Anda di halaman 1dari 20

STUDI META ANALISIS PERNIKAH DINI, POLA PENGGUNAAN ASI DAN STATUS

GIZI ANAK DENGAN KEJADIAN STUNTING DI PROV BANGKA BELITUNG


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun


penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa
dkk, 2012). Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrsi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth
Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan
dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD (Kusuma, 2013).

Stunting disebabkan oleh dua faktor yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.
Secara langsung yaitu ASI Eksklusif, penyakit infeksi, asupan makan, dan berat badan lahir.
Dan yang merupakan faktor secara tidak langsung pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
dan status ekonomi keluarga. Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok
masyarakat.

Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan
makanan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi, atau
zat-zat gizi tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang diperoleh (Fitri,
2012). Anak-anak menghadapi risiko paling besar untuk mengalami gizi kurang. Salah satu
masalah gizi kurang yang dihadapi yaitu Stunting. Upaya perbaikan status gizi balita di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sudah mengalami peningkatan. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi gizi kurang dan buruk telah mengalami penurunan
dari 18,4% tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010, dan untuk prevalensi balita pendek terdiri
dari sangat pendek 18,5% dan pendek 17,1%. Penurunan prevalensi terjadi pada balita
pendek dari 18,0% menjadi 17,1% dan balita sangat pendek dari 18,8% menjadi 18,5%
(Meilyasari, 2014).

Namun menurut data United Nations of Childrens Fund (Unicef) global tahun 2010
mengenai Kemajuan Gizi Ibu dan Anak Nasional, Indonesia berada pada urutan kelima
tertinggi anak stunting di dunia. Diperkirakan sebanyak 7,8 juta anak Indonesia tergolong
anak stunting (Unicef, 2012). Di negara-negara berkembang, 29% anak-anak balita
menunjukkan keadaan gizi kurang yang sedang, 33% menunjukkan kejadian tubuh pendek
(stunting) yang sedang. Di negara-negara paling miskin, 40% anakanak balita mengalami
berat badan yang kurang, dan 45% berkembang mengalami kejadian tubuh pendek (stunting).
Angka prevalensi anak-anak dengan gizi kurang yang sedang dan berat diperkirakan telah
mengalami penurunan secara global dari 38% pada tahun 1980 menjadi 30% pada tahun 1997
dan 29% pada tahun 2001 (Gibney dkk, 2009). Menurut UNICEF (2013), pada tahun 2011
ada 165 juta (26%) balita dengan status gizi stunting di seluruh dunia. Sub-Sahara Afrika dan
Asia Selatan merupakan daerah terbanyak di dunia dengan anak stunting, dimana ada 40%
balita stunting di sub-Sahara Afrika dan 39% balita stunting di Asia Selatan. Indonesia
termasuk dalam 5 negara dengan angka balita stunting tertinggi yaitu ada 7,5 juta balita.
Negara lain yang termasuk dalam 5 negara tersebut adalah India (61,7 juta balita), Nigeria
(11 juta balita), Pakistan (9,6 juta balita) dan Cina (8 juta balita).

Dengan demikian, keadaan gizi kurang tetap merupakan permasalahan kesehatan


masyarakat yang sangat penting. Pemberian ASI yang kurang sesuai di Indonesia
menyebabkan bayi menderita gizi kurang dan gizi buruk. Padahal kekurangan gizi pada bayi
akan berdampak pada gangguan psikomotor, kognitif dan sosial serta secara klinis terjadi
gangguan pertumbuhan. Dampak lainnya adalah derajat kesehatan dan gizi anak Indonesia
masih memprihatinkan (Haryono dkk, 2014) Pertumbuhan dan perkembangan pada masa
bayi memerlukan masukan zat-zat gizi yang seimbang dan relatif besar. Namun, kemampuan
bayi untuk makan dibatasi oleh keadaan saluran pencernaannya yang masih dalam tahap
pendewasaan. Satu-satunya makanan yang sesuai dengan keadaan saluran pencernaaan bayi
dan memenuhi kebutuhan selama berbulan-bulan pertama adalah ASI (Maryunani (2010).
Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko lebih tinggi untuk kekurangan zat gizi
yang diperlukan untuk proses pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan akan mengakibatkan
terjadinya stunting pada anak (Anshori, 2013).

Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo


mengatakan permasalahan kekerdilan harus dapat diatasi untuk mewujudkan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia yang unggul. “Stunting bukanlah 'single problem', tetapi masih
banyak yang menjadi permasalahan gizi di balik itu salah satunya kehamilan yang terjadi di
usia muda," ia menjelaskan perempuan hamil pada usai muda menyebabkan tulang berhenti
tumbuh. Kehamilan pada umur 15 atau 16 tahun menyebabkan kalsium yang seharusnya
untuk pertambahan panjang tulang, justru disalurkan ke janin sehingga si ibu menjadi pendek
(pertumbuhan terhenti) dan anak juga menjadi pendek.

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak (KP3A) Lenny N. Rosalin menyampaikan isu yang umumnya beredar
mengenai kesehatan anak yakni terjadinya kondisi gagal tumbuh kembang. Dia mengatakan
pula peran ASI penting bagi tumbuh dan kembang anak, sebab balita yang tidak diberikan
ASI ekslusif sejak lahir akan memiliki risiko kekerdilan 4,8 kali dibandingkan dengan balita
yang diberikan ASI eksklusif sejak lahir. periode emas dan tumbuh kembang anak dan
membaginya ke dalam empat tahap, yaitu prakonsepsi, janin (dalam rahim), neonatus, dan
bayi. "Peran keluarga juga harus dioptimalkan sebagai pelopor dalam pencegahan 'stunting'
melalui pemberian makanan dengan benar, memberi ASI+MPASI secara tepat, meningkatkan
imunitas melalui asupan gizi yang baik, serta penerapan pola hidup sehat. Jika anak sakit,
maka pihak keluarga harus segera melapor ke fasilitas pelayanan kesehatan

Berdasarkan Masalah diatas, Peneliti ingin melihat Pola Pernikahan Dini, Status Gizi dan
Pola Penggunaan ASI terhadap kejadian stunting dilihat dari data sekunder BKKBN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas maka rumusan masalah “ bagaimana hubungan Pola


Pernikahan Dini, Status Gizi dan Pola Penggunaan ASI terhadap kejadian stunting dilihat dari
data sekunder BKKBN.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan Pola Pernikahan Dini, Status Gizi dan Pola Penggunaan ASI
terhadap kejadian stunting dilihat dari data sekunder BKKBN
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pola Pernikahan Dini di Prov Bangka Belitung dilihat dari data sekunder
b. Mengetahui status gizi di Prov Bangka Belitung dilihat dari data sekunder
c. Mengetahui pola penggunaan Asi di Prov Bangka Belitung dilihat dari data sekunder

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebaga tambahan referensi dalam
penelitian sejenis dengan dengan penelitian ini, dan diharapkan juga dapat berkontrbusi
bagi ilmu kesehatan khususnya mengenai Mengetahui hubungan Pola Pernikahan Dini,
Status Gizi dan Pola Penggunaan ASI terhadap kejadian stunting dilihat dari data
sekunder BKKBN.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi instansi
Sebagai masukkan dan pertimbangan berbagai pihak dan instansi terkait seperti dinas
kesehatan dan BKKBN yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian
stunting
b. Manfaat Peneliti
Mendapatkan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatkan

A. Telaah Pustaka

1. Tinjauan Tentang ASI

a. Pengertian

1) Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa, dan garam-garam organik yang disekresi

oleh kedua belah kelenjar payudara ibu (Warnaliza, 2014)

2) ASI harus diberikan segera setelah bayi dilahirkan (30 menit

setelah lahir), karena daya hisap bayi sangat kuat pada

masa ini sehingga dapat merangsang produksi ASI

selanjutnya (Adiningsih, 2010)


3) ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh

yang akan melindungi bayi dari berbagai infeksi bakteri,

virus, parasit dan jamur. ASI mengandung lebih dari 200

unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur (taurin), lemak,

karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone,

enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini

terpasang secara proposional dan seimbang satu dengan

yang lainnya (Roesli, 2007)

4) ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi 6 bulan karena

kandungan gizinya yang sesuai. Kapasitas lambung bayi

baru lahir hanya dapat menampung cairan sebanyak 10-20

ml (2-4 sendok teh). ASI memiliki kandungan gizi yang


8

sesuai serta volume yang tepat sesuai dengan kapasitas

lambung bayi yang masih terbatas (Depkes, 2012).

5) Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama

6 bulan karena ASI saja dapat memenuhi 100% kebutuhan

bayi (Winkjosastro, 2008).

6) Air susu ibu (ASI) adalah cairan kandungan kehidupan

terbaik yang sangat dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung

berbagai zat yang penting untuk tumbuh kembang bayi dan

sesuai kebutuhannya (Rukiyah, 2011)

Pemberian ASI merupkan salah satu upaya untuk

memperoleh tumbuh kembang bayi yang baik. Karena ASI

mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi untuk

tumbuh kembangnya dan mengandung zat antibody untuk

kekebalan tubuh bayi (Widodo, 2011)

Pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan

tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih,

sampai bayi berumur 6 bulan. Alasan ASI diberikan sampai usia 6

bulan yakni :
a) Pertama komposisi ASI cukup untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi apabila diberikan tepat dan benar sampai

usia 6 bulan.
9

b) Ke dua bayi saat berumur 6 bulan system pencernaannya mulai

matur, jaringan usus bayi sehingga kemungkinan kuman/protein

dapat langsung masuk system peredaran darah yang

menimbulkan alergi, pori-pori tersebut tertutup saat bayi

berumur 6 bulan (Rukiyah, 2011).

ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi.

Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi

tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan

saraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa

penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antar ibu dan bayinya

(Yessie Aprilia, 2012)

Proses pemberian ASI bergantung banyak hal yaitu tujuan,

harapan atau keinginan ibu, peran suami,. Keluarga, dan

lingkungan yang kesemuannya memiliki peranan yang sangat

besar dalam keberhasilan pemberian ASI .

b. Manfaat pemberian ASI

Beberapa manfaat pemberian ASI yang dapat diperoleh oleh

bayi :
1) ASI sebagai Nutrisi Terbaik

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan

komposisi yang seimbang dan disesuiakan dengan

kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi


1
0

yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Produksi ASI seorang ibu akan cukup sebagai makanan

tunggal bagi bayi normal sampai dengan usia 6 bulan.

2) ASI Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah telah mendapat

zat kekebalan dari ibunya melalui plasenta. Kadar zat

resebut akan cepat menurun setelah kelahiran bayi dan

lambat laun akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh.

Kesenjangan tersebut dapat diatasi dengan pemberian ASI,

karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus,

dan jamur.

3) ASI Eksklusif Meningkatkan Kecerdasan

Faktor penentu kecerdasan ada 2 yaitu faktor genetik

dan faktor lingkungan. Faktor genetik atau bawaan sangat

menentuka potensi genetik yang diturunkan oleh orang tua,

faktor ini tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa. Faktor

lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapainya


faktor genetik secara optimal. Kebutuhan faktor lingkungan

ini dapat dipenuhi dengan pemberian ASI yang dimulai

dengan memberikan ASI. Pemberian ASI selama 6 bulan

pertama kehidupan akan menjamin tercapainya

pengemabangan potensi kecerdasan anak secara optimal.


1
1

4) ASI Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang

a) Mengurangi perdarahan setelah persalinan (post partum)

Karena pada ibu menyusui terjadi kadar peningkatan

oksitosin yang berguna juga untuk penutupan pembuluh

darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhent, hal ini

akan menurunkan angka kematian ibu melahirkan. b)

Menjarangkan kehamilan

Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman,

murah, dan cukup berhasil.

c) Lebih cepat langsing kembali

Oleh karena menyusu memerlukan energi maka

tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama

hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui

akan lebih cepat kembali keberat badan sebelum hamil. d)

Mengurangi kemungkinan menderita kanker


Pada ibu yang memberikan ASI pada umumnya

kemungkinan menderita kanker payudara, dan indung telur

berkurang.

e) Lebih ekonomis dan murah

Dengan memberi ASI berarti menghemat

pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan menyusu,

dan persiapan pemberian susu formula.

f) Tidak merepotkan dan menghemat waktu


12

ASI dapat sesegera mungkin diberikan kepada bayi

tanpa harus menyiapkan atau memasak air, tanpa harus

mencuci botol, dan tanpa menunggu susu tidak terrlalu

panas.

g) Memberi kepuasan pada ibu

Ibu yang berhasil memberikan ASI akan merasa puas

dan merupakan kebanggan yang mendalam (Nurrezki, 2014)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka

perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu

yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang idel, maka

ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui

(Friedman, 2009)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbmentuknya tindakan seseorang

(over behavior) (Notoatmodjo, 2012). Sebelum orang


mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang terjadi

proses yang berurutan yakni :

a) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut

menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap

stimulus (objek).
13

b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek

tersebut. Disini subjek sudah mualai timbul.

c) Evalution (menimbang-nimbang) terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap

responden sudah lebih baik lagi.

d) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e) Adaption, di mana subjek telah berprilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap

stimulus.

2) Perubahan sosial budaya

a) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya

b) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang

memberikan susu botol.

c) Merasa ketinggalan jaman jika menyusui bayinya

3) Faktor psikologis

a) Takut kehilangan daya tarik sebagi seorang wanita

b) Tekanan batin
4) Faktor Fisik Ibu

Bentuk payudara bermacam-macam. Keadaan ini

dipengaruhi oleh keturunan, aktivitas, profesi, dan pernak

susu. Payudara yang kepes atau kecil maka produksi susu

akan terpengaruh. Penyakit payudara pada ibu juga akan


14

BAB III

METODE PENELITIAN

META-ANALISIS Tugas utama penelaahan ilmiah adalah menemukan kebenaran


ilmiah yang sifatnya objektif, dapat diverifikasi dan dikomunikasikan untuk
memenuhi fungsinya, yaitu: membuat deskripsi, menjelaskan, pengembangan teori,
membuat prediksi serta melakukan kontrol (suryabrata, 1998). Untuk dapat memenuhi
fungsi ilmiah tersebut, hasil-hasil penelitian memerlukan suatu metode ilmiah yang
sistematis untuk mengintegrasikan temuantemuan atau hasil-hasil penelitian. Namun
kenyataannya telah diketahui bersama bahwa putusan yang dilakukan oleh penentu
kebijakan biasanya didasarkan pada sejumlah hasil penelitian mengenai fenomena
tertentu. Oleh karena berbagai keterbatasan studi tunggal, sangat jarang terjadi
putusan apalagi yang bersifat strategis yang didasarkan pada hasil suatu studi tunggal,
apakah berasal dari penelitian survei, eksperimen lapangan ataupun eksperimen
laboratorium. Keterbatasan-keterbatasan tersebut pada studi tunggal ini bisa terjadi
karena kelemahan pada alat ukur yang digunakan, cara pengukuran, waktu
pengukuran, subjek penelitian maupun faktor-faktor lain yang tidak terspesifikasi
(Suryabrata, 1998)
Berdasarkan data yang didapatkan BKKB , hasil survei tahun 2019 mencangkup
status gizi, Data Pernikahan Dini, Pola Penggunaan ASI pada Balita serta dilihat
hubungannya dengan kejadian stunting di Prov Bangka Belitung. Diharapkan dapat
melihat faktor apa yang mempengaruhi kejadian stunting supaya kedepan faktor
dominan pencetus stunting dapat diminimalkan dan kejadian stunting dapat
diturunkan.

Anda mungkin juga menyukai