Refka Siti Marwa
Refka Siti Marwa
Disusun Oleh :
Nama : SITI MARWA, S.Ked
No. Stambuk : N 111 17 016
Pembimbing : dr. SALSIAH HASAN, Sp.An
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
intramuskuler atau subkutan), oral atau rektal yaitu obat yang diberikan melalui
saluran pencernaan (gastrointestinal) dan anestesi topikal yaitu anestesi yang
diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi lokal.
Tindakan pembedahan, terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan
teknik intubasi, baik intubasi endotrakeal maupun nasotrakeal. Intubasi adalah
suatu teknik memasukkan suatu alat berupa pipa kedalam saluran pernapasan
bagian atas. Tujuan dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan napas
agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya
aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun
kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea,
membersihkan saluran trakeobronkial.
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur.
Fraktur femur dapat disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang
paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh
darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha.
Pada laporan ini akan membahas mengenai manajemen anestesi pada pasien
fraktur femur dengan tindakan Open Reduction Internal Fixation.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sakit pada paha kiri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RS dengan keluhan sakit pada paha sebelah kiri, pasien
mengeluhkan susah berjalan ± 7 bulan. Keluhan dirasakan sejak pasien
mengalami kecelakan jatuh dari pohon rambutan. Pasien mengaku
patah tulang paha kiri dan belum pernah berobat ke dokter, pasien
hanya berobat ke dukun kampung.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat asthma (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
4
- Riwayat operasi sebelumnya (-)
5
HCT : 42,3 %
LED : 6 mm/jam
Clotting time : 7 menit 30 detik
Bleeding time : 3 menit 30 detik
HbsAg : Non reaktif
- Persiapan Whoole blood (+) 2 bag , Packed Red Cell (+) 1 bag
- IVFD RL 16 tpm
2. Di Kamar Operasi
6
- Teknik anestesi : Intubasi Endotrakeal
- Obat : Isofluran
- E.T.T No. : 6.0
- Lama anestesi : 10.40- 12.25 ( 1 jam 45 menit)
- Lama operasi : 10.55 – 12.15 ( 1 jam 20 menit)
- Anestesiologi : dr. Ferry Lumintang, Sp.An
- Ahli Bedah : dr. Haris Tata, Sp.OT
- Posisi : Supinasi
- Infus : 1 line di tangan kiri
- Jumlah medikasi :9
o Midazolam 3 mg
o Fentanyl 60 mcg
o Propofol 60 mg
o Atracurium 4 mg
o Ondansetron 4 mg
o Dexametason 5 mg
o Isoflurane maintenance 0,5-2,5 Vol %
o Ketorolac 10 mg
o Petidine 20 mg
- Jumlah cairan :
o Input : 1550 cc
o Output : 600 cc
7
Oksigenasi : SpO2 >92% (dengan udara bebas) 2
Pernapasan : bisamenarik napas dan batuk bebas 2
Aktivitas : menggerakkan 4 ekstremitas 2
Total 10
Steward Score
Pergerakan : Gerak bertujuan 2
Pernapasan : Batuk, menangis 2
Kesadaran : Menangis 2
Total 6
Monitoring Anestesi
160
140
120 Sistol
Diastol
100 Nadi
80 Mulai
anestesi
Nadi
60 Mulai
Operasi
40 Selesai
20 Operasi
0
5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5
.3 .4 .4 .5 .5 .0 .0 .1 .1 .2 .2 .3 .3 .4 .4 .5 .5 .0 .0 .1 .1 .2 .2
1 0 10 10 1 0 1 0 11 11 1 1 11 11 1 1 11 11 1 1 1 1 11 1 1 1 2 12 12 1 2 1 2 12
Tekanan Darah
8
BAB III
PEMBAHASAN
ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang.
ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dnegan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupnnya.
ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperassi ataupun tidak selama 24
jam passien akan meninggal.
Pada kasus ini, pasien anak laki-laki usia 12 tahun dengan diagnosis
malunion fraktur femur dengan rencana tindakan open reduction internal fixation.
9
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta dari
pertimbangan usia disimpulkan keadaan umum pasien tergolong dalam status fisik
ASA II.
Pada pasien ini, pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis general
anastesi. Adapun indikasi dilakukan general anastesi adalah karena waktu operasi
yang lama. Selain itu juga untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
serta mempertahankan kelancaran pernafasan, mempermudah pemberian
anestesia, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan
tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk) dan pemakaian ventilasi
mekanis yang lama, serta mengatasi obstruksi laring akut. Teknik anestesinya
semi closed inhalation dengan pemasangan endotrakeal tube. Posisi pasien untuk
tindakan intubasi adalah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala
dalam keadaan ekstensi. Ini di sebut sebagai sniffing position.
10
h. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
11
mengurangi respon terhadap stress hormone endogen, mengurangi obat induksi
maupun rumatan. Penggunaan midazolam untuk premedikasi pada anak-anak
maupun orang usia lanjut memberikan hasil yang baik. Premedikasi mengurangi
stres hormone terutama pada anak-anak. Dosis yang aman untuk premedikasi iv
0,1-0,2 mg/kgBB. Pada pasien kali ini diberi midazolam dengan dosis 4 mg.
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah
induksi.Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anastesi intravena yaitu
Propofol 60 mg I.V (dosis induksi 2-2,5mg/kgBB) karena memiliki efek induksi
yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol
dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini
mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
Pemberian fentanyl yang merupakan obat opioid yang bersifat analgesic dan bisa
bersifat induksi. Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan untuk
menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan pemberian analgesia dan
mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir. Injeksi fentanyl 60
mcg pada awalnya sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin.
Lamanya efek depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Fentanil
merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan termasuk dalam
opioid potensi tinggi dengan dosis 2-150 mcg/kgBB. Opioid dosis tinggi yang
deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx,
dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut.
Pemberian Injeksi atracurium 4 mg sebagai pelemas otot untuk
mempermudah pemasangan Endotracheal Tube. Merupakan obat pelumpuh otot
non depolarisasi yang mempunyai struktur benzilisoquinolin. Pada umumnya
mulai kerja atracurium pada dosis 0,1-0,5 mg/Kg iv 2-3 menit untuk intubasi,
sedang lama kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit.
Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan
laringoskop blade lengkung yang disesuaikan dengan anatomis leher pasien
dengan metode chin-lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan
12
nafas antara mulut dengan trakea. Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus
barulah dimasukkan pipa endotrakeal. Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff
nomor 6.0. Pemasangan ETT pada pasien ini 1 kali dilakukan dalam keadaan
pasien tidak sadar atau dalam kondisi teranestesi.
Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka
dialirkan isoflurane 0,5-2,5 vol%, oksigen sekitar 3 L/menit sebagai anestesi
rumatan. Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya cepat dan
pemulihannya cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti halnya
halotan dan enfluran, Isoflurane berefek bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-
muntah. Isoflurance 1,15 % dalam oksigen murni, dosis isofluran untuk anak usia
11-15 tahun dalam konsentrasi oksigen 100 % adalah 1,16 %. Isoflurane
memiliki bau yang sedikit menyengat maka bila digunakan sebagai induksi
sebaiknya dimulai dengan konsentrasi 0,5%.
Dalam terapi cairan, jumlah cairan yang masuk adalah 1550 cc dari
preoperatif (RL 300 cc) dan durante operatif (RL 900 + WB 350 cc) dan jumlah
cairan keluar adalah 600 cc berupa perdarahan yaitu dari kasa 4x4 10 buah (15 x
10 = 150 cc), kasa lipat 1 buah (1 x 150 = 150 cc) dan tabung suction + 300 cc.
Cairan keluar berupa urin ± 400 cc. Estimated Blood Volume (EBV) dengan BB
pasien 39 kg : 75 cc/kg BB x 39 kg = 2.925cc, sehingga di didapatkan
%perdarahan : 600/2.925 x 100% = 20,5 %.
Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance (M) : (4x10) + (2x10) + (1x19) = 79 ml/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = Lama
puasa x maintenance = 10 jamx = 790 ml
Cairan yang masuk saat puasa :
jumlah tetesan(tpm) x lama puasa(m)
Jumlah cairan( ml)=⌊ ⌋
( 20 )
16 x 600
Jumlah cairan( ml)=⌊ ⌋ = 480 mL
( 20 )
(cairan yang masuk saat puasa) = 480 ml
13
Cairan defisit puasa 790-480 = 310 ml
b. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan = 1550 ml – 1223 ml = 327 ml
14
terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah melakukan pengisapan,
sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon sudah dikempiskan,
lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen dengan sungkup muka.
Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan pengisapan karena
kateter pengisap bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan, atau spasme
laring. Sesudah dilakukan ektubasi, pasien kembali diberikan oksigen dengan
sungkup muka dan kembali dilakukan pembersihan rongga mulut dengan
menggunakan suction.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan
pada pemeriksaan fisik tekanan darah 120/ 72 mmHG, nadi 96 x/menit, dan laju
respirasi 20 x/menit. Pembedahan dilakukan selama 1 jam 20 menit dengan
perdarahan ± 600 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery
Room). Aldrete score 10 dan Steward Score 6 maka dapat dipindah ke ruangan
teratai.
15
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pada kasus dilakukan operasi Pro ORIF pada anak laki-laki usia 12 Tahun,
dan setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka ditentukan
status fisik ASA II dan dilakukan jenis anestesi dengan General Anestesi
dengan teknik Intubasi endotrakeal.
2. Pada pasien ini menjemen anestesi dimulai dari pre operatif, intra operatif
serta post operatif.
3. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Setelah menjalani
operasi dilakukan perawatan di Ruang ICU karena aldrete score7.
16
DAFTAR PUSTAKA
10. Farmakologi FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2012.
17
11. Muhardi, M, dkk. Anestesiologi. Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI. Jakarta: CV Infomedia. 1989.
18
19