Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN HIV PADA ANAK

DOSEN PENDAMPING :

Ns. Ita Sulistiani Basir,S.Kep. M.Kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
Siti Nur Magfirah Tome 841419063
Mildawati R. Amu 841419071
Fitrianingsih Porodjia 841419072
Asyulni Almaida Adjid 841419075
Sri Ain Claradika Mohamad 841419077
Nur Wulan Putri Tendeyan 841419061

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK” yang
disusun guna memenuhi tugas Keperawatan HIV/AIDS. Selain itu, kami jugaberharap agar
makalah ini dapa tmenamba hwawasan bagi pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns. Cindy Puspita Sari
Haji Jafar,S.Kep., M.Kep selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun aka n kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 29 April 2021

Kelompok 4
SKENARIO 3

Bayi Ny. VS umur 0 bulan masuk perawatan NICU dengan keluhan pada saat bayi lahir bayi
mengalami sulit bernafas, tidak menangis saat lahir dan bayi mengalami sianosis (kebiruan) saat
dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan hasil BBL: 3600kg, PBL: 50 cm,, HR:144x/m, RR: 40x/m,
SB: 36,5o Hasil Lab GDS: 62mg.dl

1. Klarifikasi istilah-istilah penting

a. NICU

NICU adalah unit perawatan intensif yang disediakan khusus untuk bayi baru
lahir dengan kondisi kritis atau memiliki gangguan kesehatan berat. Rentang usia
pasien yang dirawat di ruang NICU ini adalah bayi baru lahir hingga bayi berusia
28 hari. Beberapa kondisi yang membuat bayi membutuhkan perawatan di NICU
adalah bayi yang lahir prematur, memiliki cacat bawaan yang berat, mengalami
gagal napas, terkena infeksi parah (sepsis), menderita dehidrasi, atau mengalami
perdarahan hebat.

b. Sianosis

Sianosis adalah suatu keadaan di mana kulit dan membran mukosa berwarna
kebiruan akibat penumpukan deoksihemoglobin pada pembuluh darah kecil pada
area tersebut. Sianosis biasanya paling terlihat pada bibir, kuku, dan telinga
"derajat sianosis ditentukan dari warna dan ketebalankulit !ang terlibat
Sebenarnya, penilaian akurat dari derajat sianosis ini sulit ditentukan,
karenatingkat penurunan saturasi oksigen yang dapat berakibat sianosis berbeda
pada tiap rasa Selainitu, pemeriksaan sianosis pada membran mukosa, seperti
mulut dan konjungtiva, lebih bermaknadaripada pemeriksaan pada kulit
(Ryan,2011)

2. Kata/problem kunci
 Sulit Bernafas
 Tidak menangis saat lahir

 Sianosis ( kebiruan )

 BBL 3600 kg

 PBL 50 cm

 HR 144 ×/m

 RR 40 ×/m

 SB 36,5° c

 GDS 62 mg

3. Mind Map
Lembar Check list

Penyakit
Tanda Dan Gejala Asfiksia
Sulit Bernafas √
Mengalami Sianosis √
Tidak Menangis Saat Lahir √

4. Pertanyaan Penting

1. Apa yang menyebabkan bayi sulit bernafas saat baru lahir?


2. Apa penyebab sianosis pada bayi

5. Jawaban Pertanyaan Penting


1. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.Di
Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi yaitu 34/1.000 kelahiran
hidup, sekitar 56% kematian terjadi pada periode sangat dini yaitu masa neonatal
(Kemenkes RI 2011).

2. Sianosis atau warna biru pada kulit dan membran mukosa disebabkan adanya
peningkatan konsentrasi hemoglobin tereduksi. Sianosis dapat terdeteksi secara
klinis jika kadar hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh vena kulit mencapai
kadar kritis 5 g/dl. Hal tersebut bisa terjadi akibat desaturasi pada darah arteri
atau meningkatnya ekstraksi oksigen oleh jaringan perifer pada kadar saturasi
darah arteri yang normal. Keadaan pertama disebut sianosis sentral dan keadaan
kedua disebut sianosis perifer. Sianosis perifer dapat disebabkan oleh penurunan
aliran darah ke jaringan akibat syok, hipovolemia,atau vasokonstriksi pembuluh
darah pada hipotermia (Piprim, 2015).

6. Tujuan Pembelajaran
 Mempelajari lebih lanjut tentang pemeriksaan laboratorium pada pasien asfiksia
 Mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada pada bayi asfiksia
7. Informasi Tambahan
HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN ASFIKSIA
NEONATORUM
8. Klarifikasi Informasi
Penelitian mengenai hubungan antara berat badan lahir dan kejadian asfiksia
neonatorum di bagian Ilmu Kesehatan Anak Subdivisi Neonatologi RSUD Ulin
Banjarmasin periode Juni 2104-Juni 2015 telah dilaksanakan pada bulan Agustus-
Oktober 2015.Setelah dilakukan pemilihan sampel kasus berdasarkan kriteria inklusi
maka didapatkan jumlah sampel penelitian sebesar 334 kasus dari 1900 kasus.
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia
terjadi karena terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu
ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. Asfiksia dapat mempengaruhi organ vital lainnya dan dapat mendorong
terjadinya infeksi, kerusakan otak atau kematian.7 Data kejadian asfiksia neonatorum
di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa sebagian besar
sampel penelitian tidak mengalami asfiksia, yaitu sebanyak 246 (73,7%) kasus. Hal
ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Selvia Wijayanti di RSUD Ulin
Banjarmasin pada tahun 2012-2013, dimana sebagian besar sampel penelitian tidak
mengalami kejadian asfiksia neonatorum yaitu sebanyak 166 (71,86%) kasus.

9. Analisa & Sintesis Informasi


Jumlah kematian neonatus menurut perkiraan World Health Organization (WHO) per
tahunnya yaitu sebanyak 5 juta kematian dan 98% kematian tersebut berasal dari
negaraberkembang.1Laporan WHO yang dikutip dalam State of the world’s mother
2007 dari data tahun 2000-2003 dikemukakan bahwa 36% dari kematian neonatus
disebabkan oleh penyakit infeksi, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, 7% kasus
disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh bayi kurang bulan dan
berat badan lahir rendah, serta 7% kasus oleh sebab lain.
Angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan data kematian perinatal yang ada di Indonesia, 29,9% dilaporkan terjadi
pada hari pertama, dan 75,6% pada satu minggu setelah lahir. Angka kematian bayi
(AKB) di Kalimantan Selatan tahun 2005 menempati urutan ke 5 tertinggi di
Indonesia yaitu 41 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia yang dilakukan di Kalimantan Selatan, angka kematian bayi baru
lahir pada tahun 2007mencapai 39 per 1000 kelahiran hidup yang menunjukkan angka
masih di atas rata-rata nasional, sedangkan pada tahun 2012 berdasarkan Sensus
Penduduk yang dilaksanakan, mencapai 44 per 1000 kelahiran hidup. Sasaran yang
harus dicapai pada tahun 2015 adalah 23 per 1000 kelahiran hidup untuk AKB.
Penyebab kematian perinatal kelompok 0-7 hari tertinggi adalah prematur dan BBLR
sebesar 35 %, kemudian asfiksia lahir sebesar 33,6%. Penyakit penyebab kematian
kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1%.
Asfiksia neonatorum merupakan kegagalan bernafas secara spontan tidak teratur dan
tidak adekuat segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir. Keadaan ini disertai
hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.6 Asfiksia terjadi karena terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini
dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Asfiksia
dapatmempengaruhi organ vital lainnya dandapat mendorong terjadinya infeksi,
kerusakan otak atau kematian.

10. LaporanDiskusi
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Asfiksia adalah suatu stress pada janin atau bayi baru lahir karena kurang tersedianya
oksigen dan kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ sehingga bayi tidak dapat
bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir (Legawati, 2018)

Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini erat kaitannya dengan hipoksia janin dalam uterus. Hipoksia ini
berhubungan dengan faktor faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Nugroho, 2015) Post Asfiksia adalah suatu keadaan dimana tanda gejala penyerta setelah
terjadinya asfiksia, disertai dengan beberapa komplikasi pada berbagai organ pernafasan
lainya (Lissauer, 2013)

B. ETIOLOGI

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
sehingga pasokan oksigen ibu ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi
di dalam rahim dan berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir (Nurarif, 2013) Beberapa
faktor yang menyebabkan asfiksia bayi baru lahir :

a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia

2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinanatau infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

5) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)


b. Faktor tali pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapses tali pusat

c. Faktor bayi

1) Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoksia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur meconium (warna kehijauan)

C. MANIFESTASI KLINIS

a. Ketidakmampuan bernafas

b. Denyut jantung janin bradikardi (<100x/menit), takikardia (>140x/menit)

c. Warna kulit pucat dan ada tanda tanda syok

d. Hipoksia (kondisi kurang oksigen di dalam tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya)

e. RR >60 x/menit atau <30x/menit

f. Mengengap engap sampai terjadi henti nafas

g. Nafas cuping hidung

h. Tonus otot berkurang

i. Periode apnea yang berlangsung sekitar 10-15 detik (irama nafas regular) dan disertai
sianosis (Sharon, 2011)
j. Pada hari pertama kelahiran bayi adaptasi fisiologis sistem pernafasan dimulai dengan
nafas menjadi dangkal dan tidak teratur, berkisar 30 sampai 60 kali permenit, dengan
periode dari nafas yang berlangsung kurang dari 20 detik (Sidartha, 2013)

k. Untuk menentukan tingkat asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat,

D. KLASIFIKASI

Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR : 1)
Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3. Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6. 3) Bayi
normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9. 4) Bayi normal dengan nilai APGAR
10. Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi: 1) Vigorous
baby Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan tindakan istimewa 2)
Moderate asphyksia Skor APGAR 4-6 3) Severe asphyksia Skor APGAR 0-3 Menurut Vidia
dan Pongki (2016:364) klasifikasi asfiksia terdiri dari : 1) Bayi normal atau tidak asfiksia :
Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara
terkendali. 2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan
resusitasi. 3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernafas normal. 4) Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan
resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai
asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan,
dan cairan glukosa 40% 1- 2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

E. PATOFISIOLOGI

Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2nya bertambah, akan menyebabkan


muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka menyebabkan DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya iregular dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan meconium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi ateletaksis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun. Sehingga terjadi
ketidakefektifan pola nafas. Maka dapat diberikan resusitasi bayi. Apabila bayi dapat
bernafas teratur maka bayi mengalami pernafasan normal. Tetapi karena faktor penghisapan
lendir tidak bersih dan hipotermi maka bayi akan mengalami asfiksia ringan (Dewi, 2014)

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh
yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam
basa, tekanan daerah bayi juga mulai menurun dan bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Pada paru terjadi pengisisan udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak
yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan (Rahmayanti, 2014).

Tindakan yang dilakukan hanya akan dapat berhasil dengan baik bila perubahan yang
terjadi dikoreksi secara adekuat. Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan
tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinik yang cukup. Menentukan beberapa
kriteria klinik untuk menilai keadaan bayi baru lahir (Deslidel, 2012)

Bayi yang mengalami asfiksia akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran


oksigen dan karbondioksida, hal ini akan menimbulkan terjadinya hipoksia. Pada hipoksia
yang berkelanjutan, kekurangan oksigen menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh
menyebabkan terjadinya glokolisis anerobik, dimana kondisi ini bisa disebut dengan post
asfiksia. Produk sampingan proses tersebut menimbulkan peningkatan asam organic tubuh
yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan
sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama sama menyebabkan kerusakan sel, dimana hal
ini dapat menyebabkan kelelahan otot pernafasan sehingga muncullah masalah keperawan
ketidakefektifan pola nafas.

F. PENATALAKSANAAN

a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sitem jantung dan paru dengan melaukukan
resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup agar
sirkulasi darah tetap baik

c. Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)

1) Bayi dibungkus dengan kain hangat

2) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung, kemudian mulut

3) Bersihkan badan dan tali pusat

4) Lakukan observasi tanda tanda vital, pantau APGAR skor dan masukkan ke dalam
inkubator

d. Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)

1) Bersihkan jalan nafas

2) Berikan oksigen 2 liter permenit

3) Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki, apabila belum ada reaksi, bantu
pernafasan dengan masker (ambubag)

e. Asfiksia berat APGAR skor (0-3)

1) Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag


2) Berikan oksigen 4-5 liter permenit

3) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endrotracheal tube)

4) Bersihkan jalan nafas melalui ETT

5) Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
sebanyak 6 cc selanjutnya berikan dekstosan 40% sebanyak 4cc

f. Terapi oksigen yang diberikan kepada bayi yang memiliki konsentrasi oksigen yang baik,
penggunaan alat alat seperti pemakaian ventilator, headbox, nasal kanul dan modifikasi
penggunaan alat CPAP.

g. Menurut (Silvia, 2015) Pencegahan hipotermi pada bayi premature dengan dapat
menggunakan metode kanguru, dalam penelitiannya perawatan metode kanguru dapat
meningkatkan suhu tubuh, menstabilkan pernafasan dan dapat meningkatkan berat badan
bayi..

h. Jika bayi menderita hipoglikemia penanganan pertama adalah periksa Dextrostix dan true
glucose darah, hindari bayi kedinginan, beri minum ASI atau pengganti ASI sebanyak 10-15
ml/kg BB. Ulangi pemeriksaan dextrostix sesudah 1 jam. Bila kadar gula masih dibawah 45
mg/dl harus dipersiapkan untuk pemberian larutan glukosa. Selanjunya bila kadar gula darah
menunjukan lebih dari 45 mg/dl pada 3-4 kali pemeriksaan maka bayi cukup diberi minimal
per oral (Ngastiyah, 2014).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menentukan diagnosis bayi yang mengalami post asfiksia antara lain :

a. Pemeriksaan darah lengkap (Sareharto, 2010) eritrosit neonatus relative sensitive terhadap
oksidan dibandingkan eritrosit pada anak mengakibatkan mudah terjadi kerusakan oksidatif,
hal ini terjadi karena masih kurangnya kemapuan kapasitas eritrosit neonatus terhadap stress
oksidatif sebagai akibat kurangnya pertahanan antioksidan terutama pada bayi premature.

b. Pemeriksaan kadar asam laktat adalah tes darah yang mengukur kadar asam laktat dalam
tubuhc. Kadar bilirubin pemeriksaan untuk mengetahui kadar bilirubin di dalam darah
d. Kadar PaO2 (pemeriksaan analisis gas darah) pemeriksaan ini dilakukan untuk
keseimbangan basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah.

e. PH

f. Pemeriksaan fungsi paru adalah tes yang digunakan untuk pemeriksaan kondisi dan fungsi
saluran pernafasan.

g. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler adalah tes yang digunakan untuk memeriksa fungsi
jantung.

H. PROGNOSIS

Hampir setengahnya (44%) bayi baru lahir di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri
mengalami asfiksia, lebih besar daripada angka nasional menurut Riskesdas (2007), yaitu
sebesar 37%. Padaunivariat, selain faktor kelainan letak, pre eklamsia/eklamsia memperoleh
frekuensi yang tinggi terhadap kejadian asfiksia, yaitu sebesar 29 kasus.

Pada faktor ibu, hanya solusio plasenta yang memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian asfiksia.Pada faktor talipusat, faktor lilitan dan simpul talipusat berhubungan
bermakna dengan kejadian asfiksia.

Faktor bayi, tidak ada yang berhubungan dengan kejadian asfiksia. Faktor lain yang
berhubungan dengan kejadian asfiksia adalah faktor paritas dan BBLR memilikihubungan
bermakna dengan kejadian asfiksia.

Dalam penelitian ini, faktor kelainan letak merupakan variabel dominan terhadap kejadian
asfiksia (OR: 1,772; CI 95%). Kelainan letak terhadap kejadian asfiksia pada frekuensi
univariat sebesar 19,5%, sedangkan peluang pada analisis bivariat sebesar 51,5%, maka
kontribusi kelainan letak terhadap kejadian asfiksia sebesar 10% ( Restu, 2019 )

I. KOMPLIKASI

a. Anuria atau oliguria, merupakan gangguan pada ginjal sebagai sistem ekskresi pada
manusia.

b. Perdarahan otak
c. Hipotensi, merupakan keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih rendah di
bandingkan normal dan biasa disebut dengan tekanan darah rendah

d. CHF (congestive heart failure), merupakan kegagalan jantung dalam

memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh

e. Perdarahan gastro intestinal

f. Hipoglikemi, merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula dalam
darah berada dibawah kadar normal

g. Hiponatremia, merupakan kondisi dimana konsentrasi natrium yang rendah di dalam


darah

h. Trombositopenia, merupakan kondisi yang terjadi akibat kurangnya jumlah platelet


atau trombosit sel darah yang berperan penting dalam proses pembekuan darah

i. Hipertensi pulmonal persistem

j. Perdarahan paru

k. Edema paru

l. Asidosis metabolik, gangguan status asam basa bergeser ke sisi asam akibat

hilangnya basa dalam tubuh

m. Infeksi karena lima imuniglobulin utama, hanya IgM yang diproduksi oleh bayi baru
lahir, IgG tidak menembus plasenta dengan jumlah yang cukup sampai usia gestasi 34
minggu. Hal tersebut dapat membahayakan bayi baru lahir pretern (Sharon, 2011)

n. Hipotermia. Hipotermi memiliki hubungan erat dengan kadar oksigen yakni pada bayi
hipotermi dapat meningkatkan metabolisme dalam rangka meningkatkan kalori tubuh
sehingga diperlukan peningkatan kadar oksigen dalam tubuh (Harina, 2016)

J. PENCEGAHAN
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2
hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien
Nama : Bayi Ny. V

Usia : 0 bulan

Jenis kelamin : Tidak terkaji

Agama : Tidak Terkaji

Alamat : Tidak Terkaji

Pendidikan : Tidak Terkaji

Pekerjaan : Tidak Terkaji

Suku Bangsa : Tidak Terkaji

Tanggal masuk : Tidak Terkaji

Tanggal Keluar : Tidak Terkaji

No. Registrasi : Tidak Terkaji

Diagnosa Medis :

2. Identitas penanggung jawab

Nama : No Name
Umur : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Hubungan dengan klien : Tidak Terkaji

3. Keluhan Utama

4. Riwayat Keperawatan

A. Riwayat kesehatan sekarang :

B. Riwayat kesehatan terdahulu: Tidak Terkaji

C. Riwayat kesehatan keluarga: Ibu paasien positif HIV

 Pola Kebutuhan Dasar

A. Pola persepsi dan manajemen kesehatan

B. Pola nutrisi metabolic

- Sebelum sakit :Tidak Terkaji

- Sesudah sakit :Tidak Terkaji

C. Pola eliminasi

BAB:

- Sebelum sakit :Tidak Terkaji

- Sesudah sakit :Diare sejak 5 hari yang lalu

BAK:

- Sebelum sakit :Tidak Terkaji

- Sesudahsakit :Tidak Terkaji

5. Pemeriksaan Fisik

A. BB : 3600 kg
B. TTV :

Suhu tubuh : 36,5oC

Nadi : 144 x/m

RR : 40 x/m

TD : Tidak Terkaji

C. Keadaan Fisik :

1) Kepala : Tidak Terkaji

2) Leher : Tidak Terkaji

3) Dada : Tidak Terkaji

4) Abdomen : Tidak Terkaji

5) Integument : Tidak Terkaji

6) Genetalia : Tidak Terkaji

7) Ekstremitas : Tidak Terkaji

D. Pola Persepsi dan Konsep Diri : Tidak Terkaji

E. Pola Tidur dan Konsep Diri

Sebelum Sakit : Tidak Terkaji

Sesudah Sakit : Tidak Terkaji


B. PATHWAY
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

Kategori: Fisiologis

Subkategori: Respirasi
D. Rencana Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi (1.01014)


(D.0003)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam Tindakan :
Kategori: Fisiologis maka pertukaran gas pada
Obserfasi
pasien dapat meningkat, dengan
Subkategori: Respirasi
Kriteria Hasil: - Monitor frekuensi, irama,
Definisi: - Dispnea menurun kedalaman dan upaya napas
- Sianosis menurun - Monitor pola napas ( seperti
Kelebihan atau kekurangan
bradipnea, akipnea,
oksigenasi dan/ atau eliminasi
hiperventilasi,
karbondioksida pada
kussmaul,cheyne;stokes,biot
membran alvoeulus-kapiler
, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
Gejala Dan Tanda Mayor
- Monitor adanya pruduksi
Subjektif sputum
- Monitor adanya sumbatan
- dispnea
jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
Data Objektif ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- (tidak tersedia)
- Monitor saturasi oksigen
Gejala Dan Tanda Mayor
- Monitor nilai AGD
Subjektif - Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- (tidak tersedia)
- Atur interval pemantauan
Objektif
respirasi sesuai kondisi
- (tidak tersedia) pasien
- Dokumtasikan hasil
pemantauan
Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
E. Implementasi Dan Evaluasi

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan

Gangguan Pemantauan Respirasi (1.01014) S= Klien mengatakan


Pertukaran Gas keluhannya telah
(D.0003) teratasi
Definisi :
O= Tanda yang
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan dialami klien telah
jalan napas dan keekfektifan pertukaran gas normal

A= Masalah Telah
Teratasi
Tindakan :
P= Intervensi
Observasi
dihentikan
- Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Memonitor pola napas ( seperti bradipnea, akipnea,
hiperventilasi, kussmaul,cheyne;stokes,biot, ataksik)
- Memonitor kemampuan batuk efektif
- Memonitor adanya pruduksi sputum
- Memonitor adanya sumbatan jalan napas
- Melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Melakukan auskultasi bunyi napas
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor nilai AGD
- Memonitor hasil x-ray toraks
Terapeutik

- Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


- Mendokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

- Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


- Menginformasikan hasil pemantauan.
Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai