Abstrak
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang begitu pesat, bukan hanya di
bidang teknologi, informasi, kedokteran, pertanian, akan tetapi juga di bidang psikologi dan
konseling seperti konsep tentang kecerdasan manusia dan kesehatan mental manusia.
Kesehatan emosi sangat berpengaruh bagi kesehatan mental, seorang yang belum memiliki
kecerdasan emosi biasanya akan mudah mengalami gangguan kejiwaan, dan mudah larut
dalam kesedihan jika mengalami kegagalan. Apabila muncul perilaku-perilaku negatif yang
disebabkan oleh kurangnya kecerdasan emosi akan merugikan bagi orang lain yang berada
di sekitarnya. Oleh karena itu, kecerdasan emosi sangat diperlukan bagi setiap orang,
karena dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki rasa introspeksi yang tinggi,
sehingga manusia tidak akan mudah marah, egois, tidak mudah putus asa, dan selalu
memiliki rasa lapang dada dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam kesehatan
mental kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri disebut sabar. Sifat ini pula
yang menjadikan manusia sehat mentalnya.
37 Penulis adalah mahasiswa S-1 jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) semester 2 kelas (C)
A. Pendahuluan
Konsep kecerdasan manusia, jika dilihat dari sejarah perkembangannya pada
mulanya lahir akibat adanya berbagai tes mental yang dilakukan oleh berbagai psikolog
untuk menilai manusia ke dalam berbagai tingkat kecerdasan. Kecerdasan manusia tersebut
diistilahkan dengan kecerdasan intelektual (intelligence quotient) dan untuk mengetahui
tingkat kecerdasan tersebut bisa dilakukan dengan sebuah tes yang dikenal dengan nama tes
IQ. Tes IQ adalah cara yang digunakan untuk menyatakan tinggi rendahnya angka yang
dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang . Jadi menurut
teori ini, semakin tinggi IQ seseorang maka semakin tinggi pula kecerdasannya.38
Seiring dengan perkembangannya, tes inteligensi yang muncul pada awal abad ke-
20 yang dipelopori oleh Alferd Binet,39 ternyata tes inteligensi memiliki kekurangan atau
kelemahan. Kekurangan itulah yang melatarbelakangi munculnya teori baru dan sebagai
alat untuk menyerang teori tersebut. Teori baru ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman
yang dikenal dengan istilah Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence). Menurut Daniel
Goleman, EQ sama ampuhnya dengan IQ, dan bahkan lebih.40
Terlebih dengan adanya hasil riset terbaru yang menyatakan bahwa kecerdasan
kognitif (IQ) bukanlah ukuran kecerdasan (intelligence) yang sebenarnya, ternyata emosilah
parameter yang paling menentukan dalam kehidupan manusia. Menurut Daniel Goleman
(IQ) hanya mengembangkan 20 % terhadap kemungkinan kesuksesan hidup, sementara 80
% lainnya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain.41 Ungkapan Goleman ini seolah menjadi
jawaban bagi situasi ‘aneh’ yang sering terjadi di tengah masyarakat, di mana ada orang-
orang yang diketahui ber-IQ tinggi ternyata tidak mampu mencapai prestasi yang lebih baik
dari sesama yang ber-IQ lebih rendah.
Manusia secara alamiah merindukan kehidupan yang tenang dan sehat baik jasmani
maupun rohani. Kesehatan yang bukan menyangkut badan saja, tetapi juga kesehatan
mental. Suatu kenyataan menunjukkan bahwa peradaban manusia yang semakin maju
berakibat pada semakin kompleksnya gaya hidup manusia. Banyak orang terpukau dengan
modernisasi, manusia menyangka dengan modernisasi itu serta merta akan membawa
38 Sukamto, Sejarah Perkembangan Tes Inteligensi Suatu Sarana Pengungkap Psikologis (Yogyakarta:
18
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
kepada kesejahteraan. Banyak orang yang lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba
gemerlap dan memukau itu ada gejala yang dinamakan ketidaksehatan mental.42
Kebahagian manusia tidak tergantung pada fisik melainkan pada faktor pertumbuhan
emosinya. Karena emosi sebagai tenaga-tenaga penggerak dalam hidup yang menyebabkan
manusia berkembang maju dan mundur ke belakang.43 Tidak seorang pun yang tidak
menginginkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya, setiap orang akan berusaha
mencarinya, meskipun tidak semua dapat mencapai yang diinginkannya itu. Bermacam
sebab dan rintangan yang mungkin terjadi, sehingga banyak orang yang mengalami
kegelisahan, kecemasan, ketidakpuasan dan emosi yang berlebih-lebihan. Dapat dikatakan,
semakin maju orang atau masyarakat, semakin banyak pula komplikasi hidup yang
dialaminya. Persaingan, perlombaan, dan pertentangan akibat kebutuhan dan keinginan
yang harus tetap dipenuhi menjadikan orang sulit untuk memperoleh mental yang sehat.44
Pada persoalan ini, maka sangat krusial konsep Daniel Goleman diangkat sebagai
solusi karena pada dasarnya konsep-konsep Daniel Goleman mencoba melihat aspek afeksi
manusia khususnya pada perasaan atau emosi manusia. Dan konsep-konsep yang ditawarkan
Daniel Goleman akan mengantarkan manusia untuk memperoleh mental yang sehat
(kesehatan mental) karena perasaan dapat mempengaruhi kesehatan mental, jadi perasaan
yang ditempatkan pada tempatnya akan memperoleh mental yang sehat.45
42 Ahmad Mubarok, Solusi Krisis Kerohanian Manusia Modern (Jakarta: Paramadina, 1999), 13-14.
43 Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik (Bandung: Rosdakarya, 2001), 234.
44 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Jakarta:
1997), 5.
19
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
46 Daniel Goleman, Emotional Intelligence terj. T. Hermaya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 7.
20
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
hubungan dengan orang lain.47 Adapun dalam buku yang lain Daniel Goleman
mengemukakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memotivasi diri sendiri
dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan dorongan hati dan tidak berlebih-
lebihan dalam kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas dari
stres, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan berdoa.48 Dengan
demikian yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang untuk memahami serta mengatur suasana hati agar tidak melumpuhkan
kejernihan berfikir otak rasional, tetapi mampu menampilkan beberapa kecakapan,
baik kecakapan pribadi maupun kecakapan antar pribadi.
2. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosi Menurut Daniel Goleman
a. Kesadaran Diri
Kesadaran diri menurut Daniel Goleman memang penting apabila seseorang
ceroboh, tidak memperhatikan dirinya secara akurat, maka hal itu akan merugikan
dirinya dan berdampak negatif bagi oarang lain. Oleh sebab itu, manusia harus
pandai-pandai mencari tahu siapa dirinya. Kesadaran diri juga tidak lepas dari rasa
percaya diri. Percaya diri memberikan asuransi mutlak untuk terus maju. Walaupun
demikian, percaya diri bukan berarti nekad. Menurut Daniel Goleman rasa percaya
diri erat kaitannya dengan “efektivitas diri”, penilaian positif tentang kemampuan
kerja diri sendiri. Efektifitas diri cenderung pada keyakinan seseorang mengenai apa
yang ia kerjakan dengan menggunakan keterampilan yang ia miliki.49
Menurut Daniel Goleman kesadaran seseorang terhadap titik lemah serta
kemampuan pribadi seseorang juga merupakan bagian dari kesadaran diri. Adapun
ciri orang yang mampu mengukur diri secara akurat adalah:
1) Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
2) Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman.
3) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru,
mau terus belajar dan mengembangkan diri sendiri.
4) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan
perspektif yang luas.50
47 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi terj. Alex Tri Kantjono, (Jakarta:
21
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
b. Pengaturan Diri
Menurut Daniel Goleman pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan
perasaan yang menekan. Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut
sophrosyne, “hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan, dan
kebijaksanaan yang terkendali” sebagaimana yang diterjemahkan oleh Page
Dubois, seorang pakar bahasa Yunani.51
1) Pengendalian diri yaitu mengelola dan menjaga agar emosi dan impuls yang
merusak tetap terkendali.
2) Dapat dipercaya yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas.
3) Kehati-hatian, yaitu dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam
memenuhi kewajiban.
4) Adaptabilitas, yaitu keluwesan dalam menanggapi perubahan dan tantangan.
5) Inovasi, yaitu bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan dan pendekatan-
pendekatan baru, serta informasi terkini.53
c. Motivasi
Menurut Daniel Goleman motivasi adalah bagaimana menggunakan
hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran,
membantu untuk mengambil inisiatif untuk bertindak secara efektif, dan untuk
bertahan menghadapi kegagalan atau frustasi.54 Menata emosi sebagai alat untuk
mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting yang berkaitan dengan memberi
perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri, dan berkreasi. Adapun
selain itu yang berkaitan dengan motivasi adalah optimisme.55
51 Ibid., 111-112.
52 Ibid., 77.
53 Ibid., 97-151.
54 Ibid., 514.
55 Ibid., 123.
22
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
d. Empati
Menurut Daniel Goleman, empati adalah memahami perasaan dan masalah
orang lain dan berfikir dengan sudut pandang mereka, menghargai perbedaan
perasaan orang mengenai berbagai hal.57 Tingkat empati tiap individu berbeda-
beda. Menurut Daniel Goleman, pada tingkat yang paling rendah, empati
mempersyaratkan kemampuan membaca emosi orang lain, pada tataran yang
lebih tinggi, empati mengharuskan seseorang mengindra sekaligus menanggapi
kebutuhan atau perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Di
antara tingkat empati yang paling tinggi adalah menghayati masalah atau
kebutuhan-kebutuhan yang tersirat di balik perasaan seseorang.58 Adapun kunci
untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal
seperti ekspresi wajah, gerak-gerik dan nada bicara. Hal ini terbukti dalam tes
terhadap lebih dari tujuh ribu orang di Amerika Serikat serta delapan belas
negara lainnya. Dari hasil tes ini diketahui bahwa orang yang mampu membaca
pesan orang lain dari isyarat nonverbal ternyata lebih pandai menyesuaikan diri
secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka
dibandingkan dengan orang yang tidak mampu membaca isyarat nonverbal.59
56 Ibid., 181-196.
57 Daniel Goleman, Emotional., 428.
58 Ibid., 215.
59 Ibid., 136.
23
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
e. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk menangani
emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat
membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah,
menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam tim. Dalam
memanifestasikan kemampuan ini dimulai dengan mengelola emosi sendiri yang
pada akhirnya manusia harus mampu menangani emosi orang lain. Menurut
Goleman, menangani emosi orang lain adalah seni yang mantap untuk menjalin
hubungan, membutuhkan kematangan dua keterampilan emosional lain, yaitu
manajemen diri dan empati. Dengan landasan keduanya, keterampilan
berhubungan dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan sosial
yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tidak
dimilikinya kecakapan ini akan membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial
atau berulangnya bencana antar pribadi. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya
keterampilan-keterampilan inilah yang menyebabkan orang-orang yang otaknya
encer pun gagal dalam membina hubungannya.61
24
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
25
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
kebulatannya akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan
perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.65
65Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 33.
66Yatim Badri dkk., Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia 70 Tahun Prof .Dr.
Zakiah Daradjat (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 4.
26
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
oleh orang lain tidak dirasakan berat, akan tetapi bagi dirinya hal itu sudah sangat berat
sehingga menyebabkannya gelisah, tidak bisa tidur, dan hilang nafsu makan. Mereka
sendiri tidak mengerti dan tidak dapat menahan atau mengatasi kecemasannya. Inilah yang
dalam istilah kesehatan mental dinamakan anxiety dan phobia atau takut yang tidak pada
tempatnya.67 Jadi di antara gangguan perasaan yang disebabkan oleh terganggunya
kesehatan mental adalah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah,
dan ragu (bimbang).68
67 Zakiah Daradjat, Pembinaan Jiwa atau Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 8.
68 Kartini Kartono, Hygiene Mental (Bandung: Mandar Maju, 2000), 3.
69 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997),
132.
70 Komarudin Hidayat, Menyinari Relung-Relung Ruhani (Bandung: Hikmah, 2002), 173.
71 Zakiah Daradjat, Pembinaan., 10.
27
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
Maka orang yang sehat mentalnya, tidak akan merasa ambisius, sombong, rendah
diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri
sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari
kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang
dimilikinya digunakan untuk kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan
kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari kesenangan
diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong
orang yang miskin dan melindungi orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat
mentalnya, tidak akan ada penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan
perkelahian dalam masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua
orang dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolong-menolong.
72 Ibid., 12
73 Ahmad Syafi’i Mufid, Dzikir Sebagai Pembina Kesehatan Jiwa (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), 30.
28
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
batinnya, sampai kepada orang yang sakit jiwa. Gejala yang umum, yang tergolong kepada
yang kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi antara lain pada:
a. Perasaan : Yaitu perasaan terganggu, tidak tenteram, rasa gelisah, tidak tentu yang
digelisahkan, tapi tidak bisa pula mengatasinya (anxiety); rasa takut yang tidak masuk
akal atau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi), rasa iri, rasa sedih, sombong, suka
bergantung kepada orang lain, tidak mau bertanggung jawab, dan sebagainya.
c. Kelakuan : Pada umumnya kelakuan-kelakuan yang tidak baik seperti kenakalan, keras
kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang, membunuh, dan
merampok, yang menyebabkan orang lain menderita dan teraniaya haknya
d. Kesehatan : Jasmani dapat terganggu bukan karena adanya penyakit yang betul-betul
mengenai jasmani itu, akan tetapi rasanya sakit, akibat jiwa tidak tenteram, penyakit
yang seperti ini disebut psychosomatic. Di antara gejala penyakit ini yang sering terjadi
seperti sakit kepala, merasa lemas, letih, sering masuk angin, susah nafas, sering pingsan,
bahkan sampai sakit yang lebih berat, lumpuh sebagian anggota jasmani, kelu lidah saat
bercerita, dan tidak bisa melihat (buta) yang terpenting adalah penyakit jasmani itu
tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.74
29
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan psikis dan sosial. Di mana harus terjamin makan
minum yang cukup memenuhi syarat kesehatan untuk pertumbuhannya di rumah, sekolah
dan masyarakat, maka anak-anak itu harus merasa disayangi oleh ibu-bapak, guru, dan
kawan-kawannya, merasa aman, merasa bahwa ia dihargai, merasa bebas, merasa sukses,
kebutuhannya untuk mengetahui harus dapat terpenuhi.
2. Pembinaan Moral
Pembinaan moral harus dilakukan sejak kecil, sesuai dengan umurnya. Karena setiap
anak dilahirkan belum mengerti mana yang benar mana yang salah dan belum tahu batas-
batas atau ketentuan-ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Pendidikan
moral harus dilakukan pada permulaan di rumah dengan latihan terhadap tindakan-tindakan
yang dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan tempat ia hidup. Setelah anak
terbiasa bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral, serta
kecerdasan dalam kematangan berfikir telah terjadi, barulah pengertian-pengertian yang
abstrak diajarkan. Pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama. Maka
pendidikan agama yang mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan sejak anak lahir
(di rumah), sampai duduk di bangku sekolah dan dalam lingkungan masyarakat tempat ia
hidup.
30
Konsep Kecerdasan Emosi Daniel Goleman ……. (Raudatun Istiani)
jatuh kepada perbuatan-perbuatan yang kurang baik itu. Mental yang sehat ialah yang iman
dan taqwa kepada Allah SWT, dan mental yang beginilah yang akan membawa perbaikan
hidup dalam masyarakat dan bangsa. Taqwa dan iman sama pentingnya dalam kesehatan
mental, fungsi iman dalam kesehatan mental adalah menciptakan rasa aman tentram, yang
ditanamkan sejak kecil. Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan
ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul
iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menetukan dalam kesehatan mental seseorang.75
H. Simpulan
75 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental (Jakarta: Gunung Agung, 1982), 13-14.
31
al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013: 17-32
Daftar Pustaka
Ahmad Mubarok. 1999. Solusi Krisis Kerohanian Manusia Modern. Jakarta: Paramadina.
Ahmad Syafi’i Mufid. 1984. Dzikir sebagai Pembina Kesehatan Jiwa. Surabaya: Bina Ilmu.
Ary Ginanjar Agustian. 2002. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ. Jakarta: Arga.
Daniel Goleman. 2002. Emotional Intelligence. terj. T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Daniel Goleman. 2003. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. terj. Alex Tri
Kantjono. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hanna Djumhana Bastaman. 1997. Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jalaluddin Rakhmat. 2001. Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik. Bandung: Rosdakarya.
John Gottman and Jon De Claire. 1990. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki
Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kartini Kartono. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.
Komarudin Hidayat. 2002. Menyinari Relung-Relung Ruhani. Bandung: Hikmah.
Laurence E. Shapiro. 1997. Mengajarkan Emosional Inteligensi pada Anak. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Maurice J. Elias, dkk. 2000. Cara-Cara Efektif Mengasuh Anak dengan EQ. Bandung: Kaifa.
Mushal dkk. 1979. Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Bandung: Al-Ma’arif.
Peter Salim dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press.
Saifuddin Azwar. 1966. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukamto. 1984. Sejarah Perkembangan Tes Inteligensi Suatu Sarana Pengungkap Psikologis.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Cokroaminoto.
Yatim Badri dkk. 1999. Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia 70
Tahun Prof .Dr. Zakiah Daradjat. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Zakiah Daradjat. 1974. Pembinaan Jiwa atau Mental. Jakarta: Bulan Bintang.
Zakiah Daradjat. 1975. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan Bintang.
Zakiah Daradjat. 1982. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
32