve informaai), Dalam
kenyataannya, mereka masih harus mengatasi problematik ini,
terhukti dari lamanya masa studi.
Masalah keterlambatan studi pada tingkat pascasarjana
terutama terjadi pada tahap penulisan tesis atau disertasi.
Penulisan tesis berjalan lambat, karena masalah yang menyang-
kut mahasiswa, dosen pembimbing, atau sistem. Para maha-
siswa mengalami kesulitan dalam meneliti atau menuliskan
pelaporan tesisnya disebabkan karena kurang kemampuan dan
keterampilan dalam meneliti dan menuliskan laporannya,
karena hubungan mahasiswa dengan dosen pembinibing yang
kurang serasi atau efisien, karena mahasiswa juga bertugas
mengajar, atau mahasiswa mengalami kesulitan keuangan,
Para mahasiswa mengalami keterlambatan dalam menyu-
sun disertasi disebabkan 'oleh lebih banyak masalah, kecuali

224
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

yang sudah clirinci pada kesulitan penyusunan tesis, clitambah


lagi dengan kurangnya sumber bacaan yang sesuai dengan
tuntutan penulisan disertasi terutama yang berasal dari luar
negeri, kurang kemampuan untuk mengimplementasikan teori
atau konsep baru pada penulisan atau daya analisisnya,
jangkauan jarak antara keberadaan mahasiswa dengan promo-
tor atau pembimbing, dan berbagai faktor X yang bersifat
sistemik atau kultural pada traclisi akademiknya.
Zuber-Skerritt (1992:37)merangkum sebab-sebab keterlam-
batan studi pascasarjana seperti yang telah dirinci di atas
sebagai berikut:
• Inadequate supervision.
• Emotional and psychological problems.
• Lack of understanding and communication between supervi-
sor and student.
• Student's lack of the fundamentals and scholarship, due to
lack of background knowledge, training or experience in re-
search methods.
• Late completion and high drop-out rates

Para mahasiswa Program S-2 pada Program Studi Penclicli-


kan JPS pada Program Pascasarjana di UPI masih banyak yang
menggunakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai metode
penelitian mereka, terutama mereka yang mengkaji per-
masalahan pembelajaran di berbagai Sekolah Dasar dan
Menengah. Para mahasiswa Program S-3 yang memilih Re-
search and Development (R&D) sebagai metode penelitiannya
memakai Penelitian Tindakan Kelas untuk tahap awal, yaitu
tahap mencari dan mengembangkan model, baru menggunakan
metode kuantitatif untuk validasi dan disseminasi model
terse but.
Maka para dosen dan mahasiswa pascasarjana yang meng-
gunakan Penelitian Tindakan Kelas, akan mendapatkan
pemecahan sebagian pennasalahan stucli yang dihadapi, antara
Iain di dalam kemampuan dan keterampilan mahasiswa
meneliti dengan Penelitian Tindakan Kelas. Apabila pengguna
Penelitian Tindakan Kelas di pascasarjana masih cukup besar,
maka alangkah baiknya, atau idealnya, kalau bentuk metode
penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini diintegrasikan ke
dalam perkuliahan atau course content mereka (Zuber-Skerritt,

225
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1992:35), atau dilatihkan melalui lokakarya dan kegiatan


akademik lainnya. Melalui cara-cara ini para mahasiswa
pascasarjana akan mendapat pengayaan dalam proses studinya
yang diharapkan akan mengurangi keterlambatan, yaitu
dengan belajar bagaimana ia seharusnya belajar (learning how
to learn) metode penelitian agar mendapat hasil yang baik.
Berikut ini sebuah bagan untuk menjelaskan bagaimana
mahasiswa pascasarjana belajar dalam skope meta-belajar atau
metalearning:

BAGANS7

Langkah Belajar Mengajar Meta-Belajar (Meta/earning)

1. Memahami Konsep dan aturan yang Cari informasi mengenai tujuan


sederhana program, persyaratan, standard
dan lain-lain

2. Memahami Mempertanyakan Sadar akan pendekatan, proses


konsep dan aturan belajar, metode penelitian dan
epistemologi yang berbeda.

3. Memaharr.1 Mereview prinslp dan Belajar menelitl melalui penyele-


II konsep secara menda-
lam, misal membuat baru
saian masalah, proses dialektik
analisis-sintesis, dan metakog·
dalam bentuk relatlf nisi dari efektlfnya penelitian.

Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi


Pembaharuan Sekolah
Kegitan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan para guru
di sekolah, tidak hanya meningkatkan kualitas profesional
pendidik secara individual, akan tetapi akan berdampak juga
terhadap sejawat di sekolah tersebut, karena Penelitian
Tindakan Kelas dilakukan tidak hanya oleh seorang guru
melainkan secara partisipatorik membawa sejawat atau yang
lainnya dalam peran sebagai mitra peneliti. Kondisi ini terbuka
terutama bagi mereka yang berminat dalam topik-topik seperti
tema-tema kurikulum yang sifatnya interdisipliner, isu-isu
perbedaan dan kemajemukan, sistem penilaian proses, atau
pembelajaran pada umumnya (Hollingsworth,1994:44).

226
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh guru,


dengan demikian, memberikan sumbangan dalam menjem-
batani kesenjangan antara apa yang secara teoritik diajarkan di
universitas dengan apa yang diajarkan di kelas/sekolah, antara
penelitian yang dilakukan para peneliti tradisional dari univer-
si tas dengan yang dilakukan guru di kelasnya sendiri, dan
kekurangan informasi secara umum mengenai kehidupan di
dalam kelas. Karena peran penelitian guru dapat mengisi
kesenjangan komunikasi antara universitas-sekolah, maka
relasi inter lembaga yang lebih baik akan mendukung upaya-
upaya perbaikan sekolah atau school improvement.
Dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru
bersama-sama dengan sejawat secara kolaboratif dan partisi-
patif, para guru di sekolah berbicara satu sama lain, berdiskusi
mengenai apa yang mereka alami dalam praktik pembelajaran
dan penelitian, serta dalam inkuiri reflektif mereka, dan
dengan cara demikian dalam konteks sekolah secara keselu-
ruhan menciptakan fokus yang koheren yang diperlukan bagi
perkembangan dan perbaikan sekolah (Hopkins, 1993:213).
Upaya-upaya perbaikan sekolah untuk mendukung pening-
katan mutu pendidikan, antara lain pada masa sekarang
dengan melaksanakan kurikulum baru yang dikenal dengan
nama Kurikulurn Berbasis Kompetensi (KBK). Dengan ber-
orientasi kepada para peserta didik yang rnemiliki kecakapan
hidup atau life skills, KBK rnenuntut kerangka berpikir dan
metodologi alternatif, apabila yang akan dihasilkan adalah
keluaran yang kompeten untuk memasuki kehidupan termasuk
lapangan kerja pada zamannya. Kornpetensiyang perlu dirniliki
para alumni sekolah, apa pun jenjangnya, dijabarkan dalarn
kriteria CBTE (competency-based teacher education) (di luar
negeri model ini sudah ditinggalkan) sebagai berikut.
• Kompetensi adalah suatu deskripsi dari seseorang yang
bekerja di lapangan kerja tertentu mampu rnengerjakannya.
Yang harus didemonstrasikan orang yang bersangkutan
ialah tindakan, perilaku, dan hasilnya.
• Kriteria performans ditarnpilkan dalam pernyataan asesor
yang menilai bukti-bukti bahwa seseorang marnpu melaku-
kan apa yang dimaksudkan dengan kornpetensi, sampai
tingkat dapat diterirna di lapangan kerja.

227
OAMPAK PENELITIAN TINOAKAN KELAS

• Salah satu unsur kompetensi menggambarkan apa yang bisa


dilakukan; dalam bentuk tindakan, perilaku, atau hasilnya
yang dapat didemonstrasikan oleh seseorang. Atau unsur
kompetensi yang menunjukkan pengetahuan atau penger-
tian (understanding) yang esensial agar performans dapat
dipertahankan atau agar mengembangkan situasi baru
dalam lapangan kerjanya.
• Sebuah satuan atau unit kompetensi dapat terpilah-pilah ke
dalam beberapa unsur, yang apabila digabungkan akan
mempunyai makna dan berharga dalam penilaian para
majikan/pemberi pekerjaan, sehingga dievaluasi secara
terpisah. Kualifikasi vokasional akan terdiri dari penilaian
beberapa satuan/unit yang apabila digabungkan akan
menunjukkan pernyataan kompetensi yang sesuai dengan
pekerjaan tertentu (Elliott, 1991:121).

Penilaian kompetensi sepertinya memberikan jaminan


kualitas, akan tetapi dengan landasan yang berbeda dengan
pandangan kaum behavioris, yang mengatribusikan kompetensi
semata-mata sebagai sumber ukuran teknis untuk mampu
menyelesaikan tugas secara efektif. Pearson (dalam Elliott,
1991)membedakan 'habitual skill knowledge' dengan 'intelligent
skill knowledge', yang pertama hers umber dari analisis tugas
yang harus dilakukan seseorang. Menurut Pearson, hal itu saja
tidak cukup, karena tanpa dibarengi dengan intelligent skill
knowledge mungkin bisa menimbulkan kekacauan. Ia mem-
berikan contoh seorang pengendara mobil, yang kompeten
menstart mobil, maju, dan berhenti; akan tetapi di tengah
kemacetan ia tidak bisa perform yang sesuai dengan situasi
kemacetan. Akibatnya terjadi kekacauan, yang dapat mem-
bahayakan orang lain. Yang dibutuhkan pengendara mobil
tersebut adalah situational understanding, yang hanya dapat
ditarnpilkan apabila ia rnerniliki intelligent skill knowledge
(Pearson dalam Elliott, 1991: 122).
ldealnya, atribusi kompetensi sebaiknya berdasarkan bukti-
bukti bahwa seseorang mempunyai kemampuan umum untuk
bertindak arif atau intelligently, karena di dalam situasi yang
menuntut seseorang untuk bertindak secara rutin tingkat
tinggi akan tetapi tidak sesuai atau tidnk disertai dengan
realisasi kualitas, padahal ia membutuhkan dalarn situasi

228
METODE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

demikian misalnya interaksi yang komunikatif, kemung-


kinannya dapat saja menga.kibatkanhal-hal yang tidak diingin-
kan. Dalam konstruk alternatif ini, maka konsep kompetensi
yang kontekstual dengan kualitas, adalah yang bukan merujuk
kepada standard yang ditentukan sebelumnya yang secara
kasat mata dilihat hasilnya, melainkan yang juga merujuk
kepada nilai-nilai kemanusiaan yang biasa ditampilkan dalam
transaksi sosial antarmanusia. Dengan sendirinya, keteram-
pilan teknis sangat dibutuhkan seorang pengendara mobil,
akan tetapi ia juga membutuhkan kemampuan mengevaluasi
situasi yang dihadapi dengan respons yang sesuai. Hal ini
berarti, dibutuhkan kebiasaan berpikir untuk memaknai dan
membedakan situasi/peristiwa, mengakses makna praktisnya,
dan memutuskan respons yang cocok.
Bagaimana kita mengaplikasikan kompetensi yang ber-
kualitas seperti yang dibahas di atas, dengan upaya perbaikan
sekolah dalam menunjang pelaksanaan kurikulum KBK
misalnya? Sekolah sebaiknya memandang dari sudut pendidi-
kan, karena kompetensi yang diraih peserta didik tergantung
dari kemampuan guru-gurunya di dalam merealisasikan nilai-
nilai pendidikan dalam transaksi pendidikan dengan para
siswanya. Nilai-nilai pendidikan yang berhasil diraih peserta
didik, akan memapankan kondisi yang bernumfaat/berhasil dari
proses pembelajaran. Seperti dikatakan Stenhouse (1971), bah-
wa kualitas hasil belajar sangat ditentukan oleh kualitas pendi-
dikan atau educational quality dari transaksi guru dengan siswa.
Peningkatan mutu pendidikan dan upaya perbaikan sekolah
tidak hanya tergantung dari kualitas kinerja para guru saja,
melainkan semua orang yang menjadi komunitas sekolah. lni
berati, bahwa kompetensi dituntut juga dalam leadership kepala
sekolah, kinerja para guru bantu/magang, staf administrasi
sekolah, dan pihak semi-eksternal penunjang sekolah seperti
misalnya dewan sekolah. Apabila yang diperlukan adalah intel-
ligent skill knowledge menurut Pearson seperti dibahas di atas,
maka perlu diidentifikasi terlebih dahulu kemampuan umum
yang dituntut dari berbagai jabatan yang berbeda. Namun
demikian, secara umum terdapat kesamaan dalam budaya
organisasi di sekolah-sekolah, sehingga dapat dicari kategori-
kategori yang diperlukan untuk 'transfer of skills' kepada semua
pihak.

229
DAMPAK PfNfLITIAN TINDAKAN KfLAS

Klemp (dalam Elliott, 1991:128-129)mengidentifikasi tiga


kemampuan kognitif yang kritis dalam memahami situasi di
berbagaijabatan, yaitu pertama-tama:
• Konsistensi tematik dalarn berbagai informasi dan cara
bagaimana rnengorganisasikan serta rnengkornunikasi-
kannya. .
• Memahami isu kontroversial dalam berbagai bentuk konflik
antar orang/kelompok, dan perbedaan perspektif dari
pihak-pihak yang terlibat konflik.
• Belajar dari refleksi dan pengalaman dengan mengobser-
vasi dan rnenganalisis perilaku seseorang dalam konteks
dengan perilaku yang lainnya dalam situasi tertentu.

Yang kedua, ialah memiliki berbagai kemampuan interper-


sonal yang menandai penampilan yang baik, yakni:
• Empati yang tepat, yakni pesan yang disampaikan kepada
para sejawat dan siswa bahwa apa yang dikatakan kepada
mereka sedemikian rupa sehingga mereka mengerti, dan
sebaliknya akan berusaha memahami mereka.
• Meningkatkan perasaan mampu pada orang lain, seperti
sikap yang positif terhadap orang lain, memberikan
dukungan aktif kepada orang lain, dan menahan perasaan
bermusuh atau marah kepada orang lain yang dapat
menyebabkan orang tersebut merasa tidak berdaya atau
tidak efektif.

Yang ketiga, ialah memiliki berbagai bentuk motivasi,


seperti motivasi untuk mencapai sesuatu tujuan misalnya
berbuat lebih baik dari sebelumnya atau yang pernah ditunjuk-
kan orang lain sebelumnya,yang meliputi:
• Berani mengambil risiko, bahwa untuk mencapai sesuatu
yang baru atau orisinil memerlukan keberanian mengambil
risiko.
• Menentukan tujuan, yaitu menentukan tujuan yang realistik
dan terjadwal.
• Mencari umpan balik, untuk mengevaluasi apakah yang
telah kita lakukan cukup baik.

230
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Bagi mereka yang berada dalam kedudukan memimpin,


seperti kepala sekolah misalnya, bentuk motivasi yang perlu
dimiliki adalah yang dapat memberikan pengaruh kepada
orang lain agar membantu mencapai tujuan organisasi/sekolah,
seperti:
• Membuat jaringan sosial atau networking, yakni mempela-
jari pengaruh jaringan interpersonal dan menggunakannya
untuk bekerja.
• Berbagai tujuan, mampu mempengaruhi orang lain melalui
penyadaran kesamaan tujuan bagi kepentingan organisasi/
sekolah.
• Kesadaran akan mikropolitik, dalam arti kemampuan
mengidentifikasi koalisi dari kelompok-kelompok kerja,
menempatkan mereka dalam hirarki dan mempertautkan
orientasi mereka dengan tujuan bersama bagi kepentingan
organisasi/sekolah.

Pembaharuan sekolah atau school improvement, dengan


tujuan mampu melakukan usaha-usaha peningkatan mutu
pendidikan dengan melaksanakan kurikulum KBK, misalnya,
sebagai bentuk pertanggungjawabanatau accountability kepada
para pengguna atau stakeholders, adalah dengan meningkatkan
kemampuan atau kompetensi semua pihak. Upaya peningkatan
kemampuan atau kompetensi pihak guru dalam kinerjanya
sebagai pendidik, misalnya, antara lain yang paling efektif
adalah dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas, untuk
meraih berbagai kemampuan dan keterampilan dalam pembela-
jarannya.
Berbagai tuntutan perbaikan yang mendukung pembaha-
ruan sekolah, memberikan refleksi ke posisi awal, yaitu kepada
pendidikan guru. Apabila Penelitian Tindakan Kelas melatih
keterampilan pembelajaran guru di kelas, maka isi pembela-
jaran diperoleh guru pada "pre-service training"-nya atau
waktu belajar di universitas. Lembaga pendidikan gurulah
(atau LPTK) yang pertama-tama harus menghasilkan tenaga
guru yang memiliki atribut-atribut profesi, sehingga mereka
mempunyai potensi menjadi guru yang profesional. Salah satu
kriterianya ialah guru harus menguasai pengetahuan, keteram-
pilan, dan sikap yang sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik,

231
OAIIPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

agar memperoleh prestise, pendapatan yang baik, dan otonomi


yang dimiliki hanya oleh mereka yang mempunyai bakat,
terdidik, terampil, dan berdedikasi. Untuk mencapai tujuan
itu, maka lembaga pendidikan guru pun perlu memiliki stan-
dard yang diakreditasi untuk menghasilkan guru seperti yang
dipersyaratkan di atas, dengan sasaran:
• Pendidikan guru secara intelektual mempunyai landasan
yang kuat, yang meliputi 1) pendidikan umum yang diperlu-
kan untuk membangun kepribadiannya, 2) pendidikan mata
pelajaran yang akan menjadi tugas mengajarnya, 3) wacana
kependidikan untuk meluaskan gagasannya, dan 4) pengala-
man praktik reflektif.
• Mengakui akan perbedaan yang dimiliki guru dalam
pengetahuan, keterampilan, dan komitmen; yaitu bahwa
dalam waktu pengabdiannya guru akan menghadapi ber-
bagai perubahan karena tuntutan kemajuan ilmu pengeta-
h uan, dalam perubahan kurikulum, dalam perubahan
struktur sekolah dan pendidikan, yang menuntut persiapan
ke arah menghadapi berbagai perubahan dengan sikap
kelenturan atau fleksibilitas yang memungkinkan guru
untuk mengikutinya dengan antara lain meningkatkan
kemampuannya.
• Membentuk standard yang jujur untuk masuk ke dalam
profesi pendidikan, yang menunjukkan tanggung jawab
profesi bahwa anggotanya adalah pendidik yang kompeten.
Tanggung jawab ini dimaksudkan sebagai bentuk akun-
tabilitas baik terhadap para pengguna, maupun terhadap
para calon anggota profesi.
• Membentuk relasi yang baik dan efisien antara LPTK
dengan sekolah, karena bagaimana pun LPTK membu-
tuhkan sekolah sebagai tempat berlatih praktik para
mahasiswanya, sebagai sumber lapangan dan mitra peneli-
tian yang diperlukan untuk mengembangkan "body of
knowledge" di bidang pendidikan yang dilakukan oleh
perguruan tinggi.
• Menjadikan sekolah tempat yang baik dan menyenangkan
untuk guru melaksanakan profesinya, dan para calon guru
yang belajar praktik, yang akan membawa para pen-
dukungnya seperti sekolah dengan perangkat staf guru dan

232
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

administrasi, universitas dengan perangkat staf dosen dan


administrasinya ke dalam kerja kemitraan yang berdasar-
kan: 1) resiprositas 2) eksperimen dan 3) kemajemukan
(Doughertydan Hammack, 1990:637-640).

Menyesuaikan Visi Pendidikan Lanjutan (Higher


Learning) di Perguruan Tinggi dengan Tuntutan
Masa Depan
Berbagai tantangan seperti kemajuan ilmu dan teknologi,
permasalahan yang dihadapi bangsa, perubahan sosial yang
diakibatkan oleh industrialisasi dan dampaknya terhadap sistem
nilai, serta globalisasimenuntut juga perubahan pada lembaga-
lembaga perguruan tinggi. Untuk menghadap masa depan uni-
versitas ini diperlukan pemanfaatan efektif dari semua potensi
yang ada di perguruan tinggi untuk mendorongkemantapan dan
keteguhan hati secara perorangan, kelompok, komunitas, dan
masyarakat umum dalam menghadapi perubahan.
Perubahan yang bagaimana yang perlu dilakukan di
perguruan tinggi? Kecenderungan pada masa ini adalah
perubahan yang berorientasi kepada tuntutan kehidupan
ekonomi dan politik padahal, pendidikan adalah salah satu
lembaga yang diclirikanoleh masyarakat. Di dalam masyarakat
demokratis, sebaiknya keinginan masyarakatlah yang diper-
hatikan apabila perubahan akan dilakukan. Seperti dikemuka-
kan oleh Rossides(dalam Conrad and Haworth, 1995): "A demo-
cratic and effective education must ask: what kinds of compe-
tence does society need and what social instituions are needed to
produce them?" (pen1idikan yang demokratis dan efektif
seharusnya menanyakan: kompetensi-kompetensi apa yang
diperlukan masyarakat dan lembaga-lembaga sosial apa yang
akan melaksanakannya?).
Sebaliknya, sejarah menunjukkan bahwa masyarakat
mengharapkan pendidikan menjadi kendaraan bagi perubahan
sosial, dan lembaga pendidikan menjadi change agent-nya
(Ballantine, 1985). Karena itu Rossides dan kawan-kawan
(1987, dalam Conrad dan Haworth, 1995:188) melanjutkan,
bahwa masyarakat menentukan kondisi pendidikan. Bagaima-
na pendidikan bisa meningkatkan dirinya atau mengharapkan

233
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

masyarakat meningkatkan dirinya, apabila isu-isu fundamental


dalam lingkungan kita tidak terlebih dahulu diselesaikan atau
dicari solusinya. Ia mengemukakan, bahwa pendidikan akan
mempunyai makna apabila menghasilkan pengetahuan, ke-
terampilan, dan nilai-nilai yang dituntut oleh kehidupan baik
secara perorangan atau pun masyarakat.
Pendapat lain, yaitu dari Sheila Slaughter (1988,juga dalam
Conrad dan Haworth, 1996) yang menyatakan, bahwa pendi-
dikan tinggi yang seharusnya menghasilkan kepemimpinan
dalam memperjuangkan kesempatan memperoleh pendidikan
yang selanjutnya akan mendorong tercapainya tujuan mem-
bangun masyarakat yang demokratis dan sejahtera, dalam
kondisinya sekarang terjepit di antara kepentingan-kepen-
tingan yang memanfaatkan antara lain untuk mencapai derajat
yang kompetitif dalam menghadapi persaingan global, mening-
ka tkan kekuatan militer, dan barulah kepentingan yang
memperjuangkan meningkatnya persamaan hak, ekonomi yang
lebih stabil, dan kontrol sosial
Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan akan membawa
anak-anak kepada masa depan yang lebih baik, lapangan
pekerjaan yang memberikan penghasilan lebih layak, dan sta-
tus sosial, menyebabkan minat masuk ke perguruan tinggi
semakin meningkat. Hal ini menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan
tinggi swasta, mengingat faktor lain yang menjadi penyebab
juga yaitu keterbatasan penerimaan di pendidikan tinggi
negeri. Negeri atau swasta, pendidikan lanjutan dalam proses
perkembangannya sama mengacu kepada kualitas dan mutu
pendidikan, sebagai salah satu bukti tanggung jawab atau
akuntabilitasnya kepada masyarakat pengguna. Akreditasi dan
kriteria keberhasilan pendidikan dirumuskan dalam aturan-
aturan perguruan tinggi, sehingga lam.batlaun lembaga yang ti-
dak mencapainya akan kehilangan pasar dan harus melakukan
penggabunganatau merger dengan lembaga lain, atau ditutup.
Salah satu kriterium yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan lainnya adalah program pembelajaran atau
kurikulum yang berlaku di perguruan yang bersangkutan.
Aturan-aturan yang harus dipenuhi dalam menyusun kuriku-
lum di perguruan tinggi sudah baku, sehingga program belajar
di lembaga pendidikan swasta pun akan merujuknya. Karena-

234
METODE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

nya yang membedakan ukuran kualitas atau mutu pendidikan


di pendidikan tinggi negeri atau swasta adalah pada urnumnya
tenaga pengajarnya. Berapa jumlah guru besar dan berapa
jumlah magister yang menjadi staf perguruan tinggi, adalah
salah satu ukuran yang dipakai oleh para pengguna atau calon
pengguna. Kemampuan yang dianggap inheren dalam gelar-
gelar ini adalah dalam penguasaan pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang mencerminkan kompetensi-kompetensi
yang diharapkan akan ditransfer kepada para mahasiswanya.
Sumber daya manusia yang kompetenlah yang juga menentu-
kan kualifikasi sebuah lembaga perguruan tinggi.
Kurikulum yang bagaimanakah yang dituntut dari sebuah
perguruan tinggi agar mampu menghadapi tuntutan-tuntutan
kebutuhan masyarakat pengguna masa depan? Pandangan yang
mengacu ke masa depan menempatkan kita kepada transisi
yang menuju ke arah perubahan, yang sangat majemuk.
Kesadaran akan kemajemukan, globalisasi, kesenjangan antara
kemiskinan dan kekayaan, dan permasalahan-permasalahan
mengenai lingkungan dan hak-hak asasi manusia merupakan
isu-isu yang perlu mendapat perhatian dalam program pendi-
dikan mutakhir. Gaff (dalam Conrad dan Haworth, 1995:129)
merincikan kebutuhan untuk pembaharuan kurikulum per-
guruan tinggi, termasuk antara lain:
• Global studies,
• Cultural diversities,
• Integration of knowledge,
• Moral reflection,
• Active learning,
• Assessment.

Pendidikan global atau perspektif global diperlukan karena


semakin dekatnya hubungan antarnegara dan bangsa sebagai
akibat kemajuan transportasi dan komunikasi. Ketergantungan
antarbangsa semakin tinggi dalam aspek-aspek kehidupan
ekonomi, masalah lingkungan, mengatasi kemiskinan dan
kelaparan, kesehatan, keamanan nasional, dsb. lsu-isu tersebut
perlu mendapat perhatian dan kesadaran para mahasiswa, agar
mereka meraih kemampuan untuk menghadapi permasalahan
yang ditimbulkan dan menca.risolusinya.
Kemajemukanyang dihadapi di negeri sendiri dan di dunia

235
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

membutuhkan kemampuan analitik untuk memecahkan perso-


alannya. Masalah etnisitas yang di beberapa negara merupakan
masalah besar karena menyebabkan konflik dan peperangan,
masalah diskriminasi rasial dan minoritas, masalah yang
umumnya menyangkut golongan yang tersingkirkan, mem-
butuhkan kemampuan dan pemahaman yang multidisipliner
untuk memecahkan persoalannya.
Integrasi pengetahuan atau integration of knowledge adalah
kemahiran berilmu yang menjadi tuntutan belajar di perguruan
tinggi, yaitu dalam mencari hubungan dan mengaplikasikan
beberapa disiplin ilmu untuk memecahkan persoalan. Pende-
katan-pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan trans-
disipliner perlu dilatihkan penggnnaannya dalam pembelajaran
di perguruan tinggi. Topik-topik seperti masalah kemajemu-
kan, kemiskinan, lingkungan adalah contoh-contoh yang
membutuhkan pendekatan-pendekatan di atas untuk solusinya.
Pendidikan moral yang diberikan di perguruan tinggi
terutama diarahkan kepada pengetahuan dan aplikasi nilai-
nilai dan kearifan dalam keilmuan para penyandang ilmu.
Diberikan dengan berbagai kemasan nama, etika dimasukkan
ke dalam kelompok humaniora yang menggabungkannya ke
dalam filsafah, namun demikian sebagai bagian dari pendi-
dikan, etika dalam pemahaman dan aplikasi nilai-nilai
disajikan secara transdisiplin, a tau " ... infused into courses
across the curriculum" (Gaff, 1995:139).
William E. Doll, dalam Conrad dan Haworth (1995),
memberikan kerangka pemikiran bagi fenomena peradaban
yang sedang mengalami transisi ini. Menurut pendapatnya,
bahwa dunia pada akhir abad ke-20 sedang berada dalam
gerakan baru, yang menuntut pembaharuan-pembaharuan di
bidang pendidikan sebagai persiapan memasuki milenium baru.
Perubahan-perubahan mendasar terjadi di berbagai bidang,
yang di Barat ditandai oleh pascakomunis (dengan runtuhnya
Uni Soviet), pascaindustri (dengan memasuki masa informasi),
pascanasional (dengan menguatnya Euro dari Masyarakat
EkonomiEropa di dunia), dan pascastruktural (dengan transisi
struktur kapitalisme yang kini menyangkut teknologi media,
informasi dan komunikasi). Kondisi serba pasca ini, menurut
Doll, menandai juga fenomena transisi kurikulum ke arah
perspektif pasca modernisme atau posimodernism, yang meng-

236
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

indikasikan datangnya era baru tetapi yang tidak menafikan.


masa lampau. la selanjutnya menjelaskan, bahwa kurikulum
yang sekarang tidak dikonstruk untuk melayani apa yang ia
namakan paradoks, eklektisisme, ketidak menentuan, atau
organisasi diri. Apa yang ditakutkan dari kondisi-kondisi
seperti itu adalah hilangnya stabilitas, simetri, sederhana,
ketertiban, dan nilai-nilai yang selama ini dijunjung tinggi; dan
yang timbul adalah terjadinya kekacauan. Sebenarnya, yang
akan timbul adalah aturan tertib yang baru, yang tidak linier,
kompleks, subtil, yang mungkin disebut sebagai "kheos yang
tertib".
Memangapakah kita sudah memasuki era postmodern atau
masih di era modern, masih merupakan perdebatan para
cendekiawan. Namun pengaruhnya sudah memasuki berbagai
disiplin ilmu, termasuk pendidikan, hal itu sudah kita rasakan.
Rincian tema-tema yang harus dimasukkan ke dalam isi
kurikulum seperti di atas, membuktikannya.Prinsip lama atau
modernitas yang menggariskan struktur kurikulum yang linier
dan sekuensial, selangkah demi selangkah dengan diberi
penjelasan terlebih dahulu, adalah hasil pemikiran epistemo-
logis yang deterministik dan pasti, memandang bahwa belajar
adalah hanya hasil langsung dari mengajar. Dewey, mengang-
gap, kalau demikian halnya maka pebelajar hanyalah seorang
penerima atau receiver saja, dan jangan diharapkan ia akan
berkembang menjadi seorang pencipta, atau creator dalam
pembentukan pengetahuan (apalagi pencipta peradaban,
seperti yang diharapkan mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dahulu, Daud -Iusuf). Peserta didik, dengan
demikian, akan menjadi penonton dari peristiwa kreatif yang
menakjubkan, dan baru menemukan apabila pengetahuan itu
sudah jadi.
Tidak deterministik, atau indeterminacy, dalam pandangan
postmodernisme,ialah bahwa seseorang melakukan pencarian
lebih dari, atau beyond, pencarian kepastian, melainkan
pencarian yang mendorong untuk berperan serta dalam
menumbuhkan makna, a tau generating of meaning. Keter-
bukaan dari indeterministik, akan membuka dialog dengan
situasi di sekeliling kita, berkomunikasi dengannya, dan
dengan sesama, yang diberi istilah "sebuah spektrum dari
berbagai aktualisasi" atau "allows a spectrum of actualiza-

237
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

tions". Aktualisasi yang dihasilkan dari dialog, dan partisipasi


kreatif.
Karakter yang indeterministik ini baru mempunyai makna
apabila kemampuan untuk membina organisasi-diri berhasil
difungsikan. Tanpa organisasi-diri, indeterministik tidak akan
menghasilkan ketertiban, atau order, baru. Daya kemampuan
organisasi-diri, atau self-organization, yang memiliki kekuatan
untuk menumbuhkan struktur acak atau tersebar, dengan
spontan menciptakan bentuk-bentuk baru, sebanarnya sudah
ada semenjak kehidupan mulai. Piaget (1971),bahkan mengata-
kan, bahwa auto-atau-self regulation adalah esensi dari
kehidupan itu sendiri. Dari konsep dasar inilah, ia mengem-
bangkan teorinya yang terkenal tentang perkembangan
kognitif, atau cognitive development, dari anak.
Piaget melihat, bahwa struktur kognitif pada manusia
berkembang melalui proses interaksi dengan lingkungan. Akan
tetapi, tingkat-tingkat atau tahap-tahap perkembangan itu
terstruktur secara sekuensial secara pasti sehingga tidak ada
celah-celah untuk kemungkinan terjadi secara kebetulan. Pada
Piaget, stukturalisme masih kuat menimpali konstruktivisme-
nya. Sedangkan Prigogine (1980, dalam Conrad dan Haworth,
1995), ahli IPA, yang mengkaji melalui "dialog dengan alam"
dan penemu konsep "self-organization" mengemukakan, bahwa
self-organization dengan spontan menciptakan bentuk-bentuk
baru kehidupan, sejak kehidupan eksis (Conrad dan Haworth,
1995:61). Namun demikian, baik Piaget maupun Prigogine
keduanya sepakat, bahwa waktu tidak bisa kembali. Dengan
panah waktu, bentuk-bentuk baru, gagasan timbul dari
interaksi berbagai kejadian, di mana faktor-faktor kebetulan
dan tujuan bersama-sama menjadi penentu.
Doll melihat, bahwa kurikulum yang merujuk kepada
kerangka berpikir postmodernis akan memberikan makna baik
dan kualitas pada sebuah kurikulum apabila mengacu kepada
kaya akan penafsiran atau multilayers of interpretation, kaya
akan makna atau varied realms of meaning, pen uh dengan
tantangan, ambiguitas, kekhawatiran yang mengundang para
pembelajar untuk berdialog dengan kurikulum dan dengan
sesama yang belajar dan bekerja di dalam kurikulum tersebut.
Dengan payung kerangka berpikir dalam perspektif post-
modernis, yang menggabungkan masa lampau dan melihat

238
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

masa depan untuk menghadapi kompleksitas kehidupan yang


harus dihadapi para peserta didik, yang sebaiknya didahulukan
dalam pendidikan adalah ilmu pengetahuan apa yang berharga
dan perlu untuk dimiliki mereka. Shekerjian (dalam Conrad
dan Haworth,1995: 202) mengatakan, bahwa " ... creativity re-
quires something new, a different interpretation, a break from
the twin opiates of habit and cliche".
Setelah kurikulum perguruan tinggi dibahas, maka kini
pendukungnyalah yang perlu dipersiapkan, untuk mengim-
plementasikan gagasan-gagasan baru terebut. Secara ontologis
dan epistemologis kajian-kajian baru perlu disosialisasikan
terlebih dahulu, agar dibangun persepsi yang sama di antara
para dosen. Ke arah mana sumberdaya manusia di lembaga
perguruan tinggi, terutama yang menghasilkan tenaga kependi-
dikan diberdayakan? Untuk membantu memikirkan persiapan
meningkatkan kualifikasi para staf pengajarnya, berikut ini
sebuah bagan yang menggambarkan tuntutan-tuntutan tugas
mereka terutama di program pascasarjana, sebagai berikut.

BAGAN38

I. Pendekatan Belajar Mengajar


II. Orientasi Program
III. Dukungan Program Studi/Jurusan

Plllhan Dldaktlf Fasllltatlf Dialog

I. Pandangan Dosen mentransfer Dosen adalah fasilitator, Dosen dan mahasiswa


Unun ilmukepada menekankan peran berdialog dim transfer
mahasiswa dengan mahasiswa untuk terlibat ilmu, dan bersama-
menekankan dalam menemukan dan sama menemukan &
"mastery" menghasilkan ilmu menghasllkan llmu
Model Transmisi lnteraktif lnteraktif
Komunikasi
Pemahama1 Hirarkis: Dos en Partisipatif: Dosen adalah Kolaboratlf:
t e n v t a n j adalah pakar dan pembimblng ahll utk rnem- Dosen adalah "mitra" dim
pengajaran da1 otoritas ilmu, pe- bantu mahaslswa meralh lnteraksi dlalogls pem-
belajar rannya mentransfer llmu dan keterampilan me- belajaran llmu & kete·
secara didaktis ilmu lalui pendekatan magang rampllan
& keterampilan

..__. ____ ------ ----------------


239
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

----- ------
Pemahaman Mahasiswa adalah
----------------
Mahasiswa adalah Mahasiswa adalah mitra
Ilg mahasiswa "penerlma· ilmu dan ·magang• dengan peran yg turut menyumbang·
dan belajar menylmpannya mengerti, mantes, dan kan gagasan, dengan
untuk mass depan mengaplikasikan ilmu utk
peran lnteraksl dialogis
keahliannya
bersama dosen dan
mahasiswa lainnya
11.Tekanan Spesialisasi, Speslalisasi, teorllik, Generalisasl dan
padallmu teoritik dan ilmu terapan spesia-lisasi & ilmu
terapan (dim arli
dinamis)
Tekanan pada Meneiltl, mengana· Teknls, lapangan, prak· Generallsasl & teknls
keterampilan llsls. memecahkan tis:Menganallsls, meme- spesifik, menganalisis,
masalah, bertomuni- cahkan masalah, ber-
Memecahkan masalah,
kasi (verbal & tertulis) komunikasl (verbal &
berkomunlkasi (verbal &
tertulis)
tertulis)

Ill. Lemah: Program maglster tldak menlngkatkan sumberdaya manusla, atau


Kondlsi finanslal, atau reputasl, atau mis! kelembagaan
Oukungan Kuat: Program maglster menlngkatkan sumberdaya manusla, atau finanslal,
Program atau reputasl, atau mlsl kelembagaan

Kondisi Mengisolasi diri, se- Partisipatlf, kooperatif, Komunitas mahaslswa/


Oukungan dikit kontribusi bag kontribusl bagl manasls- pebelajar yg secara
Budaya mahaslswa pebela waJ pebelajar lain slnergis berkontribusl
Mahasiswa jar lain thd sesama pebelajar.

(Oengan modifikasi dari Conrad dan Haworth, 1995:391-392)

Mengacu kepada bagan di atas, diharapkan persepsi dan


orientasi para dosen di perguruan tinggi, terutama perguruan
tinggi yang mengbasilkan tenaga kependidikan (LPrK), dengan
tuntutan kurikulum yang variatif dalam konten dan pembela-
jarannya, berada pada posisi fasilitatif atau dialogis dengan
para mabasiswanya.

Rangkuman
Dampak, kegunaan, manfaat Penelitian Tindakan Kelas
terhadap/bagi pendidik dan lembaga di mana para pendidik itu
bertugas secara umum akan meningkatkan kualifikasi dan
kinerja guru dan dosen.
Apabila Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh
guru/dosen meliputi aspek-aspek kegiatan yang mendukung

240
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

program lembaga, maka manfaatnya akan mendukung program


pembaharuan lembaga tersebut.
Beberapa pemikiran tentang program belajar atau kuri-
kulum yang berlangsung di jenjang persekolahan maupun di
perguruan tinggi, dikemukakan beberapa gagasan untuk
melengkapinya. Dalam hal kurikulum di jenjang persekolahan,
sumbangan pik.iran ditujukan kepada kurikulum KBK yang
sedang berjalan dengan alur pik:irkonstruktivisme yang peduli
terhadap nilai-nilai dan keterpaduan antara ilmu pengetahuan
dengan kemanusiaan yang penuh. Untuk kurikulum di per-
guruan tinggi, dikemukakan kerangka pemikiran dengan
perspektif postmodernis, sesuai dengan kerangka pemikiran
yang menjadi landasan filosofis Penelitian Tindakan Kelas,
dengan mengingat bervariasinya tuntutan masa depan, kema-
juan Iptek, globalisasi, dan kondisi sosial-ekonomisetempat.

Tes Formatif untuk Kegiatan Belajar Bab 11


1. Dampak Penelitian Tindakan Kelas bagi guru antara lain ...
A. Pcningkatan kinerja secara konseptual
B. Praktik mengajar yang berubah
C. Rckonstruksi kurikulum
D. Scmuajawaban di atas benar

2. Guru diasumsikan sebagai ...


A. Otoritas penelitian berdasarkan teoritik di kelas
B. Otoritas pengetahuan mengenai pembelajaran di kelas
C. Otoritas mengenai media elektronik di kelas
D. Otoritas dalam konsep/teori asesmen portofolio

3. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan guru di kelasnya


untuk ...
A. Mendapat gelar di universitas
B. Mengerti dan memahami apa yang terjadi di kelas
C. Menguasai suatu model pembelajaran
D. Semuajawaban di atas benar

4. Dosen mendapat manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas


yang dilakukan, karena ...
A. Mengubah budaya belajar mahasiswa pemula
241
DAMPAK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

B. Tidak perlu menggunakan perpustakaan


C. Memperlakukan mahasiswa sebagai "receiver" saja
D. Semuajawaban di atas benar

5. Mahasiswa pemula yang menjadi partisipan dalam Peneli-


tian Tindakan Kelas mendapat manfaat ...
A. Mampu membaca buku yang ditugaskan dosen
B. Mampu membuat menyusun makalah dan mempresen-
tasikannya
C. Mampu meretrieve informasi yang kontekstual
D. Semuajawaban di atas benar

6. Sekolah mendapat manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas,


karena ...
A. Memperolehtenaga guru yang meningkat kualifikasinya
B. Memperolehnama baik dan pujian dari pengawas
C. Memperolehtambahan keuangan
D. Memperoleh dukungan masyarakat

7. Penelitian Tindakan Kelas dapat mendukung implementasi


kurikulum KBK, dengan cara ...
A. Mendekatkan guru dengan kehidupan nyata
B. Mendekatkan siswa dengan kehidupan nyata
C. Melatihkan guru dengan keterampilan "life skills"
D. Melatihkan guru dan siswa dengan kemampuan dan
keterampilan "life skills"

8. Kurikulum LPTK agar bisa memayungi tuntutan peng-


gunanya di masa depan yang kompleks, sebaiknya ...
A. Berorientasi ke masa lampau
B. Berorientasi ke masa depan
C. Berorientasi ke masa lampau menuju masa depan
D. Jawaban di atas benar

9. Kurikulum perguruan tinggi yang berorientasi postmo-


dernis menghasilkan keluaran yang kualifikasinya ...
A. Penerima ilmu pengetahuan
B. Pencari dan pengembang ilmu pengetahuan
C. Penerima dan pengembang ilmu pengetahuan
D. Pengembang ilmu pengetahuan

242
METOOE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

10. Pemhaharuan program perguruan tinggi memhutuhkan


dukungan mahasiswa yang ...
A. Mengisolasi diri tidak peduli dengan mahasiswa lain
B. Memhentuk komunitas yang sinergis membantu maha-
siswa lain
C. Mandiri untuk menyelesaikan sendiri program studi
D. Kooperatif dan partisipatif, kerjasama dengan maha-
siswa lain

Kunci Jawaban Tes FormatifBab 11


1. D 2. B 3. D 4. A 5. D
6.A 7.D 8.C 9.C 10.B

BacaanPengayaan
Conrad, Clifton F. dan Haworth, Jennifer Grant. 1995. Revi-
sioning Curriculum in Higher Education. Needham Heights,
MA.: Simon & Schuster, Puhl. Pp. 58-67; 128-150;180-203
Dougherty, Kevin J. dan Hammack, Floyd M. 1990. Education
and Society New York: Harcourt Brace Jovanovich, Puhl.
Pp. 620-641
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University Press. Pp. 29-42; 118-134.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press. Pp. 187-215.

243
METOOE PENELITIAN TINOAKAN KELAS

Glosarium

Action Research
Yang dimaksud ialah Classroom Action Research, yang
berarti Penelitian Tindakan Kelas, yakni penelitian yang
dilakukan oleh guru di kelasnya atau dosen di ruang kuliah-
nya dengan tujuan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Audit trail
Salah satu alat validasi Penelitian Tindakan Kelas, yaitu
meminta bantuan sejawat yang memahami prosedur Peneli-
tian Tindakan Kelas untuk memeriksa apakah Penelitian
Tindakan Kelas yang dilakukan sudah memenuhi persya-
ratan prosedur ilmiah yang ditentukan.
Behavior
Perilaku, yang menjadi fokus observasi peneliti untuk
dipahami.
Behaoiorieme
Pandangan dalam teori belajar yang menekankan kemam-
puan kognitif yang menentukan perilaku seseorang dalam
belajar, mengingat, dan berpikir, Skinner (1968) menyebut-
nya "self-management behaviors".

245
GLOSARIUM

Catatan lapangan atau field notes


Membuat catatan lapangan merupakan keharusan bagi
seorang peneliti Penelitian Tindakan Kelas. Gunanya untuk
mencatat observasi, analisis dan refleksi pada waktu
diskusi antara peneliti dan mitra guru dilakukan, dan
berbagai reaksi terhadap masalah-masalah di kelas. Catatan
harian harus dibuat segera setelah kejadian berlangsung,
semakin ditangguhkan semakin sulit untuk merekon-
struksikan kejadian itu secara akurat. Narasi deskriptif
yang kaya dari penelitian kualitatif bersumber dari catatan
lapangan.
Credibility
Kredibilitas, atau derajat keterpercayaan Penelit.ian
Tindakan Kelas sangat ditentukan oleh kayanya data,
lamanya observasi, lama berlangsungnya penelitian, analisis
kasus negatif, member check, audit trail, dan validasi
Penelitian Tindakan Kelas lainnya. Reliabilitas dan
validitas dari Penelitian Tindakan Kelas adalah derajat
transferabilitas, dependabilitas, dan confirmabilitasnya
penelitian (Lincolndan Guba, 1985)
Culture
Kebudayaan atau budaya. Sebuah konsep abstrak, yang
dapat disaksikan penampilannya apabila diobservasi dalam
kegiatan partisipatif Penelitian Tindakan Kelas, dan
menghasilkan data untuk dideskripsikan dan ditafsirkan.
Faktor budaya, seperti keyakinan, bahasa, adat istiadat
seringkali berpengaruh terhadap pikiran atau perilaku
mitra dan partisipan Penelitian Tindakan Kelas.
Banyak perilaku siswa bisa dipelajari dari latar belakang
budaya keluarganya, budaya teman sebaya (peer), budaya
kelas, dan budaya sekolah.
Emancipatory
Bersifat membebaskan. Contoh: Penelitian Tindakan Kelas
bersifat membebaskan guru yang bersedia melakukannya,
karena melalui Penelitian Tindakan Kelas ia akan mening-
kat kualitas pembelajarannya, dan keberhasilan ini akan
membebaskan guru dari ketergantungannya dari banyak
pihak dan menimbulkanrasa percaya diri.

246
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Emic & Etic


Bentuk data atau informasi yang dilaporkan, apabila
peneliti mengemukakan sudut pandang pihak yang diwa-
wancarai maka data itu adalah data emic, sedangkan kalau
sudut pandang peneliti (orang luar) yang dikemukakan, itu
adalah data etic.
Expert opinion
Salah satu bentuk validasi data, berupa pendapat ahli di
bidangnya, atau pendapat pembimbing dalam penelitian,
kalau peneliti adalah guru/dosen yang sedang belajar di uni-
versitas.
Ethnography
Bagian dari antropologi, terutama yang berhubungan
dengan teori dan perspektif struktural-fungsional. Etno-
grafi juga melakukan deskripsi analitik dan rekonstruksi
dari penampilan budaya kelompok-kelompok masyarakat
yang masih murni. Bidang kajiannya menggambarkan
keyakinan, pengetahuan, perilaku, praktek-praktek kehi-
dupan, dan artefak mereka, dengan cara-cara baru yang
segar dengan menganggap mereka adalah unik dan berbeda.
Tujuan dari penelitian etnografis adalah mendapatkan
gambaran yang menyeluruh (holistik) dari subjek yang
diteliti mengenai pengalaman kehidupan sehari-hari
mereka melalui observasi dan wawancara.
Foto, Slide, Tape, Video
Alat untuk merekam kejadian khusus atau penting di kelas.
Dapat dijadikan dukungan dalam pengumpulan data,
terutama untuk referensi wawancara atau catatan lapang-
an. Terutama bermanfaat apabila guru atau partisipan
lainnya kebetulan tidak hadir.
Holistic
Peneliti berpandangan holistik dalam penelitiannya untuk
mendapatkan gambaran yang menyeluruh, komprehensif,
dan lengkap dari kelompok sosial yang dikajinya. Ini berarti
bahwa kajian mencakup aspek-aspek sejarah, agama,
politik, ekonomi, atau lingkungan kelompok tersebut.
lnformasi yang didapat dimasukkan ke dalam perspektif
yang lebih luas agar kontekstual dengan kajian.

247
GLOSARIUM

Interview
Wawancara salah satu bentuk pengumpulan infonnasi/data
dari para infonnan. Dengan memilih sumber infonnasi atau
"key informant" peneliti dapat memperoleh banyak data
yang diperlukan, dan mendapat petunjuk tentang orang-or-
ang lain yang dapat memberikan keterangan lebih lanjut.
Wawancara dilakukan untuk melengkapi atau menjelaskan
masalah yang kurang terliput melalui observasi. Wawan-
cara dilakukan antara guru dengan siswa, pengamat dengan
siswa, siswa dengan siswa, dan guru dengan pengamat.
Wawancara berhasil apabila beberapa petunjuk berikut
diperhatikan:
• Bersikap simpatik dan berperhatian, serta menjadi
pendengar yang baik.
• Bersikap netral, terutama terhadap mata pelajaran,
tidak mengemukakan opini pribadi.
• Jangan kaku atau tegang, siswa akan merasakannya, dan
mereka akan merespons yang sama.
• Siswa akan merasa takut kalau jawabannya tidak benar,
atau tidak sesuai dengan pendapat guru. Berilah
dukungan dengan mengatakan, bahwa pendapatnya
penting, dan wawancara itu bukan ujian.
Kategori, Kategorisasi
Lihat Kode dan Kading. Pada waktu kita memberikan kode
pada sejumlah kata-kata dalam catatan lapangan, sebenar-
nya kita juga sedang melakukan kategorisasi.
Key informants
Orang-orang yang diambil informasi atau datanya karena
mereka banyak mengetahui, bersedia berpartisipasi dalam
penelitian sebagai penyedia informaai, atau menghubung-
kan dengan orang-orang yang diperlukan untuk keperluan
terse but.
Kesimpulan
Bagian kegiatan dari analisis data. Semenjak awal pengum-
pulan data, peneliti sudah melakukan analisis data awal
dengan memperhatikan hal-hal seperti makna dari sesuatu,
keteraturan, terbentuknya pola, penjelasan, konfigurasi,
sebab-akibat, dan proposisi. Apabila dirangkum maka

248
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

peneliti telah melakukan pengambilan keputusan awal,


yang masih dipertimbangkan dengan bersikap skeptis dan
terbuka, dengan bantuan pengayaan data kesimpulan yang
tadinya ragu-ragu berkembang semakin tegar, menjadi
eksplisit dan mendasar (grounded) (Glaser & Strauss (1967).
Kode (Code), Kading (Coding)
Dalam penelitian kualitatif, pencatatan dilakukan dengan
kata-kata. Maka isi catatan lapangan penuh dengan kata-
kata. Untuk dapat memahami mana yang penting, dan
memfasilitasi analisis digunakan pemakaian kode, atau
isyarat yang menunjukkan tindakan, kegiatan, pemaknaan,
hubungan, latar (setting), perspektif, dan lain-lain.
Kode Etik
Seperangkat aturan main dalam penelitian, yang mengata-
kan "sebaiknya lakukan ini ..." dan "jangan lakukan itu ... ".
Contohnya, izin untuk melakukan penelitian, membuka
dokumen resmi yang konfidensial sifatnya, kegiatan
penelitian berlangsung terbuka dan transparan, men-
dengarkan pendapat dan saran termasuk dari mereka yang
tidak langsung terlibat dalam penelitian; laporan ditulis
dengan akurat, adil, dan relevan dengan topik yang dibahas;
tidak mempermalukan seseorang atau kelompok yang
terlibat dalam penelitian; bertanggung jawab terhadap
pihak-pihak yang ingin dilindungi konfidensialitasnya.
Kolaboratif, kolaborasi
PTK adalah penelitian yang dilakukan secara kolaboratif
atau kerjasama antara Perguruan Tinggi (LPTK) dengan
sekolah. Peneliti yang umumnya berasal dari LPTK atau
Universitas, bekerjasama dengan mitra guru selanjutnya
secara partisipatif bekerjasama sepanjang penelitian
berlangsung.
Kueeioner
Suatu bentuk pengumpulan data untuk melengkapi obser-
vasi dan wawancara. Daftar pertanyaan disusun bersama
oleh peneliti dan mitra guru, dan pertanyaan-pertanyaan
dapat memberikan umpan balik mengenai sikap siswa,
kecukupan sarana belajar, kerjasama dengan guru, dan
komentar siswa mengenai hal yang ingin diketahui peneliti.

249
OLOSARIUM

Member check
Salah satu alat validasi data. Peneliti mencek kembali
keterangan atau pendapat informan, apakah ia tetap dengan
keterangan yang diberikan, akan mengubahnya, atau
menyangkal sama sekali. lnformasi yang disangkal oleh
informan tidak berlaku, dan harus dibuang. lnformasi yang
dibenarkan atau didukung merupakan data yang sahib.
Observasi
Salah satu alat pengumpul data terpenting dalam Peneli-
tian Tindakan Kelas adalah pengamatan atau observasi.
Kategorisasi dari fokus observasi dari kegiatan kelas bisa
umum bisa juga spesifik. Observasi umum dari kegiatan
kelas akan mengemukakan tanggapan peneliti yang subjek-
tif sifatnya, sedangkan yang khusus yang meliputi hal-hal
yang sudah disepakati bersama dalam perencanaan, data
yang dihasilkan akan sangat membantu keperluan perkem-
bangan sekolah. Berbagai bentuk observasi, ada observasi
terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur, dan
observasi sistematik.
Paradigm
Paradigma atau pandangan dunia. Posisi atau sikap filosofis
peneliti yang menentukan perangkat keyakinan yang
membimbingdan mengarahkan tindakan.
Bagi sang peneliti menempatkan hakekat dunia, dirinya di
dunia itu, dan hubungan-hubungannya dengan dunia
tersebut (Lincolndan Guba, 1985).
Atau sebuah jaringan yang memasang premis-premis
peneliti dalam aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Participant Observation
Dalam penelitian, peneliti (etnografis) mencari informasi/
data dengan berbagai cara, salah satu di antara cara yang
penting ialah mengobservasi kelompok yang diteliti dengan
berbagi pengalaman budaya melalui partisipasi dengan
kelompokyang diteliti.
Partisipatif
Penelitian Tindakan Kelas dilakukan secara kolaboratif dan
partisipatif antara peneliti dan mitra peneliti yaitu guru di

250
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

sekolah. Partisipasi guru di sekolah sangat penting, karena


dengan partisipasi guru, maka tujuan Penelitian Tindakan
Kelas yang antara lain memberdayakan guru dengan cara
meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dengan
berbagai inovasi pembelajaran bisa tercapai. Partisipasi
guru sekolah dalam Penelitian Tindakan Kelas dengan
peneliti berlangsung dalam kesetaraan, keduanya akan
mempunyai posisi yang setara dalam diskusi, analisis, atau
dalam pengambilan keputusan.
Patterns atau Pola
Dalam analisis data, peneliti sering menemukan pola atau
tema yang berulangkali tampil, yang dapat merangkum
sejumlah data yang terpisah menjadi dapat dipahami. Pola
seringkali terjadi pada pengulangan tema, sebab-akibat,
hubungan interpersonal, atau konstruk teoritik.
Positifistik
Kajian yang menggunakan metode kuantitatif. Dengan
pendekatan nomotetik dan posisi awal peneliti yang
positifistik dan logis, pengambilan kesimpulan secara
deduktif, ia sangat peduli dengan validasi internal dan
kepastian konseptual a tau "conceptual certainty", serta
kemampuan memprediksi.
Postmodernism
Suatu aliran atau gerakan estetika yang mencakup secara
transdisipliner mulai dari arsitektur, seni, filsafah, politik,
sastra dan budaya. Berorientasi dari modem ke pasca-mod-
ern, pelopornya Habermas (1987) dan Giddens (1990)
berpandangon bahwa kita masih di era modern, namun
Lyotard (1984) dan Baudrillard (1988) mengamati gerakan
ke arah pasca-modern. Bernstein (1993) melihat modern/
pascamodern terjalin satu sama lain. Untuk membedakan
pokok-pokok pikiran modern dan pascamodern, berikut
karakteristik modern: Kesadaran diri yang otonom; meman-
dang dunia melalui rasio sebagai bentuk berpikir tertinggi,
dan satu-satunya yang objektif, menyajikan kebenaran uni-
versal, pengetahuan menghasilkan sains yang netral dan
objektif dan akan membawa kesejahteraan kepada dunia.
Pada pikiran pasca-modern, kritik diajukan terhadap teori-

251
GLOSARIUM

teori besar atau "grand narratives" dan memilih "mini nar-


ratives" yang merupakan cerita atau deskripsi mikro, lokal,
situasional, dan temporal. Tidak mengklaim kriteria
kebenaran, atau stabilitas yang universal. Buku, perpusta-
kaan, dan basil cetakan lainnya adalah alat atau media era
modem; sedangkan pada pasca-modernhypermedia sebagai
alat transenden terhadap semua media cetak, dengan web
atau net sebagai sistem informasi.
Research design
Kerangka konseptual penelitian menjelaskan, secara grafis
atau naratif, antara lain dimensi-dimensiutama penelitian,
faktor-faktor kunci dan hubungan-hubungan di antara
mereka. Kerangka dapat mengambil bermacam bentuk, ada
yang sangat singkat, ada juga yang panjang lebar, ada yang
bermuatan teori ada yang common sense saja, ada yang
deskriptif tetapi bisa juga paparan sebab-akibat.
Kerangka konseptual ini merupakan keseluruhan proses
mulai dari perumusan masalah sampai menuliskan laporan,
termasuk pengumpulandata, dan analisisnya.
Saturation
Salah satu bentuk validasi. Yaitu pada waktu data yang
terkumpul sudah cukup banyak, dan walaupun aspek
pembelajaran yang khusus diteliti diulang kembali dalam
siklus, namun tidak ada informasi atau data baru yang
dihasilkan, respons siswa tetap pada tahapan sebelumnya.
Apabila guru yang menyajikan sudah cukup terampil dan
menguasai bahan pembelajaran, dengan dukungan media
dan evaluasi yang relevan, maka kondisi penelitian di kelas
sudah stabil. Inilah waktunya untuk mengatnbil keputusan
untuk mengakhiri siklus.
Siklus atau cycle
Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu proses penelitian
dan pembelajaran, yang menggabungkan teori· dengan
praktek di kelas. Proses, karena Penelitian Tindakan Kelas
dibagi dalam tahap-tahap, yang setiap tahapnya merupakan
rangkaian kegiatan perencanaan, kegiatan tindakan,
kegiatan observasi dari penampilan, analisis dan refleksi.
Berulangkali tahap tersebut dilakukan, sampai guru

252
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

menguasai kemampuan dan keterampilan yang dilatihkan,


dan kondisi kelas sudah stabil, maka siklus dihentikan.
Triangulation
Triangulasi dipakai dalam verifikasi data. Dengan cara
mencek data pada sumber lain, dan sumber tersebut
mendukung atau paling sedikit tidak menyangkalnya.
Secara esensial, penelitian kualitatif menggali data dari
berbagai sumber, dan data dari sumber yang satu dibanding-
kan atau didukung/cocokdengan data dari sumber berikut-
nya, dan seterusnya. Data yang sahih dengan demikian
dianalisis secara induktif untuk mendapat derajat keter-
percayaannya.

253
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka

Allwright, Dick and Bailey, Kathleen M. 1991. Focus on the


Language Classroom: An Introduction to Classroom Re·
search for Language Teachers. Cambridge: Cambridge Uni-
versity Press.
Angelo, Thomas A. Ed. 1991. Classroom Research: Early Les·
sons from Success .. San Fraancisco: Jossey-Bass Inc., Puhl.
Ballantine, Jeanne H. 1985. School and Society. A Reader in
Education and Sociology. Palo Alto: Mayfield Puhl. Inc.
Balson, Maurice. 1992. Understanding Classroom Behaviour.
Victoria, Australia: Council for Educational Research, Ltd.
Bogdan, Robert C. and Bilden, Sari K Qualitative Research for
Education. Boston: Allyn & Bacon.
Chaudron, Craig. 1988. Second Language Classrooms. Research
on Teaching and Learning. Cambridge: Cambridge Univer-
sity Press ..
Conrad, Clifton F. and Haworth, Jennifer G. 1995. Reuisioning
Curriculum in Higher Education. Needham Heights, MA:
Simon & Schuster, Puhl.
Creswell, John W. 1994. Research Design. California: Sage
Puhl., Inc.

264
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

--- . 1998. Qualitative Inquiry and Research Design. Thou-


sand Oaks: Sage Puhl. Inc.
Direktorat Pemhinaan Penelitian dan Pengahdian Kepada
Masyarakat. 2004. Panduan Penataran dan Lokakarya
Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen LPTK se Indonesia.
Solo: Dikti-Diknas.
Dougherty, Kevin J. and Hammack, Floyd M.1990. Education
and Society. New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Elliott, John. 1991. Action Research for Educational Change.
Philadelphia: Open University Press.
Gall, Meredith D., Gall, Joyce P. and Borg, Walter R. 2003 Edu-
cational Research. 7th Ed. Boston: Allyn & Bacon.
Glazer, Barney G and Strauss, Anselm M. 1967. The Discovery
of Grounded Theory.
Strategies for Qualitative Research. New York: Aldine.
Goetz, Judith P. and LeCompte, Margaret D. 1984. Ethnogra-
phy and Qualitative Design In Educational Research. New
York: Harcourt Brace Jovanovich. Puhl.
Hammersley, Martyn. Ed. 1986. Case Studies in Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press.
Hollingsworth, Sandra and Sackett, Hugh. 1994. Teacher Re-
search and Educational Reform. Chicago: University of Chi-
cago Press.
Hopkins, David. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Re-
search. Philadelphia: Open University Press.
Johnston, Gerald L.1989. Social Studies. In Search of a Ratio-
nale. Victoria, Australia: ACER Books, Puhl.
Kuhn, Thomas S. 1973. The Structure of Scientific Revolutions.
Chicago: The University of Chicago Press.
Lincoln, Yvonna S. and Guba Egon G. 1985 Naturalistic Inquiry.
Beverly Hills: Sage Puhl. Inc.
Miles, Matthew B. and Huberman, A. Michael. 1984. Qualitative
Data Analysis. Beverly Hills: Sage Puhl.
Popper, Karl L. 1981. The Logic of Scientific Discovery. New
York: Science Editions, Inc.
Ross, E. Wayne. Ed. 1994. Reflective Practice in Social Studies.
Washigton, DC.: NCSS.
Siregar, Nelson. 1998. Penelitian Kelas: Teori, Metodologi dan
Anaalisis. Bandung: IKIP Bandung Press.

255
OAFTAR PUSTAKA

Stenhouse, Lawrence. 1984. An Introduction to Curriculum Re-


search and Development. London: Heinemann.
Supriadi. Dedi. 1998. Educational Research in .Practice,
Bandung: Graduate School of Education, OOP.
Suyanto, dkk. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Jogyakarta: Dirjen Dikti, DepDikBud.
Weber, Max. in Coser, Lewis A.1971. Master of Sociological
Thought. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Zuber-Skerritt, Ortrun. 1992. Action Research in Higher Educa-
tion. London: Kogan Page, Ltd.
--- . Ed. 1996. New Directions in Action Research. London:
the Falm.er Press.
Jurnal:
Jurusan Antropologi, Universitas Indonesia. 1998. Antropologi
Indonesia. Journal of Social and Cultural Anthropology. No.
56, Th. XXII.
------- . 2000. Antropologi Indonesia. Journal of So-
cial and Cultural Anthropology. No. 62 dan 63. Th.XXIV.
Lembaga Penelitian IKIP Bandung. 1999. Mimbar Penelitian.
No.30.Juli. Bandung: LP IKIP.
Scheurich James J. and Foley, Douglas E. Ed. 1997. QSE. Inter-
national Journal of Qualitative Studies in Education.
Vol.IO.Number 1. Washington, DC.:Taylor & Francis, Puhl.
----. 1997. QSE. International Journal of Qualitative
Studies in Education.
Vol. 10. Number 2. Washington DC.: Taylor & Francis, Puhl.
----. 1997. QSE. International Journal of Qualitative
Studies in Education. Vol. 10. Number 3. Washington, DC.:
Taylor & Francis, Puhl.
Internet:
http://www.colorado.edu/English/Engl2012Klages/pomo.html
http://academic. Brooklyn.cuny.edu/education/jlemke/papers/
jsalt.html
http:www.georgetown.edu/irvinemj/technoculture/pomo.html
Tes is:
Farisi, Mohammaad Imam. 1997. Pengembangan Pembelajaran
Pendidikan JPS Berdasarkan Penggunaan Konsep Siswa.
Bandung: PPS-IKIP.

256
DAFTAR PUSTAKA

Riwayat Hidup
Rochiati Wiriaatmadja dilahirkan di Bandung
pada tanggal 25 Agustus 1933. Ia mengalami pen-
didikan tiga zaman, yakni di zaman penjajahan
Belanda belajar pada HIS Pasundan sampai kelas
dua, di zaman Jepang sekolah di Sekolah Rakyat
Gadis Garut karena pecah revolusi. Pada zaman
perjuangan kemerdekaan, yakni pada masa
pascaRenvilledan mengungsi ke Jogjakarta, melanjutkan seko-
lah di SMP II Jalan Setjocliningratan,Jogjakarta, sampai kelas
dua, dan menyelesaikannya sekembalinya mengungsi di SMP
BPI Jalan Wastukencana, Bandung. Selanjutnya masuk di
SMA/BJalan Belitung 8, dan meneruskan studi ke BJ. Sejarah
dan Sarjana Pendidikan Sejarah di IK.IP Bandung. Mendapat
gelar Master of Arts dalam Asian Studies dari University of
California at Berkeley, kemudian menempuh program sand-
wich di SUNY Albany, dan memperoleh gelar doktor Pendidi-
kan JPS dan Fakultas Pascasarjana IK.IPBandung.
Riwayat pekerjaan dimulai dengan diangkat menjadi guru
sejarah pada SGA Negeri I Jalan Citarum, Bandung, kemudian
pada SGAyang disatukan di Jalan Papandayan (sekarang Jalan
Gatot Subroto). Setelah menyelesaikan pendidikan Sl-nya ia
diangkat menjadi dosen pada IKIP Paralel, J alan Wastu-
kencana, dan pada tahun 1971 diintegrasikan ke Jurusan
Pendidikan Sejarah FPIPS IK.IP Bandung. Selesai menempuh
program 83 dikirim ke Amerika Serikat untuk mempersiapkan
pembentukan Program 82 JPS SD pada Program Pascasarjana
IKIP Bandung. Sekembalinya di Indonesia, ia diangkat sebagai
Ketua Program Studi 82 JPS SD, dan setelah program itu selesai
diangkat menjadi Sckretaris Program Studi JPS kemudian
Ketua Program Studi IPS sampai saat ia dipensiunkan.
Sebagai guru besar yang berlatar belakang pendidikan dan
pengalaman mendidik yang bervariasi, maka ia juga mem-
punyai minat terhadap bidang-bidang Sejarah Asia Timur,
Pendidikan JPS, dan Filsafah. Sebagai penulis otobiografi Dewi
Sartika ia mempunyai minat terhadap kajian-kajian perem-
puan, dan karena fokus telaah dalam penulisan disertasinya
maka ia juga menaruh perhatian terhadap kajian-kajian
mengenai nasionalitas dan etnisitas.

258
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Iman, Hasan. 2004. Integrasi Conflict Resolution dalam Pem-


belajaran Sejarah sebagai Sarana Pengembangan Kesada-
ran Sejarah Siswa. Bandung: Program Studi PIPS, PPS-
UPI.
Muttaqin, Tetep Saeful. 2004. Mengembangkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa dalam PIPS Melalui Pembelajaran
Isu-Isu Kontroversial. Bandung: Pendidikan IPS, PPS-UPI.
Rochmadi, Nur Wahyu. 1997. Pengembangan Sosialisasi
Perilaku Demokrasi Pancasila Di Sekolah Dasar. Bandung:
Program Studi Pendiclikan IPS-SD, PPS-IKIP.
Roharyati, Eroh. 2003. Penerapan Model PembelajaranTerpadu
(Model Webbed) dalam Pembelajaran JPS Sekolah Dasar
dengan Tema Transportasi dalam Kehidupan. Bandung:
PPS-UPI.
Ruskandi, Kanda. 2001. Peningkatan Kualitas Pembelajaran
JPS di Sekolah Dasar melalui Pengembangan Model Coop-
erative Learning. Bandung: PPS-UPI.
Subroto, Waspodo Tjipto. 1997. Pengembangan Teknik Non Tes
Bentuk Inquiry dalamEvaluasi Basil Belajar PIPS di Kelas
V Sekolah Dasar. Bandung: PPS-IKIP.
Wiyanarti, Erlina. 1999. Pengembangan Berfikir Kronologis
Siswa melalui Model "Garis Waktu" dalam Pembelajaran
PIPS-Sejarah di Sekolah Dasar. Bandung: PPS-IKIP.

257

Anda mungkin juga menyukai