Disusun oleh:
Ira Marwati Putri
030.14.100
Pembimbing:
dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG
i
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ujian yang berjudul
“G2P0A1, 22 tahun, hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu dengan KPD 8
jam” pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit Ginekologidi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan waktu
dan bimbingannya sehingga laporan kasus ujian ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap laporan kasus ujian ini dapat menambah pengetahuan dan
memahami lebih lanjut mengenai “G2P0A1, 22 tahun, hamil 39 minggu 5 hari J1HIU
preskep inpartu kala 1 fase laten dengan KPD 8 jam” serta salah satunya untuk
memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan Penyakit
Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Kabupaten Tegal.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ujian ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................................... 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 18
KPD (Ketuban Pecah Dini). ................................................................................ 18
3.1.1 Definisi....................................................................................................... 18
3.1.2 Epidemiologi .............................................................................................. 18
3.1.3 Struktur Anatomi dan Fungsi Selaput Ketuban ......................................... 18
3.1.4 Pembentukan Cairan Ketuban.................................................................... 20
3.1.5 Fungsi Cairan Ketuban .............................................................................. 24
3.1.6 Etiologi....................................................................................................... 25
3.1.7 Patogenesis................................................................................................. 26
3.1.8 Diagnosis.................................................................................................... 27
3.1.9 Diagnosis Banding ..................................................................................... 29
3.1.10 Tatalaksana .............................................................................................. 29
3.1.11 Komplikasi ............................................................................................... 35
3.1.12 Prognosis .................................................................................................. 35
Induksi Persalinan. .............................................................................................. 36
3.2.1 Definisi....................................................................................................... 36
3.2.2 Tujuan Induksi ........................................................................................... 36
3.2.3 Indikasi Induksi.......................................................................................... 36
3.2.4 Kontraindikasi Induksi ............................................................................... 37
3.2.5 Risiko Induksi ............................................................................................ 37
3.2.6 Syarat Induksi ............................................................................................ 38
3.2.7 Proses Induksi ............................................................................................ 39
3.2.8 Gagal Induksi ............................................................................................. 44
BAB IV ANALISA KASUS ......................................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 50
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan
aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu maupun janin.(2)
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang
baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami patogenesis
terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat sehingga prognosis yang baik
terhadap pasien dan bayinya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pekerjaan : IRT
Alamat : Bulakpacing 04/5, Dukuhwaru, Tegal
Tanggal masuk RS :29-11-2018 Tanggal keluar RS: 30-1 1=20 18
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang PONEK pada tanggal
29 November 2018 pukul 12.30 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Ruang PONEK RSUD Dr. Soeselo tanggal 29
November 2018 pukul 09:00 WIB kiriman dari Puskesmas Dukuhwaru
dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 01.00 WIB tanggal
29 November 2018.
3
b. Keluhan Tambahan
Pasien merasakan kencang-kencang pada perut namun masih terasa
jarang dan gerak janin dirasa aktif.
4
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM, HT, asma, TB, jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca,
obat-obatan), trauma, ISK, dan penyakit ginekologi disangkal oleh pasien.
f. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 13 tahun, lama menstruasi 7 hari dan
teratur. Jumlah darah selama menstruasi sekitar 40cc dan pasien mengganti
pembalut 3 x sehari, disminorhea disangkal. Hari pertama haid terakhir
pasien jatuh pada tanggal 1 Maret 2018.
g. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali pada usia 21 tahun. Dimana ini
merupakan pernikahan pertama, dengan usia perikahan 1 tahun.
h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua bagi pasien. Kehamilan
pertama pada tahun 2017 pasien mengalami abortus pada usia kehamilan 9
minggu dan dilakukan kuretase.
i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi.
j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 10
kali di bidan, puskesmas dan posyandu serta 1 kali di dokter spesialis
5
kebidanan dan kandungan. Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT dan
melakukan pemeriksaan USG 1 kali.
k. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien tidak membatasi makanan yang di
konsumsi sehari-hari. Pasien juga sering makan buah-buahan, biscuit dan
makanan ringan. Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan, alkohol, dan jamu,
serta tidak merokok.
6
Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36.5°C
STATUS GENERALIS
1. Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi merata,
tidak terdapat tanda-tanda trauma
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, eksoftalmus (-/-), refleks cahaya langsung dan tidak
langsung(+/+)
4. Telinga : normotia, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tarik helix (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
5. Hidung : bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), edema
mukosa (-),mukosa hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : oral hygiene baik
- Lidah : normoglosia, simetris, hiperemis (-), deviasi (-), kotor (-)
- Uvula : letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
- Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris
- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak hiperemis
7. Leher : pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-), JVP
5+2cmH2O
8. Thorax
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe pernapasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
7
- Palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra, terdapat pulsasi ictus cordis
pada ICS V, 1 cm medial midklavikularis sinistra
- Perkusi : paru sonor (+/+),
batas jantung kanan: ICS II-III lineaparasternal dextra,
batas jantung kiri: ICS V linea midclavikularis sinistra,
batas atas jantung:ICS II linea parasternalis sinsitra,
pinggang jantung:ICS III ± 1 cm lateral linea parasternal sin
- Auskultasi :suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki(-/-), S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : dinding perut tegang, bekas luka operasi (-),
Striae gravidarum (+)
- Auskultasi : bising usus terdengar, 3x/menit, Venous Hum (-),
Atrial Bruit (-)
- Palpasi : Dinding perut supel, distensi (-), Nyeri tekan (-),
Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
- Perkusi : sulit dinilai karena hamil
10. Ekstremitas
- Atas : akral hangat, CRT < 2’’, deformitas (-), oedem -/-
- Bawah : akral hangat, CRT < 2’’, deformitas (-), oedem -/-
STATUS OBSTETRI
- Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
- Palpasi
Leopold I : TFU 29 cm, Bagian fundus teraba 1 bagian bulat dan lunak
Leopold II : Teraba agak rata, keras seperti papan dibagian kiri Ibu kesan
punggung, teraba bagian kecil lunak di bagian kanan ibu kesan
ekstremitas
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian bawah, kesan kepala
Leopold IV: Divergen (kepala sudah masuk PAP)
8
- TFU : 29 cm
- Taksiran berat janin : dihitung berdasarkan rumus Johnson-Tausak
(29 -11)x 155 = 2790 gram
- Auskultasi : DJJ 140 x/menit, teratur
- His : 1x dalam 10 menit, selama 10 detik
STATUS GINEKOLOGI
- Inspeksi vulva-uretra-vagina: Tenang, Perdarahan (-)
- Vagina Toucher :
- Pembukaan serviks : 1 cm
- Pendataran serviks : 40%
- Penurunan kepala : Hodge I
- Konsistensi serviks : Lunak
- Posisi serviks : Anterior
Bishops score :8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal: 29 November 2018, jam 09:29
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
Hematologi
Leukosit 10,0 ribu/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 3,7 juta/uL 3.8 – 5.2
9
Hemoglobin 11,6 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 33 % 35 – 47
MCV 88 fL 80 – 100
MCH 31 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
Trombosit 149 ribu/uL 150 – 400
Diff count:
Eosinofil 1.20 % 2–4
Basofil 0.70 % 0–1
Netrofil 73.70 % 50 – 70
Limfosit 16.20 % 25 – 40
Monosit 5.20 % 2–8
MPV 10.1 fL 7.2 – 11.1
RDW-SD 43.3 fL 35.1 – 43.9
RDW-CV 13,4 % 11.5 – 14.5
Golongan darah A
Rhesus Positif
Urin
Protein Urine Negatif Negatif
HbsAg Reaktif Non Reaktif
III. RESUME
Pasien datang ke PONEK RSUD DR Soeselo pada hari Kamis, 29
November 2018, pukul 09:00 WIB kiriman dari Puskesmas Dukuhturi dengan
diagnosis rujukan G2P0A1 hamil 38 minggu 5 hari dengan KPD. Pasien
mengeluh keluar cairan berwarna jernih, tidak dapat ditahan, tidak berbau amis,
keluar dari jalan lahir dan tidak disertai keluarnya lendir darah sejak pukul
01.00 WIB hari Kamis tanggal 29 November 2018. Pasien mengatakan setelah
10
keluar cairan dari jalan lahir merasakan kenceng-kenceng atau perut mules
namun masih terasa jarang. Pasien merasakan gerak janin masih dirasakan aktif.
Karena keluar cairan ketuban di jalan lahir, pada hari Kamis, 29 November
2018. Pada pukul 07.00 WIB pasien di bawa ke puskesmas Dukuhwaru. Di
Puskesmas pasien sudah diberikan injeksi ceftriaxone 1 gr, pada pukul 08.10 WIB.
Kemudian pasien di rujuk ke PONEK RSUD Dr. Soeselo untuk diperiksa keadaan
kandungannya dan dilakukan tindakan. Selama kehamilan pasien mengatakan tidak
ada keluhan yang berarti, tidak ada keputihan, nyeri BAK disangkal, demam
disangkal, melakukan hubungan seksual dengan pasangan disangkal.
Pasien mengatakan HPHT nya tanggal 1 Maret 2018, maka berdasarkan HPHT
usia kehamilan pasien adalah 38 minggu 5 hari dan HPL pada tanggal 8 Desember
2018. Di PONEK RSUD Dr. Soeselo, pasien dilakukan pemeriksaan lab darah rutin,
protein urine dan HBsAg. Dokter mengajukan untuk dilakukan pemberian antibiotic
dan dilakukan induksi persalinan dengan drip oxytosin 5 IU.
Pasien mengkal pernah menderita penyakit riwayat DM, HT, asma, TB,
jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca, obat-obatan), trauma, ISK, dan penyakit
ginekologi disangkal oleh pasien. Di keluarga juga tidak pernah ada riwayat penyakit
seperti Riwayat DM, HT, asma, TB, jantung, ginjal, liver, alergi (makanan, cuaca,
obat-obatan) dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Pasien menarche pada usia 13 tahun, lama menstruasi 7 hari dan teratur. Jumlah
darah selama menstruasi sekitar 40cc dan pasien mengganti pembalut 3 x sehari,
disminorhea disangkal. Pasien menikah pertama kali pada usia 21 tahun. Dimana ini
merupakan pernikahan pertama, dengan usia perikahan 1 tahun. Kehamilan ini
merupakan kehamilan kedua bagi pasien. Kehamilan pertama pada tahun 2017 pasien
mengalami abortus pada usia kehamilan 9 minggu dan dilakukan kuretase. Pasien
tidak menggunakan alat kontrasepsi.
11
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak 10 kali
dibidan, puskesmas dan posyandu serta 1 kali di dokter spesialis kebidanan dan
kandungan. Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT dan melakukan pemeriksaan
USG 1 kali.
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien tidak membatasi makanan yang di konsumsi
sehari-hari. Pasien juga sering makan buah-buahan, biscuit dan makanan ringan.
Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan, alkohol, dan jamu, serta tidak merokok.
Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah menengah pertama dan saat ini kesibukan
pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal serumah dengan suami. Pekerjaan
suami adalah wiraswasta. Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Kardinah, Tegal
pada tahun 2017 karena abortus dan dilakukan kuretase.
Pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran composmentis. Tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 84 X/menit, pernafasan 20 X/menit, dan suhu 36.5°C. Berat
badan pasien 65 kg dan tinggi badan pasien 150 cm, didapatkan IMT sebesar 22,2
kg/m2 dengan kesan IMT dalam batas normal. Status generalis dalam batas normal.
Pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 29 cm, presentasi kepala, punggung
kiri, bagian terbawah masuk PAP. Taksiran berat janin 2790 gram, DJJ 140 x/mnt
teratur, HIS 1x10’x10”. Pada pemeriksaan vaginal toucher ditemukan dilatasi serviks
1 cm; pendataran serviks 40%; penurunan kepala Hodge I; konsistensi portio lunak,
posisi serviks anterior. Nilai bishop score adalah 8.
Pada pemeriksaan laboratorium 29 November 2018, didapatkan hemoglobin
11,6 g/dL (↓), leukosit 10,0 (N), hematokrit 33% (↓), trombosit 149 x103/uL (↓),
eosinofil 1,20% (↓), basophil 0,70% (N), netrofil 73,70% (↑), limfosit 16,20% (↓),
monosit 5,20% (↓), golongan darah A dengan rhesus +. Pada pemeriksaan imunologi
didapatkan HbsAg reaktif. Pada pemeriksaan urin didapatkan protein urin negatif.
12
IV. DIAGNOSIS
• Diagnosis Masuk
G2P0A1, Usia 22Tahun, Hamil 38 Minggu 5 Hari J1HIU Preskep Inpartu Kala
1 Fase Laten dengan KPD 8 Jam
• Diagnosis Akhir
P1A1, 22 tahun Post Partus Spontan tanggal 29 November 2018 Jam 16.30
WIB
V. PENATALAKSANAAN
Sikap Obstetri
Observasi Kehamilan setiap 4 jam
Tatalaksana Non-Medikamentosa
• Pengawasan KU, TD, N, P, S, PPV, DJJ, His, tanda inpartu
• Pemeriksaan USG
Tatalaksana Medikamentosa
• IVFD RL 20 tpm
• Injeksi Ceftriaxone 1 gr
VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
13
VII. FOLLOW UP
VK 2 PONEK, 29 November 2018 (jam 09.00)
14
VK 2 PONEK, 29 November 2018 (jam 11.00)
S pasien mengatakan gerak janin (+), kencang (+)
O Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 80 x/menit, S: 36ºC
TFU: 29 cm DJJ: 135 x/menit, HIS: 2x10’x10”
VT: 2cm, penurunan kepala HI, pendataran 40%, posisi anterior, KK (-),
AK mengalir jernih, tidak berbau, porsio tebal lunak
A G2P0A1, 22 tahun, Hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala 1
fase laten dengan KPD 8 jam.
P • Observasi KU, TTV, HIS, DJJ tiap 30 menit
• IVFD RL 20 tpm
• Observasi kemajuan persalinan 4 jam
• Drip oksitosin 5 IU
15
VK 2 PONEK, 25 Oktober 2018 (jam 16.20)
S Pasien merasakan perut semakin kencang dan mulas, serta pasien
merasakan ingin mengejan
O Kesadaran: Composmentis
TD: 120/80 mmHg, P: 20x/menit, N: 88 x/menit, S: 36,5ºC
TFU: 29 cm DJJ: 140 x/menit, HIS: 4x10’x30”
VT: 10 cm, penurunan kepala HIII, pendataran 60%, posisi posterior, KK
(-), AK mengalir jernih, tidak berbau
A G2P0A1, 22 tahun, Hamil 38 minggu 5 hari J1HIU preskep inpartu kala II
dengan KPD 8 jam.
P • IVFD RL 20 tpm
• Pimpin persalinan
• Anjurkan ibu mengejan
Jam 16.30
Bayi laki-laki lahir spontan jam 16.30 berat badan 3500 gram, panjang
badan 49 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm dan dengan apgar
skor 9/10/10 plasenta lahir spontan
16
VK PONEK, 25 November 2018 (20.00 jam)
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
18
amnion. Amnion sendiri merupakan jaringan yang menentukan hampir semua
kekuatan regang membran janin. Sehingga, pembentukan komponen-komponen
amnion yang mencegah ruptur atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan
kehamilan. Pada banyak kasus obstetri, pecahnya selaput ketuban secara dini pada
kehamilan yang masih muda merupakan penyebab tersering kelahiran preterm.(5,6)
Amnion sac terdiri lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung pembuluh
darah atau saraf. Lapisan terdalam terdekat janin adalah epitel amnion. Sel epitel
amnion mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein non collagenous
(laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membrane basal.(5,6)
Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk
kerangka berserat utama amnion. Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh
sel-sel mesenchymal di lapisan fibroblast. Interstisial kolagen (tipe I dan III)
mendominasi dan membentuk bundle parallel yang menjaga integritas mekanik
amnion.(5,6)
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari
sel-sel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan
ini membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.(6)
Lapisan intermediate (lapisan spons atau zona spongiosa) terletak di antara
amnion dan korion. Merupakan lapisan “stress absorber”. Pada lapisan ini banyak
terdapat proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak
seperti “spons” pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar
kolagen tipe III. Lapisan intermediate menyerap tekanan fisik dengan membiarkan
amnion untuk “slide” dan melekat kuat pada desidua maternal. (5,6)
19
Gambar 1.Lapisan Membran Amnion (7)
Meskipun korion lebih tebal dari amnion, namun amnion memiliki gaya tarik
yang lebih besar. Korion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan
polaritas yang diarahkan ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili
trofoblastik dalam lapisan korion mengalami regresi.(9)
20
b. Bertambah 60 cc sampai usia 21 minggu
c. Terjadi penurunan produksi sampai usia kehamilan 33 minggu
d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar 800 sampai
dengan 1500 cc
e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150 cc/minggu
sehingga akan cenderung terjadi oligohidramnion.
Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk air ketuban
adalah ginjal janin (sehingga dijumpai urea, kreatinin, asam urat), deskuamasi kulit
janin (sel kulit, rambut lanugo, vernik kaseosa), sekresi dari paru janin, transudat dari
permukaan amnion plasenta, hormonal ataupun zat mirip hormon dalam air ketuban.
Sementara itu regulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya
dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dipengaruhi oleh tiga komponen
penting berikut, yaitu;
- produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
- jumlah produksi air kencing
- jumlah air ketuban yang ditelan janin.
Lebih jauh regulasi air ketuban pada kehamilan aterm meliputi jumlah yang
diminum oleh janin ± 500-1000 ml, masuk ke dalam paru ± 170 ml, serta dari tali
pusat dan amnion ± 200-500 ml. Sedangkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh
janin ke rongga amnion adalah dari sekresi oral ± 25 ml, sekresi dari traktus
respiratorius± 170 ml, urin ± 800-1200 ml, serta transmembran dari amnion ± 10 ml.
Dengan demikian tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan
ketuban, dan rata-rata regulasi mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.
21
Gambar 2. Volume Cairan Ketuban menurut Usia Kehamilan. (7)
Gambar 3. Perubahan Mingguan Volume Air Ketuban Menurut Usia Kehamilan. (7)
22
Produksi Pembuangan
Pada awal kehamilan cairan ketuban tidak berwarna, tetapi mendekati cukup
bulan warnanya berubah menjadi pucat akibat adanya pengelupasan lanugo dan sel
epidermal dari kulit janin. Cairan dapat terlihat keruh akibat adanya vernix caseosa.
Perubahan warna yang abnormal pada cairan ketuban dapat memberikan gambaran
klinis yang signifikan mengenai kondisi ibu dan janin. Cairan ketuban yang berwarna
hijau atau telah bercampur dengan mekonium mengindikasikan adanya fetal distress
pada janin presentasi sungsang atau lintang. Tergantung dari derajat dan durasi
distress, cairan ketuban bisa encer atau kental dengan butiran menandakan adanya
fetal distres kronik.(8)
23
3.1.5 Fungsi Cairan Ketuban(7)
Cairan ketuban mempunyai peranan penting dalam menunjang proses kehamilan
dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal kompartemen dari cairan ketuban
menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan berkembang. Tanpa cairan
ketuban rahim akan mengkerut dan menekan janin, pada kasus–kasus dimana tejadi
kebocoran cairan ketuban pada awal trimester pertama janin dapat mengalami
kelainan struktur termasuk distrorsi muka, reduksi tungkai, dan cacat dinding perut
akibat kompresi rahim.
Menjelang pertengahan kehamilan cairan ketuban menjadi semakin penting untuk
perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain perkembangan paru-parunya, bila
tidak ada cairan ketuban yang memadai selama pertengahan kehamilan janin akan
sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian. Selain itu cairan ini juga
mempunyai peran protektif pada janin. Cairan ini mengandung agen-agen anti
bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi
pathogen.
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan ketuban terus bertindak sebagai
medium protektif pada janin untuk membantu dilatasi servik. Selain itu cairan
ketuban juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan
dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang
diekskresikan ke dalam cairan ketuban.
Cairan ketuban juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat
adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan
melakukan kultur sel atau melakukan spectrometer. Fungsi lain cairan ketuban juga
dapat melindungi janin dari trauma, sebagai media perkembangan musculoskeletal
janin, menjaga suhu tubuh janin, meratakan tekanan uterus pada partus,
membersihkan jalan lahir sehingga bayi kurang mengalami infeksi, serta menjaga
perkembangan dan pertumbuhan normal dari paru-paru dan traktus gastro intestinalis.
24
3.1.6 Etiologi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini oleh karena berkurangnya kekuatan membrane selaput dan
meningkatkanya tekanan intrauterine atau oleh karena kedua hal tersebut.(5,9)
1. Berkurangnya kekuatan membran
a. Infeksi sistemik, infeksi ini dapat berasal langsung dari amnion, seperti
chorioamnionitis, ataupun infeksi pada organ organ genitalis seperti vagina
maupun servix.
b. Kelainan jaringan ikat yang berhubungan dengan kelainan dalam sintesis
kolagen seperti defisiensi asam askorbik
c. Perubahan biokimiawi pada selaput ketuban yang rupture akibat:
i. Defisiensi kolagen tipe III
ii. Ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
iii. Agen sitotoksik yang diuraikan bakteri atau sel inflamasi
2. Meningkatnya tekanan intrauterine
a. Kehamilan ganda, polihidramnion, solusio plasenta
b. Trauma yang meningkatkan tonus myometrium (aktivitas yang berlebih,
trauma jatuh, hubungan sexual pada trimester 3 kehamilan dan pemeriksaan
dalam)
3.1.8 Patogenesis
Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya
kontraksi uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian
tertentu dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan berkurangnya
keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh. Biasanya terjadi pada daerah
inferior. (5,6)
Korion amnion yang biasa disebut selaput janin merupakan batas desidua maternal
dan lainnya pada membran basemen kolagen tipe II serta IV dan lapisan berserat yang
ada di bawahnya mengandung kolagen tipe I, III, V, dan VI, maka dari itu kolagen
merupakan kekuatan utama untuk korion amnion. Selaput ketuban pecah adalah proses
penyembuhan dari luka di mana kolagen dirusakkan. Kumpulan matrix metalloproteinase
(MMPs) adalah salah satu keluarga enzim yang bertindak untuk merusak serat kolagen
yang memegang peranan penting. Di sini prostaglandin juga memacu produksi MMPs di
leher rahim dan desidua untuk mempromosikan pematangan serviks dan aktivasi
membran desidua dan janin, MMPs-1 dan MMPs-8 adalah kolagenase yang
mendegradasikan kolagen tipe I, II dan III, sedangkan MMPs-2 dan MMPs-9 merupakan
gelatinase yang mendegradasikan kolagen tipe IV dan V. Aktivitas MMPs sendiri diatur
oleh inhibitor jaringan MMPs yaitu tissue inhibitors of MMPs (TIMPs). Faktor yang
sering dapat meningkatkan konsentrasi MMPs adalah infeksi atau peradangan. Infeksi
dapat meningkatkan konsentrasi MMP dan menurunkan kadar TIMP dalam rongga
ketuban melalui protease yang dihasilkan langsung oleh bakteri, yang nantinya protease
26
itu akan mengakibatkan degradasi kolagen. Proinflamasi seperti IL-1 dan TNFα juga
dapat meningkatkan kadar MMP.
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda, akan semakin
menurun seiring bertambahnya usia kehamilan, dan puncaknya pada trimester ketiga.
Selain yang telah disebutkan di atas, melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering
dihubungkan dengan gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal yang fisiologis.
27
terendah digoyangkan sampai tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada fornix posterior
- Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) didapatkan cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penangangan aktif (terminasi kehamilan), karena VT dapat
meningkatkan insidensi korioamnionitis, post partum endometritis dan infeksi
neonatus. Selain itu juga dapat memperpendek periode laten.
Pemeriksaan Penunjang
- Tes Nitrazin : Pengambilan cairan dari fornix posterior vagina lalu dilakukan
test pH. pH cairan amnion sekitar 7,1-7,3 (basa) sehingga jika dilakukan
pemeriksaan lakmus yang berwarna merah akan berubah menjadi warna biru
pada kertas lakmus
- Pemeriksaan Laboratorium
o Leukositosis maternal ( > 15.000/mm3 untuk menentukan ada tidaknya
infeksi
o Peningkatan C-reactive protein cairan ketuban dan gas-liquid
chromatography
- Mikroskopik (tes pakis), yaitu dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis
- Pemeriksaan Ultrasonografi, dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau
indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin
dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan
ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban
tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk
menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan
kongenital janin.
28
3.1.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ketuban pecah dini yaitu, inkontinensia uri,
peningkatan sekresi vagina pada saat kehamilan (fisiologis), cairan eksogen (semen),
dan fistel vesikovaginal. Selain itu amnionitis dengan keluhan cairan vagina berbau,
demam menggigil dan nyeri perut, DJJ cepat harus disingkirkan.
3.1.11 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal
ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan
mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. (4,9)
Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu : (10)
• Memastikan diagnosis
• Menentukan usia kehamilan
• Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotik atau
tidak terutama jika ketuban pecah sudah lama
• Dalam kondisi inpartu, ada gawat janin atau tidak
29
Ø Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Ø Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik, deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
Ø Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Ø Jika usia kehamilam > 37 minggu, evaluasi infeksi, pertimbangkan pemberian
antibiotik jika ketuban sudah pecah lama, terminasi kehamilan, (pertimbangkan
pemberian induksi). (4,10)
30
• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
31
Pada usia kehamilan >34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan signifikan
terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding melakukan
persalinan.
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi < 37 minggu, dapat
mengurangi risiko terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi
dalam 2 – 7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Salah satu rekomendasi
mengenai pemilihan antibiotik antepartum, yaitu : (4,10)
• Ampisilin 1 – 2 gram IV, setiap 4 – 6 jam, selama 48 jam
• Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48 jam
• Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin dan
eritromisin (4 x 250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan
terapi tunggal klindamisin 3 x 600 mg PO. Sumber lain, mengatakan bahwa
pada PPROM, pemberian eritromisin hingga 10 hari.
• Hindari pemberian co – amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat
menyebabkan NEC yaitu necrotizing enterocolitis
Tokolisis
Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis pada pasien yang mengalami
ketuban pecah dini di usia gestasi < 37 minggu (diatas 34 minggu). Pada beberapa
penelitian, pemberian tokolitik tidak memperpanjanng periode laten (ketuban pecah –
persalinan), meningkatkan luaran janin, atau mengurangi morbiditas neonatus.
Pemberian tokolisis di usia gestasi ≤ 34 minggu, berfungsi untuk pematangan paru.
Usia gestasi > 34 minggu, tidak perlu lagi untuk pematangan paru.(10)
32
Kortikosteroid
Diberikan jika usia kehamilan < 35 minggu untuk pematangan paru janin.
Pemberian steroid tidak diulang karena dapat menyebabkan IUGR (pertumbuhan
janin terhambat).
Pemberian siklus tunggal:
o Betametason 12 mg/hari IM untuk 2 hari
o Dexametason 2x6 mg IM dengan jarak setiap 12 jam, pemberian hanya untuk
2 hari (4dosis)
33
Gambar 5. Alogaritma Manajemen KPD sesuai usia kehamilan
34
3.1.12 Komplikasi (8)
• Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.(8)
• Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.(8)
• Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.(8)
• Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.(8)
3.13 Prognosis
Prognosis pada ibu yaitu ad vitam ad bonam, tergantung dari terapi yang
diberikan. Ad fungsionam dubia ad bonam tetgantung dari infeksi yang timbul dan ad
35
sanationam dubia ad bonam. Sedangkan prognosis dari anak ad vitam dubia ad
bonam tergantung dari terapi yang diberikan dan ad fungsionam dubia ad bonam.
3.2.3 Indikasi
36
Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu
menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-
tanda awal persalinan. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.(13)
3.2.4 Kontraindikasi
-Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan
dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak
tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan
dilakukan operasi caesar.
37
- Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat
janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong
harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat
janin, proses induksi harus dihentikan.
-Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
- Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.
Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan
menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu
seketika.
Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor Bishop. Berdasarkan kriteria
Bishop, yakni :
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalian biasanya berhasil diinduksi
dengan hanya menggunakan induksi.
38
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor kurang dari 5), matangkan serviks dilakukan
terlebih dahulu sebelum melakukan induksi.
c. Bila serviks telah matang (skor > 5), akhiri persalinan dengan induksi persalinan
an dilaukan pengawasan inpara partum terhdap jalannya persalinan dan keadaan
janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan
ataupun persalnan tindakan.
d. Bila serviks matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri:
- NST dan penilaian kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut dan penilain janin dilanjutkan seminggu dua kali.
- Bila ditemukan adanya oligohidramnion (< 2cm pada kantong yang vertikal atau
indek cairan amnion < 5 cm) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka
dilakukan induksi persalinan.
- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi
(CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang,
variabilitas abnormal (5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin,
mendorong agar janin segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar.
Sementara itu, bila CST negatif kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian
janin dapat dilakukan lagi 3 hari kemudian.
- Keadaan serviks (skor bishop) harus dinilai ulang, setiap kunjungan pasien dan
kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu
kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagi penyebab otot Rahim
39
berkontraksi.
1) Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat dimasukkan
intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang digunakan secara local akan
menyebabkan pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air didalam
jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan
serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2ini pada umumnya
digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop.
2) Prostaglandin E1 (PGE1)
Misooprostol ayau cytotec adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet 100
atau 200 . Obat ini telah digunakan secara off label (luas) untuk mematangkan serviks
prainduksi dan dapat diperikan per oral atau per vagina. Tablet ini lebih murah
daripada PGE2 dan stabil pada suhu ruangan.
40
dan kemudahan pemberian kedua obat, namun keduanya cocok untuk induksi
persalinan, Pada augmentasi persalinan, hasil dari penelitian awal menunjukan bawah
misoprostol oral 75 µg yang diberikan dengan intrerval 4 jam untuk maksimum dua
dosis, aman dan efektif.
41
hanya kedua regimen tersebut tetap digunakan untuk induksi dan augmentasi
persalinan karena tidak ada regimen yang lebih baik dari pada terapi yang lain untuk
memperpendek waktu persalinan.
3) Stipping membrane
42
yang dimaksud dengan stripping membrane yaitu cara atau teknik melepaskan
atau memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus. Induksi
persalinan dengan “Stripping” membrane merupakan praktik yang umum dan aman
serta mengurangi insiden kehamilan lebih bulan. Stripping dapat dilakukan dengan
cara manual yakni dengan jari tengan atau telunjuk dimasukan dalam kanalis
servikalis.
4) Induksi Amniotomi
Untuk stimulasi payuda gunakan pedoman CST dan pantau DJJ dengan
auskultasi atau pemantauan janin dengan cardiotografi. Observasi adanya
hiperstimulasi pada uterus.
6) Hubungan seksual
Hanya dilakukan apabila ketuban dalam keadaan untuh. Orgasme pada wanita
akan menyababkan kontraksi uterus. Semen atau spermatozoa mengandung
prostaglandin, sehingga dapat pula merangsang timbulnya kontraksi rahin sehingga
terjadinya persalinan.
43
3.2.8 Gagal induksi (16)
• Nulipara
• Indeks massa tubuh (IMT) . 30
• Serviks yang ideal
• Berat badan bayi > 3500gr
• Ibu dengan usia lebih dari 30 tahun
• Usia kehamilan lebih dari 37 minggu
44
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kasus Teori
Pasien Ny. E, G2P0A1, 22 tahun, hamil • Penegakkan diagnosis kehamilan dengan KPD dengan
38 minggu 5 hari, janin tunggal hidup anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis
intrauterin, preskep, dengan ketuban mengenai adanya riwayat keluar cairan dari jalan lahir
pecah dini, datang kiriman puskesmas secara tiba-tiba. Pada kasus, berdasarkan anamnesis
Dukuhwaru dengan keluhan keluar pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan
cairan dari jalan lahir sejak pukul 01.00 lahir sejak jam 01.00 WIB. Cairan yang keluar berwana
WIB pada tanggal 29 November 2018. jernih dan tidak berbau. Tidak ada lendir darah.
Gerak janin aktif. Berdasarkan teori usia kandungan pasien sudah cukup
bulan (aterm) yaitu 38 minggu 5 hari.
Pemeriksaan fisik:
• Pada pemerikdaan fisik secara umum dalam batas
• Composmentis
normal, baik tanda vital maupun status generalisata
• TD: 110/80 mmHg
pasien. Berdasarkan teori pemeriksaan fisik pada kasus
• N: 84 x/menit KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya tanda-
tanda infeksi pada ibu, karena hal ini terkait dengan
• S: 36,5 ºC
penatalaksaanan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi
• RR: 20 x/menit ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat
45
• Pendataran serviks: 40 %
• Penurunan kepala: Hogde I • Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah
• Konsistensi serviks: Lunak pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD.
• Posisi serviks: Anterior Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE).
Pemeriksaan lab: Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar dari
• Leukosit: 10,0 ribu/uL vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa
• Eritrosit: 3,7 Juta/uL warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan
• Hemoglobin: 11,6 g/dL berbau menunjukkan adanya proses infeksi. Pada kasus
• Protein urin: -
• Pada berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan
46
minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-
tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, maka dilakukan
pematangan serviks, kemudian dilakukan induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bila skor pelvik > 5, dilakukan induksi persalinan. Pada
kasus ini dilakukan langsung induksi persalingan karena
didapatkan hasil skor pelvik > 5 dimana hasilnya adalah
6. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan
infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotic hendaknya
diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Pada
kasus ini pasien segera diberikan antibiotic ceftriaxone 1
gr.
47
BAB V
KESIMPULAN
48
DAFTAR PUSTAKA
49
12. Wiknjosastro Hanifa. Ilmu Kebidanan, Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1999.805-807
13. Cunningham, Gery. Dkk. Obstetri Williams. Ed 21. Jakarta: EGC. 2005
14. Tresnawati F. Asuhan Kebidanan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya. 2012
15. Nugroho T, Utama IB. Maslah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Nuha
Medika.2018
16. Waspodo, dkk. Asuhan Persalinan Normal. Buku Acuan. Jakarta : Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. 2007
17. Nurhayati E, Nuryati S, Nugroho H. Perbedaan Jumlah Perdarahan Kala III
Antara PArtus Spontan Dengan Partus Induksi Oksitosin Di RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul Tahun 2013. Hal 38-48. Vol 5, No 2. November
2014: Jurnal Permata Indonesia. 2014
50
51