Anda di halaman 1dari 67

Mathematical modeling approaches

to describe the dynamics of protein


adsorption at solid interfaces
Kelompok PAB – 3
Dennis Chan / 1806207431
Azzahra Putri K / 1806207596
Cindy Aswara / 1806150055
Salsabila Nasta A / 1806207551
Fatharani Alifah F / 1806207564
Agus Prasetyo / 2006543390
Klaudia Anastasia / 1806150105
MEET OUR TEAM

Agus Prasetyo Azzahra Putri Cindy Aswara Dennis Chan


(2006543390) (1806207596) (180615055) (1806207431)

Fatharani Alifah Klaudia Anastasia Salsabila Nasta


(1806207564) (1806150105) (1806207551)
TABLE OF CONTENTS

01 02 03 04
Competitive 1 State 1 State Model 2 State
Adsorption of Model for 1 for Multi Model for 1
Protein Component Component Component

05 06 07 08
2 State Model 3 State Multiple State Future
for Multi Model for 1 Model for Multiple Prospects and
Component Component Component Conclusion
01
Competitive Adsorption of Protein
xx
Introduction
ADSORPSI PROTEIN

Adsorpsi protein pada permukaan padat memainkan peran penting dalam banyak
aplikasi biologis

Pada kasus ini, akan dijelaskan secara singkat proses adsorpsi protein kompetitif dan
memberikan gambaran singkat tentang beberapa pendekatan pemodelan
matematika penting

Mengenai proses adsorpsi / desorpsi dinamis dan menyoroti kebutuhan untuk


metode eksperimental untuk menentukan sejauh mana perubahan konformasi dan
laju perubahan konformasi protein yang teradsorpsi pada permukaan

Sumber: V.V. Hlady, 1996


Introduction
METODE EKSPERIMANTAL PADA
ADSORPSI PROTEIN

• Meskipun dinamika adsorpsi protein dapat


diamati dengan menggunakan berbagai metode
eksperimental

• Aspek-aspek tertentu dari adsorpsi HAGEMAN FACTOR


protein, seperti tingkat dan laju perubahan
konformasi protein yang teradsorpsi mungkin
tidak ditentukan oleh teknik eksperimental
yang tersedia saat ini, yang sebagian besar
mengukur jumlah protein yang teradsorpsi
pada permukaan padat

Sumber: B. Savage, 1991


Introduction
HAGEMAN FACTOR METODE EKSPERIMANTAL PADA
ADSORPSI PROTEIN

PENGERTIAN Contoh
Faktor koagulasi yang beredar dalam Saat terjadi luka akibat tergores kaca,
sirkulasi darah dalam bentuk protein plasma yang bertanggung
zymogen yang kemudian dikonversi jawab dalam koagulasi darah akan
menjadi serina protease menginduksi proses koagulasi

Sumber: J.D. Andrade, 1985


Introduction
Karakteristik Dinamis dari Adsorpsi Protein

1 2

Jika konsentrasi awal protein tertentu Jika konsentrasi massa awal lebih rendah,
sangat tinggi maka protein akan protein yang teradsorpsi di permukaan
adsorb ke permukaan dengan cepat memiliki waktu untuk menyebar,
tetapi tidak menyebar, bertumpuk menempati lebih banyak ruang
pada satu bagian permukaan saja dipermukaan. Jumlah protein yang lebih
sedikit akan teradsorpsi ke permukaan
pada saat kesetimbagan

Sumber: Rabe, 2011


Introduction
Karakteristik Dinamis dari Adsorpsi Protein

(A) kinetika desorpsi protein pada permukaan


biomaterial dan protein tunggal dibiarkan
teradsorpsi pada permukaan dari larutan.
Pada t = 0, campuran protein ditambahkan
ke permukaan. Protein di permukaan
menyebabkan jumlah awal protein yang
lebih rendah di permukaan.

(B) Skema yang menggambarkan konsep


perubahan konformasi ('penyebaran') dari
protein yang teradsorpsi. Gambar 1. Model Adsorpsi Protein
pada Permukaan Padat

(Sumber: Lundstrom, 1985)


Introduction
Overview
Adsorpsi protein dapat dapat diklasifikasikan ke Single component artinya hanya ada 1 jenis
dalam beberapa kategori berbeda tergantung komponen yang terlibat dalam proses adsorpsi.
pada detail fenomena fisik nya seperti, jenis Sedangkan multicomponent berarti terdiri dari
adsorpsi (adsorpsi fisika/ kimia) bahan adsorben berbagai jenis komponen yang terlibat dalam
(heterogeny/homogen), dan komponen yang adsorpsi
terlibat (single component/ multicomponent).
Terdapat 6 model adsorpsi protein yang digunakan pada Journal

1 3 5

One-state model untuk Two-state model Three-state model


one component untuk one component untuk one component

4 6
2

One-state model untuk Two-state model untuk Multiple-state model untuk


multi-components multi-components multiple components
(Chatelier,2016)
Introduction (Cont.1)
1.1.Competitive adsorption of proteins (The Vroman Effect)

● Percobaan tentang efek Vromman,


● Efek Vroman terjadi ketika adsorpsi
dilakukan pada tahun 1960 an oleh Leo
protein transien misalnya fibrinogen
Vromman dan Ann Adams yang
plasma ke permukaan yang bermuatan
mendemostrasikan adsorpsi fibrinogen
negatif.
transien dari plasma.
● Protein-protein plasma tersebut saling
● Hasil percobaan menunjukkan bahwa
berebutan utk mencapai permukaan
fibrinogen yang terserap dapat digantikan
sehingga menghasilkan adsorpsi
oleh protein lain yaitu High Molecular
kompetitif yg berurutan.
Weight Kininogen atau HMWK

(Kim, 2017)
Introduction (Cont.2)
1.1. Competitive adsorption of proteins (The Vroman Effect) (Cont.1)

● Ilustrasi menunjukkan hubungan antara adsorbsi


fibrinogen dan konsentrasi plasma dengan variasi
waktu yaitu 5 min dan 120 min.
● Sebuah protein tunggal yaitu fibrinogen
ditambahkan ke campuran protein plasma,
kemudian diikuti dengan inkubasi campuran
protein dengan permukaan (kaca) pada konsentrasi
protein total yang berbeda-beda yaitu 0,12%
plasma, 0,50% plasma dan 2,50% plasma

Gambar 1.1. Ilustrasi efek Vroman dengan variasi


konsentrasi plasma (Source : Kim, 2017)
(Kim, 2017)
Introduction (Cont.3)
1.1. Competitive adsorption of proteins (The Vroman Effect) (Cont.2)

Adsorpsi maksimum sebagai


fungsi waktu, terjadi pada
protein dengan konsentrasi
terbanyak dan mempunyai
low affinity binding

Gambar 1.2. Ilustrasi efek Vroman dengan


variasi Waktu
(Source : Kim, 2017)
(Kim, 2017)
02
1 State Model for 1 Component
xx
1 State Model for 1 Component
Model Langmuir Model RSA (random
sequential adsorption)

Gambar 2.1 Ilustrasi


Gambar 2.2 Ilustrasi skema One
skema One state model
state model untuk satu komponen
untuk satu komponen
dengan menggunakan model RSA
dengan menggunakan
(random sequential adsorption)
model isotherm
Langmuir
(Kim, 2017)
1 State Model for 1 Component (2)
Model Langmuir Isotermis

Asumsi model Langmuir :


• Hanya membentuk monolayer
• Energi adsorpsi adalah konstan dan tidak
tergantung pada sifat permukaan
• Adsorpsi terjadi tanpa interaksi antar molekul-
molekul adsorbat.
• Adsorbat teradsorpsi pada lokasi tertentu sehingga
tidak dapat bergerak pada permukaan padatan
dan bersifat irreversible.
• Permukaan adsorben bersifat homogen Gambar 2.3 Adsorpsi
isotermis tipe I
• Terjadi dalam kondisi kesetimbangan (Sumber : Seader, 2011)

(Sumber : Seader, 2011)


1 State Model for 1 Component (3)
Model Langmuir Isotermis

Menyerap secara reversibel


Untuk menyesuaikan data
yaitu adsorpsi dan desorpsi.
eksperimental untuk peptide atau
protein.
Ikatan molekul dengan
adsorben longgar

Adsorpsi protein cenderung terjerap


pada area permukaan yang lebih
besar saat konsentrasi larutan
rendah. Gambar 2.1 Ilustrasi skema one state
model untuk satu komponen dengan
menggunan model Langmuir isotherm
(sumber : kim, 2017)

(sumber : kim, 2017)


1 State Model for 1 Component (4)
Model Langmuir Isotermis
Dimana,
𝜃 = fraksi permukaan yang tertutup 𝑑𝜃
= 𝑘𝑎 𝐶𝑏 1 − 𝜃 − 𝑘𝑑 𝜃 (2.1)
oleh molekul teradsoprsi 𝑑𝑡
1−𝜃 = fraksi permukaan yang tidak 𝜃=
𝐾𝐶𝑏
(2.2)
tertutup oleh molekul teradsoprsi 1+𝐾𝐶𝑏

𝑘𝑎 = konstanta kinetik adsorpsi 𝜃=


𝛤
(2.3)
𝛤𝑚𝑎𝑥
𝑘𝑑 = konstanta kinetik desorpsi
𝐾𝐶𝑏
𝐶𝑏 =konsentrasi bulk molekul 𝛤 = 𝛤𝑚𝑎𝑥 𝜃 = 𝛤𝑚𝑎𝑥 (2.4)
1+𝐾𝐶𝑏
pengadsorpsi (mol/m3)
Г = konsentrasi permukaan molekul
𝛤𝑚𝑎𝑥 = konsentrasi permukaan maksimum Persamaan Langmuir isotermis
molekul
K =konstanta kesetimbangan Langmuir

(sumber : kim, 2017)


1 State Model for 1 Component (5)
Model RSA (random sequential adsorption)

• Model RSA terjadi pada proses dimana


partikel secara acak dimasukan ke dalam
sistem.

• jika tidak mengalami tumpeng tindih


dengan partikel yang teradsorpsi
sebelumnya maka akan tetap terjerap
selama sisa proses.
Gambar 2.2. Ilustrasi skema One state
• Asumsi bahwa tidak terjadi adsorpsi atau model untuk satu komponen dengan
difusi. menggunakan model RSA (random
sequential adsorption)
(sumber : kim, 2017)

(Sumber : Wojciechowski, 1990)


1 State Model for 1 Component (6)
Model RSA (random sequential adsorption)
Tidak ada peristiwa
desorpsi / difusi
Ikatan molekul (protein) dengan protein
adsorben kuat (jika tidak terjadi
tumpang tindih) Menyerap secara
irreversible
Kemungkinan terjadinya
jamming limit Laju pertemuan antara
protein dan permukaan
Untuk adsorpsi pada permukaan konstan.
adsorben yang tidak rata.
Gambar 2.2. Ilustrasi skema One
state model untuk satu
komponen dengan
menggunakan model RSA
(random sequential adsorption)
(sumber : kim, 2017)
(sumber : kim, 2017)
1 State Model for 1 Component (7)
Model RSA (random sequential adsorption)

Dimana,
𝑑𝜃
𝜃 = fraksi permukaan yang tertutup 𝑑𝑡
= 𝑘𝑎 𝐶𝑏 ɸ 𝜃 − 𝑘𝑑 𝜃 (2.5)
oleh molekul teradsoprsi
ɸ 𝜃 = fungsi probabilitas partikel baru ɸ 𝜃 = 1 − 4𝜃 +
6 3
𝜃 2 + 𝛼3 𝜃 3 + 𝑂 𝜃 4 (2.6)
𝜋
𝑘𝑎 = konstanta kinetik adsorpsi
𝑘𝑑 = konstanta kinetik desorpsi
40 1 176
𝐶𝑏 = konsentrasi bulk molekul 𝛼3 = − ≈ 1,4069 (2.7)
3 𝜋 3𝜋 2
pengadsorpsi (mol/m3)

(sumber : kim, 2017)


1 State Model for 1 Component (8)
Model RSA (random sequential adsorption)
Kemungkinan terjadinya jamming limit yang dapat Untuk menghitung transportasi protein
dihitung dengan menggunakan persamaan fungsi dari larutan serta kinetika adsorpsi di
blocking sebagai berikut : permukaan sebagai berikut :

𝜕𝐶 𝐷 𝜕 𝜕𝐶
ɸ 𝜃 = 1 − 0,36𝑥 − 0,74𝑥 2 (2.8) = 𝑟 (2.10)
𝜕𝑡 𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟

𝜃 Dimana,
𝑥= (2.9) C = Konsentrasi protein (mol/m3)
𝜃∞
D = Koefisien difusi

Dimana,
𝜃∞ = fraksi pada jamming limit

(sumber : kim, 2017)


1 State Model for 1 Component (9)
Model RSA (random sequential adsorption)

Kondisi batas :
Dimana,
Untuk kondisi awal :
C = konsentrasi protein (mol/m3)
𝐶 = 𝐶0 pada t = 0
C0 = konsentrasi awal protein (mol/m3)
Untuk kondisi batas 1 :
D = koefisien difusi
𝜕𝐶
= 0 pada r = 0 𝛤 = konsentrasi permukaan protein
𝜕𝑟
𝛤𝑚𝑎𝑥 = konsentrasi permukaan
Untuk kondisi batas 2 : maksimum protein

𝜕𝐶 𝛤
𝑘𝑎 = konstanta laju adsorpsi
−𝐷 = 𝑘𝑎 𝐶 1 − − 𝑘𝑑 𝛤 pada r = R
𝜕𝑟 𝛤𝑚𝑎𝑥 𝑘𝑑 = konstanta laju desorpsi

(sumber : kim, 2017)


1 State Model for 1 Component (10)
Kesimpulan
Tabel 2.1. Perbedaan model Langmuir dengan model RSA untuk
one state model satu komponen
Model Langmuir Model RSA
Reversible Irreversible
Ikatan molekul dengan Ikatan molekul dengan adsorben
adsorben longgar kuat (jika tidak terjadi tumpang
tindih)
Terjadi adsorpsi & desorpsi Tidak terjadi adsorpsi atau difusi
(asumsi)
Permukaan adsorben rata Permukaan adsorben tidak rata
Kemungkinan terjadi jamming limit

(sumber : kim, 2017)


03
1 State Model for Multi Component
xx
1 State Model for Multi Component
Model Cuypers

𝛤 = konsentrasi permukaan protein

𝑑𝛤 𝛤𝑚𝑎𝑥 = konsentrasi permukaan maksimum dari protein


𝑎𝑝𝑝 𝑎𝑝𝑝
= 𝑘𝑎 𝐶𝑏 𝛤𝑚𝑎𝑥 − 𝛤 − 𝑘𝑑 𝛤
𝑑𝑡 𝐶𝑏 = konsentrasi bulk
D = koefisien difusi protein
𝑎𝑝𝑝 𝐷
𝑘𝑎 = 𝑘𝑎 𝑒 −𝛼 𝛤 𝛿 = ketebalan unstrirred layer
(𝐷 + 𝛿𝑘𝑎 𝑒 −𝛼 𝛤 𝛤𝑚𝑎𝑥 − 𝛤 )
α = koefsien interaksi untuk adsorpsi protein
𝑎𝑝𝑝 𝐷
𝑘𝑑 = 𝑘𝑑 𝑒 −𝛽 𝛤 β = koefsien interaksi untuk desorpsi protein
(𝐷 + 𝛿𝑘𝑑 𝑒 𝛽 𝛤 𝛤𝑚𝑎𝑥 − 𝛤 )
𝑎𝑝𝑝 𝑎𝑝𝑝
𝑘𝑎 dan 𝑘𝑑 merupakan konsntanta laju adsorpsi
dan desorpsi.
1 State Model for Multi Component
Model Cuypers
Konsentrasi permukaan protein 𝜞
semakin besar apabila konsentrasi bulk
𝑪𝒃 juga besar (diadsorp sekaligus dalam
satu state), dikarenakan tidak ada protein
lain yang sudah terlebih dahulu menutupi
permukaan solid.
𝑑𝛤 𝑎𝑝𝑝 𝑎𝑝𝑝
= 𝑘𝑎 𝐶𝑏 𝛤𝑚𝑎𝑥 − 𝛤 − 𝑘𝑑 𝛤
𝑑𝑡
𝑎𝑝𝑝
Terdapat konstanta laju desorpsi 𝑘𝑑
setelah terjadinya adsorpsi, yang
menandakan bahwa persamaan ini dapat
digunakan untuk proses adsorpsi protein
yang reversible
1 State Model for Multi Component
Model Cuypers
Koefisien interaksi α mengasumsikan
𝒂𝒑𝒑
konstanta laju adsorpsi 𝒌𝒂 menurun
secara eksponensial seiring dengan
𝑎𝑝𝑝 𝐷 peningkatan konsentrasi permukaan 𝜞
𝑘𝑎 = 𝑘𝑎 𝑒 −𝛼 𝛤
(𝐷 + 𝛿𝑘𝑎 𝑒 −𝛼 𝛤 𝛤𝑚𝑎𝑥 − 𝛤 )

𝑎𝑝𝑝 𝐷
𝑘𝑑 = 𝑘𝑑 𝑒 −𝛽 𝛤
(𝐷 + 𝛿𝑘𝑑 𝑒 𝛽 𝛤 𝛤𝑚𝑎𝑥 − 𝛤 ) Terdapat Koefisien difusi D, yang
menandakan pada proses adsorpsi protein
satu state masih dapat terjadi proses difusi
molekul protein di permukaan.
04
2 State Model for 1 Component
xx
2 State Model for 1 Component
Model Wojciechowski dan Brash
𝛤1 = konsentrasi permukaan dari protein yang
teradsorbsi pada state 1

State 1:
𝑑𝛤1
= 𝑘1 𝐶1 1 − 𝜃 − 𝑘_1 𝛤1 − 𝑘2 𝛤1 (1 − 𝜃) 𝛤2 = konsentrasi permukaan dari protein yang
𝑑𝑡 teradsorbsi pada state 2
𝑑𝛤2 𝛤1,𝑚𝑎𝑥 = konsentrasi permukaan maksimum
State 2: = 𝑘2 𝛤1 1 − 𝜃
𝑑𝑡 dari protein yang teradsorbsi pada state 1
𝛤1 𝛤2 𝛤2,𝑚𝑎𝑥 = konsentrasi permukaan maksimum
𝜃= +
𝛤1,𝑚𝑎𝑥 𝛤2,𝑚𝑎𝑥 dari protein yang teradsorbsi pada state 1
𝑘1 = konstanta laju adsorpsi state 1
𝑘_1 = konstanta laju desorpsi state 1
𝑘2 = konstanta laju penyebaran untuk state 2
2 State Model for 1 Component
Model Wojciechowski dan Brash

𝑑𝛤1 Dapat dilihat dari persamaan state 1,


State 1: = 𝑘1 𝐶1 1 − 𝜃 − 𝑘_1 𝛤1 − 𝑘2 𝛤1 (1 − 𝜃)
𝑑𝑡 terdapat konstanta laju desorpsi 𝑘_1 →
protein dapat terdesorpsi kembali pada
𝑑𝛤2
State 2: = 𝑘2 𝛤1 1 − 𝜃 state 1 (reversible).
𝑑𝑡

Diasumsikan bahwa protein terikat secara


longgar pada state 1.
Beberapa molekul ini dapat berubah
menjadi konformasi datar yang
irreversible di state 2.

Sumber: Study of Protein Adsorption During Sterile Filtration of Protein


Formulations by ILC
2 State Model for 1 Component
Model Lundstrom
𝐴1 = luas area yang ditempati pada state 1

𝑑𝜃1
𝐴2 = luas area yang ditempati pada state 2
State 1: = 𝑘1 𝐶1 − 𝑠1 𝜃1 1 − 𝜃1 − 𝛼𝜃2 − 𝑟1 𝜃1
𝑑𝑡 𝑘1 = konstanta laju adsorpsi state 1
𝑑𝜃2 𝑟1 = konstanta laju desorpsi state 1
State 2: = 𝑠1 𝜃1 1 − 𝜃1 − 𝛼𝜃2 − 𝑟2 𝜃2
𝑑𝑡
𝑟2 = konstanta laju desorpsi state 2
dimana ∝= 𝐴2 /𝐴1 𝑠1 = konstnata laju perpindahan state 1 dan state 2
𝜃1 = fraksi molekul yang teradsorp di state 1

● Model-model ini hanya valid untuk sistem 𝜃2 = fraksi molekul yang teradsorp di state 2

ekuilibrium.
2 State Model for 1 Component
Model Lundstrom

Model two state ini digunakan untuk


mengetahui berapa banyak protein yang
𝑑𝜃1 terikat secara ireversibel ( 𝜃2 ) ke
State 1: = 𝑘1 𝐶1 − 𝑠1 𝜃1 1 − 𝜃1 − 𝛼𝜃2 − 𝑟1 𝜃1
𝑑𝑡 antarinterface karena adsorpsi beberapa
situs atau perubahan konformasi, dengan
𝑑𝜃2
State 2: = 𝑠1 𝜃1 1 − 𝜃1 − 𝛼𝜃2 − 𝑟2 𝜃2 mengubah state 2 menjadi protein
𝑑𝑡
teradsorpsi ireversibel.
dimana ∝= 𝐴2 /𝐴1
Molekul protein yang teradsorp di
permukaan dapat dihitung dengan
𝛤1 𝛤2 membandingkan konsentrasi permukaan
𝜃=
𝛤1,𝑚𝑎𝑥
+
𝛤2,𝑚𝑎𝑥 protein yang diadsorp dengan kosentrasi
permukaan protein maksimum yang
diadsorp
2 State Model for 1 Component
Model Lundstrom

Dapat disimpulkan bahwa:


● Model dua state dapat digunakan untuk menjelaskan proses adsorpsi termasuk
perubahan konformasi, proses dimerisasi atau denaturasi.
● Jika sejumlah protein ditambahkan sekaligus, maka jumlah protein yang teradsorp lebih
besar daripada jika jumlah protein yang sama ditambahkan selama interval waktu
tertentu, karena protein yang diadsorp di awal menyebar dan menutupi permukaan,
yang menyebabkan protein tidak dapat diadsorp.
● Proses adsorpsi protein dua state diasumsikan merupakan proses yang irreversible, dan
molekul protein tidak dapat terdifusi di permukaan.
05
2 State Model for Multi Component
xx
Slack dan Horbett mengusulkan model kinetik empiris untuk campuran biner
fibrinogen dan protein hipotetis lain:
𝒅𝜽𝑨,𝟏
= 𝒌𝟏. 𝑪𝑨 𝟏 − 𝜽𝑨, 𝟏 − 𝜽𝑨, 𝟐 − 𝜽𝑩 − 𝒌𝟐. 𝜽𝑨, 𝟏 − 𝒌𝟒. 𝑪𝑩. 𝜽𝑨, 𝟏
𝒅𝒕 state 1 untuk protein A
𝒅𝜽𝑨,𝟐
= 𝒌𝟐. 𝜽𝑨, 𝟏
𝒅𝒕 state 2 untuk protein A
𝒅𝜽𝑩
= 𝒌𝟑. 𝑪𝒃 𝟏 − 𝜽𝑨, 𝟏 − 𝜽𝑨, 𝟐 − 𝜽𝑩
𝒅𝒕 state 1 untuk protein B [86] S.M. Slack, T.A. Horbett, Changes in the strength of fibrinogen attachment to
solid surfaces: an explanation of the influence of surface chemistry on the
Vroman effect, J. Colloid Interface Sci. 133 (1989) 148–165.

Nadarajah mengembangkan model yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan efek


transportasi serta kinetika adsorpsi permukaan
𝝏𝑪𝒊 𝝏𝟐 𝑪𝒊 𝛛𝑪𝒊
= 𝑫𝒊 = 𝟎 𝒂𝒕𝒛 = ∞
𝝏𝒕 𝛛𝒛𝟐 𝝏𝒛
𝑪𝒊 = 𝑪𝒊𝟎 𝒂𝒕𝒕 = 𝟎 𝑵𝒊 = 𝑹𝒊 𝒂𝒕𝒛 = 𝟎

[38] C. Lu, A. Nadarajah, K. Chittur, A comprehensive model of multiprotein


adsorption on surfaces, J. Colloid Interface Sci. 168 (1994) 152–161.
Slack and Horbett, menyarankan bahwa reaksi berikut dapat terjadi di permukaan:
𝒅𝜽𝒊 Dimana:
= 𝒌𝟏𝒊 𝑪𝒊 𝟏 − 𝜽 − ∅ − 𝒌𝒊−𝟏 𝜽𝒊 − 𝒌𝟐𝒊 𝜽𝒊
𝒅𝒕 𝜽 = ෍ 𝜽𝒊, ∅ = ෍ ∅𝒊
𝒅∅𝒊 𝒊 𝒊
= 𝒌𝟐𝒊 𝜽𝒊
𝒅𝒕

Pi adalah kerapatan permukaan maksimum yang mungkin dari protein ke-i.


Sehingga kita mendapatkan kondisi batas berikut di permukaan;

𝒅𝜽𝒊 𝒅∅𝒊
𝑵𝒊 = − 𝑷𝒊 +
𝒅𝒕 𝒅𝒕

𝝏𝑪
𝑫𝒊 = 𝑷𝒊 𝒌𝟏𝒊 𝑪𝒊 𝟏 − 𝜽 − ∅ − 𝒌−𝟏
𝒊 𝜽𝒊 𝒂𝒕𝒛 = 𝟎
𝝏𝒛

mereka menjelaskan efek Vroman dengan menyarankan bahwa efek tersebut dapat dijelaskan dengan
interaksi antara transpor massa dari larutan dan kinetika adsorpsi di permukaan.
06
3 State Model for 1 Component
xx
Overshooting pada β-Lactoglobulin
Bentuk kinetika
Kurva yang meningkat secara
adsorpsi protein
monoton yang setelah periode waktu
yang diharapkan
yang cukup lama mencapai kejenuhan
secara teoritis

Overshoot selama adsorpsi terjadi


Dalam Adsorpsi, dikenal istilah Ketika permukaan untuk sementara
terlalu jenuh dan kesetimbangan
OVERSHOOT
dicapai melalui desorpsi bersih protein
Gambar 6.1 Perilaku Desorpsi pada meskipun larutan protein telah
β-Lactoglobulin
disuplai lebih lanjut
(Sumber: Rabe, 2009)

(Sumber: Rabe, 2011)


Overshooting pada (Sumber: Rabe, 2011)

β-Lactoglobulin
2
Protein menempel sepenuhnya secara
ireversibel di permukaan pada tahap
awal adsorpsi sebelum overshoot terjadi
1
Untuk menjelaskan mekanisme 3
overshoot, percobaan rinsing Bahkan setelah pembilasan yang
lebih lanjut dilakukan selama diperpanjang dengan penyangga
tahap adsorpsi awal dengan murni tidak ada penurunan
protein-free buffer intensitas fluoresensi yang diamati

4
jika pembilasan dengan buffer
dimulai mendekati puncak
maksimum, kurva desorpsi
tipikal diperoleh. Pada tahap
Gambar 6.1 Perilaku Desorpsi pada ini, β-Lg tampaknya terikat
β-Lactoglobulin sebagian secara reversibel
(Sumber: Rabe, 2009)

Dari pengamatan ini, disimpulkan bahwa pada kepadatan permukaan tertentu pasti ada transisi dari spesies yang awalnya teradsorpsi
ireversibel menjadi spesies reversible, dimana tingkat cakupan ambang batas ini disebut sebagai cakupan permukaan kritis θ crit
Three State Model for One
Component Adsorption
Model matematika dapat dikembangkan untuk menggambarkan perilaku adsorpsi dan desorpsi β-Lg dalam kondisi tertentu

Model harus sesederhana mungkin Tujuan Untuk mengetahui


Model
dengan minimum wilayah terjerap dan karakteristik terpenting dari
Matematika
proses permukaan yang berbeda proses adsorpsi

Terdapat tiga perilaku desorpsi yang berbeda dalam tahapan proses adsorpsi yang berbeda pula
1 3
Pada cakupan permukaan yang Dalam jangka
rendah β-Lg, biasa teradsorpsi dalam panjang, spesies
irreversible initial state (init) yang yang dapat dibalik
tidak terdesorbsi dengan adanya didapati mengendur
buffer bebas protein (Kurva C dan D) menjadi keadaan
yang hampir tidak
2 dapat diubah dengan
Di luar cakupan kritis, protein berubah
konstanta laju
menjadi keadaan reversibel (rev)
Gambar 6.1 Perilaku Desorpsi pada β-Lactoglobulin desorpsi yang cukup
dengan konstanta laju desorpsi yang
(Sumber: Rabe, 2009) rendah (Ireversibel)
relatif tinggi (Kurva B)
(Sumber: Rabe, 2009)
Three State Model for One Component Adsorption
3 State Model Kondisi Pertama

• Pada tahap atau kondisi pertama, yang terdiri dari periode antara start
dan overshoot, hasil adsorpsi pada densitas permukaan rendah.
• Ini dapat berlangsung beberapa menit pada konsentrasi curah tinggi
(High Bulk Conc) dan hingga beberapa jam pada konsentrasi rendah.
• Karena kerapatan permukaan pada awalnya sedikit rendah, segala jenis
interaksi lateral antara protein terikat dianggap dapat diabaikan dan
adsorpsi protein pada keadaan awal adalah proses yang dominan.
• Spesies awal kemudian dibiarkan perlahan-lahan berubah menjadi
keadaan ireversibel akhir melalui reorientasi struktural yang dijelaskan
oleh konstanta laju transisi 𝒌𝒕𝒓𝒂𝒏𝒔
𝒊𝒏𝒊𝒕_𝒊𝒓𝒓

𝑑𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝜃 ≤ 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡


= 𝑘 𝑜𝑛 ∙ 𝑥 ∙ 𝛷 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 (6.1)
𝑑𝑡

Gambar 6.2. 3 State Model 𝑑𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝜃 > 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡


Adsorption pada β-Lg 𝑑𝑡
= −𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 (6.2)
(Sumber: Rabe, 2009)
(Sumber: Rabe, 2009)
Three State Model for One Component Adsorption
3 State Model Kondisi Kedua

• Pada tahap kedua dari adsorpsi, densitas permukaan telah


meningkat sedemikian rupa sehingga interaksi lateral antara
protein yang teradsorpsi tidak lagi signifikan.
• Dari data eksperimen, dapat disimpulkan bahwa keadaan awal tiba-
tiba menjadi tidak disukai secara energik sedangkan keadaan
reversibel berubah menjadi keadaan yang disukai
• Hal ini menyebabkan transisi protein terikat permukaan dari
keadaan awal ke keadaan reversibel

𝑑𝜃𝑟𝑒𝑣 𝜃 ≤ 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡
=0 (6.3)
𝑑𝑡

𝑑𝜃𝑟𝑒𝑣 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝜃 > 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡


= 𝑘 𝑜𝑛 ∙ 𝑐 ∙ 𝛷 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑟𝑒𝑣 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑟𝑒𝑣_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑟𝑒𝑣 (6.4)
Gambar 6.2. 3 State Model 𝑑𝑡
Adsorption pada β-Lg
(Sumber: Rabe, 2009) (Sumber: Rabe, 2009)
Three State Model for One Component Adsorption
3 State Model Kondisi Ketiga

• Setelah menyelesaikan transisi dari keadaan awal ke keadaan yang dapat


dibalik, model tersebut menyiratkan bahwa secara praktis tidak ada
protein dalam keadaan awal yang tertinggal di permukaan.
• Pada tahap ketiga berikutnya, proses utama adalah adsorpsi protein
dalam keadaan reversibel dan relaksasi lambat ke dalam keadaan
ireversibel akhir yang dijelaskan oleh k.
• Adsorpsi langsung tambahan dari spesies ireversibel seperti yang
diusulkan dalam beberapa model lain tidak dipertimbangkan karena
kualitas kesesuaian data eksperimen tidak meningkat secara signifikan
ketika jalur ini dimasukkan dalam model.

𝑑𝜃𝑖𝑟𝑟 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑜𝑓𝑓


= 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑟𝑒𝑣 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑟𝑒𝑣 ∙ 𝜃𝑟𝑒𝑣 − 𝑘𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑟𝑟
𝑑𝑡 𝑖𝑟𝑟

Gambar 6.2. 3 State Model


Adsorption pada β-Lg
(Sumber: Rabe, 2009) (Sumber: Rabe, 2009)
Kesimpulan Persamaan 3 State Model Adsorption in 1 Component

𝑑𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠
= 𝑘 𝑜𝑛 ∙ 𝑥 ∙ 𝛷 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝜃 ≤ 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡 (6.1) Simbol Parameter
𝑑𝑡
Konsentrasi protein yang terletak
𝑑𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 c
𝑑𝑡
𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠
= −𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠
∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝜃 > 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡 (6.2) di dekat permukaan
Jumlah protein yang terikat
𝑑𝜃𝑟𝑒𝑣 θinit,
=0 𝜃 ≤ 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡 (6.3) permukaan dalam keadaan awal,
𝑑𝑡 θrev, θirr
reversible dan ireversibel
𝑑𝜃𝑟𝑒𝑣 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝜃 > 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡 Jumlah dari semua keadaan atau
= 𝑘 𝑜𝑛 ∙ 𝑐 ∙ 𝛷 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑟𝑒𝑣 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑟𝑒𝑣_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑟𝑒𝑣 (6.4)
𝑑𝑡
θ cakupan permukaan yang dapat
𝑑𝜃𝑖𝑟𝑟 𝑜𝑓𝑓
diukur
𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 ∙ 𝜃 (6.5)
= 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑟𝑒𝑣 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑟𝑒𝑣 𝑟𝑒𝑣 − 𝑘𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑟𝑟
fungsi permukaan yang tersedia
𝑖𝑟𝑟
𝑑𝑡 Φ
𝜃 = 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 + 𝜃𝑟𝑒𝑣 + 𝜃𝑖𝑟𝑟 (6.6) yang kira-kira dijelaskan oleh
Persamaan rasio antara permukaan yang
𝜃 Bantu tidak tertutup dan permukaan
𝛷=1− (6.7)
𝜃𝑚𝑎𝑥 maksimum yang tersedia

Kondisi Pertama Kondisi Ketiga

Kondisi Kedua (Sumber: Rabe, 2009)


Kesimpulan Persamaan 3 State Model Adsorption in 1 Component

𝑑𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠
= 𝑘 𝑜𝑛 ∙ 𝑥 ∙ 𝛷 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 𝜃 ≤ 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡 (6.1) Perubahan mendadak dari proses adsorpsi yang
𝑑𝑡
terjadi sebelum dan sesudah mencapai critical
𝑑𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 surface density, menyiratkan bahwa terdapat
𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝜃 > 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡 (6.2)
𝑑𝑡
= −𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 pembalikan tiba-tiba dari perbedaan energi
bebas antara keadaan awal dan reversibel
𝑑𝜃𝑟𝑒𝑣 𝜃 ≤ 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡
=0 (6.3)
𝑑𝑡

𝑑𝜃𝑟𝑒𝑣 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 𝜃 > 𝜃𝑐𝑟𝑖𝑡


= 𝑘 𝑜𝑛 ∙ 𝑐 ∙ 𝛷 − 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑟𝑒𝑣 ∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑟𝑒𝑣_𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑟𝑒𝑣 (6.4)
𝑑𝑡 Transisi antara keadaan awal dan keadaan
reversibel yang terjadi di permukaan, sebaliknya,
𝑑𝜃𝑖𝑟𝑟 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠
= 𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡_𝑟𝑒𝑣 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠 ∙ 𝜃
∙ 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑟𝑒𝑣
𝑜𝑓𝑓 (6.5) lebih lambat dibandingkan dengan adsopsi
𝑟𝑒𝑣 − 𝑘𝑖𝑟𝑟 ∙ 𝜃𝑖𝑟𝑟
keadaan reversibel dalam larutan dan oleh karena
𝑖𝑟𝑟
𝑑𝑡

𝜃 = 𝜃𝑖𝑛𝑖𝑡 + 𝜃𝑟𝑒𝑣 + 𝜃𝑖𝑟𝑟


itu memiliki pengaruh penting pada kinetika
(6.6)
Persamaan adsorpsi.
𝜃 Bantu
𝛷=1− (6.7)
𝜃𝑚𝑎𝑥

Kondisi Pertama Kondisi Ketiga

Kondisi Kedua (Sumber: Rabe, 2009)


Persamaan Bantu
Karena peningkatan laju adsorpsi hanya dapat diamati Mekanisme pertukaran antara adsorbsi dan protein
pada tahap pertama adsorpsi, konstanta on-rate terikat diusulkan sedangkan di sisi lain tetapan laju
pada laju diatur untuk bergantung secara linier pada desorpsi ditetapkan menjadi fungsi dari cakupan
jumlah protein yang teradsorpsi pada keadaan awal permukaan.

𝜽𝒊𝒏𝒊𝒕 𝒐𝒇𝒇 𝒐𝒇𝒇 𝜽𝒓𝒆𝒗


𝒌𝒐𝒏 = 𝒌𝟎 𝒐𝒏 + 𝒄𝟏 ∙ 𝒌𝒓𝒆𝒗 = 𝒌𝒓𝒆𝒗,𝟎 + 𝒄𝟐 ∙
𝜽𝒎𝒂𝒙 𝜽𝒎𝒂𝒙

konstanta on-rate dengan tidak adanya efek konstanta off-rate dengan tidak adanya
𝑘0 𝑜𝑛
kooperatif positif yang ditemui di awal 𝑘0 𝑜𝑛 protein yang teradsorpsi
ketika permukaan tidak tertutup
peningkatan laju adsorpsi dengan peningkatan tolakan pada kepadatan yang
c1 meningkatnya cakupan protein pada tahap c1 tumbuh.
awal

Persamaan ini terkait dengan persamaan langmuir


hanya berlaku selama tahap pertama adsorpsi, yaitu
sebelum overshoot terjadi

(Sumber: Rabe, 2009)


Persamaan Bantu (2)
Interaksi lateral antara protein yang teradsorpsi juga terlihat selama transisi dari keadaan awal ke keadaan reversibel

𝜽𝒓𝒆𝒗 𝜽𝒓𝒆𝒗
𝒌𝒕𝒓𝒂𝒏𝒔
𝒊𝒏𝒊𝒕_𝒓𝒆𝒗 = 𝒄𝟑 ∙ 𝒌𝒕𝒓𝒂𝒏𝒔
𝒓𝒆𝒗_𝒊𝒓𝒓 = 𝒄𝟒 ∙
𝜽𝒎𝒂𝒙 𝜽𝒎𝒂𝒙

• Pada titik di mana cakupan total melebihi • Konstanta laju transisi ketiga diasumsikan tidak
cakupan kritis, protein mulai teradsorpsi dalam bergantung pada cakupan karena proses yang
keadaan reversibel dan menginduksi transisi dari sesuai hanya relevan pada tahap pertama
protein yang awalnya teradsorpsi. adsorpsi di mana kepadatan permukaan absolut
• Semakin banyak protein yang dapat dibalik rendah.
menempel ke permukaan, semakin cepat protein
yang teradsorpsi pada awalnya berubah menjadi
keadaan baru.

(Sumber: Rabe, 2009)


07
Multiple State Model for Multiple
Component
xx
Multiple State Component

Self-exchange
Model ini adalah versi modifikasi (atau
perpanjangan) dari model dua keadaan yang
telah dijelaskan untuk mengakomodasi reaksi Reaksi pertukaran
pertukaran dengan molekul lain dari jenis yang
sama atau jenis lain, yang diamati secara
eksperimental pada permukaan. Pertukaran molekul dari satu
jenis dengan jenis lainnya

Sumber: Lundström, I., & Elwing, H. (1990). Simple kinetic models for protein
exchange reactions on solid surfaces. Journal of Colloid and Interface Science,
136(1), 68–84. doi:10.1016/0021-9797(90)90079-4
Self-Exchange
• Mereka dapat terdisorbsi secara
spontan (keadaan 1) dan diubah
menjadi keadaan yang dapat ditukar.
• Transformasi menjadi keadaan 2 dan
4 disertai dengan perubahan
konformasi dari molekul yang
teradsorpsi.
• Reaksi self exchange dimodelkan
untuk berlangsung melalui keadaan
intermediet.
• Tingkat s2 tergantung pada
konsentrasi molekul protein dalam
Gambar 7.1 Ilustrasi skematis multiple state larutan.
model. (Lundström & Elwing, 1990)

Sumber: Lundström, I., & Elwing, H. (1990). Simple kinetic models for protein
exchange reactions on solid surfaces. Journal of Colloid and Interface Science,
136(1), 68–84. doi:10.1016/0021-9797(90)90079-4
Self-Exchange
Berikut adalah persamaan kinetiknya:

𝐝𝛉𝟏
= 𝐤 𝟏 𝐂 𝟏 − 𝛉𝟏 − 𝛉𝟐 − 𝛉𝟑 − 𝛉𝟒 − 𝐫𝟏 + 𝐬𝟏 𝛉𝟏 , ∶ 𝐬𝐭𝐚𝐭𝐞 𝟏 (7.1)
𝐝𝐭

𝐝𝛉𝟐
= 𝐬𝟏 𝛉𝟏 − 𝐬𝟐 𝛉𝟐 + 𝐬𝟑 𝛉𝟑 − 𝐬𝟒 𝛉𝟒 , ∶ 𝐬𝐭𝐚𝐭𝐞 𝟐 (7.2)
𝐝𝐭

𝐝𝛉𝟑
= 𝐬𝟐 𝛉𝟐 + 𝐬𝟑 𝛉𝟏 , ∶ 𝐬𝐭𝐚𝐭𝐞 𝟑 (7.3)
𝐝𝐭

𝐝𝛉𝟒
= 𝐬𝟒 𝛉𝟐 , ∶ 𝐬𝐭𝐚𝐭𝐞 𝟒 (7.4)
𝐝𝐭

𝛉 = 𝛉𝟏 + 𝛉𝟐 + 𝛉 𝟑 + 𝛉𝟒 (7.5)

Sumber: Lundström, I., & Elwing, H. (1990). Simple kinetic models for protein
exchange reactions on solid surfaces. Journal of Colloid and Interface Science,
136(1), 68–84. doi:10.1016/0021-9797(90)90079-4
Pertukaran antara Molekul dari Berbagai Jenis

• Disini diasumsikan dari dua protein yaitu


A dan B, bahwa hanya satu dari mereka
(A) yang dapat teradsorpsi dengan cara
yang tidak dapat diubah.
• Selanjutnya, keadaan intermediate yang
digunakan dalam kasus sebelumnya
diabaikan dan berakhir dengan situasi
ditunjukkan pada Gambar 7.2.
• Nilai tukar, dilambangkan dengan e,
diasumsikan bergantung pada
konsentrasi molekul protein dalam
larutan 𝐂𝐀 dan 𝐂𝐁 .
Gambar 7.2 Model yang digunakan untuk mengevaluasi pertukaran antara
molekul protein dari jenis yang berbeda. model. (Lundström &
Elwing, 1990)

Sumber: Lundström, I., & Elwing, H. (1990). Simple kinetic models for protein
exchange reactions on solid surfaces. Journal of Colloid and Interface Science,
136(1), 68–84. doi:10.1016/0021-9797(90)90079-4
Pertukaran antara Molekul dari Berbagai Jenis
Berikut adalah persamaan kinetiknya:
𝐝𝜽𝟏𝑨
= 𝒌𝑨 𝑪𝑨 𝟏 − 𝜽𝟏𝑨 − 𝜽𝟐𝑨 − 𝜽𝟑𝑨 − 𝜽𝟏𝑩 − 𝜽𝟐𝑩 − 𝒔𝟏𝑨 𝜽𝟏𝑨 − 𝒆𝟏𝑩 𝑪𝑩 𝜽𝟏𝑨 + 𝒆𝟏𝑨 𝑪𝑨 𝜽𝟏𝑩 (7.6)
𝒅𝒕

𝒅𝜽𝟐𝑨
= 𝒔𝟏𝑨 𝜽𝟏𝑨 − 𝒔𝟐𝑨 𝜽𝟐𝑨 − 𝒆𝟐𝑩 𝑪𝑩 𝜽𝟐𝑨 + 𝒆𝟐𝑨 𝑪𝑨 𝜽𝟐𝑩 (7.7)
𝒅𝒕

𝐝𝜽𝟏𝑩
= 𝒌𝑩 𝑪𝑩 𝟏 − 𝜽𝟏𝑨 − 𝜽𝟐𝑨 − 𝜽𝟑𝑨 − 𝜽𝟏𝑩 − 𝜽𝟐𝑩 − 𝒔𝟏𝑩 𝜽𝟏𝑩 − 𝒆𝟏𝑨 𝑪𝑨 𝜽𝟏𝑩 + 𝒆𝟏𝑩 𝑪𝑩 𝜽𝟏𝑨 (7.8)
𝒅𝒕

𝒅𝜽𝟐𝑩
= 𝒔𝟏𝑩 𝜽𝟏𝑩 − 𝒆𝟐𝑨 𝑪𝑨 𝜽𝟐𝑩 + 𝒆𝟐𝑩 𝑪𝑩 𝜽𝟐𝑨 (7.9)
𝒅𝒕

Total 𝛉 = 𝜽𝟏𝑨 + 𝜽𝟏𝑩 + 𝜽𝟐𝑨 + 𝜽𝟐𝑩 + 𝜽𝟑𝑨 diatur oleh

𝒅𝜽
= (𝒌𝑨 𝑪𝑨 + 𝒌𝑩 𝑪𝑩 )(𝟏 − 𝛉) (7.10)
𝒅𝒕

Sumber: Lundström, I., & Elwing, H. (1990). Simple kinetic models for protein
exchange reactions on solid surfaces. Journal of Colloid and Interface Science,
136(1), 68–84. doi:10.1016/0021-9797(90)90079-4
Protein Cooperativity

• Konsep peningkatan adsorpsi protein yang dimediasi oleh protein yang telah teradsorpsi
dimanifestasikan oleh isoterm adsorpsi sigmoidal atau dengan meningkatkan laju adsorpsi
sebagai hasil dari peningkatan penutup permukaan.
• Isoterm adsorpsi dihitung untuk protein adsorbsi nonassociating dan self-associating. Area
exclusion memperluas isoterm adsorpsi relatif terhadap isoterm Langmuir (kooperatifitas
negatif), sedangkan self-associating mempertajamnya (kooperatifitas positif).
• Laju adsorpsi yang umumnya lebih tinggi dari yang diharapkan dari teori adsorpsi klasik
Langmuir dihasilkan dari kooperativitas positif, laju adsorpsi yang berada di bawah ekspektasi
teori Langmuir dihasilkan dari kooperativitas negative.
• Adsorpsi non-kooperatif yang nyata ditemui ketika isoterm dan kinetika adsorpsi sesuai
dengan model adsorpsi Langmuir.

Sumber: Rabe, M., Verdes, D., & Seeger, S. (2011). Understanding protein adsorption phenomena
at solid surfaces. Advances in Colloid and Interface Science, 162(1-2), 87–106.
doi:10.1016/j.cis.2010.12.007
08
Future Prospects and Concluding
Remarks
xx
Current and Future Prospects
Pendekatan pemodelan matematis Banyak model tidak secara akurat memperhitungkan
pada protein saat ini masih memiliki ketersediaan ruang kosong di permukaan selama adsorpsi
banyak keterbatasan. protein awal atau selama perubahan konformasi

Untuk mengatasi batasan ini, terdapat beberapa model matematika lain yang diajukan dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing

1 3
Random Sequential Metode Hidrogen/Deuterium
Adsorption (H/D) Exchange

2 4
Metode Monte Model Lundstrom
Carlo

(Sumber: Kim, 2007)


Keterbatasan Pendekatan Model Matematik
Terdapat banyak model yang tidak mempertimbangkan
ketersediaan ruang kosong pada permukaan saat terjadinya
FREE SPACE
adsorpsi protein ataupun pada tahap conformational change
atau bisa disebut sebagai perubahan konformasi.

• Untuk mengatasi keterbatasan ini, dapat diterapkan ‘surface exclusion effect’


yang digambarkan olehmodel RSA (Random Sequential Adsorption).
• Model lattice tidak disarankan, karena tidak detail dalam menggambarkan
informasi struktur protein teradsorbsi dan juga sulit untuk menentukan ukuran
‘situs’ pada permukaan adsorben.
• Simulasi Monte Carlo atau dinamika molekular dapat digunakan walaupun
akan menyederhanakan kasus campuran protein non-bola.

(Sumber: Kim, 2007)


Keterbatasan Pendekatan Model Matematik
Rate Constants

• Konstanta laju yang menggambarkan perubahan


konformasi saat ini ditentukan dengan menyesuaikan
model dengan data adsorpsi.
• Data ini sering menggambarkan kinetika adsorpsi
protein, namun variabel yang diukur adalah
konsentrasi permukaan total.
• Fraksi protein dalam keadaan konformasi
'penyebaran' masih belum diketahui.
• Jadi, dari data ini, luas penampang protein Gambar 8.3. Metode H/D Exchange
(Sumber: nationalmaglab.org)
menyebar tidak dapat ditentukan secara
independen dari fraksi protein menyebar.
Contohnya adalah metode H/D Exchange

(Sumber: Kim, 2007)


Keterbatasan Pendekatan Model Matematik
Data Kinetik

• Untuk data kinetika, dibutuhkan data jangkauan perubahan konformasi


untuk mengestimasi konstanta laju untuk keadaan konformasi.
• Sebagai contoh, dapat dikumpulkan perubahan massa protein pada
periode pertukaran hidrogen dengan mengukur lebar protein di titik
puncak massanya.
• Dengan cara itu, dapat diestimasi konstanta laju untuk keadaan
konformasi apabila pertukaran terbalik (D kembali ke H) dapat dihindari
atau diminimalisir

(Sumber: Kim, 2007)


Keterbatasan Pendekatan Model Matematik
Desorpsi Protein

• Model ini tidak ada yang membahas laju desorpsi protein yang sangat pelan
pada ketiadaan protein lain karena keterkaitan desorpsi protein dengan
protein lainnya dapat mengakibatkan desorpsi parsial atau refolding
sebagian dari protein teradsorpsi.
• Hal tersebut dapat menyediakan ruang kosong yang cukup bagi protein
kedua untuk teradsorpsi.
• Apabila afinitas protein kedua lebih tinggi dari protein pertama, maka
protein pertama dapat terus kehilangan tempat pada permukaan
adsorben dan secara perlahan akan terdesorpsi secara penuh

(Sumber: Kim, 2007)


KESIMPULAN
1. Efek Vroman terjadi ketika adsorpsi protein transien misalnya fibrinogen plasma ke
permukaan yang bermuatan negative sehingga protein-protein plasma tersebut saling
berebutan utk mencapai permukaan sehingga menghasilkan adsorpsi kompetitif yg
berurutan
2. Efek Vroman bergantung pada 2 faktor yaitu waktu adsorpsi dan bulk concentration.

3. Ilustrasi efek Vromman menunjukkan bahwa adsorpsi maksimum sebagai fungsi waktu,
terjadi pada protein dengan konsentrasi terbanyak dan mempunyai low affinity binding.

4. Satu komponen artinya hanya ada 1 jenis komponen yang terlibat dalam proses
adsorpsi. Sedangkan multi komponen berarti terdiri dari berbagai jenis komponen yang
terlibat dalam adsorpsi dalam hal ini ialah protein.
KESIMPULAN (2)
1. One state model satu komponen dapat menggunakan model langmuir isotermis dan
model RSA (random sequential adsorpstion) dengan perbedaan sebagai berikut :

PERBEDAAN
Model Langmuir Model RSA
Reversible Irreversible
Ikatan molekul dengan Ikatan molekul dengan adsorben kuat
adsorben longgar (jika tidak terjadi tumpang tindih)
Terjadi adsorpsi & desorpsi Tidak terjadi adsorpsi atau difusi
(asumsi)
Permukaan adsorben rata Permukaan adsorben tidak rata
Kemungkinan terjadi jamming limit
KESIMPULAN (3)
1. One state model memiliki perbedaan dengan two state model sebagai
berikut :

PERBEDAAN
One state model Two state model Three State
Reversible / Reversible + irreversible Initial+Reversibel+Irreversi
irreversible bel
Monolayer (1 situs) Multilayer (2 situs) Multilayer (3 situs)
Ikatan molekul Ikatan molekul dengan Ikatan molekul dengan
dengan adsorben adsorben kuat adsorben kuat
longgar
KESIMPULAN (4)
1. Proses yang terjadi pada 3 State Model Adsorption adalah:
● Kondisi 1: Pada cakupan permukaan yang rendah β-Lg, biasa teradsorpsi dalam
irreversible initial state (init) yang tidak terdesorbsi dengan adanya buffer bebas protein
● Kondisi 2: Di luar cakupan kritis, protein berubah menjadi keadaan reversibel (rev) dengan
konstanta laju desorpsi yang relatif tinggi
● Kondisi 3: Dalam jangka panjang, spesies yang dapat dibalik didapati mengendur menjadi
keadaan yang hampir tidak dapat diubah dengan konstanta laju desorpsi yang cukup
rendah (Ireversibel)
1.
2 Reaksi pertukaran pada multiple state terdiri dari self-exchange dan pertukaran molekul dari
satu jenis dengan jenis lainnya
2.
3 Laju adsorpsi yang umumnya lebih tinggi dihasilkan dari kooperativitas positif, laju adsorpsi
yang berada di bawah ekspektasi teori Langmuir dihasilkan dari kooperativitas negative
LIST OF REFERENCES
Chatelier, R. C., & Minton, A. P. (1996). Adsorption of globular proteins on locally planar
surfaces: models for the effect of excluded surface area and aggregation of
adsorbed protein on adsorption equilibria. Biophysical Journal, 71(5), 2367–2374.
doi:10.1016/s0006-3495(96)79430-4
J.L. Brash, T.A. Horbett, Proteins at Interfaces: An Overview, ACS SymposiumSeries, 602, 1995,
pp. 25.
Kim, J. (2017). Mathematical modeling approaches to describe the dynamics of protein
adsorption at solid interfaces. ScienceDirect, 162 (2018) 370–379.
Lundström, I., & Elwing, H. (1990). Simple kinetic models for protein exchange reactions on
solid surfaces. Journal of Colloid and Interface Science, 136(1), 68–84.
doi:10.1016/0021-9797(90)90079-4
P.W. Wojciechowski, J.L. Brash,. 1990. A computer simulation for the study of macromolecular
adsorption with special to single-component protein adsorption, J. Colloid
Interface Sci. 140(1-6), pp.239–252.
LIST OF REFERENCES
Rabe, M., Verdes, D., & Seeger, S. (2011). Understanding protein adsorption phenomena at
solid surfaces. Advances in Colloid and Interface Science, 162(1-2), 87–106.
doi:10.1016/j.cis.2010.12.007
Seader Henry, Roppel. 2011. Separation Process Principles, 3 rd ed New York John
Wiley&Sons,Inc
T.A. Horbett, J.L. Brash, Proteins at interfaces: an overview, in: T.A. Horbett,J.L. Brash (Eds.),
Proteins at Interface II: Fundamentals and Applications,American Chemical
Soceity, Washington D.C, 1995, pp. 1–23.
Y. Wei, A.A. Thyparambil, R.A. Latour, Quantification of the influence ofprotein–protein
interactions on adsorbed protein structure and bioactivity,Colloid Surf. B 110
(2013) 363–3

Anda mungkin juga menyukai