Sindrom Steven-Johnson
Pembimbing :
Disusun oleh :
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
2
Satu bulan sebelumnya pasien mengeluh sering BAB cair dan sariawan
yang tidak kunjung sembuh, lalu pasien pergi ke Puskesmas untuk diperiksa, dari
hasil pemeriksaan, pasien terdiagnosis HIV. Lalu pasien dirujuk ke RSUD
Pacitan untuk memulai terapi HIV, dan pada tanggal 29/9/2020 pasien memulai
pengobatan ARV + Cotrimoxazole + Vit B6. Dua hari setelah meminum obat
pasien mengeluh demam dan tidak enak badan, dan berangsur angsur muncul
kemerahan di seluruh tubuh. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi baik
terhadap makanan maupun obat sebelumnya. Lalu pasien rawat inap di RSUD Dr
Darsono Pacitan, dirawat selama ± 7hari, lalu pasien dirujuk ke RSUD Dr
Harjono dengan SJS + B20 std IV, dengan terapi sebelumnya : Inf Asering
20tpm, inj Paracetamol 2x1 gr, inj Ranitidin 2x50mg, inj Ondancetron 3x4 mg,
inj Ceftriaxon 2x1 gr, dan inj Omeprazole 2x40mg, Sucralfat syr 3XC1,
Cetirizine 2x1, ARV, vit B6 dan Betamethasone salep.
6. Riwayat Alergi
3
7. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien bekerja sebagai supir pick up. Pasien sering keluar kota
mengantarkan barang menggunakan pick up. Pasien memiliki riwayat
merokok (+), pernah minum-minuman alkohol (-). Riwayat bergonta ganti
pasangan disangkal. Riwayat memakai tatto sejak ± 5 tahun.
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis.
GCS : E4 V5 M6
Status Gizi : Baik
Tanda vital
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg.
- Nadi : 122 x/menit.
- Suhu : 37,80C.
- Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit.
- SpO2 : 99% dengan nasal canul
Kepala : Normocephali, massa (-)
Mata : Konjungtiva Anemis - / -, Sklera Ikterik - / -
4
o A/r Generalisata: makula eritematosa disertai erosi dan
krusta
o Mata: Konjungtiva injeksi silier (+) mucus (+) kekuningan
o Mulut: Mucosa mulut krusta kehitaman (+), erosi (+)
Foto Klinis:
5
Hematologi (Tanggal 09-10-2020)
ITEM PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUAN
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Index Eritrosit
Limfosit 38,6 %
Glukosa Darah
g/dL
Glukosa Darah Sewaktu 155
Serologi (21/9/2020) :
Serologi (4/10/2020) :
6
Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
BUN 18
Ureum 37,9 mg/dl 16,6 – 48,5
Creatinin 0,64 mg/dl 0,67 – 1,17
SGOT 32 U/L 0 - 41
SGPT 94 U/L 0 - 40
V. RESUME
7
Seorang laki – laki , 42 tahun datang dengan keluhan datang dengan
keluhan kulit melepuh di seluruh tubuh sejak ± 7hari SMRS disertai kulit terasa
panas dan gatal. Awalnya 7 hari yang lalu pasien merasakan demam dan tidak enak
badan, lalu muncul kemerahan diseluruh tubuh dan berangsur angsur menghitam dan
mengelupas. Pasien juga mengeluh bibir menghitam, melepuh, mengelupas, sedikit
berdarah dan nyeri. Pasien tidak mengeluh sesak napas namun merasa kesulitan
dalam menelan. Pasien sedikit kesulitan membuka mata dan mulut. Demam (+),
mual (-) muntah (-) lemas (+). Pasien telah terdiagnosis HIV (+) memulai
pengobatan ARV + Cotrimoxazole + Vit B6.
TEN
VIII. PENATALAKSANAAN
Umum :
a. Sistemik
- Inf RL 16 tpm
- Inj Deksamethason 3 x 5 mg
8
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
- Inj Gentamisin 2 x 80 mg
b. Terapi topikal
Untuk krusta di bibir diberikan kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif
diberikan Fuson cream 3 x sehari..
IX. PROGNOSIS
SOAP
9
10/10/ Kulit melepuh GCS TD HR RR S SSJ Planning Dx : -
2020 (+)
456 100/60 80 20 37,3 B20 Std IV
Demam (-) Planning tx :
Gatal (+)
- Inf NaCl 0,9% 16 tpm
Lemes (+)
- Inj Deksamethason 3 x 5mg
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
- Inj Gentamisin 2 x 80 mg
Oral : Paracetamol 3 x
500mg bila demam.
Topikal:
Kenalog in orabase
Fuson cream 3 x sehari
Diet TKTP
Kepala : AICD -/-/-/-
Leher : pemb.KGB (-)
Thorax:
parusimetris, retraksi -, ves/ves, Rh -/-, wh
-/-
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
- Inj Gentamisin 2 x 80 mg
Oral : Paracetamol 3 x
500mg bila demam.
Topikal:
Kenalog in orabase
Fuson cream 3 x sehari
Diet TKTP
10
Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
Effloresensi: makula eritematosa, erosi, krusta
et regio generalisata.
12/10/ Kulit melepuh GCS TD HR RR S SSJ Planning Dx :-
2020 (+) mulai
mengering 456 100/60 76 20 36,5 B20 Std IV Planning tx :
BAB I
PENDAHULUAN
darurat di Bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin. SSJ pertama kali dilaporkan
oleh Stevens dan Johnson pada tahun 1922 sebagai ectodermosis erosiva
yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan
11
umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema,
penisilin dan derivatnya, non steroid anti inflammation drugs (NSAID), serta
anti konvulsan. Penyebab lain yaitu infeksi virus, bakteri, parasit atau
tinggi hanya sekitar 1-6 per 1 juta penduduk.3 Insiden SSJ dan nekrolisis
Angka kematian SSJ dan NET cukup tinggi, dari data yang ada, angka
kematian pada kasus SSJ sekitar 1-5% dan pada kasus NET 25-35%. 4
Berkaitan dengan tingginya angka kematian kasus SSJ dan NET, dibutuhkan
sindroma yang bisa terjadi kapan saja kepada pasien. Oleh karena itu, sangat
dan bagaimana penanganan yang tepat apabila sindroma ini terjadi pada
pasien.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
dapat mengancam jiwa yang ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis
yang dikenal dengan trias kelainan pada kulit vesikobulosa, mukosa orifisium dan
mata disertai gejala umum berat. Stevens dan Johnson pertama kali melaporkan
dua buah kasus erupsi. Baik SJS maupun TEN ditandai dengan kelainan pada
kulit dan mukosa. Makula eritem merupakan lesi yang sering terdapat pada lokasi
tubuh dan kaki bagian proksimal lalu berkembang secara progresif menjadi bula
13
gejala klinis, penemuan histopatologis, penyebab, serta mekanismenya, kedua
kondisi ini hanya dapat bisa dibedakan dengan total body surface area. Dikatakan
TEN apabila total body surface area yang terkena 30%. Apabila total body surface
area yang terkena 10-30% disebut SJS-TEN overlap, keduanya juga dikenal
2.2 Epidemiologi
terjadi, secara umum insidens SSJ adalah 1-6 kasus setiap satu juta penduduk
dalam setaiap tahunnya, angka kematian SSJ adalah 5%-12%. Penyakit ini dapat
terjadi pada setiap usia, terjadi peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Di
adalah allopurinol7. Angka kematian SSJ dan NET cukup tinggi, dari data yang
ada, angka kematian pada kasus SSJ sekitar 1-5% dan pada kasus NET 25-35%. 4
Berkaitan dengan tingginya angka kematian kasus SSJ dan NET, dibutuhkan
penyebab yang cepat, perawatan di ruang perawatan intesif, dan evaluasi terhadap
2.3 Etiologi
respon imun terhadap obat . Penyebab SJS dibagi menjadi beberapa, yaitu :8
1. Obat
14
2. Non-obat :
a. Infeksi
b. Genetik
1. Obat
Obat dipercaya sebagai penyebab utama SJS (50 hingga 80% kasus) ,
meskipun penyakit ini bisa juga dipicu oleh infeksi dan keganasan. Sementara
obat-obatan dan kanker lebih terkait dengan pasien dewasa, infeksi adalah
didiagnosis dengan SJS memiliki infeksi saluran pernapasan bagian atas baru-baru
ini. 8
SJS dan TEN, berdasarkan RegisSCAR / EuroSCAR file. Dalam studi kasus-
Eropa yang parah) percobaan, allopurinol adalah penyebab paling umum dari SJS
dan TEN, terutama bila diresepkan pada dosis yang sama atau lebih tinggi dari
200 mg per hari. Penting untuk dicatat bahwa pada tahun 2014, Food dan
15
Gambar 2.1 Golongan Obat berdasar Penggolongan Resiko
Obat yang berpotensi menyebabkan SJS dapat dinilai pada 6 parameter oleh
c) Pajanan sebelumnya pada obat yang sama tanpa menghiraukan reaksi pada
waktu itu
f) Ada atau tidak ada etiologi lainnya. Gejala SJS / TEN tidak secara jelas
2. Infeksi
Mycoplasma pneumonia terlibat sebagai faktor etiologi pada SJS, terutama pada
16
anak-anak yang datang dengan lesi mukosa dan keterlibatan kulit yang terbatas.
Pemicu lainnya termasuk hidup vaksinasi virus, dan vaksinasi DPT . Meskipun
Pada anak-anak, obat-obatan adalah presipitan paling umum SJS / TEN. 9 Virus
yang dilaporkan
malaria dan trichomonas juga terkait. Pada anak-anak, virus enterovirus dan
Epstein Barr adalah agen penyebab yang mungkin. Karsinoma dan limfoma juga
terkait. Terlepas dari perbedaan etiologi yang diketahui, SJS idiopatik pada 25
2.4 Patofisiologi
parah. Beberapa teori diajukan untuk memudahkan penanganan, akan tetapi tidak
ada yang dapat menjelaskan patofisiologi dan patogenesis sindrom ini secara
memuaskan.1,2,3,4
Diduga sindrom ini diakibatkan adanya reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi
17
mikro-presipitasi sehingga terjadi aktivasi system komplemen. Akibatnya terjadi
kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T
meningkat. Patogenesis dari SJS belum dapat dijelaskan sepenuhnya, akan tetapi
hingga kini dipercaya penyakit ini merupakan penyakit akibat sistem imun, karena
terbukti paparan ulang individu tertentu dengan obat yang sama dapat
apoptosis yang diikuti oleh nekrosis pada bagian yang mengalami epidermolisis.
ini dibuktikan dengan adanya sel limfosit T CD8+ di dalam cairan bula pada fase
leukocyte antigen) sehingga menyebabkan muncul gambaran lesi khas pada kulit.
Infiltrasi sel-sel imun termasuk CTL pada kulit pasien dengan SJS maupun NET
yang berfungsi sebagai amplifier proses apoptosis keratinosit. Hingga saat ini,
hasil penelitian menunjukkan bukti adanya suatu molekul sitotoksik yang disebut
18
FasL yang bertanggung jawab atas terjadinya proses apoptosis keratinosit difus
pada SJS dan NET. Efek FasL sebagai molekul penginduksi terjadinya kematian
sel keratinosit ini diperkuat lebih jauh oleh interferon gamma, suatu sitokin yang
didapatkan pada kulit penderita SJS dan NET. Cara kerja FasL dalam
menyebabkan SJS masih belum dimengerti, akan tetapi jelas didapatkan bahwa
yang terjadi pada pasien SJS. Analisis genetik pada cairan bula juga
mengidentifikasi granulisin, suatu protein sitolitik kation yang disekresi oleh CTL
dan sel NK sebagai molekul kunci yang bertanggung jawab terhadap induksi
SJS dan NET pada tikus yang disuntik dengan rekombinan granulisin secara
intradermal. Tinggi rendahnya kadar granulisin ini juga menentukan seberapa luas
Akan tetapi hingga saat ini masih tidak dapat dipahami sepenuhnya apa
sistem imun termasuk sel T yang ditemukan di dalam cairan bula terlibat di dalam
proses regulasi penyakit ini. FasL dan granulisin hingga kini dipercaya merupakan
mediator utama yang menyebabkan terjadinya SJS dan NET, namun masih diteliti
19
Pasien dengan fungsi metabolisme lintas pertama yang tidak sempurna
mengekskresi bahan toksik dari obat juga menyebabkan terbentuknya hapten yang
akut. Keadaan umum pasien SJS bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang
penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri
tubuh, sakit kepala, batuk, batuk, sakit tenggorok, nyeri dada, myalgia
kecepatan denyut nadi dan laju pernapasan, rasa lemah, serta penurunan
kesadaran.
20
Gambar 2.2 nikolsky sign
dagu, tubuh dan ekstremitas. Lesi target dan bula kendur dengan nikolsky
disertai bula yang bisa pecah sehingga timbul erosi yang tertutup
21
pseudomembran. Kelainan pada kelamin juga sering didapat berupa bula
Kelopak mata dapat melekat dan apabila dipaksakan untuk lepas, maka
mata. Seringkali dapat pula terjadi peradangan atau keratitis pada kornea
mata2.
1. Fase Akut
22
Gejala inisial dari SJS maupun NET umumnya tidak spesifik dan dapat
meliputi gejala prodromal seperti demam, mata nyeri, dan rasa tidak
gejala pada kulit muncul. Gejala di kulit muncul pertama kali pada regio
Munculnya eritema dan erosi pada regio buccal, genital, dan okular terjadi
pada lebih dari 90% pasien, dan pada beberapa kasus juga melibatkan
pada konjungtiva. Akan tetapi tingkat keparahan lesi pada mata ini tidak
Lesi kulit yang muncul pada fase pertama berupa eritema dan makula.
sign dapat positif baik pada SJS maupun NET, tapi merupakan tes yang
tidak spesifik untuk diagnosis. Luasnya lesi pada kulit ini merupakan
Sekuele merupakan tanda dari fase akhir SJS maupun NET. Berdasarkan
studi yang dilakukan oleh Magina et al, gejala sekuele meliputi hiper atau
23
okular antara lain mata kering, trichiasis, symblefaron, hingga kehilangan
penglihatan permanen.
2.6 Diagnosis
A) Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SSJ terutama obat yang
lupa pertimbangkan penyebab lain selain karena alergi obat, misal infeksi.
C) Pemeriksaan penunjang:
Kelainan berupa: 1
24
6. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal.
maka bahan biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur kurang
dari 24 jam4.
Pemeriksaan histopatologis lain dari kulit yang juga dapat ditemukan antara
lain:
a. Apoptosis keratinosit
25
1. Eritema multiformis (EM)
Bagian tubuh yang terkena EM ialah kulit dan kadang-kadang selaput lendir.
menjadi salah satu diagnosis banding dari SJS, akan tetapi epidermolisis pada
EM hanya terjadi kurang dari 1%, tidak ada keterlibatan mukosa, tempat
Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson. Pada NET
26
Gambar 2.7 Perbedaan EM, SJS, dan TEN
27
3. Staphylococcal scalded skin syndrome , SSSS dibedakan secara klinis dari
SJS terutama oleh epidemiologi karena lebih sering pada anak anak. Dulu
gambaran bula dan epidermolisis yang mirip, akan tetapi setelah diketahui
SSSS dikeluarkan dari klasifikasi NET. Penyakit ini umumnya menyerang anak usia
kurang dari 5 tahun karena belum matangnya fungsi ekskresi ginjal untuk
alergi obat, biasanya gejala segera timbul pada 30 menit – 8 jam, diawali
28
2.7 Tata Laksana
tatalaksana yang optimal berupa : deteksi dini dan penghentian segera obat
1. Rawat inap
Rawat inap bertujuan agar dokter dapat memantau dan mengontrol setiap
2. Preparat Kortikosteroid
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari. Masa kritis biasanya
dapat segera diatasi dalam 2-3 hari, dan apabila keadaan umum membaik
dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi,
maka dosis segera diturunkan 5mg secara cepat setiap hari. Setelah dosis
29
3. Antibiotik
mg.
tidak dapat menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan
waktu 2-3 hari, maka penderita dapat diberikan transfuse darah sebanyak
5. KCl
30
6. Adenocorticotropichormon (ACTH)
7. Agen Hemostatik
8. Diet
Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan
selain menjalani diet rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan
makanan yang lunak atau cair, terutama pada penderita yang sukar
menelan.
9. Vitamin
kapiler.
31
Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan spesifik, kebanyakan penderita
merasa lebih nyaman jika lesi kulit diolesi dengan ointment berupa
vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa nyeri seringkali timbul pada lesi kulit
dikarenakan lesi seringkali melekat pada tempat tidur. Lesi kulit yang
perak, larutan salin 0,9% atau burow. Kompres dengan asam salisilat 0,1%
dapat diberikan untuk perawatan lesi pada kulit. Kerjasama antara dokter
gigi dan dokter spesialis ilmu penyakit kulit dan kelamin sangat
diperlukan.
dengan larutan salin serta lubrikasi mata dengan air mata artificial dan
Larutan salin dan petroleum berbentuk gel sering digunakan pada area
Rasa nyeri yang disebabkan lesi oral dapat dihilangkan dengan pemberian
32
lidokain 2%. Campuran 50% air dan hydrogen peroksida dapat digunakan
mukosa bibir yang parah dapat diberikan perawatan berupa kompres asam
borat 3%. Lesi oral pada bibir diobati dengan boraks-gliserin atau
2.8 Komplikasi
elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan. Bila terjadi infeksi
2.9 Prognosis
kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
33
Gambar 2.9 Prognosis SCORTEN
BAB III
KESIMPULAN
darurat di Bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin . SSJ diawali dengan gejala
prodromal berupa demam, nyeri kepala. Beberapa faktor yang dapat dianggap
Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan pada
kulit terdiri atas eritema, purpura, papul, urtika, plak, vesikel, dan bula. lesi khas
berbentuk seperti lesi target (target lessions), yaitu bagian tengah lesi yang
eritema. Vesikel dan bula kemudian pecah, sehingga terjadi erosi luas yang sangat
rentan mengalami infeksi sekunder. Kemudian kelaian pada mukosa dan pada
mata.
34
keseimbangan cairan dan elektrolit selalu dimonitor, i. Pemberian makanan TKTP
(tinggi kalori tinggi protein), j. Perawatan dan pengobatan kelainan mata, kulit,
genital, oral. Prognosis SJS bergantung pada keadaan dan penatalaksanaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
35