Anda di halaman 1dari 10

Nama : Pande Nyoman Dimas Pratistha

NIM : 2008551073
Kelas : B
Topik : Perundang-undangan Tentang Industri Obat berkaitan dengan kewenangan dan
kewajiban Apoteker

RESUME V

Pada pertemuan tanggal 19 Maret 2021 pekuliahan Undang-Undang dan Kode Etik
Kefarmasian diadakan mengenai Perundang-undangan Tentang Industri Obat berkaitan dengan
kewenangan dan kewajiban Apoteker. Materi tersebut sangat penting untuk dipahami dan
diterapkan oleh mahasiswa khususnya mahasiswa farmasi Berikut rangkuman dari materi
tersebut :
Kesehatan merupakan hak asasi dari setiap manusia yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia demi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat
Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, yang dimaksud tentang kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting karena setiap
manusia berhak mendapatkan kesehatan tanpa memandang status ekonomi, suku, agama, dan
ras. Kesehatan juga merupakan salah satu aspek terpenting yang menunjukkan tingkat
kesejahteraan manusia sehingga dapat menjadi landasan utama dalam pembangunan kesehatan
nasional suatu bangsa.
Dalam upaya mewujudkan kesehatan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan
dan kualitas hidup masyarakat, perlu didukung oleh perbekalan kesehatan dalam pelayanan
kesehatan. Salah satu komponen untuk mendukung pelayanan kesehatan yang optimal adalah
adanya perbekalan kesehatan. Perbekalan kesehatan yang penting adalah tersedianya obat yang
berfungsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Pembuatan obat tersebut
sebagai sediaan farmasi tidak lepas dari peran seorang Apoteker di Industri Farmasi.

1. Peraturan Mengenai CPOB


Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik, Industri Farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatanbuntuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Usaha pemerintah
dalam menjamin keamanan (safety), khasiat (efficacy), dan mutu (quality) obat secara
konsisten agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan diatur secara ketat dalam beberapa
peraturan, salah satunya adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik terkini (CPOB tahun 2012)
sebagai pedoman kerja yang wajib diterapkan pada setiap Industri Farmasi. Selain itu, terdapat
sistem Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (K3L) untuk mencegah terjadinya
kecelakaan personalia di tempat kerja dan melindungi lingkungan dari dampak suatu produksi
oleh Industri Farmasi.

2. Tanggung Jawab Apoteker Pada Industri Farmasi


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
Industri Farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-
masing pada bidang pemastian mutu (QA), produksi, dan pengawasan mutu (QC). Seorang
Apoteker memiliki peranan penting dalam Industri Farmasi, sehingga diharapkan mampu
bertanggung jawab untuk mengawasi dan menjamin mutu dalam proses pembuatan obat
sehingga dihasilkan produk obat yang senantiasa aman, berkhasiat, dan memenuhi persyaratan
mutu CPOB. Selain itu, seorang Apoteker juga berperan sebagai pengambil keputusan dalam
setiap kegiatan dan permasalahan yang terjadi dalam industri. Oleh karena itu, seorang
Apoteker yang bekerja di Industri Farmasi haruslah memahami prinsip CPOB yang baik,
berkompeten, memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas serta pengalaman praktis dalam
menangani permasalahan yang muncul di Industri Farmasi.

3. Peraturan Tentang Obat Tradisional


Salah satu jenis pengobatan tradisional adalah pengobatan ramuan, dan salah satu jenis
pengobatan ramuan adalah obat tradisional. Menurut Undang- undang No.36 Tahun 2009 Pasal
1 angka 9, obat tradisional adalah bahan ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (generic) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Obat tradisional sebagai salah satu bentuk pengobatan tradisional telah menjadi Brand
Of Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden RI. Pada Tahun 2008 Kementrian Kesehatan
melalui sistem kesehatan Nasional Tahun 2009 telah memasukkan pengobatan tradisional,
alternatif, dan komplementer sebagai bagaian dari subsitem upaya kesehatan.
Industri obat tradisional harus memenuhi persyaratan agar produknya dapat diedarkan
di masyarakat. Ketentuan dan persyaratan mengenai industry obat trdisonal ini diatur dalam
Permenkes No.006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, yang disusun
dengan tujuan untuk memberikan iklim usaha obat tradisional dengan memperhatikan
keamanan, khasiat, dan mutu obat tradisional yang diproduksi.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan suatu bahan alam sebagai obat,
di antaranya adalah keamanan, termasuk tidak menggunakan bahan berbahaya, salah satunya
bahan kimia obat. Penggunaan bahan kimia obat pada obat tradisional atau obat alam tidak
dapat dirasakan seketika dan membutuhkan selang waktu agar dirasakan manfaatnya, hal ini
yang tidak dipahami masyarakat.

4. Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Produksi
adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membentuk, mengemas,
dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan. Peredaran adalah setiap
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindahtanganan.
Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara atau moda atau
sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran, dan/atau perdagangan sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah bahan yang
digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus sediaan farmasi dan alat kesehatan baik
yang bersentuhan langsung maupun tidak. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
Sediaan farmasi adalah obat-obat tradisional, kosmetik dan bahan obat. Fasilitas Produksi
Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat,
obat tradisional, dan kosmetika.Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan
memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah
memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan PP No 72 tahun 1998 dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Pasal 2 menyatakan :
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
2. Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
untuk :
a. Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai dengan persyaratan
dalam buku farmakope atau buku standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai dengan persyaratan dalam
buku Materia Medika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
c. Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan peryaratan dalam buku
Kodeks Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
d. Alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Pasal 3 menyatakan :
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang teleh
memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
4. Pasal 4 menyatakan :
a) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak berlaku bagi sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
b) Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional oleh perorangan diatur oleh Menteri.
5. Pasal 5 menyatakan :
a) Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik.
b) Cara produksi yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
6. Pasal 6 menyatakan :
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
7. Pasal 7 menyatakan :
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan
upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
8. Pasal 8 menyatakan :
a) Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
peredaran harus disertai dengan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
b) Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran
bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen pengangkutan sediaan farmasi
dan alat kesehatan.

5. Syarat Izin Sediaan Farmasi


Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi
untuk memperoleh Izin Edar.Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor.72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Republik Indonesia adalah :
“Sediaan Farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh Izin Edar dari
Menteri”.24 Dan Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan. Menurut
Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi menyatakan
bahwa Kepala Badan adalah : “Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan
Makanan”.25Registrasi dikecualikan khusus untuk obat :
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter
b. Obat Donasi
c. Obat untuk Uji Klinik
d. Obat Sampel untuk Registrasi
Obat pengecualian diatas dapat dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui mekanisme
jalur khusus. Ketentuan tentang mekanisme jalur khusus ditetapkan oleh Menteri.
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan Izin
Edar. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
obat, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindahtanganan. Sedangkan
Izin Edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di Wilayah
Indonesia.
Adapun Syarat Izin Edar Sediaan Farmasi, yaitu :
1. Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki
izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri
2. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB
3. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh
Kepala Badan.
6. Badan yang Berwenang Mengeluarkan Izin Sediaan Farmasi
Izin Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan
yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Izin Industri Farmasi yang untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Untuk
memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip berlaku
selama 3 (tiga) tahun, dan setelah melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan
permohonan izin industri farmasi. Izin Industri Farmasi berlaku seterusnya selama industri
Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Untuk menerbitkan izin harus ada, Persetujuan Prinsip dan mendapatkan persetujuan
Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari BPOM dan Izin Industri Farmasi harus ada
rekomendasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi
Pasal 1
a. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang
meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan,
pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
b. Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Pasal 2
a. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh Industri
Farmasi.

8. Persyaratan Registrasi Obat


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008. Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat
untuk mendapatkan izin edar Persyaratan registrasi obat . adapun persyaratan dalam registrasi
obat yaitu sebagai berikut :
1. Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri (Pasal 6)
a. Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi
yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.
b. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
c. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang
dikeluarkan oleh Kepala Badan.

2. Registrasi Obat Narkotika (Pasal 7)


a. Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh industri
farmasi yang memiliki izin khusus untuk memproduksi narkotika dari Menteri.
b. Industri farmasi tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB.
c. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang
dikeluarkan oleh Kepala Badan.

3. Registrasi Obat Kontrak (Pasal 8)


a. Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak, dengan
melampirkan dokumen kontrak;
b. Pemberi kontrak adalah industri farmasi; Industri farmasi pemberi kontrak
wajib memiliki izin industri farmasi dan sekurang-kurangnya memiliki 1
(satu) fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB
c. Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu obat jadi yang
diproduksi berdasarkan kontrak
d. Penerima kontrak adalah industri farmasi dalam negeri yang wajib memiliki
izin industri farmasi dan telah menerapkan CPOB untuk sediaan yang
dikontrakkan.

4. Registrasi Obat lmpor (Pasal 9)


a. Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat
penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam
negeri.
b. Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri
yangmendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri (Pasal
10).
c. Persetujuan tertulis tersebut harus mencakup alih teknologi dengan ketentuan
paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi
di dalam negeri.
d. Ketentuan diatas dikecualikan untuk obat yang masih dilindungi paten.
e. Industri farmasi di luar negeri tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB
f. Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi sebagaimana dimaksud
diatas harus dibuktikan dengan dokumen yang sesuai atau jika diperlukan
dilakukan pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang.
g. Dokumen tersebut harus dilengkapi dengan data inspeksi terakhir paling lama
2 (dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
h. Ketentuan tentang tata cara pemeriksaan setempat ditetapkan oleh Kepala
Badan.

5. Registrasi Obat Khusus Ekspor (pasal 11)


a. Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri farmasi.
b. Obat khusus untuk ekspor harus memenuhi kriteria khasiat, keamanan, dan
mutu
c. Dikecualikan dari ketentuan diatas bila ada persetujuan tertulis dari negara
tujuan.

6. Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten (Pasal 12)


a. Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya
dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau industri
farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
b. Hak paten harus dibuktikan dengan sertifikat paten.
c. Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat
dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten.
d. Registrasi dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya
perlindungan hak paten.
e. Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang
bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten
obat inovator.

7. Registrasi pasal 14
a. Registrasi diajukan kepada Kepala Badan.
b. Kriteria dan tata laksana registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan
c. Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan
terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.
8. Biaya (Pasal 15)
a. Terhadap registrasi dikenakan biaya,
b. Ketentuan tentang biaya sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai
peraturan perundang-undangan.

9. Evaluasi (Pasal 16)


Terhadap dokumen registrasi yang telah memenuhi ketentuan dilakukan evaluasi
sesuai kriteria izin edar .

10. Untuk melakukan evaluasi dibentuk : (Pasal 17)


a. Komite Nasional Penilai Obat
b. Panitia Penilai Khasiat-Keamanan
c. Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat

11. Pemberian Izin Edar (Pasal 18)


a. Kepala Badan memberikan persetujuan atau penolakan izin edar berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh Komite Nasional Penilai Obat, Panitia
Penilain Khasiat-Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan
dan Kerasionalan Obat;
b. Kepala Badan melaporkan Izin edar sebagaimana dimaksud kepada Menteri
satu tahun sekali;
c. Dalam hal permohonan registrasi obat ditolak, biaya sebagaimana dimaksud
tidak dapat ditarik kembali.

12. Peninjauan Kembali (Pasal 19)


a. Dalam hal registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan keberatan melalui
tata cara peninjauan kembali.
b. Tata cara pengajuan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud ditetapkan
oleh Kepala Badan.

13. Masa Berlaku lzin Edar ( pasal 20)


a. Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
ketentuan yang berlaku.
14. Pelaksanaan izin edar (Pasal 21)
a. Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor
dan mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal
persetujuan dikeluarkan.
b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dilaporkan kepada Kepala
Badan.

15. Evaluasi kembali (Pasal 22)


a. Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.
b. Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap : Obat dengan
risiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya yang
terungkap sesudah obat dipasarkan. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik
dari plasebo. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan
hayati/bioekivalensi.
c. Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat industri farmasi/pendaftar wajib menarik obat tersebut dari peredaran.
d. Evaluasi kembali juga dilakukan untuk perbaikan komposisi dan formula obat.

16. Sanksi (Pasal 23)


Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-
undang, Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin
edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria izin edar
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban pelaksanaan izin edar
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan tidak
diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau
mengedarkan dicabut.

Anda mungkin juga menyukai