Anda di halaman 1dari 9

Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan

agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.


Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan
generasi masa depan secara berkelanjutan. Pembangunan sebagai upaya sAdar
dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk menningkatkan
kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk
mencapai kepuasan batin. Sehingga penggunaan sumber daya alam harus selaras,
serasi dan seimbang fungsi lingkungan hidup.

Dalam upaya memperbaiki mutu hidup rakyat, sebagaimana tujuan dari


pembangunan, maka kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung kehidupan
pada tingkat yang lebih tinggi seharusnya dipelihara dari kerusakan. Pemeliharaan
lingkungan hidup diupayakan dalam rangka menghindari terjadinya kepunahan
kehidupan. Dengan kata lain, apabila terjadi kerusakan, kemerosotan yang parah
pada ekosistem tempat hidup manusia, maka kedepannya kehidupan manusia akan
mengalami kesulitan yang banyak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pembangunan berkelanjutan tidak terjadi.

Oleh karena itu konsepsi pembangunan berkelanjutan dan pembangunan


berwawasan lingkungan dipadukan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa: "Pembangunan
berkelanjutan (berwawasan lingkungan) adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan."

Guna mendukung kebijakan pembangunan-pembangunan berkelanjutan


wajib sifatnya untuk dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan Kegiatan yang wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingungan Hidup.

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah
satu Pelingkupan KA ANDAL ANDAL RKL RPL 8 syarat perijinan, dimana para
pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum
memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan
tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegia tan. Prosedur
pelaksanaan AMDAL menurut PP. No. 27 th 1999 adalah sebagai berikut.

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai


AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:

 Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen


AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di
tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelo la lingkungan
hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur
pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena
dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan
komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi
Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota.
 Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
 Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdas arkan alasan-alasan
antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya,
perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai -nilai atau
norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL
dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat
pemerhati.

Tata Kerja Koomisis Penilai AMDAL berdasar Keputusan Menteri Lingkungan


Hidup Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2000, sebagai berikut :

a. Dokumen Kerangka Acuan (KAANDANL)

1. Penerimaan Dokumen Kerangka Acuan

2. Penilaian Kerangka Acuan oleh Tim Teknis

3. Penilaian Kerangka Acuan oleh Komisi Penilai

4. Keputusan Kesepakantan Kerangka Acuan

Proses diatas membutuhan waktu maksimal tujuh puluh lima hari.

b. Dokumen ANDANL, RKL dan RPL

1. Penerimaan Dokumen Andanl, RKL dan RPL

2. Penilaian Dokumen Andanl, RKL, dan RPL oleh Tim Teknis

3. Penilaian Dokumen Andanl, RKL, dan RPL oleh Komisi Penilai

4. Keputusan Kelayakan Kerangka Acuan

Kriteria usaha kegiatan mikro dan Kecil diatur dalam UU no 20 tahu 2008
tentang USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH yaitu :

a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:


1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga


ratus juta rupiah).

b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta


rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus


juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).

c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus 4 |


Manajemen Usaha Kecil Menengah juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau

2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar


lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).

Salah satu contoh pengreduksian fungsi AMDAL adalah lahirnya Peraturan


Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik. Berdasarkan peraturan ini pelaku usaha dapat
mengantongi izin usaha hanya dengan komitmen sebagaimana diatur di dalam
Pasal 20 yang menyatakan: Pelaksanaan Perizinan Berusaha meliputi:

a. Pendaftaran;

b. Penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin komersial atau Operasional


berdasarkan Komitmen;
c. Pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan pemenuhan Komitmen Izin Komersial atau
Operasional;

d. Pembayaran biaya;

e. Fasilitas;

f. Masa belaku; dan

g. Pengawasan.

Selanjutnya Pasal 32 yang menyatakan:

(1) Lembaga OSS (Online Single Submission) menerbitkan Izin Usaha berdasarkan
Komitmen kepada:

a. Pelaku usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha


dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a dan;

b. Pelaku usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha


dan/atau kegiatan dan telah memiliki prasarana sebagaimana dalam Pasal 31 ayat
(3) huruf a.

(2) Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada Pelaku
Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan
tapi belum memiliki atau menguasai prasarana setelah Lembaga OSS menerbitkan:

a. Izin lokasi;

b. Izin lokasi perairan;

c. Izin lingkungan; dan atau

d. IMB.

Sebagaimana telah dijelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018


tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik jelas
bertentangan dengan semangat UUPPLH yang menyatakan bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting5 terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Izin lingkungan yang berbasis AMDAL.
Perizinan yang OSS dan NON OSS, apabila wajib AMDAL, UKL-UPL, apabila
mengikuti sistem NON OSS maka di proses AMDAL/ UKL-IPL yang nantinya akan
terbit Izin lingkungan untuk mengajukan izin usaha sedangkan jika mengikuti sistem
OSS maka izin lingkungan dan izin usaha berdasarkan komitmen. Komitmennya
adalah untuk menyelesaikan AMDALnya atau UKL-UPLnya. Belum bisa melakukan
usaha sebelum menyelesaikan proses AMDAL atau UKL-UPL, setelah di setujui
AMDAL atau UKL-UPL maka izin lingkungan dan izin usaha efektif akan diterbitkan.
Jadi yang mengikuti sistem OSS memiliki dua jenis izin lingkungan yaitu izin
lingkungan dengan komitmen menyelesaikan dokumen lingkungan dan izin
lingkungan yang terlebih dahulu harus menyelesaikan dokumen lingkungannya
stelah itu baru terbit izin lingkungan, usaha efektif.

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL,
pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:

 Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen


AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di
tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelo la lingkungan
hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur
pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena
dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan
komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi
Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota.
 Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
 Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdas arkan alasan-alasan
antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya,
perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai -nilai atau
norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL
dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat
pemerhati.

Tata Kerja Koomisis Penilai AMDAL berdasar Keputusan Menteri Lingkungan


Hidup Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2000, sebagai berikut :

a) Dokumen Kerangka Acuan (KAANDANL)

1. Penerimaan Dokumen Kerangka Acuan

2. Penilaian Kerangka Acuan oleh Tim Teknis

3. Penilaian Kerangka Acuan oleh Komisi Penilai

4. Keputusan Kesepakantan Kerangka Acuan

Proses diatas membutuhan waktu maksimal tujuh puluh lima hari.

b) Dokumen ANDANL, RKL dan RPL

1. Penerimaan Dokumen Andanl, RKL dan RPL

2. Penilaian Dokumen Andanl, RKL, dan RPL oleh Tim Teknis

3. Penilaian Dokumen Andanl, RKL, dan RPL oleh Komisi Penilai

4. Keputusan Kelayakan Kerangka Acuan

Kriteria usaha kegiatan mikro dan Kecil diatur dalam UU no 20 tahu 2008
tentang USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH yaitu :
a) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
b) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
c) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
1) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus 4 |
Manajemen Usaha Kecil Menengah juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Salah satu contoh pengreduksian fungsi AMDAL adalah lahirnya Peraturan


Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik. Berdasarkan peraturan ini pelaku usaha dapat
mengantongi izin usaha hanya dengan komitmen sebagaimana diatur di dalam
Pasal 20 yang menyatakan: Pelaksanaan Perizinan Berusaha meliputi:

1) Pendaftaran;
2) Penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin komersial atau Operasional
berdasarkan Komitmen;
3) Pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan pemenuhan Komitmen Izin Komersial
atau Operasional;
4) Pembayaran biaya;
5) Fasilitas;
6) Masa belaku; dan
7) Pengawasan.

Selanjutnya Pasal 32 yang menyatakan:

1. Lembaga OSS (Online Single Submission) menerbitkan Izin Usaha


berdasarkan Komitmen kepada:
1) Pelaku usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan
usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2)
huruf a dan;
2) Pelaku usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha
dan/atau kegiatan dan telah memiliki prasarana sebagaimana dalam Pasal
31 ayat (3) huruf
2. Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada
Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha
dan/atau kegiatan tapi belum memiliki atau menguasai prasarana setelah
Lembaga OSS menerbitkan:
1) Izin lokasi;
2) Izin lokasi perairan;
3) Izin lingkungan; dan atau
4) IMB.

Sebagaimana telah dijelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018


tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik jelas
bertentangan dengan semangat UUPPLH yang menyatakan bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Izin lingkungan yang berbasis AMDAL.

Anda mungkin juga menyukai