b. Mode ventilator
CMV (Continous Mechanical Ventilation)
Disebut juga dengan modus control. Karena
pada modus ini pasien menerima volume dan
ferkuensi pernafasan sesuai dengan yang telah
diatur. Sedangkan pasien tak dapat bernafas
sendiri.
ACV (Assist Control Ventilation) Pada modus in
pasien menerima volume dari mesin dan bantuan
nafas, tetapi hanya sedikit. Pasien diberikan
kesempatan untuk bernafas spontan. Total jumlah
pernafasan dan volume semenit ditentukan oleh
pasien sendiri.
IMV (Intermitent Mandatory Ventilation) Pasien
menerima volume and frekuensi pernapasan
dari ventilator. Keuntungannya adalah pasien
diberikan kesempatan untuk bernafas sendiri.
Pressure Support Modus ini memberikan
bantuan ventilasi dengan cara memberikan
tekanan. Pada saat pasien inspirasi, mesin
memberikan bantuan nafas sesuai dengan
tekanan positif yang telah ditentukan. Modus
ini sangat baik untuk digunakan pada proses
penyapihan pasien dari penggunaan ventilator.
SIMV (Syncronous Intermitent Mandatory
Ventilation) Modus ini sama dengan IMV, hanya
pada modus ini bantuan pernafasan dari
sesuaikan kapan terjadi pernafasan pasien sendiri
CPAP (Continous Positif Airway Pressure)
Pemberian tekanan positif pada jalan nafas
untuk membantu ventilasi selama siklus
pernafasan. Pada modus ini frekuensi
pernafasan dan volume tidal ditentukan oleh
pasien sendiri
PEEP (Positif End Expiratory Pressure)
Digunakan untuk mempertahankan tekanan
jalan nafas pada akhir ekspirasi sehingga
meningkatkan pertukaran gas didalam
alveoli. Pemakaian PEEP dianjurkan adalah 5-
15 cm H2O
7. Setelah semua prosedur selesai, bereskan alat dan
rapikan pasien kembali
8. Buka handscoon dan cuci tangan
C. Fase Terminasi
1. Evaluasi keadaan pasien
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
4. Lakukan pendokumentasian
D. Penampilan
1. Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan yang
dilakukan
2. Ketelitian selama tindakan
3. Menjaga keamanan pasien dan keamanan perawat
Total
LAPORAN PENDAHULUAN
PEMBACAAN RONTGEN SEDERHANA
A. DEFENISI
Rontgen atau dikenal dengan sinar x merupakan pemeriksaan yang memanfaatkan
peran sinar x dalam mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya dada, jantung,
abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tengkorak, dan rangka. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menggunakan radiasi sinar x yang sedikit karena tingginya kualitas
film sinar x dan digunakan untuk melakukan skrining dari berbagai kelainan yang ada
pada organ.
B. TUJUAN
Tujuan foto rontgen adalah untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui kelainan
anatomis tubuh, dpt mempertanggung jawabkan dlm memberikan perawatan selanjutnya
membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi
dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Membantu
menegakkan diagnosa. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi,
jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi.
C. INDIKASI
1. Sesak napas pada bayi
Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter
membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.
2. Bayi muntah hijau terus menerus
Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran pencernaan,
maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk
melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada
risk and benefit alias resiko dan manfaatnya..
3. Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan untuk
mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
D. KONTRAINDIKASI
Meski risiko efek samping yang ditimbulkan kecil, foto rontgen tidak
direkomendasikan untuk ibu hamil (kecuali tindakan darurat). Risiko rontgen pada
kehamilan adalah radiasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan gangguan pembentukan
organ pada janin. Maka itu, sebaiknya berbicara pada dokter terlebih dahulu sebelum
pemeriksaan foto rontgen, guna mengetahui efek samping yang ditimbulkannya.
E. PROSEDUR
1. Informed consent.
2. Tidak ada pembatasan makanan atau cairan.
3. Pada dada pelaksanaan fotodengan posisi PA (posterior anterior) dapat dilakukan
dengan posisi berdiri dan foto AP (anterior posterior) lateral dapat juga dilakukan.
Baju harus diturunkan sampai ke pinggang, baju kertas atau baju kain bisa
digunakan, dan perhiasan dapat dilepaskan. Anjurkan pasien untuk tarik napas dan
menahan napas pada waktu pengambilan foto sinar x.
4. Pada jantung, foto PA dan lateral kiri dapat diindikasikan untuk mengevaluasi
ukuran dan bentuk jantung, dalam pelaksanaannya, perhiasan pada leher harus
dilepaskan, baju diturunkan hingga ke pinggang.
5. Pada abdomen, baju haru dilepaskan dan digunakan baju kain/kertas, pasien tidur
telentang dengan tangan menjauh dari tubuh, serta testis harus dilindungi.
Pelaksanaan foto harus dilakukan sebelum pemeriksaan IVP.
6. Pada tengkorak, penjepit rambut, kaca mata, dan gigi palsu harus dilepaskan
sebelum pelaksanaan fotoPada rangka bila dicurigai terdapat fraktur, maka anjurkan
puasa dan immobilisasi pada daerah fraktur.
F. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Berdasarkan jenis persiapannya, pemeriksaan SINAR X terbagi atas:
a. Radiografi konvesional tanpa persiapan: Pasien dapat langsung difoto saat
datang.
b. Radiografi konvensional dengan persiapan
1) Pemeriksaan organ abdomen (perut) memerlukan puasa beberapa jam atau
hanya makan makanan tertentu agar usus dapat tergambar dengan jelas
tanpa adanya penutupan dari feses.
2) Pada pemeriksaan saluran kemih, Anda akan diminta berbaring telentang
dengan tangan menjauh dari tubuh. Serta sebelum pemeriksaan Anda akan
diminta untuk meminum banyak air atau dan menahan kencing agar dapat
terlihat gambaran yang bagus pada buli-buli (kandung kemih).
3) Pemeriksaan dada proyeksi posterior anterior (PA) dilakukan dengan posisi
berdiri, baju harus diturunkan sampai ke pinggang. Anda akan diminta
untuk menahan nafas saat foto diambil.
4) Jika rontgen dilakukan pada daerah tengkorak, penjepit atau hiasan rambut,
kaca mata, dan gigi palsu harus dipindahkan. Persiapan teknis lainnya
sebagai berikut:
a) Memakai pakaian yang nyaman dan longgar agar mudah untuk
membukanya, namun pada beberapa rumah sakit akan diberikan gaun
untuk dipakai.
b) Mencopot perhiasan, jam atau alat-alat yang mengandung logam pada
tubuh. Jika Anda memiliki implantasi metalik di dalam tubuh dari
operasi sebelumnya, segera laporkan ke dokter karena implant akan
memblokir sinar X-Ray untuk menembus ke dalam tubuh
CONTOH PEMBACAAN RONTGEN
A. Melakukan pemeriksaan awal
1. Periksalah nama pasien. Sebelum melakukan hal-hal yang lain, pastikan bahwa
Anda melihat hasil tes rontgen dada yang benar. Ini sepertinya jelas, tetapi ketika
sedang stres dan merasa tertekan, Anda bisa saja melewatkan beberapa hal
mendasar. Mempelajari hasil tes rontgen dada yang salah berarti membuang-buang
2. Pelajari riwayat kesehatan pasien. Ketika Anda bersiap-siap untuk membaca hasil tes
rontgen, pastikan bahwa Anda memiliki semua informasi terkait mengenai pasien
tersebut, termasuk umur dan jenis kelaminnya, serta riwayat medisnya. Ingatlah
untuk membandingkannya dengan hasil tes rontgen yang sebelumnya, jika ada.
waktu, padahal Anda justru ingin menghemat waktu.
3. Bacalah tanggal tes itu. Buatlah catatan khusus saat membandingkan hasil tes itu
dengan hasil tes sebelumnya (selalu perhatikan juga hasil tes sebelumnya, jika ada).
Tanggal tes yang dicatat memiliki konteks penting untuk menerjemahkan hasil apa
pun.
B. Menilai kualitas film
1. Periksalah apakah film tersebut diambil pada kondisi pernapasan penuh. Hasil
rontgen dada biasanya diambil pada saat pasien berada pada kondisipernapasan
penuh dalam siklus pernapasan, yaitu kondisi yang dalam istilah awam disebut
menarik napas. Ini memiliki efek penting pada kualitas film rontgen. Ketika cahaya
rontgen terpancar melalui bagian depan dada terhadap film tersebut, bagian rusuk
yang terdekat dengan filmnya adalah rusuk bagian belakang, sehingga akan menjadi
bagian yang paling terlihat. Anda seharusnya dapat melihat seluruh sepuluh rusuk
belakang jika film diambil saat pernapasan penuh.
Jika Anda melihat 6 rusuk bagian depan juga, ini berarti film memiliki standar
kualitas yang sangat baik
2. Periksa pencahayaannya.
a. Film yang kelebihan pencahayaan akan terlihat lebih gelap dari normal, dan
menyebabkan tampilan masing-masing areanya tidak jelas. Perhatikan bagian
tubuh antar tulang belakang pada hasil rontgen yang dilakukan dengan benar.
Hasil rontgen dada yang kurang cahaya tidak dapat membedakan tulang
belakang tubuh dengan ruang antar tulang belakang.
Film dapat dipastikan kurang pencahayaan jika Anda tidak dapat melihat
tulang belakang pada bagian toraks.
Film yang kelebihan pencahayaan memperlihatkan ruang antar tulang
belakang dengan sangat tajam
b. Temukan tanda-tanda rotasi. Jika pasien tidak sepenuhnya bersandar pada alat
rontgen, mungkin Anda akan melihat rotasi atau putaran pada hasilnya. Jika hal
ini terjadi, bagian mediastinum dapat terlihat tidak normal. Anda dapat mencari
rotasi dengan melihat bagian kepala clavicular dan batang tulang belakang pada
bagian toraks. Periksalah apakah toraks tulang belakang lurus pada posisi di
tengah tulang sternum dan di antara clavicular.Periksalah apakah clavicular
sama tinggi posisinya.
C. Mengindentifikasi dan Mengatur Posisi Hasil Rontgen
a. Periksalah apakah ada bagian lain seperti selang, jalur infus intravena (IV),
petunjuk EKG, alat pacu jantung, klip bedah, atau saluran pengeluaran cairan.
d. Amati tanda siluet jantung. Tanda siluet pada dasarnya adalah tidak adanya
siluet atau kehilangan paru-paru/jaringan lunak antarmuka, yang terjadi setelah
terdapat massa atau air yang banyak pada paru-paru. Lihatlah ukuran bayangan
jantung (ruang putih mewakili jantung, yang terletak di antara paru-paru). Siluet
jantung normal menempati kurang dari setengah lebar dada.
Jantung tampak berbentuk botol air pada film PA biasa, dengan pengaliran
cairan perikardial yang tidak wajar. Lakukan USG atau “Computed
Tomography” (CT) bagian dada untuk mengonfirmasi penafsiran Anda.
e. Periksa diafragma. Carilah diafragma yang mendatar atau menonjol. Diafragma
yang datar mungkin merupakan indikasi empisema. Diafragma yang menonjol
mungkin merupakan indikasi area konsolidasi ruang udara (seperti pada kasus
pneumonia), yang membuat paru-paru bagian bawah berbeda dalam hal
kepadatan jaringan dibandingkan dengan bagian perut
Diafragma kanan biasanya lebih tinggi daripada yang kiri, karena hati
berada di bawah diafragma kanan. Amati juga sudut kostofrenikus (yang
seharusnya tajam) jika ada bagian yang tumpul, karena ini mungkin
menunjukkan kelainan pengaliran cairan (yaitu penumpukan cairan di bagian
itu).
f. Periksalah jantung.
Periksa tepi jantung, karena garis tepi siluet seharusnya tajam. Amatilah jika
ada bagian yang terang yang mengaburkan garis tepi jantung, di lobus tengah
kanan dan kiri pada lingula pneumonia, misalnya. Amati juga jaringan lunak
eksternal untuk setiap kelainan. Jantung dengan diameter yang lebih besar dari
setengah diameter toraks adalah jantung yang membesar/membengkak.
Perhatikan pembengkakan getah bening, carilah emfisema subkutan (kerapatan
udara di bawah kulit), dan luka-luka lainnya.
g. Amati hila. Carilah jika ada pembekakan dan massa pada hila dari kedua sisi
paruparu. Dari pandangan depan, kebanyakan bayangan hila mewakili arteri
paru-paru bagian kiri dan kanan. Arteri paru-paru selalu lebih menonjol
daripada bagian kanan, sehingga hilum bagian kiri tampak lebih tinggi. Carilah
pengapuran kelenjar getah bening pada hilus, yang mungkin disebabkan oleh
infeksi tuberkulosis yang telah terjadi sejak sebelumnya
G. DAFTAR PUSTAKA
Bandu,Karmila. 2014. Efek Radiasi Sinar X Pada Anak-Anak . Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar.
Ambarwati, Eny Retna dan Tri Sunarsih. 2009.KDPK Kebidanan Teori dan
Aplikasi.Yogyakarta: Nuha Medika.
FORMAT PENILAIAN PEMBACAAN RONTGEN SEDERHANA
NO Aspek yang dinilai Bob Y Tida
ot a k
A. Fase Orientasi
1. Memberikan salam atau menyapa pasien
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
4. Menjelaskan prosedur kerja
5. Menanyakan kesiapan pasien dan kontrak waktu
B. Fase kerja
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat
3. Pasang handscoon
4. Jaga privasi pasien
5. Prosedur :
Melakukan pemeriksaan awal :
f) Periksa diafragma.
g) Periksalah jantung.
dilakukan
2. Ketelitian selama tindakan
3. Menjaga keamanan pasien dan keamanan perawat
Total
LAPORAN PENDAHULUAN
Pengukuran JVP ( Jugular Venous Pressure)
A. DEFENISI
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang
dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan memberikan informasi
mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung
untuk memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui
pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure).
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain:
1. Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD)
2. Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure)
Kompetensi dasar yang harus dimiliki
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas
level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat
melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di atas
sudut manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right atrium selalu
konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang
normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.
C. INDIKASI
1. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting
diketahui.
2. Pasien dengan distensi unilateral
3. Pasien dengan trauma mayor
4. Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium
5. Pasien yang diberi cairan IV sangat cepat;
6. Gagal jantung kanan
7. Cor plumonal
8. Efusi perikardial atau tamponade
9. Obstruksi vena kava superior
10. Peningkatan pembuluh darah
D. KONTRA INDIKASI
1. SVC sindrom
2. Infeksi pada area inseri
3. Koagulopati
4. Insersi kawat pacemaker
5. Disfungsi kontralateral diafragma
6. Pembedahan leher
E. KOMPLIKASI
1. Hematoma local
2. Sepsis
3. Disritmia
4. Tamponade perikard
5. Bakteriemia
6. Emboli Udara
7. Pneumotoraks
F. ALAT DAN BAHAN
1. 2 buah penggaris (skala sentimeter)
2. Senter
G. ANATOMI DAERAH
Vena Jugularis Interna karena terhubung langsung dengan vena cava superior dan atrium
kanan.
Aspek keamanan dan keselamatan yang perlu diperhatikan
1. Posisi pasien, nyaman atau belum
2. Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
3. Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher
4. Mengkaji tingkat kesadaran pasien
5. Memasang restrain
H. PROSEDUR
1. Atur klien pada posisi supine dan rileks
2. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:
a. 15° - 30° atau
b. 30° - 45° atau
c. 45° - 90° (pada klien yg mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang
cukup bermakna)
3. Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang tajam
untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting, pastikan bahwa leher
dan toraks atas sudah terbuka
4. Kepala menengok menjauhi arah pemeriksa
5. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.
6. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows) vena
jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna, jika tidak tampak gunakan vena
jugular eksterna.
7. Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna/eksterna dapat dilihat
(Meniscus).
8. Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur tinggi
pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
9. Gunakan penggaris.Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah
satu ujungnya menempel pada sudut sternum.Penggaris ke-2 diletakan mendatar
(horizontal), dimana ujung yang satu tepat di titik tertinggi pulsasi vena (meniscus),
sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1. Angulus ludocivi
(patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm /selanjutnya disebut R cm). Bila
permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm di bawah bidang horizontal yang
melalui angulus ludovici, maka tekanan vena jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm
H20, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm diatas berarti CVP R + 2 cm H20 Bila
hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka diambil CVP yang lebih rendah
10. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi vena
(meniscus).
11. Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi tempat tidur
bagian kepala ditinggikan 30° - 45°
12. Catat hasilnya.
Menulis dan Membaca HasilMisal = 5+2
5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium
+2: hasilnya—meniscus
I. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
1. Kebersihan diri perawat saat melakukan pengukuran
2. Privacy klien
3. Kenyamanan, keselatamatan dan keamanan pasien
4. Ketelitian dalam melakukan inpeksi dan pengukuran
5. Keruntutan prosedur dan tindakan
J. DAFTAR PUSTAKA
Potter&Perry.2005.Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses, dan Praktik Vol.1.(Ed.ke
4).Jakarta:EGC.
Rokhaeni H.2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat RS
Jantung Harapan Kita Altman: NursingSkills.
3. Berpamitan
4. Lakukan pendokumentasian
D. Penampilan
LAPORAN PENDAHULUAN
PEMASANGAN CENTRAL VENOUS PRESSURE (CVP)
A. Pengertian
CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga ujungnya
berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga kateterisasi
vena sentralis (KVS).
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan.
Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel
kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena
sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai
normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
B. Tujuan
1. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)
2. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori tinggi secara
intravena
3. Untuk mengambil darah vena
4. Untuk memberikan obat – obatan secara intra vena
5. Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
6. Dilakukan pada penderita gawat yang membutuhkan erawatan yang cukup lama
CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus dinilai
dengan parameter yang lainnya seperti :
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah
c. Volume darah
d. CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar dalam tubuh penderita, yang
ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal : syock hipovolemik –> CVP
rendah.
C. Indikasi Pemasangan CVP
1. Pasien dengan trauma berat disertai pendarahan yang banyak dapat menimbulkan
syok
2. Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart trepanasi
3. Pasien dengan kelainan ginjal
4. Pasien dengan gagal jantung
5. Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextosa 20% aminofusin)
6. Pasien yang di berikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar
D. Persiapan untuk pemasangan
1. Persiapan pasien
a. Memberikan penjelasan pd klien dan klg ttg:
1) tujuan pemasangan,
2) daerah pemasangan, &
3) prosedur yang akan dikerjakan
2. Persiapan alat
a. Kateter CVP
b. Set CVP
c. Spuit 2,5 cc
d. Antiseptik
e. Obat anaestesi local
f. Sarung tangan steril
g. Bengkok
h. Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
i. Plester
3. Cara Kerja
a. Daerah yang Dipasang :
1) Vena femoralis
2) Vena cephalika
3) Vena basalika
4) Vena subclavia
5) Vena jugularis eksterna
6) Vena jugularis interna
b. Cara Pemasangan :
1) Penderita tidur terlentang
2) Bahu kiri diberi bantal
3) Pakai sarung tangan
4) Desinfeksi daearah CVP
5) Pasang doek lobang
6) Tentukan tempat tusukan
7) Beri anestesi local
8) Ukur berapa jauh kateter dimasukkan
9) Ujung kateter sambungkan dengan spuit 20 cc yang diisi NaCl 0,9% 2-5 cc
10) Jarum ditusukkan kira – kira 1 jari kedepan medial, ke arah telinga sisi yang
berlawanan
11) Darah dihisap dengan spuit tadi
12) Kateter terus dimasukkan ke dalam jarum, terus didorong sampai dengan
vena cava superior atau atrium kanan
13) Mandrin dicabut kemudian disambung infus -> manometer dengan three
way stopcock
14) Kateter fiksasi pada kulit
15) Beri betadhin 10%
16) Tutup kasa steril dan diplester
E. Keuntungan Pemasangan di Daerah Vena Sublavia
1. Mudah dilaksanakan (diameter 1,5 cm – 2,5 cm)
2. Fiksasi mudah
3. Menyengkan penderita
4. Tidak mengganggu perawatan rutin dapat dipertahankan sampai 1 minggu
F. Cara Menilai CVP dan Pemasangan Manometer
1. Cara Menentukan Titik Nol
CVP Manometer
2. Penderita tidur terlentang mendatar
3. Dengan menggunakan slang air tang berisi air ± setengahnya -> membentuk
lingkaran dengan batas air yang terpisah
4. Titik nol penderita dihubungkan dengan batas air pada sisi slang yang satu. Sisi yang
lain ditempatkan pada manometer.
5. Titik nol manometer dapat ditentukan
6. Titik nol manometer adalah titik yang sama tingginya dengan titik aliran V.cava
superior, atrium kanan dan V.cava inferior bertemu menjadi satu.
Liat gambar di bawah ini
LAPORAN PENDAHULUAN
BEDSIDE MONITOR
A. Pengertian dan Fungsi Bedside Monitor
Bedside Monitor adalah suatu alat yang digunakan untuk memonitor vital sign pasien,
berupa detak jantung, nadi, tekanan darah, temperatur bentuk pulsa jantung secara terus
menerus.
B. Parameter Bedside Monitor
Parameter adalah bagian-bagian fisiologis dari pasien yang diperiksa melalui pasien
monitor. Jika kita ketahui ada sebuah pasien monitor dengan 5 parameter, maka yang
dimaksud dari lima parameter tersebut adalah banyaknya jenis pemeriksaan yang bisa
dilakukan oleh pasien monitor tersebut.
Didalam istilah pasien monitor kita mengetahui beberapa parameter yang diperiksa,
parameter itu antara lain adalah :
1. EKG adalah pemeriksaan aktivitas kelistrikan jantung, dalam pemeriksaan ECG ini
juga termasuk pemeriksaan “Heart Rate” atau detak jantung pasien dalam satu
menit.
2. Respirasi adalah pemeriksaan irama nafas pasien dalam satu menit
3. Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah.
4. Tensi / NIBP (Non Invasive Blood Pressure) / Pemeriksaan tekanan darah.
5. Temperature, suhu tubuh pasien yang diperiksa.
Jenis Bedside Monitor
a. Pasien Monitor Vital Sign
Monitor ini bersifat pemeriksaan stándar, yaitu pemeriksaan ECG, Respirasi,
Tekanan darah atau NIBP, dan Kadar oksigen dalam darah / saturasi darah/ SpO2.
b. Pasien Monitor 5 Parameter
Pasien monitor ini bisa melakukan pemeriksaan seperti ECG, Respirasi, Tekanan
darah atau NIBP, kadar oksigen dalam darah / saturasi darah / SpO2, dan
Temperatur.
c. Pasien Monitor 7 Parameter
Pasien monitor ini biasanya dipakai diruangan operasi, karena ada satu
parameter tambahan yang biasa dipakai pada saat operasi, yaitu “ECG, Respirasi,
Tekanan darah atau NIBP (Non Invasive Blood Pressure) , kadar oksigen dalam
darah/ Saturasi darah / SpO2, temperatur, dan sebagai tambahan adalah IBP
(Invasive Blood Pressure) pengukuran tekanan darah melalui pembuluh darah
langsung, EtCo2 (End Tidal Co2) yaitu pengukuran kadar karbondioksida dari
sistem pernafasan pasien.
Nama lain dari Bedside Monitor adalah:
Cardiorespiratory Monitors
Apnea Alarms dan repiration monitor
Patient Monitor
C. KOMPONEN ALAT
1. Preamplifier
2. Modul elektrode dan pasien kabel
3. Parameter sesuai kebutuhan
4. Monitor
Blok Diagram Bedside Monitor DAN Prinsip Kerja
Prinsip Kerja
Power supply board fungsinya untuk:
a. Penyearah dan filter input tegangan AC
b. Penstabil dan menghasilkan tegangan DC untuk semua rangkaian
c. Baterai charger
d. Menghasilkan perintah power fail ke main board
e. Memilih ON/OFF DC power supply dari front panel
f. Mematikan DC power supply, jika terjadi kerusakan pada power
LCD DISPLAY:
Menghasilkan gambar bagi tampilan sinyal-sinyal hasil pengukuran yang telah diolah
dan didapatkan dari main prosessor board.
BACKLIGTH:
Tampilan bagi belakang layar dua tegangan anoda (200 v dan 6 KV), heater current
kontrol grid voltage, arus katoda.
MAIN PROSESSOR BOARD
Fungsinya untuk, afirmware programed microcomputer, system timing, interface, pada
rangkaian lainnya seperti display monitor, spiker front-end dan keyboard, alarm, recorder
serta interface pada keluaran dan mini recorder.
KEYPAD
Fungsinya keypad board adalah untuk mengetik dan mengisi data-data pasien yang
sedang diperiksa dan memberikan perintah-perintah untuk melakukan program yang
akan dilakukan .
MAIN CONECTOR BOARD
Terdiri dari 3 fungsi blok: ECG/Defib syn, Unity, Auxilary port, Expansion and docking
port.
Auxilary parameter board dibagi dalam 3 daerah operasi utama:
Input channel (2 pressure dan 2 temperatur) Control dan A/D konversion dari front panel
dan semua input channel (pressure, temperatur, ECG, peripheral pulse dan respiration)
D. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Kebersihan probe
2. Grounding
3. Aksesoris
4. Lakukan pemeliharaan sesuai jadwal
E. CARA KERJA
1. Lepaskan penutup debu
2. Siapkan aksesoris dan pasang sesuai kebutuhan
3. Hubungkan alat ke terminal pembumian
4. Hubungkan alat ke catu daya
5. Hidupkan alat dengan menekan/mamutas tombol ON/OFF
6. Set rentang nilai (range) untuk temperatur, pulse dan alarm
7. Perhatikan protap pelayanan
8. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
9. Hubungkan patient cable, stap dan chest electrode ke pasien dan pastikan sudah
terhubung dengan baik
10. Lakukan monitoring
11. Lakukan pemantauan display terhadap heart rate, ECG wave form, pulse,
temperatur, saturasi oksigen (SpO2), NiBP, tekanan hemodinamik
12. Setelah pengoperasian selesai matikan alat dengan menekan tombol ON/OFF
13. Lepaskan hubungan alat dari catu daya
14. Lepaskan hubungan alat dari terminal pembumian
15. Lepaskan patient cable, strap, chest electrode dan bersihkan
16. Pastikan bahwa Bedside Monitor dalam kondisi baik dan siap difungsikan lagi
Pasang penutup debu
17. Simpan alat dan aksesoris ke tempat semula
F. Pemantauan Fisik Bedside Monitor
Secara umum pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk peralatan bedside monitor
adalah sebagai berikut:
1. chassis / selungkup
2. kotak kontak
3. terminal pembumian
4. kabel daya
5. saklar ON/OFF
6. sikring
7. patient cables
8. fitting / connector
9. electrode & streps
10. control / pengatur
11. battery / charger
12. indikator / display
13. user calibration
14. alarm
15. audibla signals
16. aksesori
17. kebersihan alat
G. DAFTAR PUSTAKA
Ashton,J.(2006).Health Manager’s Guide : monitoring the Quality of hospital
Care.USA.U.S Agency forInternational Development ( USAID ) http://akatsuki-
ners.blogspot.com/2011/11/prosedur-pengoperasian-bedside-monitor.html
TOOL PENILAIAN BEDSIDE MONITOR
N Aspek yang dinilai Bobot Ya Tidak
O
I. Fase Orientasi
11. Memberikan salam atau menyapa pasien
12. Memperkenalkan diri
13. Menjelaskan maksud dan tujuan
14. Menjelaskan prosedur kerja
15. Menanyakan kesiapan pasien dan kontrak waktu
J. Fase kerja
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat
3. Pasang handscoon
4. Jaga privasi pasien
5. a) Lepaskan penutup debu
b) Siapkan aksesoris dan pasang sesuai kebutuhan
c) Hubungkan alat ke terminal pembumian
d) Hubungkan alat ke catu daya
e) Hidupkan alat dengan menekan/mamutas tombol
ON/OFF
f) Set rentang nilai (range) untuk temperatur, pulse
dan alarm
g) Perhatikan protap pelayanan
h) Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan
i) Hubungkan patient cable, stap dan chest electrode
ke pasien dan pastikan sudah terhubung dengan
baik
j) Lakukan monitoring
k) Lakukan pemantauan display terhadap heart rate,
ECG wave form, pulse, temperatur, saturasi
oksigen (SpO2), NiBP, tekanan hemodinamik
l) Setelah pengoperasian selesai matikan alat dengan
menekan tombol ON/OFF
m) Lepaskan hubungan alat dari catu daya
n) Lepaskan hubungan alat dari terminal
pembumian
o) Lepaskan patient cable, strap, chest electrode dan
bersihkan p. Pastikan bahwa Bedside Monitor
dalam kondisi baik dan siap difungsikan lagi
p) Pasang penutup debu
q) Simpan alat dan aksesoris ke tempat semula
LAPORAN PENDAHULUAN
DC SYOK
A. Konsep Teori
Defibrilasi adalah terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan
metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan
dada pasien. Tujuannya adalah untuk mengkoordinasikan aktivitas listrik jantung dan
mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi
jaringan dan oksigenasi. AHA (2015) merekomendasikan agar defibrilasi diberikan
secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT atau VF, yaitu 3 menit atau
kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau kurang dalam setting
luar rumah sakit. (Vol 9. No. 1, Maret 2017 Medica majapahit )
Defibrilator adalah alat yang dapat memberikan shock listrik dan dapat
menyebabkan depolarisasi sementara dari jantung yang denyutnya tidak teratur, sehingga
memungkinkan timbulnya kembali aktifitas listrik jantung yang terkoordinir. Enerji
dialirkan melalui suatu elektrode yang disebut paddle. Defibrilator diklasifikasikan
menurut 2 tipe bentuk gelombangnya yaitu monophasic dan biphasic.
Terdapat berbagai tipe defibrilator, anatara lain :
1. Defibrilator standar dengan monitor baik monofasik maupun bifasik.
2. Automated External Defibrillators (AED)
3. Semi automated AED
4. Defibrilator transvena atau implant
Kardioversi adalah renjatan elektris berkala pada jantung untuk mengatasi aritmia
tertentu dimana arus listrik yang diberikan bervoltase rendah dan diatur untuk tidak
menimpa gelombang T (Nurahman, 2014). Dengan tujuan Menghentikan aritmia yang
mengancam menjadi irama sinus yang normal. Mekanisme pemberian dosis kardioversi
sebagai terapi listrik pada impuls jantung.
1. Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang memakai 50 atau 100
Joule
2. Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-300 Joule.
3. Takikirdia supraventrikular 10 Juole biasanya efektif. 100 Joule hampir selalu
efektif.
4. Fibrilasi ventrikular dosis awal 200 joule bila gagal segera pakai 360 Joule.
B. Tujuan
1. Untuk menentukan adanya fibrilasi ventrikel dengan cara memberikan arus listrik
melewati dinding dada pasien. Fibrilasi yang dilakukan dengan segera telah
memperlihatkan peningkatan yang berarti meyerupai tindakan resusitasi yang
berhasil.
2. Sebagai terapi kelistrikan untuk gangguan impuls jantung secara kontinu.
C. Cara Kerja
Cara kerja defibrilator baik otomatis maupun defibrilator manual sama. Yaitu
memberikan sengatan (kejutan) energi listrik dalam ukuran tertentu yang biasanya
disesuaikan melalui proses analisa aritma jantung pada layar ECG. Oleh sebab itu,
defibrilator manual seperti Mindray D3 dilengkapi dengan monitor untuk melihat kondisi
aritma jantung pasien.
D. Indikasi
1. Fibrilasi ventrikel
2. Takikardi ventrikel pada pasien tidak sadar atau nadi sangat lemah
3. Bila ada kemungkinan yang memperlihatkan asistole dan mengarh pada fibrilasi
ventrikel
E. Kontra Indikasi
1. Kemungkinan terbakar karena lempeng atau bantalan defibrilator
2. Kerusakan miokardium
F. Prosedur
1. Alat dan bahan
a. Defrilator dan kelengkapannya
b. Jelly
c. Catatan resusitasi jantung paru (CPR Record)
d. Elektroda
e. Obat-obat sedasi, jika perlu
2. Prosedur kerja
Asyncrone
a. Pasang elektrode EKG dan pindahkan elektrode tersebut sehingga tidak
mengganggu tempat melakukan shock.
b. Angkat pedal defobrilator dan berikan jeli pada ke dua pedal atau gunakan
defibrilator pad.
c. Putar energi sesuai dengan yang dikenhendaki atau sesuai dengan instruksi
dokter
d. Tempatkan pada pada sternum dan apek jantung.
e. Tekan charge pada pedal atau pada mesin.
f. Tunggu sampai muncul angka sesuai dengan joule yang dikehendaki pada layar
monitor atau terdengar bunyi panjang yang menandakan bahwa defibrilator siap
untuk diberikan.
g. Pastikan area sekitar pasien yang akan dilakukan DC shock aman.
h. Tekan kedua ujung pedal bersamaan dengan kedua ibu jari dengan tekanan
(sesuai instruksi dokter) untuk melakukan DC shock.
i. Setelah prosedur selesai, bereskan sesuai dengan pedoman pemiliharaan.
j. Dokumentasikan semua prosedur pada catatan resusitasi jantung paru (CPR
Record).
Syncrone
a. Pasang elektrode EKG dan pindahkan elektrode tersebut sehingga tidak
mengganggu tempat melakukan shock.
b. Angkat pedal defobrilator dan berikan jeli pada ke dua pedal atau gunakan
defibrilator pad.
c. Putar energi sesuai dengan yang dikenhendaki atau sesuai dengan instruksi
dokter
d. Tempatkan pada pada sternum dan apek jantung.
e. Tunggu sampai muncul angka sesuai dengan joule yang dikehendaki pada layar
monitor atau terdengar bunyi panjang yang menandakan bahwa defibrilator siap
untuk diberikan.
f. Pastikan area sekitar pasien yang akan dilakukan DC shock aman.
g. Mesin akan otomatis mengkardioversi pada komplek QRS yang terbaik.
h. Bereskan alat – alat setelah dipakai
i. Dokumentasi semua prosedur pada cacatan resusitasi jantung paru (CPR
Record).
LAPORAN PENDAHULUAN
TEKNIK TERAPI TITRASI DAN OBAT EMERGENSI DI ICU
1. ASPIRIN (ASAM SALISILAT)
3. DOPAMIN (DOPAMINE HYDROCHLORIDE)
4. EPINEPRIN
Golongan Obat : Vasopressor
a. Farmakokinetik
1) Absorpsi
Pada pemberian oral, epineprin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian
besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada
dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat terjadi
karena vasokontriksi lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat
suntikan.Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada
pemberian lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama saluran napas,
tetapi efek sistemik dapat terjadi terutama bila digunakan dosis besar.
2) Biotransformasi dan Ekskresi
Epineprin stabil dalam darah. Degradasi Epi terutama terjadi dalam hati
yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan
lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar Epi mengalami
biotransformasi, mula-mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi
oksidasi, reduksi dan/atau konjugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-
4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk
konjugasi glukuronat dan sulfat. Metabolik ini bersama Epi yang tidak
dapat diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah Epi yang
utuh dalam dalam urin hanya sedikit. Pada penderita feokromositoma, urin
mengandung Epi dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.
b. Farmakodinamik
Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh
darah dan otot polos lain.
c. Kardiovaskuler
1) Pembuluh Darah
Efek vaskular Epi terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi
vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan
ginjal mengalami konstriksi akibat aktivitas reseptor oleh Epi. Pembuluh
darah otot rangka mengalami dilatasi oleh Epi dosis rendah, akibat aktivitas
reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada Epi dibandingkan
dengan reseptor . Epi dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor.
Pada manusia, pemberian Epi dalam dosis terapi yang menimbulkan
kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi
minumbulkan peningkatan aliran darah otak. Tekanan darah arteri maupun
vena paru meningkat oleh Epi. Meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah
paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi
vena-vena besar. Dosis Epi yang berlebih dapat menimbulkan kematian
karena udem paru.
2) Arteri Koroner
Epi meningkatkan aliran darah koroner, disatu pihak Epi cenderung
menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vasokontriksi pembuluh darah koroner
akibat efek reseptor .
3) Jantung
Epi mengaktivasi reseptor 1 diotot jantung, sel pacu jantung dan jaringan
konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif Epi
pada jantung. Akibatnya, curah jantung bertambah tetapi, kerja janung dan
pemakaian oksigen sangan bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja
dibandingkan dengan pemakaian oksigen) berkurang.
4) Tekanan Darah
Pemberian Epi IV dengan cepat (pada hewan) menimbulkan kenaikan
tekanan darah yang cepat dan berbanding langsung dengan besarnya dosis.
Pemberian Epi pada manusia secara SK atau IV dengan lambat
menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan
tekanan sistolik.
5) Pernapasan
Epi pada asma, menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel
mast melalui reseptor 2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti
mukosa melalui reseptor 1.
6) Susunan Saraf Pusat
Pada banyak orang Epi dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir, nyeri
kepala dan tremor; sebagian karena efeknya pada sistem kardiovaskuler.
7) Proses Metabolik
Epi menstimulasi glikogenolisis disel hati dan otot rangka melalui
reseptor 2; glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian
glukosa-6-fosfat. Hati memiliki glukosa-6-fosfat sehingga hati melepas
glukosa sedangkan, otot rangka melepas asam laktat.
d. Efek Samping
Pemberian Epi dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, khawatir,
gelisah, tegang, nyteri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing, pucat,
sukar bernapasdan palpitasi. Pada penderita psikoneurotik, Epi memperberat
gejala-gejalanya. Epi dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Fibrilasi ventrikel
bila terjadi, biasanya bersifat fatal; ini terutama terjadi bila Epi diberikan
sewaktu anestesia dengan hodrokarbon berhalogen, atau pada penderita
jantung organik. Pada penderita syok, Epi dapat memperberat penyebab dari
syok. Pada penderita angina pektoris, Epi mudah menimbulkan serangan
karena obat ini meningkatkan kerja jantung sehingga memerberat kekurangan
oksigen.
e. Kontraindikasi
Epi dikontraindikasikan pada penderita yang mendapat -bloker nonslektif,
karena kerjanya yang tidak terimbang pada reseptor pembuluh darah
menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak.
f. Indikasi
Indikasi: pada asystole, fibrilasi ventrikel, PEA (Pulseless Electrical Activity)
dan EMD (Electro Mechanical Dissociation).
g. Peran Perawat
Kaji penggunaan obat lain yang diminum pasien terhadap kemungkinan
interaksi atau mempengaruhi efektivitasnya. Pantau tanda-tanda vital dan
berikan informasi tentang penggunaan obat, efek samping yang mungkin
timbul dan cara mengatasinya.
6. HEPARIN
7. HIDRALAZIN
8. METHYLDOPA
Golongan : Antihipertensi
a. Farmakokinetik
Methil Dopa dan Prazosin diabsorbsi melalui saluran cerna, tetapi sebagian
besarPrazosin akan hilang selama metabolism hati pertama. Waktu paruh
kedua obat ini singkat sehingga sering diberikan 2x sehari. Prozosin adalah
sangat mudah berikatan dengan protein, dan jika diberikan kepada obat lain
yang juga sangat mudah berikatan dengan protein, klien harus diperiksa
terhadap timbulnya reaksi yang merugikan.
b. Farmakodinamik
Methil Dopa merangsang pusat reseptor adrenergic-alfa, menyebabkan
penurunan keluaran simpatis. Ini menyebabkan berkurangnya tahanan vaskuler
perifer sehingga tekanan darah menurun. Obat ini menembus sawar plasenta,
dan sebagian kecil memasuki air susu pada ibu yang menyusui. Penghambat
adrenargik-alfa selektif mendilatasi arteriola dan venula dan menurunkan
tahanan perifer serta tekanan darah. Mula kerja dari Methil Dopa dan Prazosin
terjadi antara 30 menit sampai 2 jam. Masa kerja Methil Dopa 2x lebih lama
daripada Prazosin. Methyl Dopa dapat diberikan secara intravena dan masa
kerjanya serupa dengan Prazosin oral.
c. Efek Samping
Rasa kantuk, mulut kering, pusing, dan denyut jantung lambat (brakikardia).
d. Indikasi
Methil dopa digunakan untuk hipertensi sedang sampai berat.
e. Kontraindikasi
Methil Dopa tidak diberikan pada klien dengan penyakit hati dan penyakit
ginjal.
9. NITRROGLISERIN
a. Farmakokinetik
Nitrat organik mengalami denitrasi oleh enzim glutation-nitrat organik
reduktase dalam hati. Metabolit yang terjadi bersifat lebih larut dalam air dan
efek vasodilatasinya lebih lemah atau hilang. Karena kelarutan dalam lemak
yang baik dan metabolisme yang cepat, maka bioavailabilitas dan lama kerja
nitrat organik terutama ditentukan oleh biotransformasinya. Eritritil tetranitrat
mengalami degradasi 3 kali lebih cepat daripada nitrogliserin, sedangkan
isosorbid dinitrat dan pentaeritritol tetranitrat mengalami denitrasi 1/6 dan
1/10 kali nitrogliserin. Kadar pucak nitrogliserin terjadi dalam 4 menit setelah
pemberian sublingual dengan waktu paruh 1-3 menit. Metabolitnya berefek
vasodilatasi 10 kali lebih lemah, tetapi waktu paruhnya lebih panjang, kira-
kira 40 menit.
b. Farmakodinamik
1) Mekanisme Kerja
Nitrat organik melalui pembentukan radikal bebas nitrogen oksida (NO)
menstimulasi guanilat siklase sehingga kadar siklik-GMP menyebabkan sel
otot polos meningkat. Selanjutnya siklik-GMP menyebabkan defosforilasi
miosin sehingga terjadi relaksasi otot polos.
2) Efek Kardiovaskular
Nitrat organik menimbulkan relaksasi otot polos, termasuk arteri dan
vena. Pada dosis rendah nitrogliserin terutama menimbulkan dilatasi vena
sedangkan arteriol hanya sedikit dipengaruhi. Venodilatasi ini
menyebabkan turunya tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan kanan.
Resistensi vaskular sistemik biasanya tidak berubah, frekuensi denyut
jantung tidak berubah atau meninngkat sedikit karena refleks, resistensi
vaskular paru dan curah jantung menurun. Pembuluh darah arteriol diwajah
melebar (flushing) dan timbul sakit kepala berdenyut karena dilatasi arteri
meningeal. Pada dosis tinggi dan pemeberian cepat, nitrat organik
menimbulkan venodilatasi dan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan
sistolik maupun diastolik menurun, curah jantung berkurang, dan frekuensi
jantung meningkat (refleks takikardi). Efek hipotensi nitrat organik ini
terutama terjadi pada penderita dalam posisi berdiri, karena dalam posisi
berdiri darah semakin banyak terkumpul dalam vena sehingga curah
jantung semakin menurun. Hipotensi juga terjadi bila obat diberikan
berulang dengan interval pendek.
c. Efek Samping
Sakit kepala umum ditemukan ini akan berkurang bila obat dilanjutkan atau
dosis dikurangi. Efek samping lain: pusing, rasa lemah dan sinkop yang
berhubungan dengan hipotensi postural: takikardi dan palpitasi. Efek ini
diperkuat oleh alkohol. Sesekali dapat timbul rash. Bila terjadi takikardi berat,
maka perfusi jantung menurun disamping meningkatkan kerja jantung
sehingga dapat memperburuk angina. Karena itu dosis nitrogliserin harus
dititrasi demikian rupa sehingga cukup untuk menghilangkan angina, tetapi
tidak sampai menimbulkan hipotensi atau takikardia.
d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap nitrat organik; hipersensitif terhadap isosorbide,
nitrogliserin, atau komponen lain dalam sediaan, penggunaan bersama
penghambat phosphodiesterase-5 (PDE-5) seperti sildenafil, tadalafil, atau
vardenafil; angle-closure glaucoma (terjadi peningkatan tekanan intraokuler);
trauma kepala atau perdarahan serebral (meningkatkan tekanan intrakranial);
anemia berat.
Kontraindikasi IV: Hipotensi; hipovolemia yang tidak terkoreksi; gangguan
sirkulasi serebral; constrictive pericarditis; perikardial tamponade karena obat
mengurangi aliran darah balik, mengurangi preload dan mengurangi output
jantung sehingga memperparah kondisi ini.
Nitrogliserin jangan diberikan pada pasien hipovolemia yang tidak terkoreksi
(atau dehidrasi) karena risiko menginduksi hipotensi,gangguan sirkulasi
serebral, perikarditis konstriktif, pericardial tamponade. Nitrogliserin harus
digunakan hati-hati pada pasien hipotensi atau hipotensi ortostatik karena obat
ini dapat memperparah hipotensi, menyebabkan bradikardi paradoksikal, atau
memperberat angina. Terapi nitrat dapat memperberat angina karena
kardiomiopati hipertropik.
e. Indikasi
1) Angina Pektoris
Karena nitrat organik menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai
oksigen miokard, maka obat ini efektif untuk angina yang disebabkan oleh
aterosklerosis coroner maupun vasospasme koroner.
2) Gagal Jantung Kongestif
3) Infark Jantung
Kegunaan vasodilator dalam penggunaan infark jantung adalah untuk
mengurangi luas infark dan untuk mempertahankan jaringan miokard yang
masih hidup dengan cara mengurangi kebutuhan otot jantung.
f. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Untuk mengendalikan tekanan darah selama anestesi; pemberian IV untuk
pengobatan gagal jantung akut atau edema paru, angina pektoris akut atau
angina tidak stabil, infark miokard akut, hipertensi paru akut; pengobatan
hipertensi berat, hipertensi postoperasi, hipertensi perioperative (mis.selama
pembedahan jantung), atau emergensi hipertensi: dosis intravenous:
Dewasa: Awal, 5 mcg/menit infus IV.,tingkatkan sebanyak 5 mcg/menit IV
setiap 3-5 menit sampai 20 mcg/menit sampai didapat respon klinis; jika tidak
ada respon pada 20 mcg/menit,tingkatkan dosis sebesar 10 mcg/menit setiap 3-
5 menit sampai 200 mcg/menit. Usila: Pemberian dosis awal serendah
mungkin dan tingkatkan hingga efek klinik tercapai. Usila lebih sensitif
terhadap efek hipotensi dan bradikardi dari nitrogliserin. Anak-anak: Awal,
0.25-0.5 mcg/kg/menit melalui infus IV, titrasi 1 mcg/kg/ menit pada interval
20-60 menit untuk mendapat efek yang diinginkan. Dosis umum adalah 1-3
mcg/kg/menit, maksimum 5 mcg/kg/menit.
g. Peran Perawat
1) Informasikan ke pasien: Preparat IV mengandung alkohol dan /atau
propilen glikol. Diperlukan periode bebas nitrat (10-12 jam/hari) untuk
menghindari toleransi. Toleransi dapat diatasi dengan asetilsistein, secara
bertahap turunkan dosis nitrogliserin pada pasien yang akan menerima
pengobatan jangka panjang untuk menghindari gejala putus obat.
2) Monitoring penggunaan obat: Kaji potensial interaksi dengan obat-obat lain
yang diminum pasien (mis, heparin, alkaloid ergot, sildenafil, tadalafil, atau
vardenafil). Evaluasi efektivitas terapi (status kardiak) dan efek yang tidak
diharapkan (mis, hipotensi, aritmia, perubahan SSP, gangguan GI).
Informasikan pada pasien tentang penggunaan obat, kemungkinan efek
samping/intervensi (mis, periode bebas obat) dan pelaporan efek yang tidak
diharapkan.
10. PAVULON
1. Cairan Kristaloid
a. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
b. Indikasi :
1) Resusitasi
2) Diare
3) Luka Bakar
4) Gagal Ginjal Akut
c. Kontraindikasi
Hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan
edema paru.
3. Dekstrosa
a. Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
b. Kemasan : 100, 250, 500 ml.
c. Indikasi : Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
d. Kontraindikasi : Hiperglikemia.
e. Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
5. Cairan Koloid
a. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-
kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
b. Indikasi :
1) Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary
bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis,
selulitis luas dan luka bakar.
2) Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan
albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang
signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.
3) Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi,
kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi
inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
c. Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
a. Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES
tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi
kenaikan permeabilitas.
b. Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin
menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan
kristaloid.
c. Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti
asidosis refraktori.
d. HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan
pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi
molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan
pada sepsis karena :
a. Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid
(HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
b. HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan
gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia.
c. HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF,
pruritus, dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi
iskemik reperfusi (contoh: transplantasi ginjal).
d. Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
gelatin pada pasien dengan sepsis.
e. Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan
pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
7. Dextran
a. Komposisi : Dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
b. Indikasi
1) Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia
miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
2) Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten
jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
c. Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan
ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
d. Efek samping : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga
sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-
molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan
efek pendarahan yang signifikan. Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale
II, plasmafusin.
8. Gelatin
a. Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
b. Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan. Pada
sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa
gelatin memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
c. Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga
harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
d. Efek samping : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan
20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang
tinggi bila dibandingkan dengan starches.
Contoh : haemacel, gelofusine.
DAFTAR PUSTAKA