Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI FORENSIK

“INVESTIGASI TINDAK PIDANA KORUPSI DAN


PENGADAAN”

Oleh : Kelompok 6
1. Ni Luh Intan Hadriyani 1717051026
2. Bagus Yudianto Nugroho 1717051052
3. Ni Putu Ayunda Prihantini 1717051234
4. Natalie Tanaya 1717051311
5. Luh Putu Devia Aditya 1717051367

JURUSAN EKONOMI AKUNTANSI


PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
telah memberikan kesehatan serta kesempatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Investigasi Tindak Pidana

Korupsi dan Pengadaan”, meskipun belum terlalu sempurna.

Kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu


kami dalam pembuatan makalah ini, dan beberapa sumber yang telah kami pakai
data dan fakta pada makalah ini. Kami menyadari bahwa kami adalah manusia
yang mempuanyai keterbatsan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada yang
dapat diselesaikan dengan sempurna dalam makalah kami ini. Kami
melakukannya dengan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang Kami
miliki. Dimana kami juga memiliki keterbatasan dan kekurangan, maka dari itu
kami bersedia menerima kritik dan saran sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki makalah kami ini dimasa mendatang.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang


meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat memperluas wawasan kita semua.

Singaraja, 15 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Investigasi tindak pidana korupsi ....................................................... 3
2.2 Investigasi pengadaan ........................................................................ 11

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ............................................................................................ 15
3.2 Saran ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masalah serius yang kini mengguncang muncul dari berbagai
sudut. Mulai dari hukum, politik, pendidikan dan sejenisnya. Banyak opini
yang bermunculan, pilu kesal antara pro dan kontra yang saling sahut
menyahut. Dalam hal ini, banyak menuai kontroversi yang bisa dikatakan
serius. Kini, banyak telah terjadi kasus yang masih menggantungkan solusi
di ambang kemirisan. Kasus tersebut adalah korupsi.
Berdasarkan sumber yang terpercaya, dikatakan bahwa telah
banyak terjadi berbagai kasus korupsi yang dikatakan merupakan kasus
yang serius. Bagaimana tidak ? kasus tersebut telah membahayakan
stabilitas dan juga keamanan masyarakat, merusak nilai-nilai demokrasi
dan moralitas, dan membahayakan pembangunan ekonomi, sosial politik,
dan menciptakan kemiskinan secara masif sehingga perlu mendapat
perhatian dari pemerintah dan masyarakat serta lembaga sosial.
Tidak hanya itu, terkuak juga pengadaan yang sedikit menyenggol.
Tindak pidana korupsi dan pengadaan memang senter kini terjadi.
berdasarkan sumber Jakarta, kompas.com dikatakan bahwa Pengadaan
dalam sektor barang dan jasa merupakan sektor terbesar yang menjadi
"lahan basah" tindak pidana korupsi. Hampir 80 persen kasus yang
ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berasal dari sektor
tersebut. Setiap tahun BPK dan BPKP melaporkan kasus pengadaan yang
mengandung unsur tindak pidana korupsi. Tidak banyak yang masuk ke
persidangan pengadilan.
Salah satu upaya untuk menekan tingginya angka korupsi adalah
upaya pencegahan. Upaya serius KPK dalam memberantas korupsi dengan
pendekatan pencegahan merupakan upaya cerdas. Pendekatan ini
menunjukkan bahwa KPK menyadari bahwa masa depan bangsa yang
lebih baik perlu dipersiapkan dengan orang-orang yang paham akan
bahaya korupsi bagi peradaban bangsa.

1
Lalu, apakah setiap kasus yang terjadi baik itu korupsi maupun
pengadaan bisa dikatakan berada di ambang nyata ? atau hanya ilusi
semata ? dalam hal ini, perlu adanya banyak pendalaman dan penegasan
terhadap kasus yang terjadi. bisa dikatakan perlu adanya suatu paya
penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan
pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk
mengetahui/membuktikan kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta
yang kemudian menyajikan kesimpulan atas rangkaian temuan dan
susunan kejadian. Ya, investigasi.
Berdasarkan penjabaran tersebu, maka kelompok kami
merumuskan pokok permasalahan dengan judul Investigasi Tindak Pidana
Korupsi dan Pengadaan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana investigasi tindak pidana korupsi?
2. Bagaimana investigasi pengadaan
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
3.1 Untuk mengetahui investigasi tindak pidana korupsi
3.2 Untuk mengetahui investigasi pengadaan
1.4 MANFAAT
Berdasarkan materi yang dipaparkan manfaat yang diharapkan
setelah penyusunan makalah ini agar nantinya pengguna informasi dapat
menambah wawasan mengenai tindak pidana korupsi dan pengadaaan.
Serta dapat dijadikan sebagai referensi bagi penulis-penulis selanjutnya

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 INVESTIGASI TINDAK PIDANA KORUPSI

Kegiatan Investigasi merupakan karya seorang/tim atau beberapa wartawan atas


suatu hal yang penting untuk kepentingan masyarakat namun dirahasiakan (Robert
Greene dari Newsday). Kegiatan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar:

1. Bahwa kegiatan itu adalah ide orisinil dari si investigator, bukan hasil investigasi
pihak lain yang ditindaklanjuti oleh media.
2. Bahwa subyek investigasi merupakan kepentingan bersama yang cukup masuk akal
mempengaruhi kehidupan sosial.
3. Bahwa ada pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan kejahatan ini dari hadapan
publik.
Kegiatan jurnalistik investigatif merupakan jurnalisme “membongkar kejahatan”.
Ada suatu kejahatan yang biasanya terkait dengan tindak korupsi yang ditutup-tutupi
(Goenawan Mohammad)

Secara umum, dari berbagai definisi yang ada, investigasi bisa diartikan sebagai
upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk mengetahui
kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah data.

Definisi korupsi menurut Transparancy International yaitu Perilaku pejabat publik,


baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam hal ini, Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam
menyelesaikan masalah hukum. Oleh karena itu, akuntan forensik perlu memahami
hukum pembuktian sesuai masalah-masalah hukum yang dihadapi, dalam bab ini
khususnya tindak pidana khusus yaitu korupsi. Dalam hal terkait korupsi biasanya
tindakan melawan hukum diantaranya terdiri dari kegiatan memperkaya diri,
penyalahgunaan wewenang, suap menyuap, gratifikasi, penggelapan dan pembiaran
penggelapan, pengrusakkan bukti dan memalsukannya, pemerasan, penggunaan tanah
negara oleh pegawai negeri, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya terkait 30 Jenis tindak

3
pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Dan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 sebagai berikut:

1) Pasal 2: Memperkaya diri


Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara taau perekonomian negara.

2) Pasal 3: Penyalahgunaan wewenang


Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau saranayang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara

3) Pasal 5, ayat (1), a: Menyuap pegawai negeri


Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya

4) Pasal 5, ayat (1), b: Menyuap pegawai negeri


Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan yang bertentangan dengan jabatannya,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya

5) Pasal 13: Memberi hadiah kepada pegawai negeri


Setiap orang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukantersebut.

6) Pasal 5, ayat (2): Pegawai negeri terima suap


Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji

7) Pasal 12, a: Pegawai negeri terima suap


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan atau

4
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.

8) Pasal 12, b: Pegawai negeri terima suap


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.

9) Pasal 11: Pegawai negeri terima hadiah


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
secara jabatan.

10) Pasal 6, ayat (1), a: Menyuap hakim


memberi atau menanjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

11) Pasal 6, ayat (1), b: Menyuap advokat


memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
peraturan perundang- undangan ditentukan menjadi advocat untuk menghadiri
sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendengar
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili.

12) Pasal 6, ayat (2): Hakim dan advokat terima suap


bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksu pada
ayat (1) huruf a atau advocad yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
dimaksu pada ayat (1) huruf b.

13) Pasal 12, c: Hakim terima suap


Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara
yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

14) Pasal 12, d: Advokat terima suap

5
Advokat untuk menghadiri sidang, menerima hadiah atau janji. Padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan.

15) Pasal 8: Pegawai negeri menggelapkan uang/membiarkan penggelapan


Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh
orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

16) Pasal 9: Pegawai negeri I memalsukan buku


Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi.

17) Pasal 10, a: Pegawai negeri I merusakkan bukti


Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai jabatannya.

18) Pasal 10, b: Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

19) Pasal 10, c: Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

20) Pasal 12, e: Pegawai negeri memeras


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri.

21) Pasal 12, f: Pegawai negeri memeras

6
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta, atau pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang
kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

22) Pasal 12, g: Pegawai negeri memeras


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas
meminta, menerima, memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri
atau penyelenggaranegara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

23) Pasal 7, ayat (1), a: Pemborong berbuat curang


Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan
negara dalam keadaan perang.

24) Pasal 7, ayat (1), b: Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang


Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau peneyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang.

25) Pasal 7, ayat (1), c: Rekanan TNI/Polri berbuat curang


Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keselamatan dalam keadaan perang.

26) Pasal 7, ayat (1), d: Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang


Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
membiarkan perbuatan curang.

27) Pasal 7, ayat (2): Perima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang.

28) Pasal 12, h: Pegawai negeri menggunakan tanah negara


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah

7
sesuai dengan peraturan perundang- undangan, telah merugikan orang yang berhak,
paahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangann dengan peraturan
perundang-undangan.

29) Pasal 12, i: Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud baik langsung
maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan,
atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, u ntuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

30) Pasal 12B jo.12C: Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor ke KPK
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya.

Selain ke-30 tindak pidana tersebut juga terdapat tindak pidana lain yang terkait
tidak pidana korupsi. Tindak pidana tersebut menurut Undang-Undang Tipikor sebagai
berikut.

 Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung


penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka,
terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.
 Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
 Melanggar KUHP Pasal 220 (mengadukan perbuatan pidana, padahal dia tahu
perbuatan itu tidak dilakukan), Pasal 231 (menarik barang yang disita), Pasal 421
(pejabat menyalahgunakan wewenang, memaksa orang untuk melakukan atau tidak
melakukan, atau membiarkan sesuatu), Pasal 422 (pejabat menggunakan paksaan
untuk memeraspengakuan atau mendapat keterangan), Pasal 429 (pejabat melampaui
kekuasaan, memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan tertutup
atau berada disitu melawan hukum) atau Pasal 430 (pejabat melampaui kekuasaan
menyuruh memperlihatkan kepadanya atau merampas surat, kartu pos, barang atau
paket atau kabar lewat kawat).
Konsep dalam KUHP dan KUHAP

 Alat bukti yang sah


Pengertian alat bukti yang sah, salah satunya menurut penjelasan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999, yaitu bisa berupa informasi yang diucapkan, dikirim,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan

8
itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik, surat elektronik, telegram,
teleks dan faksmile, dan dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi
yang dapat dilihat, dibaca atau dikirim, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan
dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda
fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa
tulisan/suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang
memilii makna.

 Pembalikan beban pembuktian


Pembalikan beban pembuktian adalah peletakan beban pembuktian yang tidak lagi
pada diri Penuntut Umum, tetapi kepada terdakwa. Hal ini diberlakukan pada tindak
pidana terkait gratifikasi dan tuntutan perampasan harta benda terdakwa yang diduga
berasal dari salah satu tindak pidana.

 Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan


Gugatan perdata dapat dilakukan setelah adanya kekuatan hukum tetap oleh
pengadilan. Gugatan dilakukan terhadap terpidana atau ahli warisnya apabila masih
terdapat harta hasil rampasan atau korupsi.

 Perampasan harta benda yang disita


Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti
yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi
maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang
yang telah disita.

 Pemidanaan secara in absentia


Karena seringnya koruptor yang melarikan diri dan tiak hadir selama persidangan,
sehingga dalam proses hukumnya diberlakukan secara in absentia, yaitu proses
mengadili seorang terdakwa tanpa dihadiri oleh terdakwa sendiri sejak mulai
pemeriksaan sampai dijatuhkannya hukuman oleh pengadilan.

 Memperkaya vs menguntungkan
Istilah tersebut dalam proses hukum berbeda. Memperkaya bermakna adanya
tambahan kekayaan sedangkan menguntungkan bermakna keuntungan materiil dan
immateriil. Pembuktian “memperkaya” lebih sulit daripada “menguntungkan”.

 Pidana mati

9
Pidana mati merupakan sebuah proses eksekusi mati terhadap terdakwa yangdidasari
atas putusan pengadilan. Pidana mati terkait koruptor salah satunya diatur pada pasal
2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yaitu dalam hal tindak pidana
korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikatakan dalam keadaan tertentu,
pidana mati dapat dijatuhkan.

 Nullum delictum
Maknanya tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, intinya bahwa suatu perbuatan
tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.

 Concursus idealis dan concursus realis


Concursus idealis (eendaadsche samenloop) yaitu suatu perbuatan yang masuk ke
dalam lebih dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu
perbuatan yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum
pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah
sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Concursus
idealis diatur dalam Pasal 63 KUHP. Dalam KUHP bab II Pasal 63 tentang
perbarengan peraturan.

 Concursus realis
Concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan
masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu
sejenis dan tidak perlu berhubungan). Concursus realis diatur dalam Pasal 65-71
KUHP.

 Perbuatan berlanjut
Perbuatan berlanjut terjadi jika beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, sehingga diterapkan ancaman
pidana pokok paling berat.

 “Lepas” vs “Bebas” dari tuntutan hukum


Perbedaan dari istilah diatas adalah dalam hal putusan lepas dari segala tuntutan hukum,
jaksa penuntut umum dapat melakukan kasasi, namun untuk putusan bebas murni, maka
jaksa penuntut umum tidak dapat melakukan kasasi

10
2.2 INVESTIGASI PENGADAAN
Pengertian pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar
dalam sektor keuangan publik. Hampir ditiap tahunnya BPK dan BPKP
melaporkan kasus pengadaan yang mengandung unsur tindak pidana korupsi,
namun tidak banyak yang masuk ke persidangan pengadilan, melainkan hanya 30
% yang diselesaikan. Seperti yang dilaporkan oleh majalah Tempo dugaan korupsi
di BUMN per 17 Oktober 2005, dari 17 BUMN dengan 30 dugaan kasus korupsi,
10 BUMN dengan 15 kasus diantaranya merupakan kasus pengadaan barang dan
jasa.

Pengadaan Publik dan Sumber Utama Kebocoran Negara

Secara umum sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber


utama bagi kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi terjadi,
dimana hal ini yang memberikan sumbangan besar terhadap kemerosotan
pelayanan jasa bagi rakyat miskin atau kurang mampu di Indonesia. Namun, suatu
sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa
dana publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas
pembangunan. Apabila suatu sistem pengadaan berfungsi baik, dapat dipastikan
pembelian barang akan bersaing dan efektif. Agar dapat berfungsi efektif, suatu
rezim pengadaan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

 Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan seperti


diantaranya : mewajibkan pemasangan iklan yang luas tentang
kesempatan-kesempatan penawaran, pengungkapan sebelumnya tentang
semua kriteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian kontrak yang
didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar yang dinilai paling
rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, akses terhadap
mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengungkapan publik dari
hasil-hasil proses pengadaan dan pemeliharaan catatan lengkap tentang
seluruh proses tersebut.
 Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional, hal ini
juga termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan

11
proses pengadaan, memastikan bahwa aturan-aturan yang ditaati dan
mengenakan sanksi-sanksi jika aturan-aturan itu dilanggar.
 Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan
pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut. Idealnya badan ini
tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan proses pengadaan. Badan
tersebut harus memiliki wewenang dan independensi untuk bertindak
tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung jawabnya.
 Suatu mekanisme penegakan. Tanpa penegakan kejelasan aturan dan
fungsi tidak ada artinya. Badan audit pemerintah harus dilatih untuk
mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan terhadap mereka yang
melanggar aturan-aturan tersebut. Pemerintah perlu menetapkan
mekanisme-mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari para
pegawai.
 Staf pengadaan yang terlatih baik merupakan kunci untuk memastikan
sistem pengadaan yang sehat.

Adapun beberapa hal yang menyebabkan kerangka akuntabilitas untuk pengadaan


publik menjadi cacat atau tidak baik, diantaranya :

- Kerangka hukum cacat

Keppres (UU No. 18/2000) mempunyai kelemahan-kelemahan lain yang


berupa memungkinkan kebijaksanaan cukup besar untuk menghindari pengadaan
kompetitif melalui “belanja” serta “pengontrakan langsung”, tidak mewajbkan
lelang dan pemberian kontrak yang dipublikasikan secara luas, gagal mengunci
prosedur-prosedur bagi penawar yang kecewa untuk mendaftarkan keluhan, dan
tidak mewajibkan sanksi-sanksi wajib terhadap perusahaan-perusahaan yang
ditemukan terlibat dalam kolusi atau mal praktik lainnya.

- Pemerintah tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan

Pemerintah tidak mempunyai badan yang jelas dalam pertanggungjawaban


kebijakan dan pematuhan pengadaan publik serta pengadaan itu sendiri, terutama
yang dikelola oleh manajemen proyek (Pimpro).

12
- Insentf-insentif terdistorsi

Akibat dari pamong praja yang dikelola dengan buruk dan peradilan yang
lemah, kerangka insentif jadi melenceng jauh sehingga tidak ada imbalan untuk
efisiensi dan kejujuran dan tidak ada hukuman yang pantas untuk korupsi. Baik
Pimpro maupun anggota panitia lelang menghadapi insentif-insentif kuat untuk
berpartisipasi dalam korupsi dan kolusi.

- Pengadaan dilakukan di balik pintu tertutup

Sebagian besar proses pengadaan berlangsung di balik pintu tertutup. Hasil-


hasil penawaran berikut pembenaran yang sesuai dengan pemenangan penawaran
tidak diumumkan dihadapan publik.

- Pengauditan Lemah

Auditor Pemerintah kurang mengenal aturan dan prinsip pengadaan.


Keengganan untuk menerapkan sanksi-sanksi administratif terhadap pegawai
negeri yang ketahuan berkolusi dengan lingkaran-lingkaran penawar berarti
bahwa secara efektif tidak ada mekanisme penegakan.

Kententuan Perundangan-Undangan

Ketentuan perundang-undangan tentang pengadaan barang dan jasa yang


dibiayai dengan APBN dan APBD terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003. Keputusan presiden ini telah diubah beberapa kali sebagai berikut:
dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004, Peraturan Presiden Nomor 32
Tahun 2005, dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005. Tujuan
dikeluarkannya ketentuan perundangan adalah agar pengadaan barang atau jasa
pemerintah yang dibiayai dengan APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efektif
dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan
yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik
dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah
dan Pelayanan Masyarakat. Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya yang memerlukan penyedia barang/jasa dibedakan

13
menjadi empat cara, diantaranya : pelelangan umum, pelelangan terbatas
pembelian langsung, dan penunjukan langsung.

Adapun beberapa cara investigasi dalam audit pengadaan, diantaranya :

Cara-cara investigasi yang diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan


sistem tender ataupenawaran secara terbuka lazimnya memiliki tiga tahapan ini,
antara lain:
1. Tahap Pretender (presolicitation phase)
Terdapat dua skema fraud atau bentuk permainan yang utama dalam tahap ini.
Pertama dalam penentuan kebutuhan dapat terjadi persekongkolan. Kedua dalam
penentuan aspek sepeti pembuatan kontrak secara ceroboh.
2. Tahap penawaran dan Negosiasi (solicitation and negotiation phase)
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persekongkolan antara pembeli
dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pedamping” yang meramaikan
proses penawaran.
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif (performance and
administration phase)
Terdapat dua rancangan fraud atau permainan dalam tahap ini, yaitu substitusi
dengan cara kontraktor mengganti barang atau produk yang akan dipasok atau
dengan “kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan seperti menghitung biaya
yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek atau kekeliruan dalam
pembebanan biaya material atau tenaga kerja.
Auditor harus dapat menguasai seluk beluk dan potensi fraud dalam setiap
tahap, dimana yang dapat membantunya adalah mengetahui gejala-gejala yang
sering muncul ke permukaan. Selain itu auditor juga harus mendalami kasus-
kasus pengadaan barang dan jasa dan menguasai ketentuan perundang-undangan
yang mengatur tentang hal terkait pengadaan barang dan jasa ini. Teknologi
komputasi dapat membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam pengadaan
barang. Program komputer dapat khusus dibuat atau menggunakan program yang
sudah tersedia seperti ACL.

14
Contoh kasus KORUPSI PENGADAAN GENSET DI KKP

Kasus korupsi pengadaan 540 unit genset di Direktorat Prasarana dan


Sarana Ditjen Perikanan dan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan
menunjukkan, lemahnya jaring pengaman pencegahan korupsi dalam aturan
pengadaan barang dan jasa pemerintah. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4
Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang menggantikan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010, ternyata masih mengandung banyak peluang bagi
pelaksana pengadaan barang dan jasa melakukan tindak pidana korupsi. Dalam
kasus korupsi pengadaan genset di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
senilai Rp31,5 miliar ini misalnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya
menemukan modus klasik dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yaitu
berupa penggelembungan harga oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan
pengadaan barang tidak sesuai spesifikasi kontrak. Dimana penyidik masih terus
mengumpulkan bukti dan keterangan tambahan.

Modus korupsi yang dilakukan dalam kasus ini diduga menggunakan cara
lama. Modus itu adalah adanya kongkalikong antara PPK dengan perusahaan
pemenang tender. Bahkan perusahaan yang menang tender pengadaan ini diduga
fiktif. PPK pengadaan barang itu diduga tidak menjalankan proses lelang sesuai
prosedur. PPK dalam melakukan pengadaan tidak melaksanakan tugas dan
kewajibannya seperti menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan harga
pasar dengan membandingkan spesifikasi barang yang beredar di pasar. "PPK
juga lalai hingga ketersediaan suku cadang di pasar tidak ada. Dari hasil
penyelidikan polisi, PPK juga tidak mengendalikan jalannya kontrak sehingga
spesifikasi barang sebagaimana dimaksud dalam kontrak jauh berbeda kondisinya
dengan yang ada di lapangan atau lebih buruk.
Penyedia jasa yaitu PT ID menyerahkan barang berupa 540 unit genset
yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Pengadaan 540 unit genset
tersebut dibagikan ke kelompok tani tambak udang di lima Provinsi yakni Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.
Sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK), bahwa pengadaan barang tersebut

15
dimaksudkan untuk membantu kelompok tani tambak udang yang tidak
mendapatkan pasokan listrik selama 24 jam. Namun pada kenyataan berbeda.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kegiatan Investigasi merupakan karya seorang/tim atau beberapa wartawan atas


suatu hal yang penting untuk kepentingan masyarakat namun dirahasiakan (Robert
Greene dari Newsday). Kegiatan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar:

1. Bahwa kegiatan itu adalah ide orisinil dari si investigator, bukan hasil investigasi
pihak lain yang ditindaklanjuti oleh media.
2. Bahwa subyek investigasi merupakan kepentingan bersama yang cukup masuk akal
mempengaruhi kehidupan sosial.
3. Bahwa ada pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan kejahatan ini dari hadapan
publik.
Adapun beberapa cara investigasi dalam audit pengadaan, diantaranya :
Cara-cara investigasi yang diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan
sistem tender ataupenawaran secara terbuka lazimnya memiliki tiga tahapan ini,
antara lain:
1. Tahap Pretender (presolicitation phase)
Terdapat dua skema fraud atau bentuk permainan yang utama dalam tahap ini.
Pertama dalam penentuan kebutuhan dapat terjadi persekongkolan.
2. Tahap penawaran dan Negosiasi (solicitation and negotiation phase)
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persekongkolan antara pembeli
dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pedamping” yang meramaikan
proses penawaran.
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif (performance and
administration phase)
Terdapat dua rancangan fraud atau permainan dalam tahap ini, yaitu substitusi
dengan cara kontraktor mengganti barang atau produk yang akan dipasok atau
dengan “kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan seperti menghitung biaya

16
yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek atau kekeliruan dalam
pembebanan biaya material atau tenaga kerja.

3.2 SARAN

Berdasarkan pemaparan materi diatas, terjadinya kasus disebabkan karena


beberapa hal yang kadang terjadi diluar nalar. Namun, perlu adanya penelitian
lebih lanjut unutk mengetahui maupun mengalisis kejadian yang mungkin saja
nantinya akan terjadi.

Kemudian saran yang bisa disampaikan untuk kasus yang terjadi harus lebih
ditegaskan lagi dan dimantapkan kembali bagaimaan cara untuk membongkar hal
yang terjadi. sehingga, nantinya dapat menipiskan kasus yang senter terjadi di
lingkungan masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kemala Movanita, Ambaranie Nadia. 2017. "Ini Celah Kecurangan Pengadaan


Barang dan Jasa yang Berpotensi Korupsi”. Tersedia pada
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/28/19204361/ini-celah-
kecurangan-pengadaan-barang-dan-jasa-yang-berpotensi-
korupsi?page=all.

Kompas. 2017. Celh Kecurangan Pengadaan Barang dan Jasa” Tersedia pada :
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/28/19204361/ini-celah-
kecurangan-pengadaan-barang-dan-jasa-yang-berpotensi-
korupsi?page=all

KPK. 2020. “KPK Adakan diklat Audit Investigasi untuk Auditor” Tersedia pada
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/1694-kpk-adakan-diklat-
audit-investigasi-untuk-auditor-bkn

Nurzaman, Toufan T.A.2012. Rangkuman Materi Kuliah Akuntansi Forensik dan


Audit Investigasi

Rahman Ainur. 2015. Korupsi Genset KKP dilema Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintahhttp://www.gresnews.com/berita/hukum/100969-korupsi-
genset-kkp-dilema-pengadaan-barang-dan-jasa-pemerintah/

Vero, Aradia.2016.Audit Pengadaan. Diakses pada 16 Oktober 2020 dari :


https://id.scribd.com/document/227735736/Investigasi-Pengadaan

18

Anda mungkin juga menyukai