PEMBAHASAN
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semua aspek penyelenggaraan negara
harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan baik yang material
maupun spiritual. Masalah negara yang masuk dalam aspek material diantaranya
bentuk dan tujuan negara, tertib hukum dan sistem negara. Sementara yang bersifat
spiritual antara lain moral agama dan moral peyelenggara negara.
Moh Hatta menegaskan bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik
bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan sila ini maka politik negara
berdasar pada moral yang kuat dan sila ini menjadi dasar yang memimpin kerohanian
ke arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujutan dan persaudaraan.
Sementara itu kaitannya dengan tertib huku, maka secara material nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa harus merupakan sumber bahan dan sumber nilai bagi
hukum positif di Indonesia. Dalam pengertian ini ada di Pembukkan UUD 45
terdapat nilai-nilai hukum Tuhan (Alinea II), hukum kodrat (Alinea I), dan hukum
etis (Alinea III). Nilai-nilai hukum itu merupakan sumber materi dan nilai dalam
setiap perumusan dan produk hukum positif di Indonesia.
Menurut Afif Muhammad, radikal berasal dari kata radic yang berarti akar,
dan radikal adalah (sesuatu) yang bersifat mendasar atau ‘hingga ke akar-akarnya’.
Predikat ini bisa dikenakan pada pemikiran atau paham tertentu, sehingga muncul
istilah ‘pemikiran yang radikal’ dan bisa pula ‘gerakan’. Berdasarkan itu, radikalisme
diartikan dengan paham atau aliran keras yang menginginkan perubahan atau
pembaruan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis dan sikap ekstrem suatu
aliran politik
Sementara itu, akar munculnya gerakan radikalisme ini di Indonesia tidak bisa
dilepaskan pasca-Orde Baru dari pergantian rezim yang semakin terbuka.
Kemunculan gerakan radikalisme agama, seperti Jemaah Islamiyah (JI) maupun yang
terang-terangan seperti Laskar Jihad, Laskar Jundulloh, FPI, MMI, HTI, dan lain-lain
merupakan dampak ikutan dari semakin terbukanya iklim politik dan demokrasi
pasca-tumbangnya Orde Baru. Tanpa kehadiran era Reformasi, hampir dapat
dipastikan kelompok-kelompok garis keras tersebut tidak akan berani muncul ke
permukaan akibat represi politik yang dilakukan oleh rezim berkuasa. Keterbukaan
politik yang diintroduksi oleh Presiden Habibie, penerus Presiden Soeharto, terbukti
memberi semangat baru bagi kelompok masyarakat untuk menyuarakan berbagai
aspirasi dan kepentingan politiknya secara bebas dan leluasa.
Memasuki Era Reformasi, penataan kehidupan agama di ruang publik memang
jauh lebih longgar dibanding era Orde Baru. Pada masa Soeharto, Indonesia
menerapkanUU anti-subversi yang sering disalahgunakan untuk tujuan-tujuan
represif melalui Penetapan Presiden Republik Indonesia No 11 Tahun 1963 tentang
Pemberantasan Kegiatan Subversi
Bung Karno secara tegas berkata: ” Apabila bangsa Indonesia ini melupakan
Pancasila, tidak melaksanakan dan bahkan mengamalkannya maka bangsa ini akan
hancur berkeping-keping”. Oleh karena itu, manusia Indonesia harus
mengimplementasikan seluruh nilai-nilai pancasila tersebut dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.Pancasila jangan hanya di sebuah wacana saja dan manis di
bibir saja, akan tetapi, nilai-nilai pancasila perlu di ejawantahkan dalam setiap
tindakan dan perbuatan manusia Indonesia. Penanaman dan pemberian pemahaman
pancasila menjadi sangat signifikant saat untuk memerangi aksi terorisme, yang mana
mereka telah mengabaikan nilai-nilai pancasila.
Pelaku terorisme saat ini telah menyalahi nilai-nilai pancasila, terutama dalam
Dalam sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam sila pertama, setiap warga
negara wajib berketuhanan Yang Maha Esa, sikap saling menghormati dan
bekerjasama antar umat beragama perlu diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sebagai upaya menjalankan sila pertama dengan tujuan
untuk menghindari praktik aksi terorisme dan kekerasan atas nama agama dengan
tujuan menciptakan kerukunan antar umat manusia.Eksistensi manusia harus
berdialog dalam hidup bersama melalui nilai-nilai pancasila yang pada nantinya akan
membawa kedamaiaan, ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar sesama manusia,
dengan tujuan agar Tuhan pun mencintai manusia. Jika sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa ini mampu dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegera.
Tentunya, aksi terorisme dapat dihindari sejak dini. Pancasila memuat makna
keberagamaan dan kebersamaan yang dapat mencegah aksi terorisme.
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia
Narkoba adalah zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau
perasaan, dan perilaku seseorang.
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat
hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang
senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-
tempat perkumpulan geng. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,
pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.
Perilaku sebagian remaja yang secara nyata telah jauh mengabaikan nilai-nilai
kaidah dan norma serta hukum yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat menjadi
salah satu penyebab maraknya penggunaan narkoba di kalangan generasi muda.
Dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat masih banyak dijumpai
remaja yang masih melakukan penyalahgunaan narkoba.
1.Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang yang terdiri dari:
Kepribadian
Apabila kepribadian seseorang labil, kurang baik, dan mudah dipengaruhi
orang lain maka lebih mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba
Keluarga
Ekonomi
Sosial /Masyarakat
Lingkungan masyarakat yang baik terkontrol dan memiliki organisasi yang
baik akan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, begitu sebaliknya
apabila lingkungan sosial yang cenderung apatis dan tidak mempedulikan
keadaan lingkungan sekitar dapat menyebabkan maraknya penyalahgunaan
narkoba di kalangan remaja.
Masa remaja merupakan masa transisi, yaitu suatu fase perkembangan antara
masa anak-anak dan masa dewasa. Masalah utama remaja pada umumnya adalah
pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke
dalam kelompok anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk
dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap
remaja. Oleh karena itu, seringkali memiliki dorongan untuk menampilkan dirinya
sebagai kelompok tersendiri. Dorongan ini disebut sebagai dorongan
originalitas.Namun dorongan ini justru seringkali menjerumuskan remaja pada
masalah-masalah yang serius, seperti narkoba.
Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya menjadi lebih berani,
keren, percaya diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek keren yang terlihat
oleh orang lain tersebut dapat menjadi trend pada kalangan tertentu sehingga
orang yang memakai zat terlarang itu akan disebut trendy, gaul, modis, dan
sebagainya.
Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis dan
sosial seseorang. Dampak fisik, psikis dan sosial selalu saling berhubungan erat
antara satu dengan lainnya. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang
luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya)
dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi. Gejala
fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk
membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan perilaku-perilaku
menyimpang lainnya.
Selain itu, narkoba dapat menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, persepsi,
dan kesadaran. Pemakaian narkoba secara umum dan juga psikotropika yang tidak
sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh.
Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, atau disebut sebagai fungsi
preventif. Biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi
mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi
pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. Dalam menjalankan fungsi ini, upaya yang harus di lakukan
oleh pemerintah meliputi melakukan sosialisasi secara berkala, pendirian
lembaga-lembaga pengawasan, membentuk aturan perundang-undangan
dalam berbagai bentuk, dan bahkan menjalin kerjasama inernasional baik
bilateral, regional, maupun multilateral. Selain itu, kegiatan yang dapat
dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang ditujukan kepada remaja
langsung dan keluarga.
Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: 1) fase penerimaan awal
antara 1 - 3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental; 2) fase
detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1 - 3 minggu untuk
melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara
bertahap.
Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan
dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas: 1) fase
stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke
masyarakat; 2) fase sosialiasi dalammasyarakat,agar mantan penyalahguna
narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di
masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat
kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.