Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

Hakikat Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang sudah disepakati oleh


founding father kita dulu. Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lalu apa sebenarnya makna dan hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa itu?. Sila
pertama Pancasila merupakan sumber nilai tertinggi dari semua hukum. Oleh karena
sebagai dasar negara maka sila pertama Pancasila merupakan sumber nilai, dan
sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara baik yang bersifat material
maupun spiritual. 

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semua aspek penyelenggaraan negara
harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan baik yang material
maupun spiritual. Masalah negara yang masuk dalam aspek material diantaranya
bentuk dan tujuan negara, tertib hukum dan sistem negara. Sementara yang bersifat
spiritual antara lain moral agama dan moral peyelenggara negara.

Moh Hatta menegaskan bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik
bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan sila ini maka politik negara
berdasar pada moral yang kuat dan sila ini menjadi dasar yang memimpin kerohanian
ke arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujutan dan persaudaraan.

Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa secara ilmiah filosofis mengandung


makna terdapat kesesuaian hubungan sebab akibat atara Tuhan-Manusia-Negara.
Hubungan ini bersifat langsung dan tidak langsung. Manusia berkedudukan sebagai
mahluk Tuhan YME karena diciptakan. Adapaun Tuhan adalah sebagai 'causa prima'
atau penyebab pertama (yang tunggal dari segalanya).
Dalam hubungannya dengan negara maka antar manusia dengan negara terdapat
hubungan sebab akibat yang langsung karena negara merupakan lembaga
kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang dibentuk manusia dan segala tujuannya
pula untuk manusia. Adapun kedudukan kodrat manusia adalah sebagai mahluk
pribadi dan sebagai mahluk Tuhan YME, oleh sebab itu antara negara dengan Tuhan
ada hubungan sebab akibat yang tidak langsung. Konsekuensinya negara kebangsaan
menurut Pancasila adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Selain itu setiap warga neagra juga Berketuhaan Yang Maha Esa dalam arti punya
kebebasan dalam memeluk agama sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-
masing (Pasal 29 ayat 1 dan 2).

Sementara itu kaitannya dengan tertib huku, maka secara material nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa harus merupakan sumber bahan dan sumber nilai bagi
hukum positif di Indonesia. Dalam pengertian ini ada di Pembukkan UUD 45
terdapat nilai-nilai hukum Tuhan (Alinea II), hukum kodrat (Alinea I), dan hukum
etis (Alinea III). Nilai-nilai hukum itu merupakan sumber materi dan nilai dalam
setiap perumusan dan produk hukum positif di Indonesia.

Munculnya Radikalisme dan Gagalnya Negara Kesejahteraan

Menurut Afif Muhammad, radikal berasal dari kata radic yang berarti akar,
dan radikal adalah (sesuatu) yang bersifat mendasar atau ‘hingga ke akar-akarnya’.
Predikat ini bisa dikenakan pada pemikiran atau paham tertentu, sehingga muncul
istilah ‘pemikiran yang radikal’ dan bisa pula ‘gerakan’. Berdasarkan itu, radikalisme
diartikan dengan paham atau aliran keras yang menginginkan perubahan atau
pembaruan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis dan sikap ekstrem suatu
aliran politik

Pada perkembangannya secara global radikalisme sekarang ini, mengarah


kepada agama khususnya agama Islam. Hal ini dikarenakan krisis identitas yang
berujung pada reaksi dan resistensi terhadap Barat yang melebarkan kolonialisasi di
dunia Muslim dan mulai terpecahnya dunia Muslim ke dalam berbagai negara
bangsa. Oleh karena itu, muncul gerakan radikalisme yang menggunakan kekerasan
untuk mencapai target politik yang ditopang oleh sentimen atau emosi keagamaan.

Tujuan dari radikalisme adalah kekuasaan dan penguasaan politik dengan


mengedepankan atau memanfaatkan golongan, kelompok-kelompok primordial
(suku, bangsa, ras, keyakinan, keagamaan, dan kepercayaan). Berbagai pendekatan
primordial inilah gerakan radikalisme membangun kekuatan untuk mendapatkan
legitimasi dan solidaritas.Hal ini sejalan dengan kerangka pemikiran Islam radikal
tersebut pada dasarnya adalah sebagai berikut:

a. Islam harus menjadi dasar negara


b. Syariat harus diterima sebagai konstitusi negara.
c. Kedaulatan politik ada di tangan Tuhan
d. Gagasan tentang negara-bangsa (nation-state) bertentangan dengan
konsep umat yang tidak mengenal batas-batas politik atau kedaerahan
e. Prinsip syura (musyawarah) berbeda dengan gagasan demokrasi

Sementara itu, akar munculnya gerakan radikalisme ini di Indonesia tidak bisa
dilepaskan pasca-Orde Baru dari pergantian rezim yang semakin terbuka.
Kemunculan gerakan radikalisme agama, seperti Jemaah Islamiyah (JI) maupun yang
terang-terangan seperti Laskar Jihad, Laskar Jundulloh, FPI, MMI, HTI, dan lain-lain
merupakan dampak ikutan dari semakin terbukanya iklim politik dan demokrasi
pasca-tumbangnya Orde Baru. Tanpa kehadiran era Reformasi, hampir dapat
dipastikan kelompok-kelompok garis keras tersebut tidak akan berani muncul ke
permukaan akibat represi politik yang dilakukan oleh rezim berkuasa. Keterbukaan
politik yang diintroduksi oleh Presiden Habibie, penerus Presiden Soeharto, terbukti
memberi semangat baru bagi kelompok masyarakat untuk menyuarakan berbagai
aspirasi dan kepentingan politiknya secara bebas dan leluasa.
Memasuki Era Reformasi, penataan kehidupan agama di ruang publik memang
jauh lebih longgar dibanding era Orde Baru. Pada masa Soeharto, Indonesia
menerapkanUU anti-subversi yang sering disalahgunakan untuk tujuan-tujuan
represif melalui Penetapan Presiden Republik Indonesia No 11 Tahun 1963 tentang
Pemberantasan Kegiatan Subversi

Sementara dari sudut pandang kajian sosiologi kewarganegaraan munculnya


radikalisme adalah gambaran gagalnya negara dalam memberikan kesejahteraan bagi
warga negaranya. Secara konsep negara kesejahteraan adalah sebuah model ideal
pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian
peran yang lebih penting kepada Negara dalam memberikan pelayanan sosial secara
universal dan komprehensif kepada warganya. Indonesia sebagai yang menganut
negara kesejahteraan menunjukkan indikasi belum mampu mewujudkan cita-cita
memberikan kesejahteran bagi warga.

Gagasan Mengatasi Radikalisme di Indonesia

Radikalisme agama bukan suatu yang mustahil untuk dihilangkan dari


masyarakat, membutuhkan cara untuk pencegahan, penanggulangan maupun
merehabilitasi masyarakat yang terjelumus dalam kelompok radikal. Karena bukan
tidak mungkin apabila salah dalam memberikan perlakuan justru akan memunculkan
rasa dendam dan memunculkan kelompok radikalisme baru. Seperti kita ketahui di
Indonesia kelompok radikalisme agama yang telah berubah menjadi aksi teroris, telah
banyak melakukan aksi teror serta kekerasan dan tidak sedikit pelaku yang sudah
ditangkap. Namun tidak menimbulkan efek jera malah muncul aksi teror lain dengan
kelompok yang baru. Sementara itu Polisi telah menangkap hampir 700 orang dalam
10 tahun terakhir, namun hal itu tidak diimbangi perlawanan signifikan dalam
konteks membendung paham radikalisme. Oleh karena itu dibutuhkan gagasan yang
tepat agar radikalime agama tidak berkembang di Indonesia.
Terorisme di Indonesia

Teror yang berarti sebuah ancaman harus dihancurkan, karena berbahaya


bagi kehidupan umat manusia. Ideologi teroris itu terus yang justru membuat umat
manusia Indonesia semakin goyah. Teroris merupakan musuh bersama
kemanusiaan, karena tindakan mereka yang membuat orang lain tidak aman, tidak
nyaman, selalu diselimuti rasa ketakutan dan mengacaukan sistem sosial, dan
hukum yang sudah mapan dianut bangsa Indonesia.Pancasila sebagai pilar bangsa
Indonesia sejatinya harus mampu dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia dan umat
Islam di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia ini tentunya,
diharapkan mampu menyelesaikan persoalan terorisme di Indonesia. Pancasila
adalah petunjuk, pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam bertindak dan
berbuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pelaku teroris di Indonesia sejatinya tidak mampu memahami nilai-nilai


pancasila secara komprehensif, mereka cenderung mengagungkan ideologinya
dengan cara menebar teror. Cara teror atau kekerasan itulah yang menimbulkan
disintegrasi bangsa Indonesia yang sudah semestinya harus dihancurkan dan
dimusnahkan dalam masyarakat Indonesia.

Persoalan munculnya terorisme di Indonesia dapat pula disebabkan karena


bangsa Indonesia melupakan nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,
yang sesungguhnya mempunyai nilai moral positif sebagai upaya pencegahan
terhadap aksi terorisme. Pancasila tidak pernah diamalkan secara praksis sehingga
menumbuh suburkan terorisme. Kalau bangsa Indonesia ini mampu memahami
secara komprehensif nilai-nilai pancasila, maka tidak mungkin tercipta terorisme.
Pancasila adalah penyelamat dan pemersatu bangsa Indonesia. Karena itu, untuk
mengatasi persoalan terorisme di Indonesia dapat dilakukan dengan jalan mencegah
melalui empat pilar kebangsaan, yakni melalu nilai-nilai pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika serta NKRI, UUD 1945. Merebaknya aksi terorisme saat ini karena
manusia Indonesia tidak mau secara bersungguh-sungguh mengamalkan nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Bung Karno secara tegas berkata: ” Apabila bangsa Indonesia ini melupakan
Pancasila, tidak melaksanakan dan bahkan mengamalkannya maka bangsa ini akan
hancur berkeping-keping”. Oleh karena itu, manusia Indonesia harus
mengimplementasikan seluruh nilai-nilai pancasila tersebut dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.Pancasila jangan hanya di sebuah wacana saja dan manis di
bibir saja, akan tetapi, nilai-nilai pancasila perlu di ejawantahkan dalam setiap
tindakan dan perbuatan manusia Indonesia. Penanaman dan pemberian pemahaman
pancasila menjadi sangat signifikant saat untuk memerangi aksi terorisme, yang mana
mereka telah mengabaikan nilai-nilai pancasila.

Pelaku terorisme saat ini telah menyalahi nilai-nilai pancasila, terutama dalam
Dalam sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam sila pertama, setiap warga
negara wajib berketuhanan Yang Maha Esa, sikap saling menghormati dan
bekerjasama antar umat beragama perlu diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sebagai upaya menjalankan sila pertama dengan tujuan
untuk menghindari praktik aksi terorisme dan kekerasan atas nama agama dengan
tujuan menciptakan kerukunan antar umat manusia.Eksistensi manusia harus
berdialog dalam hidup bersama melalui nilai-nilai pancasila yang pada nantinya akan
membawa kedamaiaan, ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar sesama manusia,
dengan tujuan agar Tuhan pun mencintai manusia. Jika sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa ini mampu dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegera.
Tentunya, aksi terorisme dapat dihindari sejak dini. Pancasila memuat makna
keberagamaan dan kebersamaan yang dapat mencegah aksi terorisme.
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia

Narkoba adalah zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau
perasaan, dan perilaku seseorang.

Permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan sesuatu yang bersifat


urgent dan kompleks. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini
menjadi marak. Terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu
narkoba secara signifikan, seiring meningkatnya pengungkapan kasus tindak
kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif pula jaringan
sindikatnya. Dampak dari penyalahgunaan narkoba tidak hanya mengancam
kelangsungan hidup dan masa depan penyalahgunanya saja, namun juga masa depan
bangsa dan negara, tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat
pendidikan. Sampai saat ini tingkat peredaran narkoba sudah merambah pada
berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan sudah menyentuh
komunitas pedesaan.

Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat
hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang
senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-
tempat perkumpulan geng. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,
pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.

Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Hal


ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di
antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai
materialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap narkoba. Kekhawatiran
ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah
merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini
akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa
mendatang.

Perilaku sebagian remaja yang secara nyata telah jauh mengabaikan nilai-nilai
kaidah dan norma serta hukum yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat menjadi
salah satu penyebab maraknya penggunaan narkoba di kalangan generasi muda.
Dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat masih banyak dijumpai
remaja yang masih melakukan penyalahgunaan narkoba.

Penyebab terjerumusnya seseorang dalam penyalahgunaan narkoba menurut


Libertus Jehani dan Antoro (2006) disebabkan oleh banyak faktor, baik internal
maupun eksternal.

1.Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang yang terdiri dari:
 Kepribadian
Apabila kepribadian seseorang labil, kurang baik, dan mudah dipengaruhi
orang lain maka lebih mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba

 Keluarga

Jika hubungan dengan keluarga kurangharmonis (broken home) maka


seseorang akan mudah merasa putus asa dan frustasi.

 Ekonomi

Kesulitan mencari pekerjaan menimbulkan keinginan untuk bekerja menjadi


pengedar narkoba. Seseorang yang ekonomi cukup mampu, tetapi kurang
perhatian yang cukup dari keluarga atau masuk dalam lingkungan yang salah
lebih mudah terjerumus jadi pengguna narkoba.
2.Faktor Eksternal, yaitu faktor penyebab yang berasal dari luar seseorang yang
mempengaruhi dalam melakukan suatu tindakan, dalam hal ini penyalahgunaan
narkoba. Faktor eksternal itu sendiri antara lain:
 Pergaulan
Teman sebaya mempunyai pengaruh cukup kuat terjadinya penyalahgunaan
narkoba, biasanya berawal dari ikut-ikutan teman terutama bagi remaja yang
memiliki mental dan kepribadian cukup lemah.

 Sosial /Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang baik terkontrol dan memiliki organisasi yang
baik akan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, begitu sebaliknya
apabila lingkungan sosial yang cenderung apatis dan tidak mempedulikan
keadaan lingkungan sekitar dapat menyebabkan maraknya penyalahgunaan
narkoba di kalangan remaja.

Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi, yaitu suatu fase perkembangan antara
masa anak-anak dan masa dewasa. Masalah utama remaja pada umumnya adalah
pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke
dalam kelompok anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk
dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap
remaja. Oleh karena itu, seringkali memiliki dorongan untuk menampilkan dirinya
sebagai kelompok tersendiri. Dorongan ini disebut sebagai dorongan
originalitas.Namun dorongan ini justru seringkali menjerumuskan remaja pada
masalah-masalah yang serius, seperti narkoba.

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi


muda dewasa ini kian meningkat. Maraknya penyimpangan perilaku generasi
muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di
kemudian hari, sebab pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus
bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf.
Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan
bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Sasaran dari
penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja.

Penyalahgunaan narkoba termasuk ke dalam salah satu bentuk kenakalan


remaja khusus. Setiap orang yang menyalahgunakan zat-zat terlarang pasti
memiliki alasan mereka masing-masing sehingga mereka dapat terjebak masuk ke
dalam perangkap narkotika, narkoba atau zat adiktif. Beberapa faktor penyebab
seseorang, khususnya remaja, menjadi pecandu atau pengguna zat terlarang
adalah:

 Ingin Terlihat Gaya

Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya menjadi lebih berani,
keren, percaya diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek keren yang terlihat
oleh orang lain tersebut dapat menjadi trend pada kalangan tertentu sehingga
orang yang memakai zat terlarang itu akan disebut trendy, gaul, modis, dan
sebagainya.

 Solidaritas Kelompok/Komunitas/Geng Sekelompok orang yang mempunyai


tingkat kekerabatan yang tinggi antar anggota biasanya memiliki nilai
solidaritas yang tinggi. Jika ketua atau beberapa anggota kelompok yang
berpengaruh pada kelompok itu menggunakan narkotik, maka biasanya
anggota yang lain baik secara terpaksa atau tidak terpaksa akan ikut
menggunakan narkotik itu agar merasa seperti keluarga senasib
sepenanggungan.
 Menghilangkan Rasa Sakit
Seseorang yang memiliki suatu penyakit atau kelainan yang dapat
menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan dapat membuat orang jadi
tertarik jalan pintas untuk mengobati sakit yang dideritanya yaitu dengan
menggunakan obat-obatan dan zat terlarang.
 Coba-Coba atau Ingin Tahu
Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh suatu zat yang
dilarang, seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk mencicipi
nikmatnya zat terlarang tersebut. Seseorang dapat mencoba narkoba untuk
sekedar mengobati rasa penasarannya. Tanpa disadari dan diinginkan, orang
tersebut akan ketagihan dan akan melakukannya lagi berulang-ulang tanpa
bisa berhenti.
 Ikut-ikutan
Orang yang sudah menjadi korban narkoba mungkin akan berusaha mengajak
orang lain yang belum terkontaminasi narkoba agar orang lain ikut bersama
merasakan sensasi atau penderitaan yang dirasakannya. Pengedar dan pemakai
mungkin akan membagi-bagi gratis obat terlarang sebagai perkenalan dan
akan meminta bayaran setelah korban ketagihan.
 Menyelesaikan dan Melupakan Masalah/Beban Stres
Orang yang dirudung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat
terjerumus dalam pangkuan narkotika, narkoba atau zat adiktif agar dapat
tidur nyenyak, mabuk, atau merasakan kegembiraan yang timbul yang
merupakan efek penggunaan dari zat tertentu
 Menonjolkan Sisi Pemberontakan atau Merasa Hebat
Seseorang yang nakal atau jahat umumnya ingin dilihat oleh orang lain
sebagai sosok yang ditakuti agar segala keinginannya dapat terpenuhi. Zat
terlarang akan membantu membentuk sikap serta perilaku yang tidak umum
dan bersifat memberontak dari tatanan yang sudah ada. Pemakai yang ingin
dianggap hebat oleh kawan-kawannya pun dapat terjerembab pada zat
terlarang.
 Menghilangkan Rasa Penat dan Bosan
Rasa bosan, rasa tidak nyaman dan lain sebagainya bagi sebagaian orang
adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan ingin segera dihilangkan dari
alam pikiran. Zat terlarang dapat membantu seseorang yang sedang banyak
pikiran untuk melupakan kebosanan yang melanda. Seseorang dapat mengejar
kenikmatan dengan menggunakan obat terlarang yang menyebabkan
halusinasi dan khayalan yang menyenangkan.
 Mencari Tantangan atau Kegiatan Beresiko
Bagi orang-orang yang senang dengan kegiatan yang memiliki resiko tinggi
dalam menjalankan aksinya ada yang menggunakan obat terlarang agar bisa
menjadi yang terhebat, penuh tenaga dan penuh percaya diri.
 Merasa Dewasa
Pemakai zat terlarang yang masih muda terkadang ingin dianggap dewasa
oleh orang lain agar dapat hidup bebas, sehingga melakukan penyalahgunaan
zat terlarang. Dengan menjadi dewasa seolah-olah orang itu dapat bertindak
semaunya sendiri, merasa sudah matang, bebas dari peraturan dan
pengawasan orangtua, guru, dan lain-lain.

Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis dan
sosial seseorang. Dampak fisik, psikis dan sosial selalu saling berhubungan erat
antara satu dengan lainnya. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang
luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya)
dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi. Gejala
fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk
membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan perilaku-perilaku
menyimpang lainnya.
Selain itu, narkoba dapat menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, persepsi,
dan kesadaran. Pemakaian narkoba secara umum dan juga psikotropika yang tidak
sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh.

Berdasarkan efek yang ditimbulkan, penyalahgunaan narkoba dibedakan menjadi


3 (Budianto, 1989), yaitu:

 Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi


aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan
bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan
dosis bisa mengakibatkan kematian.
 Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
serta kesadaran.
 Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau
mengakibatkan halusinasi.

Harus disadari bahwa masalah penyalahgunaan narkoba adalah suatu problema


yang sangat kompleks, oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari semua
pihak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Pencegahan dan penanggulangan narkoba banyak yang masih bisa dilakukan


untuk mencegah penggunaan dan membantu remaja yang sudah terjerumus ke dalam
penyalahgunaan narkoba. Penanggulangan penyalahgunaan narkoba bukan saja
merupakan tanggung jawab pemerintah semata, namun upaya tersebut pun
merupakan tanggung jawab masyarakat umum yang diawali dari kelompok terkecil
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat tempat
para remaja mengaktualisasikan dirinya.

Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
 Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, atau disebut sebagai fungsi
preventif. Biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi
mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi
pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. Dalam menjalankan fungsi ini, upaya yang harus di lakukan
oleh pemerintah meliputi melakukan sosialisasi secara berkala, pendirian
lembaga-lembaga pengawasan, membentuk aturan perundang-undangan
dalam berbagai bentuk, dan bahkan menjalin kerjasama inernasional baik
bilateral, regional, maupun multilateral. Selain itu, kegiatan yang dapat
dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang ditujukan kepada remaja
langsung dan keluarga.
 Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: 1) fase penerimaan awal
antara 1 - 3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental; 2) fase
detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1 - 3 minggu untuk
melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara
bertahap.
 Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan
dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas: 1) fase
stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke
masyarakat; 2) fase sosialiasi dalammasyarakat,agar mantan penyalahguna
narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di
masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat
kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.

Anda mungkin juga menyukai