Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kadek Febi Rustiana Dewi

Kelas : XI MIPA 3
Absen : 19

Metode Penyelamatan KRI Nanggala-402 dengan Teknologi Sonar

Pada tahun 1977, TNI AL


memesan dua kapal selam dari
galangan Howaldtswerke-
Deutsche Werft (HDW) di Kiel,
Jerman. Kapal selam serang
bermotor diesel-listrik kelas U-209
diproduksi pada 1978. Kapal diesel
elektrik ini kemudian diserahkan
ke TNI AL pada pertengahan
1981. Sama seperti dua kapal
selam pertama yang dipesan dari
Uni Soviet, kapal dari Jerman pun
diberi nama Cakra dan Nanggala.
KRI Nanggala-402 memiliki
dimensi 59,5 x 6,2 x 5,4 meter. Kecepatannya saat di permukaan mencapai 11 knot dan 25 knot
ketika menyelam. Nanggala dilengkapi persenjataan 8 torpedo 533 mm. Kapal selam ini pernah
menjalani reparasi panjang mulai tahun 1986-1989. Kemudian pada Oktober 1997, pertengahan
1999 di Surabaya untuk penggantian baterai dan update kontrol persenjataan. Setelah itu, KRI
Nanggala-402 kembali direparasi di Daewoo Shipyard, Korea Selatan untuk mengganti baterai,
overhaul mesin, dan modernisasi sistem persenjataan yang selesai pada April 2006.

Namun sayangnya, setelah 40 tahun ikut serta menjaga perairan Indonesia, kini kapal
selam KRI Nanggala-402 dinyatakan tenggelam dengan membawa 53 awak kapal yang telah
dinyatakan gugur. Sebelum dinyatakan tenggelam, kapal selam buatan Jerman tersebut
dilaporkan hilang kontak pada Rabu 22 april 2021 dini hari saat melakukan latihan di perairan
utara Pulau Bali. Empat hari setelah pencarian, kapal selam KRI Nanggala-402 dinyatakan
tenggelam dan ditemukan pada kedalaman 838 m dalam kondisi terbelah menjadi tiga bagian.
Proses penemuan KRI Nanggala-402 tentunya tidak mudah. Dibantu oleh beberapa
negara tetangga seperti, Singapura, Malaysia, India, dan Amerika Serikat, proses pencarian kapal
selam buatan Jerman ini memerlukan waktu 4-5 hari sejak dinyatakan hilang kontak pada hari
Rabu, 21 april 2021. Kapal diduga terseret arus deras di dasar laut. Saat proses pencarian, kapal
KRI Nanggala-402 tidak mengeluarkan sinyal atau suara apapun sehingga hal tersebut
mempersulit proses pencarian. Satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk membantu proses
penemuan KRI Nanggala-402 adalah dengan bantuan teknologi Side Scan Sonar(SSS). Secara
umum, teknologi sonar (Sound Navigation and Ranging) merupakan sistem yang menggunakan
gelombang suara ultrasonik bawah air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi dan
menetapkan lokasi objek di bawah laut atau untuk mengukur jarak bawah laut.
Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara ke bawah
permukaan laut dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Gelombang suara
ultrasonik digunakan karena gelombang suara yang lain tidak bisa merambat jauh di dalam air.
Sedangkan gelombang suara ultrasonik ini memiliki kemampuan unik untuk merambat dalam
jarak yang jauh di dalam air. KRI Rimau dan KRI lain telah dilengkapi teknologi sonar yang
bisa mendeteksi benda di bawah air. KRI Riamu sudah melaporkan ada titik benda dengan
gelombang magnet tinggi. Kemudian KRI Rigel-933 menindaklanjuti di lokasi pencarian dan
akan membantu identifikasi. KRI Rigel punya teknologi canggih untuk memetakan benda di
bawah laut. Inilah yang dimaksud dengan teknologi Side Scan Sonar (SSS).
Side Scan Sonar(SSS) adalah sistem
peralatan survey kelautan yang dapat
digunakan untuk memetakan dasar laut
dengan teknologi akustik. SSS
memanfaatkan sifat media dasar laut
yang mampu memancarkan,
memantulkan, dan menyerap gelombang
suara. SSS biasa digunakan untuk
mencari objek yang hilang dibawah air.
Side Scan Sonar terdiri dari 3 bagian,
yaitu Recorder yang berada diatas kapal
survey, Towfish yang akan ditarik
dibelakang kapal, dan Towcable yang
menghubungkan antara Recorder dan
Towfish. Pulsa gelombang dipancarkan dalam pola sudut yang lebar mengarah ke dasar laut, dan
gemanya diterima kembali oleh Recorder dalam hitungan detik. Gelombang suara yang
dipantulkan diproses menjadi image yang mirip foto udara, dan terlihat secara “real-time” pada
monitor komputer.  Cara kerja Side Scan Sonar ini adalah:
1. Towfish akan ditarik oleh kapal beberapa meter dibawah permukaan laut. Informasi
lokasi dari DGPS (differential global positioning system) digunakan untuk memandu side
scan sonar yang ditarik sepanjang lintasan yang telah ditentukan, serta untuk
mengidentifikasi lokasi berbagai titik pada image side scan.
2. Lalu, Recorder akan mengirimkan pulsa gelombang melalui towcable ke towfish.
3. Towfish kemudian akan mengubah pulsa gelombang menjadi sinyal yang dipancarkan
kedasar laut.
4. Sinyal/gelombang ultrasonik dipantulkan kembali dari objek di dasar laut ke towfish.
5. Sinyal ultrasonik yang diterima oleh towfish akan dikirim kembali ke recorder setelah
diubah menjadi pulsa gelombang. Lalu data gelombang yang diperoleh kemudian
direkam untuk selanjutnya diolah kembali.
6. Data hasil olah dan interpretasi Side Scan Sonar berupa data grafis dan numeris, untuk
kemudian dilakukan analisis.
Dari hasil analisis Side Scan Sonar inilah Tim Penyelamat dapat menemukan titik/lokasi
tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 pada kedalaman 838 meter. Selaian sonar, KRI
Rigel juga memiliki remote operated vehicle (ROV) yang bisa diturunkan ke dalam air untuk
mencari benda/objek di dasar laut dan membantu mempercepat proses penemuan puing-puing
kapal selam KRI Nanggala-402.
Akhirnya setelah beberapa hari
dinyatakan hilang kontak, pencarian
membuahkan hasil dengan
ditemukannya bukti-bukti fisik
mengenai bangkai kapal selam KRI
Nanggala-402. Hal ini setelah citra
bawah air KRI Rigel dan ROV
kapal MV Swift Rescue dari
Singapura menemukan 3 bagian
kapal yang sudah terbelah menjadi 3
bagian yakni kemudi vertikal
belakang, jangkar, dan bagian luar
badan tekan dengan bantuan teknologi Slide Scan Sonar dan Remote Operated Vehicle. Bagian
kapal lain yang termasuk adalah baju keselamatan awak kapal NK-11. Meski ke 53 awak kapal
telah dinyatakan gugur, namun nyatanya prinsip gelombang bunyi pada teknologi Sonar sangat
membantu proses pencarian KRI Nanggala-402.

Anda mungkin juga menyukai