Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS UJIAN

G2P0A1, 22 TAHUN, HAMIL 38 MINGGU 5 HARI


J1HIU PRESKEP INPARTU KALA 1 FASE LATEN
DENGAN KPD 8 JAM

Disusun oleh:
Ira Marwati Putri
030.14.100

Pembimbing:
dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI &


PENYAKIT GINEKOLOGI
RSUD DR. SOESELO KABUPATEN TEGAL
PERIODE 01 OKTOBER - 09 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ujian yang berjudul:


“G2P0A1, 22 tahun, hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala 1 fase laten
dengan KPD 8 jam”

Yang disusun oleh:


Ira Marwati Putri
030.14.100

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologi
Periode 01 Oktober – 09 Desember 2018

Slawi, Oktober 2018


Pembimbing

dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ujian yang berjudul
“G2P0A1, 22 tahun, hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu dengan KPD 8
jam” pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologidi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan waktu
dan bimbingannya sehingga laporan kasus ujian ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap laporan kasus ujian ini dapat menambah pengetahuan dan
memahami lebih lanjut mengenai “G2P0A1, 22 tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU
preskep inpartu kala 1 fase laten dengan KPD 8 jam” serta salah satunya untuk
memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit
Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ujian ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.

Slawi, Desember 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................................... 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 18
KPD (Ketuban Pecah Dini). ................................................................................ 18
3.1.1 Definisi....................................................................................................... 18
3.1.2 Epidemiologi .............................................................................................. 18
3.1.3 Struktur Anatomi dan Fungsi Selaput Ketuban ......................................... 18
3.1.4 Pembentukan Cairan Ketuban.................................................................... 20
3.1.5 Fungsi Cairan Ketuban .............................................................................. 24
3.1.6 Etiologi....................................................................................................... 25
3.1.7 Patogenesis................................................................................................. 26
3.1.8 Diagnosis.................................................................................................... 27
3.1.9 Diagnosis Banding ..................................................................................... 29
3.1.10 Tatalaksana .............................................................................................. 29
3.1.11 Komplikasi ............................................................................................... 35
3.1.12 Prognosis .................................................................................................. 35
Induksi Persalinan. .............................................................................................. 36
3.2.1 Definisi....................................................................................................... 36
3.2.2 Tujuan Induksi ........................................................................................... 36
3.2.3 Indikasi Induksi.......................................................................................... 36
3.2.4 Kontraindikasi Induksi ............................................................................... 37
3.2.5 Risiko Induksi ............................................................................................ 37
3.2.6 Syarat Induksi ............................................................................................ 38
3.2.7 Proses Induksi ............................................................................................ 39
3.2.8 Gagal Induksi ............................................................................................. 44
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 50

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane
(PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan
proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion
dan apoptosis membran janin.(1)
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan fisiologis, namun pada kehamilan
preterm, diakibatkan karena melemahnya membran merupakan proses yang patologis.
KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.(2)
Menurut WHO, diperkirakan angka kematian ibu tahun 2010 lebih dari 300-
400/100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh perdarahan 28%, KPD 20%,
eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18% dan penyebab lainnya 2%. Angka
kematian ibu di Indonesia masih yang tertinggi di ASEAN (WHO, 2015). (3)
Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981.(4)

1
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan
aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu maupun janin.(2)
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang
baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami patogenesis
terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat sehingga prognosis yang baik
terhadap pasien dan bayinya.

2

BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS UJIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO KABUPATEN TEGAL

Nama Mahasiswa : Ira Marwati Putri


NIM : 030.14.100
Dokter Pembimbing : dr. Ratna Trisiyani ,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pekerjaan : IRT
Alamat : Bulakpacing 04/5, Dukuhwaru, Tegal
Tanggal masuk RS :29-11-2018 Tanggal keluar RS: 30-1 1=20 18

I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang PONEK pada tanggal
29 November 2018 pukul 12.30 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. Soeselo tanggal 29
November 2018 pukul 09:00 WIB kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru
dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 01.00 WIB tanggal
29 November 2018.

3

b. Keluhan Tambahan
Pasien merasakan kencang-kencang pada perut namun masih terasa
jarang dan gerak janin dirasa aktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke PONEK RSUD DR Soeselo pada hari Kamis, 29
November 2018, pukul 09:00 WIB kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru
dengan diagnosis rujukan G2P0A1 hamil 38 minggu 5 hari dengan KPD.
Pasien mengeluh keluar cairan berwarna jernih, tidak dapat ditahan, tidak
berbau amis dari jalan lahir dan tidak disertai keluarnya lendir darah sejak
pukul 01.00 WIB pada hari Kamis tanggal 29 NOvember 2018. Pasien
mengatakan setelah keluar cairan dari jalan lahir merasakan kenceng-kenceng
atau perut mules namun masih terasa jarang. Pasien merasakan gerak janin
masih dirasakan aktif.
Karena keluar cairan dari jalan lahir, pada hari Kamis, 29 November
2018. Pada pukul 07.00 WIB pasien di bawa ke puskesmas Dukuhwaru. Di
Puskesmas pasien sudah diberikan injeksi ceftriaxone 1 gr, pada pukul 08.10
WIB. Kemudian pasien di rujuk ke PONEK RSUD Dr. Soeselo untuk
diperiksa keadaan kandungannya dan dilakukan tindakan.
Selama kehamilan pasien mengatakan tidak ada keluhan yang berarti,
tidak ada keputihan, nyeri BAK disangkal, demam disangkal, melakukan
hubungan seksual dengan pasangan disangkal.
Pasien mengatakan HPHT nya tanggal 1 Maret 2018, maka berdasarkan
HPHT usia kehamilan pasien adalah 38 minggu 5 hari dan HPL pada tanggal
8 Desember 2018
Di PONEK RSUD Dr. Soeselo, pasien dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah rutin, protein urine dan HBsAg. Dokter mengajukan
untuk dilakukan pemberian antibiotik dan dilakukan induksi persalinan
dengan drip oxytosin 5 IU.

4

d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM, HT, asma, TB, jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca,
obat-obatan), trauma, ISK, dan penyakit ginekologi disangkal oleh pasien.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM, HT, asma, TB, jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca,
obat-obatan) dalam keluarga disangkal oleh pasien.

f. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 13 tahun, lama menstruasi 7 hari dan
teratur. Jumlah darah selama menstruasi sekitar 40cc dan pasien mengganti
pembalut 3 x sehari, disminorhea disangkal. Hari pertama haid terakhir
pasien jatuh pada tanggal 1 Maret 2018.

g. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali pada usia 21 tahun. Dimana ini
merupakan pernikahan pertama, dengan usia perikahan 1 tahun.

h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua bagi pasien. Kehamilan
pertama pada tahun 2017 pasien mengalami abortus pada usia kehamilan 9
minggu dan dilakukan kuretase.

i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi.

j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 10
kali di bidan, puskesmas dan posyandu serta 1 kali di dokter spesialis
5

kebidanan dan kandungan. Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT dan
melakukan pemeriksaan USG 1 kali.

k. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien tidak membatasi makanan yang di
konsumsi sehari-hari. Pasien juga sering makan buah-buahan, biscuit dan
makanan ringan. Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan, alkohol, dan jamu,
serta tidak merokok.

l. Riwayat Sosial Ekonomi


Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah menengah pertama dan saat
ini kesibukan pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal serumah
dengan suami. Pekerjaan suami adalah wiraswasta.

m. Riwayat Dirawat dan Operasi


Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Kardinah, Tegal pada tahun
2017 karena abortus dan dilakukan kuretase.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 29 November 2018 di Ruang PONEK
RSUD Dr. Soeselo pukul 12:30 WIB.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri
BB sebelum hamil: 50 kg, BB sebelum persalinan : 65kg, TB:150 cm,
IMT:22,2 kg/m2 (kesan gizi: Berat badan normal)

6

Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36.5°C

STATUS GENERALIS
1. Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi merata,
tidak terdapat tanda-tanda trauma
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, eksoftalmus (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak
langsung(+/+)
4. Telinga : normotia, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tarik helix (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
5. Hidung : bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), edema
mukosa (-),mukosa hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : oral hygiene baik
- Lidah : normoglosia, simetris, hiperemis (-), deviasi (-), kotor (-)
- Uvula : letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
- Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris
- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak hiperemis
7. Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-), JVP
5+2cmH2O
8. Thorax
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe pernapasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
7

- Palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra, terdapat pulsasi ictus cordis
pada ICS V, 1 cm medial midklavikularis sinistra
- Perkusi : paru sonor (+/+),
batas jantung kanan: ICS II-III lineaparasternal dextra,
batas jantung kiri: ICS V linea midclavikularis sinistra,
batas atas jantung:ICS II linea parasternalis sinsitra,
pinggang jantung:ICS III ± 1 cm lateral linea parasternal sin
- Auskultasi :suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki(-/-), S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : dinding perut tegang, bekas luka operasi (-),
Striae gravidarum (+)
- Auskultasi : bising usus terdengar, 3x/menit, Venous Hum (-),
Atrial Bruit (-)
- Palpasi : Dinding perut supel, distensi (-), Nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
- Perkusi : sulit dinilai karena hamil
10. Ekstremitas
- Atas : akral hangat, CRT < 2’’, deformitas (-), oedem -/-
- Bawah : akral hangat, CRT < 2’’, deformitas (-), oedem -/-
STATUS OBSTETRI
- Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
- Palpasi
Leopold I : TFU 29 cm, Bagian fundus teraba 1 bagian bulat dan lunak
Leopold II : Teraba agak rata, keras seperti papan dibagian kiri Ibu kesan
punggung, teraba bagian kecil lunak di bagian kanan ibu kesan
ekstremitas
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah, kesan kepala
Leopold IV: Divergen (kepala sudah masuk PAP)
8

- TFU : 29 cm
- Taksiran berat janin : dihitung berdasarkan rumus Johnson-Tausak
(29 -11)x 155 = 2790 gram
- Auskultasi : DJJ 140 x/menit, teratur
- His : 1x dalam 10 menit, selama 10 detik

STATUS GINEKOLOGI
- Inspeksi vulva-uretra-vagina: Tenang, Perdarahan (-)
- Vagina Toucher :
- Pembukaan serviks : 1 cm
- Pendataran serviks : 40%
- Penurunan kepala : Hodge I
- Konsistensi serviks : Lunak
- Posisi serviks : Anterior
Bishops score :8

- Ukuran panggul dalam :


- PAP : Promontorium conjugate diagonalis ( > 12,5 cm)
- PTP : Spina ischiadica (tak tampak menonjol)
- PBP : Arcus pubis (> 90°)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal: 29 November 2018, jam 09:29
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan

Hematologi
Leukosit 10,0 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 3,7 juta/uL 3.8 – 5.2

9

Hemoglobin 11,6 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 33 % 35 – 47
MCV 88 fL 80 – 100
MCH 31 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Trombosit 149 ribu/uL 150 – 400
Diff count:
Eosinofil 1.20 % 2–4
Basofil 0.70 % 0–1
Netrofil 73.70 % 50 – 70
Limfosit 16.20 % 25 – 40
Monosit 5.20 % 2–8
MPV 10.1 fL 7.2 – 11.1
RDW-SD 43.3 fL 35.1 – 43.9
RDW-CV 13,4 % 11.5 – 14.5
Golongan darah A
Rhesus Positif
Urin
Protein Urine Negatif Negatif
HbsAg Reaktif Non Reaktif

III. RESUME
Pasien datang ke PONEK RSUD DR Soeselo pada hari Kamis, 29
November 2018, pukul 09:00 WIB kiriman dari Puskesmas Dukuhturi dengan
diagnosis rujukan G2P0A1 hamil 38 minggu 5 hari dengan KPD. Pasien
mengeluh keluar cairan berwarna jernih, tidak dapat ditahan, tidak berbau amis,
keluar dari jalan lahir dan tidak disertai keluarnya lendir darah sejak pukul
01.00 WIB hari Kamis tanggal 29 November 2018. Pasien mengatakan setelah

10

keluar cairan dari jalan lahir merasakan kenceng-kenceng atau perut mules
namun masih terasa jarang. Pasien merasakan gerak janin masih dirasakan aktif.
Karena keluar cairan ketuban di jalan lahir, pada hari Kamis, 29 November
2018. Pada pukul 07.00 WIB pasien di bawa ke puskesmas Dukuhwaru. Di
Puskesmas pasien sudah diberikan injeksi ceftriaxone 1 gr, pada pukul 08.10 WIB.
Kemudian pasien di rujuk ke PONEK RSUD Dr. Soeselo untuk diperiksa keadaan
kandungannya dan dilakukan tindakan. Selama kehamilan pasien mengatakan tidak
ada keluhan yang berarti, tidak ada keputihan, nyeri BAK disangkal, demam
disangkal, melakukan hubungan seksual dengan pasangan disangkal.
Pasien mengatakan HPHT nya tanggal 1 Maret 2018, maka berdasarkan HPHT
usia kehamilan pasien adalah 38 minggu 5 hari dan HPL pada tanggal 8 Desember
2018. Di PONEK RSUD Dr. Soeselo, pasien dilakukan pemeriksaan lab darah rutin,
protein urine dan HBsAg. Dokter mengajukan untuk dilakukan pemberian antibiotic
dan dilakukan induksi persalinan dengan drip oxytosin 5 IU.
Pasien mengkal pernah menderita penyakit riwayat DM, HT, asma, TB,
jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca, obat-obatan), trauma, ISK, dan penyakit
ginekologi disangkal oleh pasien. Di keluarga juga tidak pernah ada riwayat penyakit
seperti Riwayat DM, HT, asma, TB, jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca,
obat-obatan) dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Pasien menarche pada usia 13 tahun, lama menstruasi 7 hari dan teratur. Jumlah
darah selama menstruasi sekitar 40cc dan pasien mengganti pembalut 3 x sehari,
disminorhea disangkal. Pasien menikah pertama kali pada usia 21 tahun. Dimana ini
merupakan pernikahan pertama, dengan usia perikahan 1 tahun. Kehamilan ini
merupakan kehamilan kedua bagi pasien. Kehamilan pertama pada tahun 2017 pasien
mengalami abortus pada usia kehamilan 9 minggu dan dilakukan kuretase. Pasien
tidak menggunakan alat kontrasepsi.

11

Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 10 kali
dibidan, puskesmas dan posyandu serta 1 kali di dokter spesialis kebidanan dan
kandungan. Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT dan melakukan pemeriksaan
USG 1 kali.
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien tidak membatasi makanan yang di konsumsi
sehari-hari. Pasien juga sering makan buah-buahan, biscuit dan makanan ringan.
Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan, alkohol, dan jamu, serta tidak merokok.
Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah menengah pertama dan saat ini kesibukan
pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal serumah dengan suami. Pekerjaan
suami adalah wiraswasta. Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Kardinah, Tegal
pada tahun 2017 karena abortus dan dilakukan kuretase.
Pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran composmentis. Tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 84 X/menit, pernafasan 20 X/menit, dan suhu 36.5°C. Berat
badan pasien 65 kg dan tinggi badan pasien 150 cm, didapatkan IMT sebesar 22,2
kg/m2 dengan kesan IMT dalam batas normal. Status generalis dalam batas normal.
Pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 29 cm, presentasi kepala, punggung
kiri, bagian terbawah masuk PAP. Taksiran berat janin 2790 gram, DJJ 140 x/mnt
teratur, HIS 1x10’x10”. Pada pemeriksaan vaginal toucher ditemukan dilatasi serviks
1 cm; pendataran serviks 40%; penurunan kepala Hodge I; konsistensi portio lunak,
posisi serviks anterior. Nilai bishop score adalah 8.
Pada pemeriksaan laboratorium 29 November 2018, didapatkan hemoglobin
11,6 g/dL (↓), leukosit 10,0 (N), hematokrit 33% (↓), trombosit 149 x103/uL (↓),
eosinofil 1,20% (↓), basophil 0,70% (N), netrofil 73,70% (↑), limfosit 16,20% (↓),
monosit 5,20% (↓), golongan darah A dengan rhesus +. Pada pemeriksaan imunologi
didapatkan HbsAg reaktif. Pada pemeriksaan urin didapatkan protein urin negatif.

12

IV. DIAGNOSIS
• Diagnosis Masuk
G2P0A1, Usia 22Tahun, Hamil 38 Minggu 5 Hari J1HIU Preskep Inpartu Kala
1 Fase Laten dengan KPD 8 Jam

• Diagnosis Akhir
P1A1, 22 tahun Post Partus Spontan tanggal 29 November 2018 Jam 16.30
WIB

V. PENATALAKSANAAN
Sikap Obstetri
Observasi Kehamilan setiap 4 jam
Tatalaksana Non-Medikamentosa
• Pengawasan KU, TD, N, P, S, PPV, DJJ, His, tanda inpartu
• Pemeriksaan USG
Tatalaksana Medikamentosa
• IVFD RL 20 tpm
• Injeksi Ceftriaxone 1 gr

VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

13

VII. FOLLOW UP
VK 2 PONEK, 29 November 2018 (jam 09.00)

S Pasien kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru dengan diagnosis rujukan


G2P0A1 hamil 38 minggu 5 hari inpartu dengan KPD. Pasien mengeluh
keluar cairan berwarna putih keruh, tidak dapat ditahan, tidak berbau amis
dari jalan lahir dan tidak disertai keluarnya lendir darah sejak pukul 01.00
WIB hari Kamis tanggal 29 November 2018. Pasien mengatakan setelah
keluar cairan dari jalan lahir merasakan kenceng-kenceng atau perut mules
namun masih terasa jarang. Pasien merasakan gerak janin masih dirasakan
aktif.
O Kesadaran: Composmentis
TD: 110/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 88 x/menit, S: 36,5ºC
TFU: 29 cm, DJJ: 130 x/menit, HIS: 1x10’x10”
VT: Ø 1 cm, portio lunak, penurunan kepala HI, pendataran 40%, posisi
anterior, KK (-), AK mengalir jernih, tidak berbau
A G2P0A1, 22 tahun, Hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala 1
fase laten dengan KPD 8 jam.
P • Observasi KU, TTV, HIS, DJJ tiap 30 menit
• IVFD RL 20 tpm
• Observasi kemajuan persalinan 4 jam
• Inj. Ceftriaxone 1gr (Jam 08.10 WIB)

14

VK 2 PONEK, 29 November 2018 (jam 11.00)
S pasien mengatakan gerak janin (+), kencang (+)
O Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 80 x/menit, S: 36ºC
TFU: 29 cm DJJ: 135 x/menit, HIS: 2x10’x10”
VT: 2cm, penurunan kepala HI, pendataran 40%, posisi anterior, KK (-),
AK mengalir jernih, tidak berbau, porsio tebal lunak
A G2P0A1, 22 tahun, Hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala 1
fase laten dengan KPD 8 jam.
P • Observasi KU, TTV, HIS, DJJ tiap 30 menit
• IVFD RL 20 tpm
• Observasi kemajuan persalinan 4 jam
• Drip oksitosin 5 IU

VK 2 PONEK, 29 November 2018 (jam 15.00)


S pasien mengatakan gerak janin (+), kencang-kencang (+)
O Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 80 x/menit, S: 36ºC
TFU: 29 cm DJJ: 135 x/menit, HIS: 4x10’x30”
VT: 7cm, penurunan kepala HII, pendataran 50%, posisi anterior, KK (-),
AK mengalir jernih, tidak berbau, porsio tebal lunak
A G2P0A1, 22 tahun, Hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala 1
fase aktif dengan KPD 8 jam.
P • Observasi KU, TTV, HIS, DJJ tiap 30 menit
• IVFD RL 20 tpm
• Observasi kemajuan persalinan 4 jam
• Drip oksitosin 5 IU

15

VK 2 PONEK, 25 Oktober 2018 (jam 16.20)
S Pasien merasakan perut semakin kencang dan mulas, serta pasien
merasakan ingin mengejan
O Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 88 x/menit, S: 36,5ºC
TFU: 29 cm DJJ: 140 x/menit, HIS: 4x10’x30”
VT: 10 cm, penurunan kepala HIII, pendataran 60%, posisi posterior, KK
(-), AK mengalir jernih, tidak berbau
A G2P0A1, 22 tahun, Hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala II
dengan KPD 8 jam.
P • IVFD RL 20 tpm
• Pimpin persalinan
• Anjurkan ibu mengejan
Jam 16.30
Bayi laki-laki lahir spontan jam 16.30 berat badan 3500 gram, panjang
badan 49 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm dan dengan apgar
skor 9/10/10 plasenta lahir spontan

16

VK PONEK, 25 November 2018 (20.00 jam)

S Nyeri pada jahitan


O Kesadaran: Composmentis
TD: 110/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 84 x/menit, S: 36ºC
TFU: 2 jari dibawah pusat
PPV : Dalam batas normal
A P1A1, 21 tahun, post partus spontan Hari 0
P • IVFD RL 20 tpm
Terapi post partus:
• Amoxicilin 3x 500 mg
• Asam mefenamat 3x500 mg
• SF 2 x1
• Metilet 2 x1

NUSA INDAH PENGAWASAN, 30 November 2018 (07.00 jam)

S Tidak ada keluhan


O Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 80 x/menit, S: 36,2ºC
TFU: 2 jari dibawah pusat
A P1A1, 21 tahun, post partus spontan Hari 1
P • IVFD RL
• Amoxicilin 3x 1
• Asam mefenamat 3x1
• SF 2 x1
• Metilet 2 x1

17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Ketuban Pecah Dini


3.1.1 Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini menurut American Congress Obstetrics and Gynecology
(ACOG) adalah sebagai pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum proses
persalinan dan tanpa adanya tanda-tanda persalinan atau sebelum adanya inpartu.
Inpartu ditandai dengan adanya kencang-kencang sering, teratur dengan nyeri yang
dijalarkan dari pinggang ke paha, pembukaan cervix (primi) 1,8 cm atau 1 jari
longgar, multi 2,2 cm dan keluarnya bloody show. KPD aterm atau Premature
Rupture Of Membrane (PROM) terjadi apabila usia kehamilan ≥37 minggu dan KPD
preterm atau Preterm Premature Rupture Of Membrane (PPROM) apabila usia
kehamilan <37 minggu.(5)

3.1.2 Epidemiologi Ketuban Pecah Dini


Menurut WHO, diperkirakan angka kematian ibu tahun 2010 lebih dari 300-
400/100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh perdarahan 28%, KPD 20%,
eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18% dan penyebab lainnya 2%. Angka
kematian ibu di Indonesia masih yang tertinggi di ASEAN (WHO, 2015). (3)
Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua
kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981.(4)

3.1.3 Struktur Anatomi dan Fungsi Selaput Ketuban


Selaput ketuban terdiri atas 2 lapisan besar, amnion dan korion. Amnion adalah
membran janin yang paling dalam dan berdampingan langsung dengan cairan

18

amnion. Amnion sendiri merupakan jaringan yang menentukan hampir semua
kekuatan regang membran janin. Sehingga, pembentukan komponen-komponen
amnion yang mencegah ruptur atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan
kehamilan. Pada banyak kasus obstetri, pecahnya selaput ketuban secara dini pada
kehamilan yang masih muda merupakan penyebab tersering kelahiran preterm.(5,6)
Amnion sac terdiri lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung pembuluh
darah atau saraf. Lapisan terdalam terdekat janin adalah epitel amnion. Sel epitel
amnion mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein non collagenous
(laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membrane basal.(5,6)
Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk
kerangka berserat utama amnion. Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh
sel-sel mesenchymal di lapisan fibroblast. Interstisial kolagen (tipe I dan III)
mendominasi dan membentuk bundle parallel yang menjaga integritas mekanik
amnion.(5,6)
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari
sel-sel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan
ini membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.(6)
Lapisan intermediate (lapisan spons atau zona spongiosa) terletak di antara
amnion dan korion. Merupakan lapisan “stress absorber”. Pada lapisan ini banyak
terdapat proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak
seperti “spons” pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar
kolagen tipe III. Lapisan intermediate menyerap tekanan fisik dengan membiarkan
amnion untuk “slide” dan melekat kuat pada desidua maternal. (5,6)

19

Gambar 1.Lapisan Membran Amnion (7)

Meskipun korion lebih tebal dari amnion, namun amnion memiliki gaya tarik
yang lebih besar. Korion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan
polaritas yang diarahkan ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili
trofoblastik dalam lapisan korion mengalami regresi.(9)

3.1.4 Pembentukan Cairan Ketuban(7)


Pada kehamilan sangat muda, air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma
maternal dan dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban
dibentuk oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip
dengan plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi pembentukan zat
tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma janin sehingga sebagian besar air
ketubannya dibentuk oleh sel amnionnya, dan air kencing janin.
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan setelah mencapai
usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari. Janin aterm
mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam sehari. Dengan demikian, komposisi
yang membentuk air ketuban adalah mengikuti suatu postulat bahwa bertambahnya
air ketuban bukan merupakan kenaikan linier, tetapi bervariasi sebagai berikut :
a. Bertambah 10 cc sampai usia 8 minggu

20

b. Bertambah 60 cc sampai usia 21 minggu
c. Terjadi penurunan produksi sampai usia kehamilan 33 minggu
d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar 800 sampai
dengan 1500 cc
e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150 cc/minggu
sehingga akan cenderung terjadi oligohidramnion.
Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk air ketuban
adalah ginjal janin (sehingga dijumpai urea, kreatinin, asam urat), deskuamasi kulit
janin (sel kulit, rambut lanugo, vernik kaseosa), sekresi dari paru janin, transudat dari
permukaan amnion plasenta, hormonal ataupun zat mirip hormon dalam air ketuban.
Sementara itu regulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya
dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dipengaruhi oleh tiga komponen
penting berikut, yaitu;
- produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
- jumlah produksi air kencing
- jumlah air ketuban yang ditelan janin.
Lebih jauh regulasi air ketuban pada kehamilan aterm meliputi jumlah yang
diminum oleh janin ± 500-1000 ml, masuk ke dalam paru ± 170 ml, serta dari tali
pusat dan amnion ± 200-500 ml. Sedangkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh
janin ke rongga amnion adalah dari sekresi oral ± 25 ml, sekresi dari traktus
respiratorius± 170 ml, urin ± 800-1200 ml, serta transmembran dari amnion ± 10 ml.
Dengan demikian tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan
ketuban, dan rata-rata regulasi mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.

21

Gambar 2. Volume Cairan Ketuban menurut Usia Kehamilan. (7)


Gambar 3. Perubahan Mingguan Volume Air Ketuban Menurut Usia Kehamilan. (7)

22

Produksi Pembuangan

• Transudasidari serum maternal yang • Tertelan janin sekitar 500-1000ml


melewati membrane plasenta cairan setiap hari
• Transudasi dari sirkulasi janin yang • Absorbsi intramembran dari air dan
melewati tali pusat atau membran zat terlarut (200-500ml/hari) dari
plasenta ruang amnion ke sirkulasi janin
• Sekresi dari lapisan epitel amnion melewati permukaan plasenta janin.
• Transudasi dari plasma janin
melewati kulit janin yang memiliki
permeabilitas tinggi sebelum
mengalami keratinisasi saat usia 20
minggu
• Urin janin (400-1200ml/hari)
• Paru-paru janin yang memasuki
rongga amnion sehingga menambah
volumenya.
Tabel 1. Produksi dan pembuangan cairan ketuban(8)

Pada awal kehamilan cairan ketuban tidak berwarna, tetapi mendekati cukup
bulan warnanya berubah menjadi pucat akibat adanya pengelupasan lanugo dan sel
epidermal dari kulit janin. Cairan dapat terlihat keruh akibat adanya vernix caseosa.
Perubahan warna yang abnormal pada cairan ketuban dapat memberikan gambaran
klinis yang signifikan mengenai kondisi ibu dan janin. Cairan ketuban yang berwarna
hijau atau telah bercampur dengan mekonium mengindikasikan adanya fetal distress
pada janin presentasi sungsang atau lintang. Tergantung dari derajat dan durasi
distress, cairan ketuban bisa encer atau kental dengan butiran menandakan adanya
fetal distres kronik.(8)

23

3.1.5 Fungsi Cairan Ketuban(7)
Cairan ketuban mempunyai peranan penting dalam menunjang proses kehamilan
dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal kompartemen dari cairan ketuban
menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan berkembang. Tanpa cairan
ketuban rahim akan mengkerut dan menekan janin, pada kasus–kasus dimana tejadi
kebocoran cairan ketuban pada awal trimester pertama janin dapat mengalami
kelainan struktur termasuk distrorsi muka, reduksi tungkai, dan cacat dinding perut
akibat kompresi rahim.
Menjelang pertengahan kehamilan cairan ketuban menjadi semakin penting untuk
perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain perkembangan paru-parunya, bila
tidak ada cairan ketuban yang memadai selama pertengahan kehamilan janin akan
sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian. Selain itu cairan ini juga
mempunyai peran protektif pada janin. Cairan ini mengandung agen-agen anti
bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi
pathogen.
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan ketuban terus bertindak sebagai
medium protektif pada janin untuk membantu dilatasi servik. Selain itu cairan
ketuban juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan
dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang
diekskresikan ke dalam cairan ketuban.
Cairan ketuban juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat
adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan
melakukan kultur sel atau melakukan spectrometer. Fungsi lain cairan ketuban juga
dapat melindungi janin dari trauma, sebagai media perkembangan musculoskeletal
janin, menjaga suhu tubuh janin, meratakan tekanan uterus pada partus,
membersihkan jalan lahir sehingga bayi kurang mengalami infeksi, serta menjaga
perkembangan dan pertumbuhan normal dari paru-paru dan traktus gastro intestinalis.

24

3.1.6 Etiologi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini oleh karena berkurangnya kekuatan membrane selaput dan
meningkatkanya tekanan intrauterine atau oleh karena kedua hal tersebut.(5,9)
1. Berkurangnya kekuatan membran
a. Infeksi sistemik, infeksi ini dapat berasal langsung dari amnion, seperti
chorioamnionitis, ataupun infeksi pada organ organ genitalis seperti vagina
maupun servix.
b. Kelainan jaringan ikat yang berhubungan dengan kelainan dalam sintesis
kolagen seperti defisiensi asam askorbik
c. Perubahan biokimiawi pada selaput ketuban yang rupture akibat:
i. Defisiensi kolagen tipe III
ii. Ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
iii. Agen sitotoksik yang diuraikan bakteri atau sel inflamasi
2. Meningkatnya tekanan intrauterine
a. Kehamilan ganda, polihidramnion, solusio plasenta
b. Trauma yang meningkatkan tonus myometrium (aktivitas yang berlebih,
trauma jatuh, hubungan sexual pada trimester 3 kehamilan dan pemeriksaan
dalam)

3.1.7 Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini (4)


Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD:
- Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan pasien kulit putih.
- Pasien dengan status sosioekonomi rendah,
- Merokok
- Mempunyai riwayat infeksi menular seksual
- Memiliki riwayat persalinan premature
- Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya,
- Perdarahan pervaginam,
25

- Distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan
polihidramnion).
- Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD aterm antara lain sirklase
dan amniosentesis.
- Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm.
- Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan
faktor predisposisi KPD preterm.

3.1.8 Patogenesis
Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya
kontraksi uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian
tertentu dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan berkurangnya
keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh. Biasanya terjadi pada daerah
inferior. (5,6)
Korion amnion yang biasa disebut selaput janin merupakan batas desidua maternal
dan lainnya pada membran basemen kolagen tipe II serta IV dan lapisan berserat yang
ada di bawahnya mengandung kolagen tipe I, III, V, dan VI, maka dari itu kolagen
merupakan kekuatan utama untuk korion amnion. Selaput ketuban pecah adalah proses
penyembuhan dari luka di mana kolagen dirusakkan. Kumpulan matrix metalloproteinase
(MMPs) adalah salah satu keluarga enzim yang bertindak untuk merusak serat kolagen
yang memegang peranan penting. Di sini prostaglandin juga memacu produksi MMPs di
leher rahim dan desidua untuk mempromosikan pematangan serviks dan aktivasi
membran desidua dan janin, MMPs-1 dan MMPs-8 adalah kolagenase yang
mendegradasikan kolagen tipe I, II dan III, sedangkan MMPs-2 dan MMPs-9 merupakan
gelatinase yang mendegradasikan kolagen tipe IV dan V. Aktivitas MMPs sendiri diatur
oleh inhibitor jaringan MMPs yaitu tissue inhibitors of MMPs (TIMPs). Faktor yang
sering dapat meningkatkan konsentrasi MMPs adalah infeksi atau peradangan. Infeksi
dapat meningkatkan konsentrasi MMP dan menurunkan kadar TIMP dalam rongga
ketuban melalui protease yang dihasilkan langsung oleh bakteri, yang nantinya protease

26

itu akan mengakibatkan degradasi kolagen. Proinflamasi seperti IL-1 dan TNFα juga
dapat meningkatkan kadar MMP.
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda, akan semakin
menurun seiring bertambahnya usia kehamilan, dan puncaknya pada trimester ketiga.
Selain yang telah disebutkan di atas, melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering
dihubungkan dengan gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal yang fisiologis.

3.1.9 Diagnosis Ketuban Pecah Dini (3)


Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan ketuban pecah dini
harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.(8)
Anamnesis
Pasien merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkan banyak cairan secara
tiba tiba dari jalan lahir, dapat ditanyakan :
Ø Waktu, kuantitas, warna serta bau cairan yang keluar
Ø Usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau USG
Ø Riwayat KPD dan faktor risiko lainnya
Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan tanda vital (TD, nadi, pernapasan dan suhu). Jika didapatkan
suhu ibu lebih dari 38ºC disertai dengan adanya air ketuban yang keruh dan
berbau dapat merupakan suatu tanda infeksi
- Tentukan ada tidaknya kontraksi uterus yang teratur
- Inspeksi dengan pengamatan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak
- Pemeriksaan dengan speculum, pada KPD akan terlihat cairan keluar dari
Orifisium Uteri Eksternum (OUE), jika cairan yang keluar belum juga terlihat
maka tekan fundus uteri dan minta pasien untuk batuk, mengejan atau bagian

27

terendah digoyangkan sampai tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada fornix posterior
- Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) didapatkan cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penangangan aktif (terminasi kehamilan), karena VT dapat
meningkatkan insidensi korioamnionitis, post partum endometritis dan infeksi
neonatus. Selain itu juga dapat memperpendek periode laten.
Pemeriksaan Penunjang
- Tes Nitrazin : Pengambilan cairan dari fornix posterior vagina lalu dilakukan
test pH. pH cairan amnion sekitar 7,1-7,3 (basa) sehingga jika dilakukan
pemeriksaan lakmus yang berwarna merah akan berubah menjadi warna biru
pada kertas lakmus
- Pemeriksaan Laboratorium
o Leukositosis maternal ( > 15.000/mm3 untuk menentukan ada tidaknya
infeksi
o Peningkatan C-reactive protein cairan ketuban dan gas-liquid
chromatography
- Mikroskopik (tes pakis), yaitu dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis
- Pemeriksaan Ultrasonografi, dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau
indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin
dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan
ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban
tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk
menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan
kongenital janin.

28

3.1.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ketuban pecah dini yaitu, inkontinensia uri,
peningkatan sekresi vagina pada saat kehamilan (fisiologis), cairan eksogen (semen),
dan fistel vesikovaginal. Selain itu amnionitis dengan keluhan cairan vagina berbau,
demam menggigil dan nyeri perut, DJJ cepat harus disingkirkan.

3.1.11 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal
ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan
mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. (4,9)
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu : (10)
• Memastikan diagnosis
• Menentukan usia kehamilan
• Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotik atau
tidak terutama jika ketuban pecah sudah lama
• Dalam kondisi inpartu, ada gawat janin atau tidak

Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif


dan konservatif. Manajemen konservatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan.(4)
Konservatif
Ø Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar. Tunggu hingga berhenti, berikan steroid,
antibiotik dan observasi keadaan ibu dan janin

29

Ø Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Ø Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik, deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
Ø Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Ø Jika usia kehamilam > 37 minggu, evaluasi infeksi, pertimbangkan pemberian
antibiotik jika ketuban sudah pecah lama, terminasi kehamilan, (pertimbangkan
pemberian induksi). (4,10)

o Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan


dalam
o Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban: Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Namun
bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan.
o Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED,
lakukan terminasi.(5)
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.(5,10)
• Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

30

• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Tabel 3. Pelvic score (PS) menurut Bishop

Table 4. Farmakologi yang digunakan pada KPD

31

Pada usia kehamilan >34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan signifikan
terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding melakukan
persalinan.

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi < 37 minggu, dapat
mengurangi risiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi
dalam 2 – 7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Salah satu rekomendasi
mengenai pemilihan antibiotik antepartum, yaitu : (4,10)
• Ampisilin 1 – 2 gram IV, setiap 4 – 6 jam, selama 48 jam
• Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48 jam
• Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin dan
eritromisin (4 x 250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan
terapi tunggal klindamisin 3 x 600 mg PO. Sumber lain, mengatakan bahwa
pada PPROM, pemberian eritromisin hingga 10 hari.
• Hindari pemberian co – amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat
menyebabkan NEC yaitu necrotizing enterocolitis

Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis pada pasien yang mengalami
ketuban pecah dini di usia gestasi < 37 minggu (diatas 34 minggu). Pada beberapa
penelitian, pemberian tokolitik tidak memperpanjanng periode laten (ketuban pecah –
persalinan), meningkatkan luaran janin, atau mengurangi morbiditas neonatus.
Pemberian tokolisis di usia gestasi ≤ 34 minggu, berfungsi untuk pematangan paru.
Usia gestasi > 34 minggu, tidak perlu lagi untuk pematangan paru.(10)

32

Kortikosteroid
Diberikan jika usia kehamilan < 35 minggu untuk pematangan paru janin.
Pemberian steroid tidak diulang karena dapat menyebabkan IUGR (pertumbuhan
janin terhambat).
Pemberian siklus tunggal:
o Betametason 12 mg/hari IM untuk 2 hari
o Dexametason 2x6 mg IM dengan jarak setiap 12 jam, pemberian hanya untuk
2 hari (4dosis)

Gambar. 4 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

33

Gambar 5. Alogaritma Manajemen KPD sesuai usia kehamilan

34

3.1.12 Komplikasi (8)
• Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.(8)
• Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.(8)
• Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.(8)
• Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.(8)

3.13 Prognosis
Prognosis pada ibu yaitu ad vitam ad bonam, tergantung dari terapi yang
diberikan. Ad fungsionam dubia ad bonam tetgantung dari infeksi yang timbul dan ad

35

sanationam dubia ad bonam. Sedangkan prognosis dari anak ad vitam dubia ad
bonam tergantung dari terapi yang diberikan dan ad fungsionam dubia ad bonam.

3.2 Induksi Persalinan


3.2.1 Definisi
Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan terhadap
ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk
merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan, atau dapat juga diartikan sebagai inisiasi persalinan secara buatan setelah
janin viable.(12)

3.2.2 Tujuan Induksi


Tujuan melakukan induksi antara lain: (17)

- Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan


- Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan
penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi
janin 

- Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu

3.2.3 Indikasi

Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya janinnya


berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan mungkin diperlukan untuk
menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang potensial berbahaya pada
kehamilan lanjut untuk berbagai alasan. Indikasi melakukan induksi persalinan antara
lain: ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya
sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat). (13)

36

Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu
menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-
tanda awal persalinan. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.(13) 


Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara lain:


Indikasi darurat: Hipertensi gestasional yang berat, diduga komplikasi janin yang
akut, PJT (IUGR) yang berat, Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon
dengan pengobatan, APH yang bermakna dan Korioamnionitis. Indikasi segera
(Urgent) KPD saat aterm atau dekat aterm, PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut,
DM yang tidak terkontrol, Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm.(14)

Indikasi tidak segera (Non urgent ), Kehamilan ‘post-term’, DM terkontrol baik,


Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya, Kematian janin, Problem logistik
(persalinan cepat, jarak ke rumah sakit). (14)

3.2.4 Kontraindikasi

Kontra indikasi induksi antara lain: Disproporsisefalopelvik, Insufisiensi plasenta,


Malposisi dan malpresentasi, Plasentaprevia,
Gemelli,
Distensi Rahim, yang
berlebihan Grande multipara Cacatrahim.(15)

3.2.5 Risiko Melakukan Induksi(6)

Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:

-Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan
dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak
tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan

dilakukan operasi caesar.

37

- Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat

janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong
harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat
janin, proses induksi harus dihentikan. 


-Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal. 


- Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.
Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan
menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu
seketika. 


3.2.6 Syarat Induksi(6)

Persyaratan untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu di penuhi beberapa


kondisi/persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak adanya disproposi sefalopelvik


b. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis, hal ini dapat dinilai menggunaka tabel skor Bishop. Jika kondisi
tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks dengan
menggunakan metode farmakologis atau dengan metode mekanis
c. Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin
d. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga panggul

Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor Bishop. Berdasarkan kriteria
Bishop, yakni :

a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalian biasanya berhasil diinduksi
dengan hanya menggunakan induksi.
38

b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor kurang dari 5), matangkan serviks dilakukan
terlebih dahulu sebelum melakukan induksi.
c. Bila serviks telah matang (skor > 5), akhiri persalinan dengan induksi persalinan
an dilaukan pengawasan inpara partum terhdap jalannya persalinan dan keadaan
janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan
ataupun persalnan tindakan.
d. Bila serviks matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri:

- NST dan penilaian kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut dan penilain janin dilanjutkan seminggu dua kali.

- Bila ditemukan adanya oligohidramnion (< 2cm pada kantong yang vertikal atau
indek cairan amnion < 5 cm) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka
dilakukan induksi persalinan.

- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi
(CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang,
variabilitas abnormal (5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin,
mendorong agar janin segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar.
Sementara itu, bila CST negatif kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian
janin dapat dilakukan lagi 3 hari kemudian.

- Keadaan serviks (skor bishop) harus dinilai ulang, setiap kunjungan pasien dan
kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.

3.2.7 Proses Induksi

Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu
kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagi penyebab otot Rahim

39

berkontraksi.

a .Secara kimia atau medicinal/farmakologis

1) Prostaglandin E2 (PGE2)

PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan
intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara local akan
menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air didalam
jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan
serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2ini pada umumnya
digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop.

2) Prostaglandin E1 (PGE1)

Misooprostol ayau cytotec adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet 100
atau 200 . Obat ini telah digunakan secara off label (luas) untuk mematangkan serviks
prainduksi dan dapat diperikan per oral atau per vagina. Tablet ini lebih murah
daripada PGE2 dan stabil pada suhu ruangan.

Misoprostol oral maupun vagina dapat digunakan untuk pematangan serviks


atau induksi persalinan. Dosis uyang digunakan 25-50 µg dan ditempatkan didalam
forniks posterior vagina. 100 µg misoprostol per oral atau 25 µg misoprostol
pervagina memiliki manfaat yang serupa dengan oksitosin intravena untuk induksi
persalinan pada perempuan saat atau mendekari cukup bulan, baik dengan rupture
membrane kurang maupun serviks yang baik. Misoprostol dapat dikaitkan dengan
peningkatan angka hiperstimulasi, dan dihubungkan dengan rupture uterus pada
wanita yang memiliki riwayat menjalani seksio sesaria. Selain itu induksi dengan
PGE1, mungkin terbukti tidak efektif dan memerlukan augmentasi lebih lanjut
dengan oksitosin, dengan catatan jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah
pemberian misoprostol, Karena itu, terdapat pertimbangan mengenai risiko, biaya,

40

dan kemudahan pemberian kedua obat, namun keduanya cocok untuk induksi
persalinan, Pada augmentasi persalinan, hasil dari penelitian awal menunjukan bawah
misoprostol oral 75 µg yang diberikan dengan intrerval 4 jam untuk maksimum dua
dosis, aman dan efektif.

3) Donor nitrit oksida

Beberapa temuan telah mengarah pada pencarian zat yang menstrimulusi


produksi nitrit oksida (NO) local yang digunakan untuk tujuan klinis diantaranya
yakni, nitrit oksida merupakan mediator pematangan serviks, metabolit NO pada
serviks meningkat pada awal kontraksi uterus, dan produksi NO di serviks sangan
rendah pada kehamilan lebih bulan. Dasar pemikiran dan penggunaan donor NO yaitu
isosorbide mononitrate dan glyceryl trinitrate. Isosorbide mononitrate menginduksi
siklo-oksigenase 2 serviks, agen ini juga menginduksi pengaturan ulang ultrastruktur
serviks, serupa dengan yang terlihat pada pematangan serviks spontan. Namun sejauh
ini uji klinis belum menunjukan bahwa donor NO sama efektifnya dengan
prostaglandin E2 dalam menghasilkan pematangan serviks, dan penambahan
sosorbide mononitrate pada dinoprostone atau misoprostol tidak meningkatkan
pematangan serviks pada awal kehamilan atau saat cukup bulan dan tidak
mempersingkat waktu pelahiran pervaginam.

4) Pemberian oksitosin intravena

Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk menghasilkan aktifitas uterus


yang cukup untuk mengahsilkan perubahan serviks dan penurunan janin. Sejumlah
regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan direkomendasikan oleh America
College of Obstetricians and Gynecologists. Oksitosin diberikan dengan
menggunakan protocol dosis rendah (1-4 mU/menit) atau dosis tinggi (6-40
mU/menit), awalnya hanya variasi protocol dosis rendah yang digunakan di Amerika
Serika, kemudian dilakukan percoban dengan membandingkan dosis tinggi, dan

41

hanya kedua regimen tersebut tetap digunakan untuk induksi dan augmentasi
persalinan karena tidak ada regimen yang lebih baik dari pada terapi yang lain untuk
memperpendek waktu persalinan.

b. Secara mekanis ataua tindakan

1) Kateter Transservikal (kateter foley)

Kateter foley merupakan alternative yang efektif disamping pemberian


prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan. Akan tetapi
tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu yang mengalami servisitis,vaginitis,
pecah ketuban, dan terdapat riwayat perdarahan. KAteter folet diletakkan atau
dipasang melalui kanalis servikalis (os seviks interna) di dalam segmen bawah
unterus (dapat diisi sampai 100 ml), Tekana kearah dalam diciptakan dengan
menempelkan kateter pada paha dapat menyebabkan pematangan serviks. MOdifikasi
cara ini, yang disebut dengan extra-amnionic saline infusion (EASI), cara ini terdiri
dari infuse salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os serviks interna dan
membra plasenta. Teknik ini telah dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan
pada skor bishop dan mengurangi waktu induksi ke persalinan.

2) Dilator servikal Higroskopik (batang Laminaria)

Dilatasi serviks dapat juga ditimbulkan menggunakan dilator serviks osmotic


higroskopik. Teknik yang dilakukan yakni dengan batang laminaria dan pada keadaan
dimana serviks masih belum terbuka. Dilator mekanik ini telah lama berhasil
digunakan jika dimasukkan sebelum terminasi kehamilan, tetapi kini alat ini juga
digunakan untuk pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pemasangan
laminaria dalam kanalis servikalis dan dibiarkan selama 12-18 jam, kemudian jika
perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin.

3) Stipping membrane

42

yang dimaksud dengan stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan
atau memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi
persalinan dengan “Stripping” membrane merupakan praktik yang umum dan aman
serta mengurangi insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan
cara manual yakni dengan jari tengan atau telunjuk dimasukan dalam kanalis
servikalis.

4) Induksi Amniotomi

Ruptur membrane artifisial atau terkadang disebut dengan induksi


pembedahan, teknik ini dapat digunakan untuk menginduksi persalinan. Pemecahan
ketuban buatan memicu pelepasan prostaglandin. Amniotomi dapat dilakukan
sejakawal sebagai tindakan induksi, dengan atau tanpa oksitosin. Pada uji acak, Bacos
dan Backstrom (1987) menemukan bahwa amniotomi saja atau kombinasi dengan
oksitisin lebih baik dari pada oksitosin saja. Induksi persalinan secara bedah
(amniotomi) lebih efektif jika keadaan serviks baik (skor Bishop > 5). Amniotomi
pada dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama 1
sampai 2 jam.

5) Stimulasi putting susu

Untuk stimulasi payuda gunakan pedoman CST dan pantau DJJ dengan
auskultasi atau pemantauan janin dengan cardiotografi. Observasi adanya
hiperstimulasi pada uterus.

6) Hubungan seksual

Hanya dilakukan apabila ketuban dalam keadaan untuh. Orgasme pada wanita
akan menyababkan kontraksi uterus. Semen atau spermatozoa mengandung
prostaglandin, sehingga dapat pula merangsang timbulnya kontraksi rahin sehingga
terjadinya persalinan.

43

3.2.8 Gagal induksi (16)

Gagal induksi adalah tidak tercapainya induksi persalinan atau nerbagai


mavcam tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu , baik secra operatif maupun
medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi Rahim sehingga terjadi persalinan.

Kriteria gagal induksi :

• Nulipara
• Indeks massa tubuh (IMT) . 30
• Serviks yang ideal
• Berat badan bayi > 3500gr
• Ibu dengan usia lebih dari 30 tahun
• Usia kehamilan lebih dari 37 minggu

44

BAB IV
ANALISIS KASUS

Kasus Teori
Pasien Ny. E, G2P0A1, 22 tahun, hamil • Penegakkan diagnosis kehamilan dengan KPD dengan
38 minggu 5 hari, janin tunggal hidup anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis
intrauterin, preskep, dengan ketuban mengenai adanya riwayat keluar cairan dari jalan lahir
pecah dini, datang kiriman puskesmas secara tiba-tiba. Pada kasus, berdasarkan anamnesis
Dukuhwaru dengan keluhan keluar pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan
cairan dari jalan lahir sejak pukul 01.00 lahir sejak jam 01.00 WIB. Cairan yang keluar berwana
WIB pada tanggal 29 November 2018. jernih dan tidak berbau. Tidak ada lendir darah.
Gerak janin aktif. Berdasarkan teori usia kandungan pasien sudah cukup
bulan (aterm) yaitu 38 minggu 5 hari.
Pemeriksaan fisik:
• Pada pemerikdaan fisik secara umum dalam batas
• Composmentis
normal, baik tanda vital maupun status generalisata
• TD: 110/80 mmHg
pasien. Berdasarkan teori pemeriksaan fisik pada kasus
• N: 84 x/menit KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya tanda-
tanda infeksi pada ibu, karena hal ini terkait dengan
• S: 36,5 ºC
penatalaksaanan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi
• RR: 20 x/menit ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat

• TB: 150 cm BB: 65 kg terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.


Menentukan ada tidaknya infeksi, yang ditandai dengan
suhu ibu melebihi 38 ºC serta air ketebuan keruh dan bau.
Pemeriksaan Obstetri
Leukosit darah lebih dari 15 ribu/uL. Janin yang
• TFU : 29 cm
mengalami takikardi, tanda dari adanya infeksi
• DJJ :140 x/menit
intrauterin.
• Pembukaan serviks: 1 cm

45

• Pendataran serviks: 40 %
• Penurunan kepala: Hogde I • Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah
• Konsistensi serviks: Lunak pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD.
• Posisi serviks: Anterior Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE).
Pemeriksaan lab: Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar dari
• Leukosit: 10,0 ribu/uL vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa

• Eritrosit: 3,7 Juta/uL warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan

• Hemoglobin: 11,6 g/dL berbau menunjukkan adanya proses infeksi. Pada kasus

• Hematokrit: 33 % ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.

• Protein urin: -
• Pada berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan

Tatalaksana bawaha leukosit pasien dalam batas normal, hal ini


menunjukan tidak proses infeksi.
• Observasi kemajuan pesalinan
• IVFD RL 20 tpm
• Pengawasan KU, TTV, DJJ,
• Faktor resiko KPD : infeksi sistemik, keluhan jaringan
HIS, kemajuan persalinan
ikat, perubahan biokimia pada selaput ketuban,
• Injeksi ceftriaxone 1 gr
defisiensi kolagen tipe3, kehamilan ganda, solusio
• Drip Oxytocin 5 iu
plasenta, trauma polihdramnion.
Faktor resiko yang didapatkan pada pasien ini adalah
belum diketahui secara pasti karena ada beberapa
ketuban pecah dini yang secara fisiologis yaitu pecah
ketuban yang akan diikuti dengan proses persalinan
kurang dari 24 jam.

• Sikap obstetri manajemen aktif terminasi kehamilan


• Penatalaksanaan kasus KPD dengan Kehamilan > 37

46

minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-
tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, maka dilakukan
pematangan serviks, kemudian dilakukan induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bila skor pelvik > 5, dilakukan induksi persalinan. Pada
kasus ini dilakukan langsung induksi persalingan karena
didapatkan hasil skor pelvik > 5 dimana hasilnya adalah
6. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan
infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotic hendaknya
diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Pada
kasus ini pasien segera diberikan antibiotic ceftriaxone 1
gr.

• Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, pasien
pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sesuai dengan teori yang ada.

47

BAB V
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum


persalinan. KPD aterm atau Premature Rupture Of Membrane (PROM) terjadi
apabila usia kehamilan ≥37 minggu dan KPD preterm atau Preterm Premature
Rupture Of Membrane (PPROM) apabila usia kehamilan <37 minggu. Dimana
diagnosis KPD ditegakan dengan meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis,
konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal
dan fetal.
Pada pasien ny. E, ditetapkan diagnosi awal G2P0A1 22 tahun, hamil 38
minggu 5 hari, J1HIU, presentasi kepala, inpartu dengan ketuban pecah dini selama
8 jam, karena berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh keluar
cairan dari jalan lahir pada jam 01.00 WIB, sehinggan pasien diberikan antibiotik
seperti injeksi ceftriaxone 1 mg. Kesejahteraan janin pada pasien ini baik
ditunjukkan dengan DJJ yang baik. Pada pasien ini sudah ada tanda-tanda inpartu
seperti pasien mengeluh adanya kencang-kencang teratur sejak jam 08.00 WIB dan
pada pemeriksaan VT didapatkan pasien sudah ada pembukaan 1 cm sehingga
dilakukan tindakan observasi, lalu dilanjutkan dengan induksi persalinan.
Pada pasien ini dilakukan induksi persalinan dengan drip oxytosin
berdasarkan penilaian skor Bishop. Setelah dilakukan induksi drip oksitosin dengan
dosis bertahap dimulai dari 5 iu. Jika His belum bagus, maka pemberian drip
oksitosin dilanjutkan pada botol kedua. Pada pasien ini sudah dilakukan drip
oksitosin dengan satu botol sudah ada perbaikan his. Pasien dilakukan persalinan
pervaginam, dan bayi lahir secara spontan, bayi lahir hidup jenis kelamin laki-laki, BB
3500, skor APGAR 9/10/10, plasenta utuh, air ketuban jernih.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
3. Hastuti H, Sudayasa I P, Saimin J. Analisis Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini di
Rumah Sakit Umum Bahteramas. Medula. April 2016;3(2):268-72 Available at
http://ojs.uho.ac.id/index.php/medula/article/view/2553 accessed 29 oktober
2018
4. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Ketuban Pecah Dini. POGI. 2016.
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka sarwono
Prawiroharjo. 2016.
6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD.Williams Obstetrics. 24 st edition.2014. h. 98-100
7. Kusuma JA. ketuban pecah dini, dan peranan amniopatch dalam penatalaksanaan
ketuban pecah dini preterm..Jportal garuda. 2012
8. Dutta DC. Textbook of Obstetrics, including perinatology and contraception. 8th
edition. The Health Sciences Publisher. 2015
9. Sualman K.Penatalaksanaan KetubanPecah Dini pada Kehamilan Preterm.
Universitas Riau, Pekanbaru. 2009
10. Tanto C, Liwang F, hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Ed 2.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapius; 2016.p442-3.
11. Yang LC, Taylor DR, Kaufman HH, Hume R, Calhoun H. Maternal and Fetal
Outcomes of Spontaneous Preterm Premature Rupture of Membranes.
http://www.jaoa.org/content/104/12/537.full

49

12. Wiknjosastro Hanifa. Ilmu Kebidanan, Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1999.805-807 

13. Cunningham, Gery. Dkk. Obstetri Williams. Ed 21. Jakarta: EGC. 2005
14. Tresnawati F. Asuhan Kebidanan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya. 2012
15. Nugroho T, Utama IB. Maslah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Nuha
Medika.2018
16. Waspodo, dkk. Asuhan Persalinan Normal. Buku Acuan. Jakarta : Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. 2007
17. Nurhayati E, Nuryati S, Nugroho H. Perbedaan Jumlah Perdarahan Kala III
Antara PArtus Spontan Dengan Partus Induksi Oksitosin Di RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Tahun 2013. Hal 38-48. Vol 5, No 2. November
2014: Jurnal Permata Indonesia. 2014

50

51

Anda mungkin juga menyukai