Anda di halaman 1dari 27

i

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA


KECELAKAAN LALU LINTAS DI DIREKTORAT LALU
LINTAS POLDA JAWA TENGAH

SEMINAR HASIL PENELITIAN TESIS


DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI
PERSYARATAN DALAM MENYELESAIKAN PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

RUDI WINARNO, S.H.


NPM 131003741010098

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SEMARANG
201

i
ii

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA


KECELAKAAN LALU LINTAS DI DIREKTORAT LALU LINTAS POLDA
JAWA TENGAH

SEMINAR HASIL PENELITIAN TESIS


DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI
PERSYARATAN DALAM MENYELESAIKAN PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

OLEH

RUDI WINARNO, S.H.


NPM 131003741010098

TELAH DI SETUJUI
TANGGAL : MARET 2016

DOSEN PEMBIMBING KETUA PROGRAM

PROF. DR. LILIANA TEDJOSAPUTRO, S.H PROF. DR. LILIANA TEDJOSAPUTRO, S.H
NRP 111124 NRP 111124

PROGRAM MAGISTER STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 (UNTAG)
SEMARANG
2016

ii
iii

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul..................................................................................................... i

Halaman Persetujuan........................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................. iii

Daftar Tabel........................................................................................................ iv

Abstrak................................................................................................................ 1

Abstract............................................................................................................... 2

Latar Belakang Masalah...................................................................................... 2

Perumusan Masalah............................................................................................

Pembahasan.........................................................................................................

Kesimpulan.........................................................................................................

Saran....................................................................................................................

Daftar Pustaka

iii
iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Personil Lalu Lintas yang Sudah dan Belum Memiliki

Kejuruan 2015...................................................................................121

iv
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA

KECELAKAAN LALU LINTAS DI DIREKTORAT LALU LINTAS POLDA

JAWA TENGAH

Oleh
Rudi Winarno, S.H.
Hukum Pidana Program Magister Ilmu Hukum
Universitas 17 Agustus 1945
Semarang

Abstrak
ABSTRAK

Pasal 200 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan memberikan tanggung jawab pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan
memelihara keamanan lalu lintas dan angkutan jalan, salah satu tujuan tercapainya
keamanan adalah tercapainya juga keselamatan. Kenyataannya jumlah kecelakaan
lalu lintas pada tahun 2015 meningkat sebanyak 10 % yang berarti keselamatan itu
belum tercapai.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah penegakan
hukum pidana terhadap tindak pidana kecelakaan lalu lintas di Direktorat Lalu Lintas
POLDA Jawa Tengah?, 2. Kendala apa saja yang dihadapi Direktorat Lalu Lintas
POLDA Jawa Tengah dalam penegakan hukum pidana kecelakaan lalu lintas di Jawa
Tengah dan bagaimana upaya mengatasinya?. Metode penelitian hukum yang
digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum yuridis empiris dan dianalisis
dengan cara kualitatif.
Berdasarkan Hasil Penelitian maka diketahui bahwa Penegakan hukum
terhadap tindak pidana kecelakaan lalu lintas dilaksanakan secara berbeda-beda
tergantung pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas tersebut. Kendala yang dihadapi
adalah UU Nomor 22 Tahun 2009 masih terlalu lembek dalam memberikan sanksi
atas pelanggaran yang berpotensi membahayakan pelaku dan orang disekelilingnya,
guna memecahkan permasalahan tersebut kepolisian meminta hakim agar
memberikan sanksi maksimal kepada pelaku pelanggaran. Kendala berikutnya yaitu
masih ada polisi yang melakukan pelanggaran hukum lalu lintas dan atau yang
menerima salam tempel dari pelanggar lalu lintas, upaya untuk mengatasinya adalah
dengan memberikan sanksi administratif secara tegas dan konsisten terhadap oknum
polisi tersebut. Masalah berikutnya masih banyaknya polisi lalu lintas yang belum

1
2

mengikuti pendidikan kejuruan lalu lintas, upaya untuk mengatasinya adalah dengan
mewajibkan pendidikan kejuruan lalu lintas 400 orang pertahunnya. Permasalahan
selanjutnya tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, upaya pemecahannya
adalah dengan melakukan penyuluhan lalu lintas diwilayah yang tingkat pendidikan
masyarakatnya rendah. Masalah terakhir berkembangnya budaya kurang atau tidak
disiplin di masyarakat, upaya pemecahan masalahnya dengan mengadakan
penyuluhan arti penting patuh terhadap peraturan lalu lintas dan bahayanya budaya
kurang atau tidak disiplin terhadap perkembangan mental dan masa depan anak
dikemudian hari, penyuluhan dilaksanakan pada saat ada kegiatan dimasyarakat.
Saran yang diberikan adalah Kepolisian lebih giat dalam melakukan penjagaan lalu
lintas terutama di daerah rawan kecelakaan sehingga kecelakaan lalu lintas bisa
dikurangi dan dilakukannya koordinasi dengan pembina lalu lintas lainnya guna
mencari cara memecahkan masalah-masalah dalam penegakan hukum lalu lintas.

Kata kunci: Penegakan Hukum, Efektifitas, Kecelakaan Lalu Lintas

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia juga mengakui tentang arti penting jalan terutama lalu lintas yang

terjadi di atasnya dalam mendukung pembangunan sebagai bagian dari upaya

memajukan kesejahteraan umum, sehingga sebagai negara hukum sebagaimana

yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

19451, Indonesia memandang perlu mengatur tentang lalu lintas jalan secara lebih

dalam dan rinci dalam bentuk Undang-Undang, sehingga diterbitkanlah Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Konsiderans dibuatnya Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sebagai

berikut:

a. Bahwa Lalu lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis


dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian
1
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
3

dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan


oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem
transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu
lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi dan pembangunan wilayah;
c. Bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional
menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah,
serta akuntabilitas penyelenggaraan negara;
d. Bahwa Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan
lingkungan strategis dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang
yang baru;
e. Bahwa bedasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Melihat Konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan huruf a dan huruf b di atas dapat

diketahui betapa pentingnya arti lalu lintas jalan bagi kemajuan bangsa ini. Selain

itu dari konsiderans tersebut juga diketahui bahwa salah satu maksud dibuatnya

Undang-Undang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan adalah untuk mewujudkan

keamanan dan keselamatan dalam berlalu lintas di Indonesia. Hal tersebut terlihat

dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan jalan

yang mengatur tentang prosedur keselamatan dalam berkendara. Peraturan tentang

prosedur keselamatan tentu saja perlu diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas

guna meminimalisir terjadinya kecelakaan lalu lintas atau minimal meminimalisir

dampak yang terjadi dari kecelakaan lalu lintas tersbut terhadap pengguna jalan.
4

Bertujuan mewujudkan keamanan dan keselamatan dalam berlalu lintas,

selanjutnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 memberikan amanah kepada

Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku pihak yang bertanggung jawab atas

terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara keamanan lalu

lintas dan angkutan jalan (Pasal 200 ayat (1)). Diharapkan dengan

diselanggarakan kegiatan tersebut oleh Kepolisian Republik Indonesia maka

keamanan dalam berlalu lintas di jalan dapat tercapai, dan dengan tercapainya

keamanan dalam berlalu lintas diharapkan sejalan dengan meningkatnya tingkat

keselamatan dalam berlalu lintas di jalan, yang dapat diartikan juga dengan

semakin menurunnya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Kepolisian

Republik Indonesia selanjutnya juga telah mengeluarkan Program Nasional

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu antara lain2:

1. Police goes to campus;

2. Safety Riding;

3. Traffic Board;

4. Kampanye keselamatan lalu lintas;

5. Taman lalu lintas; dan

6. Sekolah mengemudi.

Harapan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta ditunjuknya Kepolisian Negara

2
Djoko Susilo, 2009, Perkembangan Pembahasan RUU Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, Direktorat Lalu Lintas POLRI, Jakarta, hlm.9.
5

Republik Indonesia sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam mewujudkan

dan memelihara keamanan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga diharapkan

dapat meningkatkan keselamatan dalam berlalu lintas pada kenyataannya

ternyata tidak selalu sesuai dengan harapan. Menurut data awal yang Penulis

peroleh dari Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah (POLDA) Jawa Tengah

ternyata jumlah kecelakaan lalu lintas di wilayah Jawa Tengah pada tahun 2015

meningkat sebesar 10% bila dibandingkan dengan jumlah kecelakaan lalu lintas

di wilayah Jawa Tengah pada tahun 2014, yaitu dari jumlah kecelakaan lalu

lintas sebesar 16.721 kasus pada tahun 2014 meningkat menjadi 18.427 kasus

kecelakaan.

Meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas di wilayah Jawa Tengah pada

tahun 2015 bila dibandingkan tahun 2014 tersebut menunjukkan bahwa salah satu

harapan tujuan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yaitu

membuat lebih terjaminnya keselamatan berlalu lintas belum bisa dikatakan

sepenuhnya terwujud. Hal ini dikarenakan devinisi keselamatan sendiri menurut

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 adalah suatu keadaan terhindarnya setiap

orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,

kendaraan, jalan dan/atau lingkungan. Selanjutnya dengan meningkatnya jumlah

kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah tersebut juga menunjukkan bahwa

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal ini Kepolisian Daerah (POLDA)

Jawa Tengah juga bisa dikatakan belum berhasil secara utuh guna menjamin

keamanan sehingga tercapainya keselamatan dalam berlalu lintas.


6

Meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas di wilayah Jawa Tengah di

tengah setelah adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan ditunjuknya

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pihak yang bertanggung jawab

dalam menjamin keamanan berlalu lintas membuat Penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Penegakan Hukum Pidana terhadap

Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas di Direktorat Lalu Lintas POLDA

Jawa Tengah”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kecelakaan

lalu lintas di Direktorat Lalu Lintas POLDA Jawa Tengah?

2. Kendala apa saja yang dihadapi Direktorat Lalu Lintas POLDA Jawa Tengah

dalam penegakan hukum pidana kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah dan

bagaimana upaya mengatasinya?

C. Pembahasan

Tindakan penegakan hukum terhadap tindak pidana lalu lintas menurut

AKBP Pungky Bhuana berbeda-beda tergantung jenis kecelakaannya,

“Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana kecelakaan lalu lintas secara garis

besar dibedakan antara kecelakaan lalu lintas yang menonjol dan tidak menonjol.

Kecelakaan menonjol maksudnya adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban


7

meninggal dunia lebih dari lima, yang berdampak nasional seperti berakibat

kerusuhan missal atau yang melibatkan lebih dari 10 kendaraan, korban

meninggal dunia merupakan golongan VVIP yaitu presiden dan wakil presiden

beserta keluarganya atau tamu negara setingkat presiden, atau dari golongan VIP

yaitu pejabat negara, tamu negara setingkat pejabat negara, ketua atau anggota

MPR atau DPR RI, kepala staf angkatan atau kapolri, Muspida Tingkat Idan

Tingkat II, ketua partai politik, tokoh agama atau masyarakat berskala nasional,

mantan presiden dan wakil presiden, pejabat TNI dan polri (Dandim atau

Dannyon dan Kapolres atau Dansat ke atas), dan tamu negara dan pejabat

perwakilan negara asing.”

Berdasarkan perkataan AKBP Pungky Bhuana bisa ditarik kesimpulan

bahwa perbedaan proses penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud beliau

dilihat dari besarnya dampak yang ditimbulkan kecelakaan, seperti banyaknya

korban meninggal dunia, banyaknya kendaraan yang terlibat kecelakaan dan

jabatan dari orang yang menjadi korban kecelakaan.

Kompol widada selaku Kasilaka Subditbiggakum Ditlantas Polda Jateng

selanjutnya menjelaskan tentang SOP penanganan kecelakaan lalu lintas dan

bagaimana proses penegakan hukumnya, “Penanganan kecelakaan lalu lintas di

mulai sejak adanya laporan telah terjadinya kecelakaan lalu lintas, setelah

mendapatkan laporan maka Ditlantas Polda Jawa Tengah segera mempersiapkan

personilnya guna menuju ke TKP kecelakaan lalu lintas, berbarengan dengan

persiapan personil juga dipersiapkan kendaraan yang akan digunakan beserta


8

persiapan alat yang kira-kira dibutuhkan di TKP seperti antara lain alat

pengamanan TKP, kelengkapan petugas, blangko 3L untuk mencatat apa yang

ada di TKP, meteran, kamera, garis polisi, alat pemadam kebakaran sederhana,

dan alat-alat lainnya yang dapat menunjang kinerja kepolisian di TKP kecelakaan

lalu lintas, setelah personil, kendaraan dan peralatan siap, berdasarkan laporan

mempertimbangkan apakah perlu meminta bantuan instansi terkait seperti

ambulans, pemadam kebakaran, mobil derek dan lain-lain, bila perlu maka segera

menghubungi instansi terkait yang dibutuhkan”, berdasarkan informasi dari

Kompol Widada bisa disimpulkan bahwa tahapan di atas masih sebatas tahap

persiapan penanganan kecelakaan lalu lintas.

Selanjutnya Kompol Widada melanjutkan prosedur penanganan

kecelakaan lalu lintas “Selanjutnya setelah sampai di TKP personil kepolisian

segera mengamankan TKP, menempatkan alat-alat pengamanan TKP, memasang

police line, mengamankan tersangka dan saksi lalu mengumpulkannya di luar

area kecelakaan, memisahkan saksi dan tersangka sehingga tidak saling

mempengaruhi, Membuat tanda di TKP kecelakaan lalu lintas, penanganan

terhadap korban kecelakaan lalu lintas.”

Selanjutnya Kompol Widada menyampaikan tentang proses terakhir

“Setelah semua selesai yang harus dilakukan oleh kepolisian adalah konsilidasi

antar petugas, pembukaan TKP, permintaaan visum, pembuatan BAP di TKP,

koordinasi dengan jasa raharja untuk mempercepat klaim asuransi dan

mengirimkan SP2HP kepada korban atau keluarga korban yang terlibat


9

kecelakaan.” Selanjutnya ia menjelaskan “Selanjutnya untuk kasus kecelakaan

lalu lintas menonjol setelah olah TKP kecelakaan lalu lintas terdapat beberapa

hal yang harus dilakukan oleh Polisi lalu lintas yaitu:

1. Melakukan

pemeriksaan tersangka dan saksi;

2. Melakukan pemeriksaan alat bukti;

3. Melakukan koordinasi dengan

ATPM atau Dinas Perhubungan untuk meneliti tentang kelayakan, muatan

barang maupun orang dari ranmor yang terlibat kecelakaan;

4. Melakukan koordinasi dengan Dinas

Perhubungan untuk meneliti sarana prasarana jalan;

5. Melakukan koordinasi dengan

Labfor Polri bila dibutuhkan;

6. Melakukan koordinasi dengan pihak

rumah sakit guna memeriksa:

a. Kondisi Fisik Pengemudi;

b. Kondisi Psikologis Pengemudi.

7. Melakukan koordinasi dengan jasa

raharja agar pihak korban segera mendapatkan santunan;

8. Melengkapi administrasi penyidikan

untuk selanjutnya dikirimkan ke JPU sampai dengan P21;


10

9. Melakukan gelar perkara tentang

kasus kecelakaan lalu lintas menonjol; dan

10. Memberikan laporan kejadian

kecelakaan lalu lintas menonjol.”

Berdasarkan keterangan dari Kompol Widada maka diketahui bahwa

pada kasus kecelakaan lalu lintas menonjol terdapat tindakan lanjutan yang bisa

dikatakan sebagai bagian dari prosedur tindakan penyidikan oleh kepolisian lalu

lintas.

Menurut buku SOP yang penulis peroleh dari Ditlantas Polda Jawa

Tengah ternyata tindakan penyidikan sendiri berbeda-beda tergantung dari

pelaku dan korban tindak pidana kecelakaan lalu lintas, berikut ini penulis

mencoba menjabarkan berbagai macam cara penyidikan bila dilihat dari subjek

kecelakaan lalu lintas3:

1. Penyidikan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota VIP atau VVIP;

a. Penyidikan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota VVIP

prosedurnya adalah:

1) Pengemudi dan kendaraan tidak ditahan atau disita;

2) Kendaraan non VVIP diproses sesuai prosedur;

3) Hasil penyidikan dikirimkan ke Sekretarian Negara melalui Dir

lantas Polri dengan tembusan kepada Kapolri.

Direktorat Lalu Lintas Polisi Daerah Jawa Tengah, 2012, Standard Operasional
3

Prosedur (SOP) Penanganan Laka Lantas dan Laka Lantas Menonjol, Kepolisian Daerah
Jawa Tengah, Semarang, hlm. 3-5.
11

b. Penyidikan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota VIP

prosedurnya adalah:

1) Proses penyidikannya sama dengan anggota VVIP dalam rangka

acara Dinas Protekoler;

2) Proses penyidikannya sesuai prosedur untuk umum dan untuk pejabat

tinggi negara dalam hal tertentu diperlukan ijin dari Presiden;

3) Adakan koordinasi sebaik-baiknya dengan instansi terkait; dan

4) Laporkan segera hasilnya kepada pimpinan secara berjenjang.

2. Penydikan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Warga Negara Asing

(Corp Diplomatik):

a. Anggota corp diplomatic menggunakan kendaraan corp diplomatic

bertabrakan dengan pejalan kaki:

1) Tindakan pertama di TKP:

a) Laksanakan tindakan pertama TKP sesuai prosedur.

b) Catat identitas korban, pengemudi, dan kendaraannya.

2) Tindakan lanjutan (di kantor):

a) Periksa saksi dan korban

b) Pengemudi dan kendaraaan anggota corp diplomatic tidak tidak

disita

c) Berkas perkara diteruskan kepada Deplu melalui KABA

INTELKAM Mabes Polri.


12

b. Anggota corp diplomatic menggunakan kendaran corp diplomatic

bertabrakan dengan pribadi atau umum yang dikemudikan oleh orang

umum:

1) Tindakan pertama di TKP:

a) Laksanakan tindakan pertama TKP sesuai prosedur;

b) Catat identitas kendaraan dan kedua pengemudi;

c) Kendaraan corp diplomamatic tidak disita;

d) Kendaraan pribadi atau umum disita.

2) Tindakan lanjutan (di kantor):

a) Melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan

pengemudi sipil lebih lanjut;

b) Teruskan perkara ke pengadilan apabila terbukti pengemudi

umum sebagai tersangka;

c) Berkas perkara diteruskan kepada Deplu melalui KABA

INTELKAM Mabes Polri.

c. Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang bukan anggota

corp diplomatic yang menggunakan kendaraan corp diplomatic

bertabrakan dengan kendaraan umum atau pribadi yang dikemudikan

oleh orang umum:

1) Tindakan pertama di TKP:

a) Lakukan Tindakan Pertama TKP sesuai prosedur;

b) Catat identitas kedua pengemudi dan kendaraan yang terlibat;


13

c) Kendaraan corp Diplomatic tidak disita; dan

d) Kendaraan umum atau pribadi disita.

2) Tindakan lanjutan (di kantor)

a) Kedua pengemudi dan saksi diperiksa lebih lanjut;

b) Berkas Perkara diajukan ke Pengadilan

d. Anggota corp diplomatic menggunakan kendaraan corp diplomatic

bertabrakan dengan anggota TNI atau Polri sebagai pejalan kaki atau

pengemudi:

1) Amankan TKP;

2) Segera hubungi Provost TNI.

3. Penyidikan kecelakaan yang menyangkut anggota TNI dan Polri:

a. Anggota TNI yang berpangkat Letkol atau setingkat kepala kesatuan yang

menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan dinas TNI yang

dikemudikan oleh umum:

1) Tindakan pertama di TKP:

a) Lakukan Tindakan Pertama TKP sesuai prosedur;

b) Segera Hubungi Provost atau POM TNI.

2) Tindakan lanjutan (di kantor):

a) Pengemudi umum diperiksa lanjut dan dibuatkan BAP-nya;

b) Pemeriksaan saksi (Anggota TNI) dilakukan oleh Provost atau

POM TNI.
14

Apabila terbukti anggota TNI sebagai tersangkanya maka BAP di

TKP. BAP saksi dan barang-barang bukti diserahkan ke Provost atau

POM TNI, namun apabila terbukti pengemudi umum sebagai

tersangka maka perkara diselesaikan melalui proses Pengadilan

Negeri dan anggota TNI sebagai saksi.

b. Anggota polri yang berpangkat AKBP atau setingkat kepala kesatuan

yang menggunakan kendaraan pribadi atau umum ataupun kendaraan

dinas polri yang dikemudikan oleh orang umum:

1) Tindakan pertama di TKP:

a) Lakukan Tindakan Pertama TKP sesuai prosedur;

b) Segera Hubungi Provost Polri.

2) Tindakan lanjutan (di kantor):

a) Pengemudi umum diperiksa lanjut dan dibuatkan BAP-nya;

b) Pemeriksaan saksi (Pengemudi Polri) dilakukan oleh Provost

Polri.

Apabila terbukti anggota Polri sebagai tersangkanya maka BAP di TKP.

BAP saksi dan barang-barang bukti diserahkan ke Provost Polri, namun

apabila terbukti pengemudi umum sebagai tersangka maka perkara

diselesaikan melalui proses Pengadilan Negeri dan anggota Polri sebagai

saksi.

4. Penyidikan kecelakaan lalu lintas tabrak lari:

a. Tindakan Pertama di TKP:


15

1) Mencari dan mengumpulkan informasi atau keterangan dari korban

atau saksi dan masyarakat setempat;

2) Meneliti bukti-bukti yang tertinggal yang didapat di TKP untuk bahan

penyelidikan;

3) Mencari lebih lanjut tentang kemungkinan-kemungkinan arah

kendaraan tersebut dan tipe kendaraan serta arah datangnya kendaraan;

4) Mengadakan pemotretan terhadap TKP dan bukti-bukti yang tertinggal

di TKP serta korban.

b. Tindakan Selanjutnya:

1) Segera menginformasikan kepada unit-unit operasional yang

bergerak untuk digunakan pencarian dan penangkapan;

2) Segera melakukan pemeriksaan ditempat-tempat yang dipergunakan

untuk merubah identitas kendaraan atau menyembunyikan

kendaraan;

3) Segera melakukan pemblokiran STNK melalui samsat apabila

identitas kendaraan tersebut telah diketahui; dan

4) Mengirimkan bukti-bukti yang ditemukan di TKP ke laboratorium

forensik Polri untuk dilakukan pemeriksaan (seperti bekas cat, darah,

dan lain-lain).

Berdasarkan pendapat AKBP Pungky Bhuana dan Kompol Widada di atas

maka penulis mencoba untuk memasukkan hambatan-hambatan tersebut ke


16

dalam pendapat Soerjono Soekanto tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum.

1. Faktor Undang-Undang itu sendiri.

Faktor undang-undang menurut pendapat dari AKBP Pungky Buana

“Kelemahannya terdapat pada besaran sanksi yang tidak berimbang antara

satu pelanggaran dengan pelanggaran yang lain”. Jadi apabila ditarik

kesimpulan dari pendapat beliau dapat diketahui bahwa beliau berpedapat

alangkah lebih arifnya kalau besaran sanksi berupa denda dalam peraturan

perundangan lalu lintas tersebut tergantung dari besaran resiko yang

ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut terhadap keamanan dan keselamatan si

pelanggar maupun orang lain yang dapat terkena imbas dari pelanggaran

tersebut.

2. Faktor penegak hukum.

Faktor penegak hukum memiliki arti penting dalam penegakan

hukum, karena penegak hukumlah yang berusaha untuk membuat hukum itu

ditegakkan oleh masyarakat. Menurut Kompol Widada terdapat beberapa

penghambat dari penegakan hukum lalu lintas yang berasal dari penegak

hukum, yaitu masih adanya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum lalu lintas dan adanya oknum petugas kepolisian yang masih

membudayakan budaya damai dengan pelanggar merupakan faktor penyebab

diremehkannya sanksi dari peraturan lalu lintas.


17

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penegak hukum itu sendiri

terutama dalam hal lalu lintas bukanlah hal yang langka kita temui di

masyarakat. Polisi selaku penegak hukum yang seharusnya menjadi panutan

ternyata malah mencoreng nama institusi kepolisian dengan melakukan

perbuatan yang melanggar hukum. Ego yang merasa bahwa tidak akan ada

yang menilang dikarenakan dirinya adalah polisi dan yang berhak menilang

itu adalah teman-temannya sendiri membuat terkadang oknum polisi bertindak

sewenang-wenang dengan enggan mengikuti aturan lalu lintas yang ada.

Faktor penegak hukum yang bersedia berdamai dengan pelaku

pelanggaran juga bukan merupakan hal yang baru dikalangan penegakan

hukum lalu lintas. Istilah salam tempel dari pelanggar kepada penegak hukum

sudah menjadi rahasia umum sering dilakukan oleh oknum polisi yang tidak

bertanggung jawab. Padahal pemerintah sendiri sudah mewaspadai fenomena

salam tempel ini dengan telah mencamtumkan ketentuan tentang pembagian

sebagian uang denda yang telah menjadi Penghasilan Negara Bukan Pajak

kepada polisi yang melakukan penilangan guna penegakan hukum,

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 269 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang isi

lengkapnya adalah sebagai berikut:

Sebagian penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dialokasikan sebagai insentif bagi petugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
yang melaksanakan penegakan hukum di Jalan yang
18

pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

Faktor penegak hukum lainnya yang dipermasalahkan oleh AKBP

Pungky Bhuana adalah hakim. Hal ini dikarenakan hakimlah yang

menjatuhkan fonis sanksi berupa denda kepada masyarakat yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas. Rendahnya denda yang dijatuhkan

hakim dalam fonisnya menurut AKBP Pungky Bhuana berakibat tidak

menimbulkan efek jera kepada pelanggar. Pendapat ini menurut penulis dapat

dibenarkan, karena sebenarnya fungsi sanksi adalah untuk memberikan efek

jera kepada setiap masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap

peraturan perundang-undangan, apabila hakim dalam menjatuhkan fonisnya

senantiasa memberikan sanksi yang rendah apalagi dalam hal ini sanksi

tersebut berwujud denda, maka tentu saja tidak akan menimbulkan efek jera.

3. Faktor sarana prasarana penegakan hukum.

Faktor sarana prasarana juga tak kalah penting kedudukannya dalam

penegakan hukum, karena tanpa sarana prasarana yang memadai tentu

penegakan hukum yang dilakukan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

Faktor sarana yang diangkat oleh AKBP Pungky Bhuana adalaj kompetensi

dari Polisis Lalu Lintas di wilayah Jawa Tengah yang belum semuanya

memiliki kejuruan dibidang lalu lintas. Berikut ini tabel jumlah personil

kepolisian lalu lintas di Jawa Tengah dibandingkan yang belum dan yang

sudah menempuh kejuruan lalu lintas:


19

Tabel 1
Jumlah Personil Lantas Yang Sudah dan Belum Mempunyai Kejuruan Lalu
Lintas Pada Tahun 2015
No Sudah Mempunyai Belum Mempunyai Jumlah Total
Pangkat
. Kejuruan Kejuruan Personil
1 Kombes Pol 1 - 1
2 AKBP 8 - 8
3 Kompol 18 - 28
4 AKP 67 7 74
5 IPDA/IPTU 114 76 190
6 BINTARA 886 2.581 3. 467
Jumlah 1.094 2.664 3.758
4. Faktor masyarakat.

Permasalahan penegakan hukum lalu lintas saat ini bila dari faktor

masyarakat menurut AKBP Pungky Bhuana dan Kompol Widada adalah

rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga tingkat kesadaran

masyarakat akan hukum terutama hukum lalu lintas bisa dikatakan

mengikuti menjadi rendah.

5. Faktor Budaya.

Faktor budaya yang menurut Kompol Widada menjadi faktor penghambat

penegakan hukum lalu lintas adalah budaya kurang disiplin yang tumbuh

dimasyarakat, budaya kurang atau tidak disiplin apabila dibiarkan maka

kecenderungan untuk tidak mematuhi aturan hukum sangat tinggi dan bisa

berakibat membahayakan pengguna jalan lainnya

Melihat banyaknya faktor yang menjadi terhambatnya atau tidak

efektifnya penegakan hukum lalu lintas maka diperlukan solusi untuk setiap

masalah yang timbul. Menurut AKBP Pungky Bhuana “Sebenarnya solusi


20

terhadap peraturan perundangan yang terlalu lembek dalam memberikan sanksi

terhadap kesalahan yang berpotensi membahayakan pelaku dan orang

disekelilingnya dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nomor

22 Tahun 2009 adalah dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang

tersebut, akan tetapi dikarenakan hal itu tentu membutuhkan waktu yang sangat

panjang maka solusi jangka pendeknya terhadap permasalahan tersebut adalah

dengan melakukan komunikasi dengan hakim dari Pengadilan Negeri di seluruh

wilayah Jawa Tengah agar menjatuhkan sanksi denda maksimal kepada

pelanggar yang kesalahannya tersebut berpotensi membahayakan diri pelanggar

sendiri atau bahkan orang lain.”

Menurut Kompol Widada “Permasalahan tentang polisi yang malah

melakukan pelanggaran hukum lalu lintas dan atau yang menerima salam tempel

dari pelanggar lalu lintas, dapat dipecahkan permasalahannya dengan cara

memberikan sanksi administratif secara tegas dan konsisten terhadap oknum

polisi tersebut, sehingga sekaligus memberikan pelajaran bagi polisi-polisi linnya

agar tidak melakukan pelanggaran hukum lalu lintas lagi, sehingga tujuan agar

polisi tidak dipandang remeh dan dapat dijadikan panutan oleh masyarakat dapat

terwujud.”

Terhadap faktor penghambat sarana prasarana yaitu masih banyaknya

anggota polisi lalu lintas yang belum mengikuti pendidikan kejuruan lalu lintas

menurut Kompol Widada “Diharapkan permasalahannya dapat dipecahkan

dengan cara mewajibkan bagi setiap personil lalu lintas di wilayah Jawa Tengah
21

untuk mengikuti pendidikan kejuruan lalu lintas, setiap tahun sejumlah 400

personil, sehingga diharapkan dalam sekitar 5 tahunan semua personil kepolisian

lalu lintas telah mengikuti pendidikan kejuruan lalu lintas.”

Mengenai faktor masyarakat yang mana tingkat pendidikan masyarakat

yang masih rendah menurut AKBP Pungky Bhuana dapat ditembus dengan

upaya pendidikan lalu lintas secara berkesinambungan di tempat desa-desa yang

rendah tingkat pendidikan masyarakatnya.

Mengenai faktor budaya Kompol Widada berpendapat bahwa hal

tersebut dapat dipecahkan walaupun tidak dengan secara instan adalah dengan

mengadakan penyuluhan arti penting patuh terhadap peraturan lalu lintas dan

bahayanya budaya kurang atau tidak disiplin terhadap perkembangan mental dan

masa depan anak dikemudian hari. Penyuluhan tersebut dilaksanakan tidak hanya

dari sudut pandang hukum akan tetapi juga dari sudut pandamg psikologis oleh

ahlinya. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan pada saat adanya kegiatan rutin

perkumpulan warga seperti arisan, perkumpulan rutin bulanan dan lain-lain.

D. Kesimpulan

1. Penegakan hukum terhadap tindak pidana kecelakaan lalu lintas dilaksanakan

berbeda tergantung pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas tersebut.

2. Kendala yang dihadapi Direktorat Lalu Lintas POLDA Jawa Tengah dalam

penegakan hukum pidana kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah yaitu UU

Nomor 22 Tahun 2009 yang masih terlalu lembek dalam memberikan sanksi

atas pelanggaran yang berpotensi membahayakan pelaku dan orang


22

disekelilingnya, guna memecahkan permasalahan tersebut dilakukan dengan

cara berkoordinasi dengan hakim agar memberikan sanksi maksimal kepada

pelaku pelanggaran. Kendala berikutnya yaitu penegak hukum dalam hal ini

polisi yang malah melakukan pelanggaran hukum lalu lintas dan atau yang

menerima salam tempel dari pelanggar lalu lintas, upaya untuk mengatasinya

adalah dengan memberikan sanksi administratif secara tegas dan konsisten

terhadap oknum polisi tersebut. Masalah berikutnya masih banyaknya anggota

polisi lalu lintas yang belum mengikuti pendidikan kejuruan lalu lintas, upaya

untuk mengatasinya adalah dengan mewajibkan pendidikan kejuruan lalu lintas

400 orang pertahunnya. Permasalahab tingkat pendidikan masyarakat yang

masih rendah, upaya pemecahannya adalah dengan melakukan penyuluhan lalu

lintas diwilayah yang tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Masalah

terakhir berkembangnya budaya kurang atau tidak disiplin di masyarakat, upaya

untuk memecahkan masalahnya adalah dengan mengadakan penyuluhan arti

penting patuh terhadap peraturan lalu lintas dan bahayanya budaya kurang atau

tidak disiplin terhadap perkembangan mental dan masa depan anak dikemudian

hari, penyuluhan dilaksanakan pada saat ada kegiatan dimasyarakat.

Daftar Pustaka

A. Buku
Djoko Susilo, 2009, Perkembangan Pembahasan RUU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Direktorat Lalu Lintas POLRI, Jakarta.
23

Direktorat Lalu Lintas Polisi Daerah Jawa Tengah, 2012, Standard Operasional
Prosedur (SOP) Penanganan Laka Lantas dan Laka Lantas Menonjol,
Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Semarang
B. Peraturan Perundang-Undangan
Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor.
Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96.

Anda mungkin juga menyukai