Anda di halaman 1dari 3

Luka Laurin ,

Lusa Lalu

Namanya Laurin, dia adalah seorang gadis yang sedang duduk di bangku salah
satu SMA yang ada di Bandung. Umurnya saat ini sekitar 16 tahun. Dia anak yang
cantik dan juga pintar. Namun, dia memiliki sifat yang jarang dimiliki teman
sebayanya. Laurin sangat cuek sehingga dia tidak banyak disukai teman-temannya.
Meski begitu, Laurin juga memiliki teman yang sangat baik kepadanya. Namanya
yaitu Lisa. Dia selalu ada ketika Laurin sedang dalam masalah. Laurin hanya
tinggal bersama dengan ayah dan adiknya karena ibunya sudah meninggal 2 tahun
silam.
Di pagi hari, Laurin selalu melaksanakan kewajibannya. Karena ibunya sudah
tidak ada, jadi dialah yang harus bertanggung jawab atas pekerjaan rumah. Setelah
selesai sholat subuh dan menyapu, dia segera membuat makanan yang akan
digunakan sarapan oleh dirinya dan keluarganya. Semua dilakukannya dengan hati
yang ikhlas dan tidak ada unsur terpaksa di dalam hatinya. Dia berangkat sekolah
berjalan kaki bersama dengan adiknya karena jarak dari rumahnya tidak terlalu
jauh dan searah.
Hari ini, di sekolah Laurin sedang diadakan UTS. Laurin belajar bersama Lisa,
teman baiknya. Mereka berdua sangat akrab walaupun terkadang mereka sering
berselisih paham hanya karena masalah-masalah sepele. "Eh Rin, kamu paham gak
sih ini cara nyari jawabannya gimana? Susah bangett rumusnya, gayakin deh aku
bisa dapet nilai bagus mapel ini.", ujar Lisa saat berjalan ke perpustakaan. "Eh eh,
sejak kapan kamu mudah putus asa? Bukannya kamu orangnya gak gampang
nyerah? Dulu aja pas kamu selalu aku cuekin, kamu gak nyerah loh itu. Aku salut
banget sama kamu, bisa ya ada orang yang gak sakit hati digituin sama temen
sendiri.", balas Laurin. "Eh aku kayak gitu karena aku tahu kamu aslinya anak
baik, cuman kamunya aja yang cueknya naudzubillah", ujar Lisa sambil tertawa.
"Iya deh iya akunya yang cuek. Btw ini caranya lumayan sulit, gimana kalo kita
coba liat di youtube, mungkin bisa?", kata Laurin. "Maybe!", balas Lisa.
Keduanya saling membantu ketika ada yang kesulitan. Jarang-jarang ada yang
sedekat itu dengan Laurin. Mungkin Laurin bisa dikatakan hanya mempunyai 1
orang sahabat saja yaitu Lisa.
Bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan waktu ujian segera dimulai. Laurin
dan Lisa bergegas membereskan buku-bukunya dan pergi menuju ruang ujiannya
yang kebetulan berbeda dengan ruang ujian Lisa. "Gue pergi dulu ya Rin", ujar
Lisa sambil berlari ke kelasnya. "Oke! Nanti gue tunggu di perpus oy!", balas
Laurin sembari melambaikan tangan.
Hari-hari pun dilaluinya dengan cepat, tak terasa ujiannya sudah selesai.
Laurin dan Lisa merasa lega sekaligus senang karena bisa terbebas dengan soal
yang menurut keduanya membuat tersiksa. "Eh lis, anterin gue ke deket gerbang
dong, tadi uang saku gue ketinggalan terus dititipin ke pak satpam kata ayah", ajak
Laurin. "Sama Shila aja sana, aku masih mau ke toilet nih, kebelet boker huehe",
ujar Lisa sambil tertawa renyah. "Ah gamau, gue gak kenal sama Shila", elak
Laurin. "HAH APA? LO GAKENAL? SHILA TEMEN KELAS KITA
LAURINNN, SADAR DONG!" ujar Lisa jengkel. "Eh anjir ngegas. Maksud gue,
gue ga akrab sama si Shila. Please lah anterin gue bentar aja" desak Laurin agar
Lisa mau mengantarnya. "Ya udah si, ayo keburu bel bunyi", balas Lisa. Mereka
pun berjalan menuju ke gerbang sekolah. Sesampainya mereka disana, Laurin
sangat kaget saat melihat seorang laki-laki yang sedang berjalan bersama wali
kelasnya, Bu Khusnul. Mata Laurin seketika memanas, dia segera lari ke toilet
agar tidak melakukan hal bodoh di depan umum. Lisa yang tidak mengerti apa
yang menyebabkan Laurin seperti itu pun segera menyusulnya, karena dia tidak
mau terjadi apa-apa pada sahabatnya itu. Saat tiba di depan toilet, Lisa segera
memanggil-manggil Laurin agar segera keluar. Dia bingung dan sangat khawatir
terhadap kondisi sahabatnya itu. Setelah lama menunggu, akhirnya Laurin pun
keluar dengan mata sembab dan penampilan yang lumayan berantakan. Lisa pun
segera mengajak Laurin supaya bergegas menuju UKS karena Lisa tau kondisi
Laurin sedang tidak baik. Lisa dengan sabar membuatkan teh hangat untuk
menenangkan Laurin. Setelah kondisi Laurin cukup membaik, dia menanyakan
apa yang membuatnya menangis seperti itu. Awalnya, Laurin tetap bungkam dan
tidak mau bercerita kepada Lisa. Namun, Lisa terus membujuknya agar dia bisa
membantu ketika Laurin butuh. Perlahan-lahan Laurin mulai bercerita tentang
kejadian 3 tahun silam yang pernah dialaminya sehingga dia bisa sampai seperti
ini. Laurin bercerita bahwa laki-laki yang tadi berjalan bersama wali kelasnya itu
adalah mantan pacar Laurin yang sampai sekarang masih dia ingat dan dia sayang.
Setelah Laurin selesai bercerita, Lisa dengan seenaknya tertawa terbahak-bahak
dan berhasil mendaratkan sebuah tamparan kecil di pipi tembamnya itu. "Kok lo
malah ketawa sih liat temennya sedih kaya gini?", omel Laurin. "Habisnya lo ituu,
masa cuma gara-gara dia mantan lo, lo harus nangis kaya gituu? Percuma deh gue
khawatir sama keadaan lo tadi, tau-taunya cuma gara-gara masalah sepele", ujar
Lisa tak habis pikir. "Iya sih, gue akuin gue gak ada faedahnya nangisin dia, toh
dia juga udah gapeduli sama aku", sambung Laurin. "Kok bisa ya, cewek cuek
kaya Laurin nangisin mantan pacarnya 3 tahun silam. Apa mungkin itu penyebab
mengapa selama ini Laurin bersikap bodoamat. Dia tidak ingin tersakiti lagi,
mungkin", pikir Lisa dalam hati. "Udah yuk, kita ke kelas, udah ketinggalan
pelajaran sekitar 30 menit loh", ajak Laurin, "Eh iya, yuk buruan!", sambung Lisa.
Setibanya di kelas, Laurin dibuat melongo dan terkejut untuk yang ke kedua
kalinya setelah melihat laki-laki tadi sudah duduk di bangku belakang ruang
kelasnya. Laurin masih sangat tersakiti oleh sikapnya 3 tahun silam. Jadi, Laurin
berusaha untuk bersikap bodoamat seperti yang ia lakukan sebelumnya. Awalnya
dia bisa menahan rasa ingin tau nya terhadap laki-laki itu. Tapi setelah menahan-
nahan cukup lama, dia tidak kuat untuk tidak bertanya. Mengapa dia bisa sampai
duduk di bangku ruang kelasnya. Akhirnya setelah bel pulang berbunyi, Laurin
menemui Shila untuk menanyakan hal yang membuat rasa ingin taunya
menggebu-nggebu. Shila pun menceritakan bahwa dia adalah anak pindahan dari
SMA Bogor karena ayahnya mengalami pemindahan daerah dinas.
Keesokan harinya, Lisa datang ke sekolah lebih awal daripada biasanya.
Ketika dia memasuki ruang kelas, Lisa sudah melihat ada laki-laki yang kemarin
di ceritakan Laurin. Awalnya Lisa diam saja, namun rasa ingin tau nya seketika
tumbuh saat dia mulai meneliti paras wajahnya yang lumayan, dibanding dengan
laki-laki lainnya. Dengan ragu-ragu, Lisa mendekati laki-laki itu. Setelah ia rasa
lumayan dekat dengan posisinya sekarang, Lisa mulai menyapa dan menanyakan
namanya. "Hai! Kenalin, namaku Lisa. Nama lo siapa?", sapa Lisa. "Eh eh, hai
juga! Na..namaku Ryan", ucap Ryan gugup. "Oh Ryan, salam kenal ya", sambung
Lisa. "I..Iya..", sambung Ryan. Lisa diam-diam melirik wajah Ryan yang sedang
memainkan handphone-nya. Dia mendapati wajah Ryan yang sangat tampan.
Hidungnya yang mancung, dan alisnya yang tebal mampu menjadikan alasan
untuk setiap wanita menyukainya. Namun, seketika Lisa sadar, Laurin juga masih
sayang terhadap laki-laki itu walaupun dia sudah menjadi mantannya. Lisa sedikit
menahan rasa sukanya terhadap Ryan, karena apabila diteruskan, hubungan
pertemanannya dengan Laurin akan retak.
Laurin pun juga tidak bisa membohongi perasaanya terhadap laki-laki itu.
Namun dia harus cepat-cepat melupakannya. Khawatir jika dia akan melakukan
tindakan-tindakan di luar batas. Laurin juga harus fokus terhadap pelajarannya,
karena sebentar lagi dia akan menghadapi Ujian Nasional. Dia tidak mau jika
nilainya turun hanya gara-gara laki-laki itu. Laurin tidak tau bahwa Lisa juga
menyukai mantannya itu. Tapi Lisa berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa
cintanya itu kepada orang lain karena dia tidak mau melihat Laurin kecewa.
Kedua anak itu terus berusaha melakukan yang terbaik satu sama lain, saling
menasehati, saling menguatkan, saling memahami, dan tidak mementingkan
dirinya sendiri. Karena mereka yakin, jika salah satu dari mereka mementingkan
diri sendiri pasti hubungan pertemanannya itu akan renggang dan lama-kelamaan
akan rusak. Hal-hal seperti inilah yang perlu ditumbuhkan dalam hubungan
pertemanan. Jika kita sudah terbiasa bersikap seperti itu, maka yakinlah bahwa
hubunganmu dengan temanmu akan terjalin baik.

Anda mungkin juga menyukai