Materi Training Ak3 Umum
Materi Training Ak3 Umum
Kesehatan Kerja)
Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013
Terdapat beberapa pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang dapat diambil dari
beberapa sumber, di antaranya ialah pengertian dan definisi K3 menurut Filosofi, menurut Keilmuan serta
menurut standar OHSAS 18001:2007.
Berikut adalah pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tersebut :
Filosofi (Mangkunegara) :
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
Keilmuan :
Semua Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK),
kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.
OHSAS 18001:2007 :
Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun
orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki beberapa dasar hukum pelaksanaan. Di
antaranya ialah Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No 5 Tahun 1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Rangkuman dasar-dasar hukum tersebut antara
lain :
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100 orang atau lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari seratus orang tetapi menggunakan
bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran,
keracunan dan pencemaran radioaktif.
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki bebrapa tujuan dalam pelaksanaannya
berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Di dalamnya terdapat 3 (tiga)
tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
yaitu antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi
menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS
18001:2007. Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya
biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta faktor bahaya
sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-faktor bahaya di atas :
1. Jamur.
2. Virus.
Faktor Bahaya Biologi
3. Bakteri.
4. Tanaman.
5. Binatang.
1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya
2. Beracun.
3. Reaktif.
4. Radioaktif.
Faktor Bahaya Kimia 5. Mudah Meledak.
6. Mudah Terbakar/Menyala.
7. Iritan.
8. Korosif.
1. Ketinggian.
2. Konstruksi (Infrastruktur).
3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
5. Tekanan.
6. Kebisingan.
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik
7. Suhu.
8. Cahaya.
9. Listrik.
10. Getaran.
11. Radiasi.
1. Gerakan Berulang.
2. Postur/Posisi Kerja.
Faktor Bahaya Biomekanik 3. Pengangkutan Manual.
4. Desain tempat kerja/alat/mesin.
1. Stress.
2. Kekerasan.
3. Pelecehan.
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis 4. Pengucilan.
5. Intimidasi.
6. Emosi Negatif.
Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan
suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu resiko. Untuk
menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrim dapat menggunakan
metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :
KEPARAHAN
Tabel Matriks Resiko
Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Sangat Sering Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim Ekstrim
Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrim
FREKUENSI Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrim
Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Sangat Jarang Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel matriks resiko di atas :
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan
Terjadi 1X dalam masa lebih dari 1 Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja orang
Sangat Jarang
tahun lebih
Jarang Bisa terjadi 1X dalam setahun Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja orang
Sedang Bisa terjadi 1X dalam sebulan Probabilitas 1 dari 100.000 jam kerja orang
Sering Bisa terjadi 1X dalam seminggu Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja orang
Sangat Sering Terjadi hampir setiap hari Probabilitas 1 dari 100 jam kerja orang
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keparahan
Tidak terdapat cedera/penyakit, tenaga kerja dapat Total kerugian kecelakaan kerja
Sangat Ringan
langsung bekerja kembali kurang dari Rp. 1.000.000
Cedera ringan, tenaga kerja dapat langsung bekerja Total kerugian kecelakaan kerja antara
Ringan
kembali Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000
Mendapat P3K atau tindakan medis, tidak ada hilang Total kerugian kecelakaan kerja antara
Sedang
jam kerja lebih dari 1X24 jam Rp. 1.500.000 – Rp. 5.000.000
Memerlukan tindakan medis lanjut/rujukan, cacat Total kerugian kecelakaan kerja antara
Parah
sementara, terdapat jam kerja hilang 1X24 jam Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000
Cacat Permanen, Kematian, terdapat jam kerja hilang Total kerugian kecelakaan kerja lebih
Sangat Parah
lebih dari 1X24 jam dari Rp. 10.000.000
Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian matriks resiko :
Rendah Perlu Aturan/Prosedur/Rambu
Sedang Perlu Tindakan Langsung
Tinggi Perlu Perencanaan Pengendalian
Ekstrim Perlu Perhatian Manajemen Atas
Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang paling tepat berdasarkan
5 (lima) hirarki pengendalian resiko/bahaya K3.
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat resiko/bahaya
berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi,
perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang terdapat pada tabel di bawah :
HIERARKI PENGENDALIAN RESIKO/BAHAYA K3
ELIMINASI Eliminasi Sumber Bahaya
SUBSTITUSI Substitusi Alat/Mesin/Bahan Tempat Kerja/Pekerjaan Aman
Modifikasi/Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja Mengurangi Bahaya
PERANCANGAN
yang Lebih Aman
Prosedur, Aturan, Pelatihan, Durasi Kerja, Tanda
ADMINISTRASI Tenaga Kerja Aman Mengurangi
Bahaya, Rambu, Poster, Label
Paparan
APD Alat Perlindungan Diri Tenaga Kerja
Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi
tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan
dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah :
Pengertian (Definisi) Insiden ialah kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan dimana cedera, penyakit
akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat terjadi. Termasuk insiden ialah keadaan darurat.
Pengertian (Definisi) Kecelakaan Kerja ialah insiden yang menimbulkan cedera, penyakit akibat kerja
(PAK) ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Nearmiss ialah insiden yang tidak menimbulkan cedera, penyakit akibat kerja (PAK)
ataupun kefatalan (kematian).
Pengertian (Definisi) Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang memerlukan
penanganan segera supaya (agar) tidak terjadi kecelakaan.
Kecelakaan Kerja
Nearmiss
Menurut teori domino effect kecelakaan kerja H.W Heinrich, kecelakaan terjadi melalui hubungan mata-rantai
sebab-akibat dari beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang saling berhubungan sehingga
menimbulkan kecelakaan kerja (cedera ataupun penyakit akibat kerja / PAK) serta beberapa kerugian lainnya.
Terdapat beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja, antara lain : penyebab langsung kecelakaan kerja,
penyebab tidak langsung kecelakaan kerja dan penyebab dasar kecelakaan kerja.
Termasuk dalam faktor penyebab langsung kecelakaan kerja ialah kondisi tidak aman/berbahaya (unsafe
condition) dan tindakan tidak aman/berbahaya (unsafe action). Kondisi tidak aman, beberapa contohnya
antara lain : tidak dipasang (terpasangnya) pengaman (safeguard) pada bagian mesin yang berputar, tajam
ataupun panas, terdapat instalasi kabel listrik yang kurang standar (isolasi terkelupas, tidak rapi), alat
kerja/mesin/kendaraan yang kurang layak pakai, tidak terdapat label pada kemasan bahan (material)
berbahaya, dsj. Termasuk dalam tindakan tidak aman antara lain : kecerobohan, meninggalkan prosedur kerja,
tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), bekerja tanpa perintah, mengabaikan instruksi kerja, tidak
mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak melaporkan adanya kerusakan alat/mesin ataupun APD, tidak
mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan dengan resiko/bahaya tinggi.
Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja ialah faktor pekerjaan dan faktor pribadi.
Termasuk dalam faktor pekerjaan antara lain : pekerjaan tidak sesuai dengan tenaga kerja, pekerjaan tidak
sesuai sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan beresiko tinggi namun belum ada upaya pengendalian di
dalamnya, beban kerja yang tidak sesuai, dsj. Termasuk dalam faktor pribadi antara lain : mental/kepribadian
tenaga kerja tidak sesuai dengan pekerjaan, konflik, stress, keahlian yang tidak sesuai, dsj.
Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja ialah lemahnya manajemen dan pengendaliannya,
kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya, kurangnya komitmen, dsb.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab kasus kecelakaan kerja
adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan 10% lainnya adalah dari faktor
ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain. Gambar di bawah ialah ilustrasi dari teori domino
effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich.
Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut dimana es yang terlihat di
permukaan laut lebih kecil dari pada ukuran es sesungguhnya secara keseluruhan. Begitu pula kerugian pada
kecelakaan kerja kerugian yang "tampak/terlihat" lebih kecil daripada kerugian keseluruhan.
Dalam hal ini kerugian yang "tampak" ialah terkait dengan biaya langsung untuk
penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan kerugian-kerugian lainnya
yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya langsung untuk korban kecelakaan kerja. Kerugian
kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambahkan
dengan kerugian-kerugian lainnya (material/non-material) yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja tersebut.
Kerugian-kerugian (biaya-biaya) tersebut antara lain :
1. Kerusakan Bangunan
2. Kerusakan Alat dan Mesin
3. Kerusakan Produk dan Bahan/Material
4. Gangguan dan Terhentinya Produksi
5. Biaya Administratif
6. Pengeluaran Sarana/Prasarana Darurat
7. Sewa Mesin Sementara
8. Waktu untuk Investigasi
9. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang
10. Biaya Perekrutan dan Pelatihan
11. Biaya Lembur (Investigasi)
12. Biaya Ekstra Pengawas(an)
13. Waktu untuk Administrasi
14. Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang Kembali karena Cedera
15. Kerugian Bisnis dan Nama Baik
Setiap terdapat 1 (satu) kejadian kecelakaan fatal (kematian/cacat permanen) maka di dalam 1 (satu) kejadian
fatal tersebut terdapat 10 (sepuluh) kejadian kecelakaan ringan dan 30 (tiga puluh) kejadian kecelakaan yang
menimbulkan kerusakan aset/properti/alat/bahan serta 600 (enam ratus) kejadian nearmiss (hampir celaka)
sebelum terjadi 1 (satu) kejadian kecelakaan fatal tersebut. Piramida kecelakaan kerja tersebut
menggambarkan bahwa untuk (guna) mencegah kecelakaan fatal di tempat kerja, maka harus terdapat upaya
untuk menghilangkan (mengurangi) kejadian-kejadian nearmiss di tempat kerja sehingga probabilitas menuju
kejadian kecelakaan fatal dan kejadian-kejadian lain sebelum menuju adanya 1 (satu) kejadian fatal dapat
dikurangi (tidak ada). Ilustrasi piramida kecelakaan kerja sebagaimana gambar di bawah :
Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu kerugian baik itu bagi korban kecelakaan kerja maupun
terhadap perusahaan (organisasi). Upaya pencegahan kecelakaan kerja diperlukan untuk menghindari
kerugian-kerugian juga untuk meningkatkan kinerja keselamatan kerja di tempat kerja.
Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja H.W. Heinrich, maka terdapat berbagai upaya
untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja, antara lain :
Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani
yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.
Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : silicosis (karena paparan debu silica), asbestosis
(karena paparan debu asbes), low back pain (karena pengangkutan manual), white finger syndrom (karena
getaran mekanis pada alat kerja), dsb.
Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : Biologi (Bakteri, Virus Jamur, Binatang,
Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun dan Berbahaya/Radioaktif) ; Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan, Cahaya) ;
Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang, Pengangkutan Manual) ; Psikologi (Stress, dsb).
Untuk mencegah penyakit akibat kerja dapat dilakukan berbagai upaya antara lain :
Unit Tanggap Darurat ialah unit kerja yang dibentuk untuk menanggulangi keadaaan darurat dalam
lingkungan suatu organisasi (perusahaan). Unit kerja tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi
persyaratan OHSAS 18001:2007 klausul 4.4.7 Emergency Preparedness and Response (Persiapan Tanggap
Darurat). Bagian dari perencanaan untuk memenuhi klausul OHSAS 18001:2007 tersebut antara lain :
1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran Perusahaan dalam waktu
singkat.
2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.
3. Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala besar dan tidak bisa diatasi
dalam waktu singkat.
4. Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut, Gunung Meletus, dsb).
5. Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, dsb).
6. Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan Perusahaan.
7. Kecelakaan / Keracunan Massal.
Segitiga Api
Pengertian (Definisi) Api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga) unsur (panas,
oksigen dan bahan mudah terbakar) yang menghasilkan panas dan cahaya. Ilustrasi unsur api dapat dilihat
sebagaimana pada gambar segitiga api.
Sedangkan pengertian (definisi) Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada tempat, situasi dan
waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat merugikan dan pada umumnya sulit untuk dikendalikan.
Bagikan di : FacebookGoogle+Twitter
Gambar di bawah mengilustrasikan tahap-tahap kebakaran dari muncul api sampai kebakaran reda (padam) :
Tahap - Tahap Kebakaran
Untuk dapat memadamkan api (kebakaran) terdapat beberapa metode/cara berdasarkan teori terbentuknya api
(segitiga api) yaitu diantaranya ialah dengan metode pendinginan, isolasi, dilusi, pemisahan dan pemutusan.
Masing-masing penjelasannya antara lain :
1. Pendinginan
o Menghilangkan unsur panas.
o Menggunakan media bahan dasar air.
2. Isolasi
o Menutup permukaan benda yang terbakar untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api.
o Menggunakan media serbuk ataupun busa.
3. Dilusi
o Meniupkan gas inert untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api.
o Menggunakan media gas CO2.
4. Pemisahan Bahan Mudah Terbakar
o Memisahkan bahan mudah terbakar dari unsur api.
o Memindahkan bahan-bahan mudah terbakar jauh dari jangkauan api.
5. Pemutusan Rantai Reaksi
o Memutus rantai reaksi api dengan menggunakan bahan tertentu untuk mengikat radikal bebas
pemicu rantai reaksi api.
o Menggunakan bahan dasar Halon (Penggunaan Halon sekarang dilarang karena menimbulkan
efek rumah kaca).
6.6 Kelas (Klasifikasi) Kebakaran Menurut NFPA
(National Fire Protection Association)
7. Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013
8.
9. Kebakaran diklasifikan (dikelaskan) menurut sumber apinya. Klasifikasi (kelas) kebakaran yang
secara umum dirujuk secara Internasional ialah klasifikasi (kelas) kebakaran menurut NFPA
(National Fire Protection Association) Amerika. Riwayat paling akhir, NFPA membagi klasifikasi
(kelas) kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran Kelas B, Kebakaran
Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran Kelas K.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam efektif menurut sumber api
/ kebakaran, juga berguna untuk menentukan aman tidaknya jenis media pemadam tertentu untuk
memadamkan kelas kebakaran tertentu berdasarkan sumber api/kebakarannya. Tabel di bawah
memberikan penjelasan singkat mengenai klasifikasi (kelas) kebakaran berdasarkan NFPA beserta
media pemadam efektif dan aman digunakan memadamkan kebakaran berdasarkan kelas kebakaran
masing-masing.
KELAS KEBAKARAN PEMADAM
Padat Non Logam Air, Uap Air, Pasir, Busa, CO2, Serbuk Kimia Kering,
Cairan Kimia
Arus Pendek
Radioaktif
Pengertian (Definisi) APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat yang ringan serta mudah dilayani
untuk satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran (berdasarkan Permenakertrans RI No
4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan). Dan berikut
ialah tata cara penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung Pemadam :
1. Perhatikan arah angin (usahakan searah dengan arah angin) supaya media pemadam benar-benar
efektif mengarah ke pusat api.
2. Perhatikan sumber kebakaran dan gunakan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi sumber
kebakaran.
Pelampung
Rompi Nyala
Sabuk Pengaman
Jas Hujan
Pengertian / Definisi LOTO (Lockout Tagout) ialah suatu prosedur untuk menjamin mesin/alat berbahaya
secara tepat telah dimatikan dan tidak akan menyala kembali selama pekerjaan berbahaya atapun pekerjaan
perbaikan / perawatan sedang berlangsung sampai dengan pekerjaan tersebut telah selesai.
Izin Kerja diperlukan khusus untuk pekerjaan non-rutin yang mengandung bahaya/resiko tinggi. Tujuan dari
izin kerja ialah unyuk memantau seluruh potensi bahaya dari area/situasi/aktivitas operasional di tempat kerja
serta untuk memastikan segala area/situasi/aktivitas pekerjaan berbahaya/beresiko tinggi sudah terdapat
pengendalian sehingga aman untuk dilangsungkan perkerjaan bersangkutan.
Pengurusan izin kerja dilaksanakan oleh tenaga kerja bersangkutan (ataupun kontraktor, pemasok, dsb)
dengan petugas/pengawas K3 serta Manajer Area bersangkutan. Pekerjaan yang termasuk diatur dalam izin
kerja antara lain :
1. Izin Kerja Pekerjaan Panas (Las, Gerinda, dsb).
2. Izin Kerja bekerja di ketinggian ekstrim (Pekerjaan Konstruksi/Perbaikan di atas 2m).
3. Izin Kerja Pekerjaan Listrik Tegangan Tinggi (Arus Besar).
4. Izin Kerja bekerja di ruang terbatas (terkurung).
5. Izin Kerja Pekerjaan Tangki dan Perpipaan.
6. Izin Kerja Pekerjaan dengan Alat Berat (Crane, Excavator, Backhoe, Shovel, dsj).
7. Izin Kerja Pekerjaan Galian.
Form Izin Kerja K3
Pengertian, Tujuan dan Manfaat Penerapan 5R
(5S) di Tempat Kerja
Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013
Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah cara (metode) untuk mengatur / mengelola tempat kerja menjadi tempat
kerja yang lebih baik secara berkelanjutan. Penerapan 5R bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas
di tempat kerja.
Terdapat 5 (lima) langkah dalam penerapan 5R (5S) di tempat kerja yaitu : Ringkas, Rapi Resik, Rawat dan
Rajin. Masing-masing penjelasan penerapan 5R (5S) tersebut antara lain :
1. Ringkas
o Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
o Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
o Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
o Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
2. Rapi
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
o Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya.
o Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan, teratur dan selalu
pada tempatnya.
3. Resik
o Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
o Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
o Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
o Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.
4. Rawat
o Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
5. Rajin
o Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.
8.
9. Pengendalian Visual merupakan bentuk penerapan 5R langkah R yang ke-2 (dua) yaitu "Rapi".
Langkah ini dilakukan dengan cara menata / mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses
kerja dan juga menata /mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaan serta
pengaturan/pengendalian (manajemen) secara visual peralatan/barang di tempat kerja dengan
label/tanda dengan maksud/tujuan barang/peralatan lebih cepat/mudah ditemukan sehingga terdapat
keteraturan di tempat kerja.
Manfaat dari pengaturan (pengendalian) visual ialah supaya orang ataupun orang lain
(tamu/pengunjung) di tempat kerja dapat dengan mudah mengetahui (memahami) situasi tempat/area
kerja secara langsung bahkan tanpa harus menanyakan kepada petugas yang bekerja di tempat kerja.
Pengendalian visual dapat dilakukan dengan memberi tanda/nama/label pada lantai kerja, pada
peralatan, pada laci/rak, kotak penyimpanan, dsb. Untuk lebih memudahkan penerapannya, maka
dapat ditambahkan sistem kode warna dalam mengorganisir tanda/nama/label tempat kerja.
Berikut adalah contoh label dan kode warna sebagai pengaturan (pengendalian) visual dalam
mengorganisir tempat kerja :
LABEL KETERANGAN
Batas Area Kerja.
Batas Ruangan Kerja.
Batas Jalur Lalu Lintas.
Produk Jadi.
Sarana Umum.
Barang/Bahan Baku.
Sarana P3K.
Sarana Keselamatan.
Sarana Darurat & Evakuasi.
Jalur Pejalan Kaki.
Mesin/Alat Berbahaya.
Area terbatas untuk keselamatan.
Sarana Darurat Kebakaran.
Gas Bertekanan.
Bahan Beracun.
Bahan Korosif.
Adapun ukuran label (tanda) berbeda-beda menurut ukuran pipa sebagaimana ada pada tabel di bawah :
UKURAN PIPA LEBAR LABEL TINGGI HURUF
¾ inch – 1 ¼ inch 8 inch ½ inch
1 ½ inch – 2 inch 8 inch ¾ inch
2 ½ inch – 6 inch 12 inch 1 ¼ inch
8 inch – 10 inch 24 inch 2 ½ inch
> 10 inch 32 inch 3 ½ inch
Untuk pipa dengan ukuran kurang dari 3/4 inch direkomendasikan untuk membuat tanda yang mudah dilihat
secara permanen.
Label (tanda) harus mudah dilihat, terdapat di setiap belokan pipa, sambungan pipa, juga pipa yang melewati
dinding serta penempatan label (tanda) dipasang setiap interval 7 meter - 15 meter.
Contoh Pemasangan Label dan Kode Warna Perpipaan Pada Sambungan Pipa
Contoh Pemasangan Label dan Kode Warna Perpipaan Pada Dinding dan Atap Bangunan
Label (Simbol) Kemasan Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) secara
umum merujuk pada Globally Harmonized System - United Nations (GHS) yang diterbitkan oleh PBB
(Perserikatan Bangsa - Bangsa). Label dipasang per satuan kemasan bahan berbahaya ataupun paket kemasan
bahan (material) berbahaya. Terdapat 9 (sembilan) Klasifikasi Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Beracun
dan Berbahaya), antara lain :
BAHAYA !
BAHAN BERACUN & MUDAH TERBAKAR
Selalu cuci tangan sebelum dan sesudah penggunaan. Hindarkan dari sumber
api. Selalu tutup rapat kemasan.
JIKA TERTELAN : Segera hubungi dokter dan Rumah Sakit.
JIKA TERBAKAR : Gunakan Media CO2 & Tepung Kimia Kering.
Lihat Data Keselamatan Bahan untuk penggunaan produk secara aman
PT. XKMW, Jln. Kicau-kicau 14, Ronorawe 22098
Contoh Pemasangan Label Kemasan Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) :
Contoh Pemasangan Label Pada Kemasan
Label Transportasi Bahan/Material Berbahaya (B3 | Bahan Beracun & Berbahaya) secara umum
merujuk pada U.S Department of Transportation (DOT) atau Departement Transportasi Amerika Serikat.
Label (plakat) secara umum dipasang pada kendaraan pengangkut juga pada kemasan paket baik itu
transportasi darat, udara dan laut ataupun transportasi khusus lainnya. Secara umum terdapat 9 (sembilan)
Klasifikasi Bahan (Material) Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) antara lain :
Plakat Kelas
Kelas 1 – Mudah Meledak :
1.1–Bahaya Peledakan Besar (Seluruh Muatan).
1.2–Bahaya Serpihan Ledakan.
1.3-Bahaya Api Ledakan.
1.4-Bahaya Ledakan Ringan.
1.5-Sensitivitas Ledakan Kecil.
1.6-Sensitivitas Ledakan Sangat Kecil.
Kelas 2 – Gas :
2.1–Gas Mudah Terbakar.
2.2–Gas Bertekanan (Tidak Mudah Terbakar).
2.3–Gas Beracun.
2.2–Gas Korosif (Hanya di Kanada).
Kelas 5 – Oksidator :
5.1–Oksidator.
5.2–Oksidator Organik.
Kelas 6 – Beracun :
6.1–Bahan Beracun.
6.2–Menyebabkan Infeksi.
Kelas 7 – Radioaktif
Kelas 8 – Korosif
Contoh Penempatan Plakat Simbol Bahan (Material) Berbahaya / B3 Pada Kendaraan Pengangkut
Kewajiban Tenaga Kerja Terhadap Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 12 dimana terdapat 5 (lima) kewajiban utama
tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja, antara lain :
1. Memberi keterangan yang benar apabila diminta pegawai pengawas / keselamatan kerja.
2. Menggunakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan APD yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas yang dapat dipertanggungjawabkan.
1. Menulis dan memasang semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang
dipimpinnya.
2. Memasang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau Ahli
K3 di tempat kerja yang dipimpinnya.
3. Menyediakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang dipimpin maupun
orang lain yang memasuki tempat kerja disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai
pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang dipimpinnya.
Syarat-syarat Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3. Di dalamnya terdapat 18 (delapan
belas) syarat-syarat dasar keselamatan kerja di tempat kerja di antaranya sebagai berikut :