DOSEN PENDAMPING :
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
Siti Nur Magfirah Tome 841419063
Mildawati R. Amu 841419071
Fitrianingsih Porodjia 841419072
Asyulni Almaida Adjid 841419075
Sri Ain Claradika Mohamad 841419077
Nur Wulan Putri Tendeyan 841419061
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK” yang
disusun guna memenuhi tugas Keperawatan HIV/AIDS. Selain itu, kami jugaberharap agar
makalah ini dapa tmenamba hwawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns. Cindy Puspita Sari
Haji Jafar,S.Kep., M.Kep selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun aka n kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
SKENARIO 3
Bayi Ny. VS umur 0 bulan masuk perawatan NICU dengan keluhan pada saat bayi lahir bayi
mengalami sulit bernafas, tidak menangis saat lahir dan bayi mengalami sianosis (kebiruan) saat
dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan hasil BBL: 3600kg, PBL: 50 cm,, HR:144x/m, RR: 40x/m,
SB: 36,5o Hasil Lab GDS: 62mg.dl
a. NICU
NICU adalah unit perawatan intensif yang disediakan khusus untuk bayi baru
lahir dengan kondisi kritis atau memiliki gangguan kesehatan berat. Rentang usia
pasien yang dirawat di ruang NICU ini adalah bayi baru lahir hingga bayi berusia
28 hari. Beberapa kondisi yang membuat bayi membutuhkan perawatan di NICU
adalah bayi yang lahir prematur, memiliki cacat bawaan yang berat, mengalami
gagal napas, terkena infeksi parah (sepsis), menderita dehidrasi, atau mengalami
perdarahan hebat.
b. Sianosis
Sianosis adalah suatu keadaan di mana kulit dan membran mukosa berwarna
kebiruan akibat penumpukan deoksihemoglobin pada pembuluh darah kecil pada
area tersebut. Sianosis biasanya paling terlihat pada bibir, kuku, dan telinga
"derajat sianosis ditentukan dari warna dan ketebalankulit !ang terlibat
Sebenarnya, penilaian akurat dari derajat sianosis ini sulit ditentukan,
karenatingkat penurunan saturasi oksigen yang dapat berakibat sianosis berbeda
pada tiap rasa Selainitu, pemeriksaan sianosis pada membran mukosa, seperti
mulut dan konjungtiva, lebih bermaknadaripada pemeriksaan pada kulit
(Ryan,2011)
2. Kata/problem kunci
Sulit Bernafas
Tidak menangis saat lahir
Sianosis ( kebiruan )
BBL 3600 kg
PBL 50 cm
HR 144 ×/m
RR 40 ×/m
SB 36,5° c
GDS 62 mg
3. Mind Map
Lembar Check list
Penyakit
Tanda Dan Gejala Asfiksia
Sulit Bernafas √
Mengalami Sianosis √
Tidak Menangis Saat Lahir √
4. Pertanyaan Penting
2. Sianosis atau warna biru pada kulit dan membran mukosa disebabkan adanya
peningkatan konsentrasi hemoglobin tereduksi. Sianosis dapat terdeteksi secara
klinis jika kadar hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh vena kulit mencapai
kadar kritis 5 g/dl. Hal tersebut bisa terjadi akibat desaturasi pada darah arteri
atau meningkatnya ekstraksi oksigen oleh jaringan perifer pada kadar saturasi
darah arteri yang normal. Keadaan pertama disebut sianosis sentral dan keadaan
kedua disebut sianosis perifer. Sianosis perifer dapat disebabkan oleh penurunan
aliran darah ke jaringan akibat syok, hipovolemia,atau vasokonstriksi pembuluh
darah pada hipotermia (Piprim, 2015).
6. Tujuan Pembelajaran
Mempelajari lebih lanjut tentang pemeriksaan laboratorium pada pasien asfiksia
Mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada pada bayi asfiksia
7. Informasi Tambahan
HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN ASFIKSIA
NEONATORUM
8. Klarifikasi Informasi
Penelitian mengenai hubungan antara berat badan lahir dan kejadian asfiksia
neonatorum di bagian Ilmu Kesehatan Anak Subdivisi Neonatologi RSUD Ulin
Banjarmasin periode Juni 2104-Juni 2015 telah dilaksanakan pada bulan Agustus-
Oktober 2015.Setelah dilakukan pemilihan sampel kasus berdasarkan kriteria inklusi
maka didapatkan jumlah sampel penelitian sebesar 334 kasus dari 1900 kasus.
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia
terjadi karena terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu
ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. Asfiksia dapat mempengaruhi organ vital lainnya dan dapat mendorong
terjadinya infeksi, kerusakan otak atau kematian.7 Data kejadian asfiksia neonatorum
di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
sampel penelitian tidak mengalami asfiksia, yaitu sebanyak 246 (73,7%) kasus. Hal
ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Selvia Wijayanti di RSUD Ulin
Banjarmasin pada tahun 2012-2013, dimana sebagian besar sampel penelitian tidak
mengalami kejadian asfiksia neonatorum yaitu sebanyak 166 (71,86%) kasus.
10. LaporanDiskusi
BAB II
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Asfiksia adalah suatu stress pada janin atau bayi baru lahir karena kurang tersedianya
oksigen dan kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ sehingga bayi tidak dapat
bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir (Legawati, 2018)
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini erat kaitannya dengan hipoksia janin dalam uterus. Hipoksia ini
berhubungan dengan faktor faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Nugroho, 2015) Post Asfiksia adalah suatu keadaan dimana tanda gejala penyerta setelah
terjadinya asfiksia, disertai dengan beberapa komplikasi pada berbagai organ pernafasan
lainya (Lissauer, 2013)
B. ETIOLOGI
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
sehingga pasokan oksigen ibu ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi
di dalam rahim dan berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir (Nurarif, 2013) Beberapa
faktor yang menyebabkan asfiksia bayi baru lahir :
a. Faktor ibu
c. Faktor bayi
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoksia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
C. MANIFESTASI KLINIS
a. Ketidakmampuan bernafas
d. Hipoksia (kondisi kurang oksigen di dalam tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya)
i. Periode apnea yang berlangsung sekitar 10-15 detik (irama nafas regular) dan disertai
sianosis (Sharon, 2011)
j. Pada hari pertama kelahiran bayi adaptasi fisiologis sistem pernafasan dimulai dengan
nafas menjadi dangkal dan tidak teratur, berkisar 30 sampai 60 kali permenit, dengan
periode dari nafas yang berlangsung kurang dari 20 detik (Sidartha, 2013)
D. KLASIFIKASI
Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR : 1)
Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3. Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6. 3) Bayi
normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9. 4) Bayi normal dengan nilai APGAR
10. Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi: 1) Vigorous
baby Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan tindakan istimewa 2)
Moderate asphyksia Skor APGAR 4-6 3) Severe asphyksia Skor APGAR 0-3 Menurut Vidia
dan Pongki (2016:364) klasifikasi asfiksia terdiri dari : 1) Bayi normal atau tidak asfiksia :
Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara
terkendali. 2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan
resusitasi. 3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernafas normal. 4) Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan
resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai
asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan,
dan cairan glukosa 40% 1- 2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
E. PATOFISIOLOGI
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh
yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam
basa, tekanan daerah bayi juga mulai menurun dan bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Pada paru terjadi pengisisan udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak
yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan (Rahmayanti, 2014).
Tindakan yang dilakukan hanya akan dapat berhasil dengan baik bila perubahan yang
terjadi dikoreksi secara adekuat. Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan
tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinik yang cukup. Menentukan beberapa
kriteria klinik untuk menilai keadaan bayi baru lahir (Deslidel, 2012)
F. PENATALAKSANAAN
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sitem jantung dan paru dengan melaukukan
resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup agar
sirkulasi darah tetap baik
2) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung, kemudian mulut
4) Lakukan observasi tanda tanda vital, pantau APGAR skor dan masukkan ke dalam
inkubator
3) Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki, apabila belum ada reaksi, bantu
pernafasan dengan masker (ambubag)
5) Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
sebanyak 6 cc selanjutnya berikan dekstosan 40% sebanyak 4cc
f. Terapi oksigen yang diberikan kepada bayi yang memiliki konsentrasi oksigen yang baik,
penggunaan alat alat seperti pemakaian ventilator, headbox, nasal kanul dan modifikasi
penggunaan alat CPAP.
g. Menurut (Silvia, 2015) Pencegahan hipotermi pada bayi premature dengan dapat
menggunakan metode kanguru, dalam penelitiannya perawatan metode kanguru dapat
meningkatkan suhu tubuh, menstabilkan pernafasan dan dapat meningkatkan berat badan
bayi..
h. Jika bayi menderita hipoglikemia penanganan pertama adalah periksa Dextrostix dan true
glucose darah, hindari bayi kedinginan, beri minum ASI atau pengganti ASI sebanyak 10-15
ml/kg BB. Ulangi pemeriksaan dextrostix sesudah 1 jam. Bila kadar gula masih dibawah 45
mg/dl harus dipersiapkan untuk pemberian larutan glukosa. Selanjunya bila kadar gula darah
menunjukan lebih dari 45 mg/dl pada 3-4 kali pemeriksaan maka bayi cukup diberi minimal
per oral (Ngastiyah, 2014).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan diagnosis bayi yang mengalami post asfiksia antara lain :
a. Pemeriksaan darah lengkap (Sareharto, 2010) eritrosit neonatus relative sensitive terhadap
oksidan dibandingkan eritrosit pada anak mengakibatkan mudah terjadi kerusakan oksidatif,
hal ini terjadi karena masih kurangnya kemapuan kapasitas eritrosit neonatus terhadap stress
oksidatif sebagai akibat kurangnya pertahanan antioksidan terutama pada bayi premature.
b. Pemeriksaan kadar asam laktat adalah tes darah yang mengukur kadar asam laktat dalam
tubuhc. Kadar bilirubin pemeriksaan untuk mengetahui kadar bilirubin di dalam darah
d. Kadar PaO2 (pemeriksaan analisis gas darah) pemeriksaan ini dilakukan untuk
keseimbangan basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah.
e. PH
f. Pemeriksaan fungsi paru adalah tes yang digunakan untuk pemeriksaan kondisi dan fungsi
saluran pernafasan.
g. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler adalah tes yang digunakan untuk memeriksa fungsi
jantung.
H. PROGNOSIS
Hampir setengahnya (44%) bayi baru lahir di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri
mengalami asfiksia, lebih besar daripada angka nasional menurut Riskesdas (2007), yaitu
sebesar 37%. Padaunivariat, selain faktor kelainan letak, pre eklamsia/eklamsia memperoleh
frekuensi yang tinggi terhadap kejadian asfiksia, yaitu sebesar 29 kasus.
Pada faktor ibu, hanya solusio plasenta yang memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian asfiksia.Pada faktor talipusat, faktor lilitan dan simpul talipusat berhubungan
bermakna dengan kejadian asfiksia.
Faktor bayi, tidak ada yang berhubungan dengan kejadian asfiksia. Faktor lain yang
berhubungan dengan kejadian asfiksia adalah faktor paritas dan BBLR memilikihubungan
bermakna dengan kejadian asfiksia.
Dalam penelitian ini, faktor kelainan letak merupakan variabel dominan terhadap kejadian
asfiksia (OR: 1,772; CI 95%). Kelainan letak terhadap kejadian asfiksia pada frekuensi
univariat sebesar 19,5%, sedangkan peluang pada analisis bivariat sebesar 51,5%, maka
kontribusi kelainan letak terhadap kejadian asfiksia sebesar 10% ( Restu, 2019 )
I. KOMPLIKASI
a. Anuria atau oliguria, merupakan gangguan pada ginjal sebagai sistem ekskresi pada
manusia.
b. Perdarahan otak
c. Hipotensi, merupakan keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih rendah di
bandingkan normal dan biasa disebut dengan tekanan darah rendah
f. Hipoglikemi, merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula dalam
darah berada dibawah kadar normal
j. Perdarahan paru
k. Edema paru
l. Asidosis metabolik, gangguan status asam basa bergeser ke sisi asam akibat
m. Infeksi karena lima imuniglobulin utama, hanya IgM yang diproduksi oleh bayi baru
lahir, IgG tidak menembus plasenta dengan jumlah yang cukup sampai usia gestasi 34
minggu. Hal tersebut dapat membahayakan bayi baru lahir pretern (Sharon, 2011)
n. Hipotermia. Hipotermi memiliki hubungan erat dengan kadar oksigen yakni pada bayi
hipotermi dapat meningkatkan metabolisme dalam rangka meningkatkan kalori tubuh
sehingga diperlukan peningkatan kadar oksigen dalam tubuh (Harina, 2016)
J. PENCEGAHAN
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2
hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Bayi Ny. V
Usia : 0 bulan
Diagnosa Medis :
Nama : No Name
Umur : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Hubungan dengan klien : Tidak Terkaji
3. Keluhan Utama
4. Riwayat Keperawatan
C. Pola eliminasi
BAB:
BAK:
5. Pemeriksaan Fisik
A. BB : 3600 kg
B. TTV :
RR : 40 x/m
TD : Tidak Terkaji
C. Keadaan Fisik :
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi
D. Rencana Intervensi
A= Masalah Telah
Teratasi
Tindakan :
P= Intervensi
Observasi
dihentikan
- Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Memonitor pola napas ( seperti bradipnea, akipnea,
hiperventilasi, kussmaul,cheyne;stokes,biot, ataksik)
- Memonitor kemampuan batuk efektif
- Memonitor adanya pruduksi sputum
- Memonitor adanya sumbatan jalan napas
- Melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Melakukan auskultasi bunyi napas
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor nilai AGD
- Memonitor hasil x-ray toraks
Terapeutik