c. Kelainan Rett
Ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah (progresif). Sampai saat
ini diketahui hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu
diikuti dengan kehilangan keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan
baik- khususnya kehilangan kemampuan menggunakan tangan yang
kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang dimulai
pada umur 1 hingga 4 tahun.
d. Kelainan Disintegrasi Masa Kanak-kanak
Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan
kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
e. Kutipan dari tulisan Dr. Hardiono D. Pusponegoro SpA(K)
"Klasifikasi autisme ditentukan berdasarkan kesepakatan para dokter dan
dituangkan dalam Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM-IV) atau
International Classification of Diseases 9 dan 10 (ICD-9 dan ICD-10). Dalam
klasifikasi tersebut, diagnosis autisme harus memenuhi syarat tertentu. Bila
tidak memenuhi semua kriteria diagnosis, digolongkan dalam PDD-NOS
(Pervasive Developmental Disorders not otherwise specified). Akhir-akhir
ini, banyak ditemukan kasus-kasus yang masih sangat kecil dengan gejala
yang tidak khas. Khusus untuk kasus-kasus ini, kriteria DSM-IV atau ICD-9-10
sulit diterapkan. Beberapa peneliti mencoba membuat klasifikasi khusus
untuk anak yang masih kecil dengan fokus pada tahapan perkembangan
anak, disebut sebagai Diagnostic Classification: 0-3 (DC 0-3). Walaupun
klasifikasi ini belum diterima secara menyeluruh, ada baiknya kita
mempelajarinya. Dalam DC 0-3, ada beberapa klasifikasi untuk anak-anak
yang menunjukkan gejala mirip sekali dengan autisme misalnya Regulatory
Disorder dan Disorders of Relating and Communicating dengan MSDD
(Multisystem Developmental Disorder) sebagai salah satu contoh. Sebagian
anak ini akan berkembang menjadi autisme, namun banyak di antaranya
yang sangat responsif terhadap terapi dan berkembang menjadi anak yang
normal. "
f. Pertanyaan seputar MSDD (Multisystem Developmental Disorder)
Dalam klasifikasi DSM IV tidak ada istilah MSDD. Hanya Gangguan Autistik
untuk yang memenuhi kriteria dan PDD NOS (Pervasive Developmental
Disorders Not Otherwise Specified) untuk yang tidak memenuhi kriteria.
g. Klasifikasi Yang Menyebut Tentang MSDD Dibuat Oleh Sekelompok Peneliti
Yangdisebut Sebagai Klasifikasi 0-3 (Diagnostic Classification:0-3).
DC:0-3 berpendapat bahwa ada kasus-kasus dimana gangguan interaksi dan
komunikasi terjadi sekunder terhadap kesulitan pemrosesan input sensoris,
sehingga kasus-kasus ini lebih fleksibel dan memberi respons yang baik
terhadap intervensi dini. Gangguan prosesing menyebabkan gangguan
komprehensi/ pengertian, dan kesanggupan melakukan ekspresi atau aksi.
Istilah MSDD menggambarkan bahwa anak mengalami gangguan sensoris
multipel
dan interaksi sensori-motor.
Ada 3 pola MSDD:
1. Pola A: Anak tidak mempunyai tujuan dan tidak mengadakan hubungan
untuk sebagian besar waktunya. Mereka menunjukkan kesulitan yang
menonjol dalam perencanaan gerak, sehingga tidak memperlihatkan suatu
mimik yang sederhana sekalipun.
2. Pola B: Anak-anak ini memperlihatkan pola hubungan yang intermiten.
Merekadapat menunjukkan mimik yang sesuai sekali-sekali.
3. Pola C: Anak-anak ini memperlihatkan hubungan yang lebih konsisten.Jadi
bila berpegang pada DSM-IV hanya ada Gangguan Autistik dan PDD-NOS,
4. Kalau berpegang pada DC:0-3 ada MSDD dengan 3 pola, pola A paling berat,
B lebih ringan, C paling ringan.
8. Indikator Perilaku
a. Bahasa
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam mengkaji anak autis adalah :
a. Pola tingkah laku anak
b. Cara mereka berinteraksi / berhubungan dengan orang lain
c. Cara berkomunikasi secara verbal
d. Perkembangan mental
2. Diagnosa
Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa
langsung autisme. Diagnosa yang paling tepat adalah dengan cara seksama
mengamati perlilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat
perkembangannya. Dikarenakan banyaknya perilaku autisme juga
disebabkan oleh adanya kelainan kelainan lain (bukan autisme) sehingga tes
klinis dapat pula dilakukan untuk memastikan kemungkinan adanya
penyebab lain tersebut.
Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali
ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan
memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis,
ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan
ahli profesional lainnya dibidang autisme. Dokter ahli / praktisi profesional
yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan / training mengenai autisme
akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang kadang
dokter ahli / praktisi profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak
melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam
pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan
pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat
memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil
mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang
tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam
menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autisme
dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan
perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan
nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas
dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autisme
dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini
mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat
Adapun Diagnosa Autis Yang Biasanya Terjadi Adalah :
a. Resiko terjadi trauma b/d keinginan untuk bunuh diri
b. Gangguan komunikasi verbal b/d keterlambatan dan gangguan Intelektual
c. Gangguan interaksi sosial b/d menarik diri
3. Implementasi
1.) Tujuan :
Agar anak dapat menghindari benda-benda tajam atau benda-benda yang
membahayakan dirinya.
a. Bina hubungan saling percaya
b. Hindari benda yang berbahaya di sekitar klien
c. Observasi perilaku yang membahayakan klien
d. Berikan aktivitas yang positif untuk mengembangkan kemampuan
e. Dorong anak agar mau bermain dengan teman-temannya sebagai alat untuk
distraksi agar tidak menyendiri
f. Beri reinforcement bila anak dapat mengurangi perilaku yang berbahaya
2.) Tujuan :
Anak dapat berkomunikasi dengan verbal sehingga ia dapat melakukan
hubungan sosial engan orang lain.
a. Bina hubungan saling percaya
b. Berikan stimuli untuk mengadakan interaksi dengan lingkungan misal
dengan alat permainan
c. Gunakan kata-kata / kalimat yang mudah dimengerti
d. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan
e. Beri reinforcement bila anak berhasil
3.) Tujuan :
Anak mampu mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan
a. Bina hibungan saling percaya
b. Seringlah berinteraksi dengan anak
c. Ajak anak untuk berinetraksi dengan teman sebayanya
d. Beri sentuhan lembut pada anak
4 Evaluasi
a. Memantau perilaku anak apakah masih melakukan tindakan yang sekiranya
membahayakan dirinya.
b. Mengobservasi kemampuan anak dalam berkomunikasi, apakah ada
hambatan.
c. Mengobservasi anak dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, apakah
anak sudah merasa senang dan nyaman.
Daftar Putaka
Handojo. 2010. Auits. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Soetjiningsih.2008. Tumbuh Kembang Anak..Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2008. Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta :
Infomedika.
Ward, N I. Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity.
J.Nutr.& Env.Med. (ABINGDON) 7(4);1997:333-342.
http://www.microsoft.com/isapi/redir/Autismepenelitian.autisme/padaanak/.dll?
prd=ie&pver=6&ar=msnhome
http://www.manajemenqolbu.com/new/isi/autisme/anak.2004.kolom.php?
isi_id=303&produk_id=4
http://www.puterakembara.org/milis/journal/autisme5.shtml
htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
htpp://www.allergies/wkm/behaviour.
htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.