PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah, (Kediri: Lirboyo Press, 2013), hlm.16
2
Imam Musthofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm.53
2
2.2 Hukum Jual Beli Dengan Sistem Kredit
Ulama telah membahas persoalan ini, sehingga terdapat perbedaan pendapat yakni ada
yang membolehkan dan ada yang melarang.
1. Hukum yang membolehkan.
Ulama dari empat madzhab; Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hambaliyah, Zaid bin
Ali dan mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini, baik harga barang
yang menjadi obyek transaksi sama dengan harga cash maupun lebih tinggi. Namun
demikian mereka mensyaratkan kejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman antara penjual
dan pembeli bahwa jual beli itu memang dengan sistem kredit. Dalam kasus ini biasanya
penjual meyebutkan dua harga, yaitu harga cash dan harga kredit. Si pembeli harus jelas
mau membeli cash atau kredit.3
Allah SWT berfirman :
ۡ َف
ُۚٱك ُتبُوه َ ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ
ِين َءا َم ُن ٓو ْا إِ َذا َتدَا َين ُتم ِب ۡدَي ٍن إِ َل ٰ ٓى أَ َج ٖل م َُّس ٗ ّمى
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
Ayat ini adalah salah satu dalil yang menghalalkan praktek hutang piutang.
Sedangkan akad kredit adalah salah satu bentuk hutang, maka dengan keumuman ayat ini
menjadi dasar diperbolehkannya pengkreditan.
Hadits riwayat ‘Aisyah ra: “Rasulullah saw membeli sebagian bahan makanan dari orang
Yahudi dengan pembayaran dihutang, dan beliau menggadaikan perisau beliau
kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pada hadits ini,rasulullah saw membeli bahan makanan dengan pembayaran
dihutang, dan sebagai jaminannya beliau menngadaikan perisainya. Dengan demikian
hadits ini menjadi dasar dibolehknnya jual beli dengan pembayaran dihutang, dan
pengkreditan adalah salah satu bentuk jual beli pembayaran dihutang.
Membayar harga secara kredit diperbolehkan, asalkan tempo atau waktu
ditentukan dan jumlah pembayaran telah ditentukan sesuai kesepakatan. Namun para
ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit yaitu, dengan ketentuan selama pihak
penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut :
3
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Metro: STAIN Jurai Siwo, 2014), hlm.41
3
a) Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
b) Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi
sehingga terhindar dari parktik bisnis penipuan.
c) Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran
pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba.
d) Hindari penundaan serah terima barang
e) Penjual memiliki barang yang hendak ia jual
f) Penjual harus menjadikan barang yang akan dijual sudah masuk diawah pertanggung
jawabannya. Artinya, jika terjadi sesuatu atas barang tersebut maka penjuallah yang
bertanggung jawab mengganti atau memperbaikinya.
g) Jika barang sudah berada di tangan pembeli dan kesepakatan harga sudah disetujui,
maka barang resmi menjadi milik pembeli. Dengan demikian, penjual tidak berhak
menyita atau menarik kembali barang dagangannya meskipun uang cicilan kredit
belum selesai.
4
Ibid, hlm. 49
4
harga diatas yang sebenarnya adalah mendekati dengan riba nasi’ah yaitu harga
tambahan, maka itu jelas dilarang Allah.5 Mereka berpendapat bahwa setiap pinjaman
yang diembel-embeli dengan tambahan, maka ia adalah riba.
Beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli kredit yaitu jual beli kredit harus
dengan barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas. Kalau tidak ada
kejelasan dalam sistem kredit, maka transaksi menjadi haram karena ada unsur jahalah
(ketidakjelasan dalam sebuah transaksi). Jual beli kredit ini menurut jumhur ulama boleh
karena atas dasar sukarela, walaupun pembayarannya lebih besar daripada membeli
secara tunai. Sesuai dengan firman Allah:
5
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2003), h.172
5
اض مِّن ُك ۡۚم َواَل َت ۡق ُتلُ ٓو ْا أَنفُ َس ُك ۡۚم َ ِين َءا َم ُنو ْا اَل َت ۡأ ُكلُ ٓو ْا أَ ۡم ٰ َولَ ُكم َب ۡي َن ُكم ِب ۡٱل ٰ َبطِ ِل إِٓاَّل أَن َت ُك
ٖ ون ت ٰ َِج َر ًة َعن َت َر َ ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ
ان ِب ُكمۡ َرح ِٗيما َ إِنَّ ٱهَّلل َ َك
Artinya: : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S An-Nisa : 29)6
1. Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga Rp.12 juta. Karena Budi
tidak punya uang tunai sebesar Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil
(kredit). Untuk itu, Ahmad meminta harganya menjadi Rp.18 juta yang harus dilunasi
dalam waktu tiga tahun. Harga Rp.18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan
sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal. Transaksi seperti ini
dibolehkan dalam Islam.
2. Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp.12 juta. Iwan
membayar cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan ia terkena 2% dari Rp.12 juta
atau dari sisa uang yang belum dibayarkan. Transaksi seperti ini adalah riba, karena
kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan pasti, tetapi harganya tergantung
dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini haram.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
6
Sulaiman Rasyit, Fikih Islam (Jakarta: Attahiriyah, 2005), hlm.270
6
Jual beli kredit merupkan suatu pembelian barang, yang pembayaran harga barang
tersebut dilakukan secara berangsur-angsur sesuai dengan tahapan pembayaran yang telah
disepakati antara penjual dan pembeli.
Ulama dari empat madzhab; Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hambaliyah, Zaid bin Ali
dan mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini, baik harga barang yang menjadi
obyek transaksi sama dengan harga cash maupun lebih tinggi. Namun demikian mereka
mensyaratkan kejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman antara penjual dan pembeli bahwa jual
beli itu memang dengan sistem kredit.
Beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli kredit yaitu jual beli kredit harus dengan
barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas. Kalau tidak ada kejelasan dalam
sistem kredit, maka transaksi menjadi haram karena ada unsur jahalah (ketidakjelasan dalam
sebuah transaksi).
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali. 2003. Masail Fiqhiyah, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Musthofa, Imam. 2016. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada
7
Mustofa, Imam. 2014. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Metro: STAIN Jurai Siwo
Pelangi Laskar. 2013. Metodologi Fiqih Muamalah. Kediri: Lirboyo Press
Sulaiman Rasyit. 2005. Fikih Islam. Jakarta: Attahiriyah