Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FANATISME PEMICU ADANYA TERORISME


DI INDONESIA

Nama : Adelia Intan Yuriska


NIM : 32318001
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN
Jl Manggis No 15-17 Madiun
Telp (0351) 453328
Fax (0351) 453167 , http.//www.widyamandala.ac.id
Email : widyamandala@widyamandala.ac.id
ABSTRAK

Dewasa ini banyak terjadi kasus teror seperti ledakan bom yang terjadi di Surabaya.
Kejadian tersebut kembali menjadi perhatian publik kejadian itu seolah kembali mengingatkan
bahwa fanatisme agama yang berlebihan serta kurangnya edukasi beragama bisa melahirkan
bibit-bibit terorisme. Fanatisme sering dikaitkan dengan sosok teror atau teroris yang merupakan
musuh bersama kemanusiaan, dari ideologi teroris tersebut justru membuat umat manusia
Indonesia tidak aman , memberi rasa ketakutan yang terus-menerus. Teror tersebut mengacaukan
sistem sosial dan hukum yang sudah mapan dianut bangsa Indonesia. Pancasila sebagai pilar
bangsa Indonesia seharusnya mampu dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia dan umat islam di
Indonesia. Sebenarnya persoalan munculnya terorisme di Indonesia dapat pula di sebabkan
karena bangsa Indonesia melupakan nilai-nilai luhur pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, yang
sesungguhnya mempunyai nilai moral positif sebagai upaya pencegahan terhadap aksi terorisme.
Pancasila tidak pernah diamalkan secara praktis sehingga menumbuh suburkan terorisme kalau
bangsa Indonesia ini mampu memahami secara komprehensif nilai-nilai pancasila, maka tidak
mungkin tercipta terorisme.
PENDAHULUAN

Dewasa ini kaum muslim sudah lama dikenal sebagai kawasan yang jauh dari niai-nilai
demokrasi. Masalah fanatisme juga sering kali merabah wilayah pemikiran dan tindakan
keagamaan. Negara yang selama ini disebut-sebut negara exemplary dari negara mayoritas
berpendududuk muslim yang mampu menerapkan prinsip demokrasi berbasis spirit toleransi,
pluralisme, keterbukaan dan otonomi warga negara dalam menentukan pilihan agama. Justru kini
sedang diuji eksistensi, komitmen, dan kredibilitasnya. Ada hal-hal yang jauh lebih esensial
untuk melihat subsransi demokrasi, misalnya bagaimana negara dan masyarakatnya menyikapi
masalah hak-hak minoritas (baik minoritas agama, etnis, maupun politik), kebebasan sipil dalam
beragama dan berkeyakinan, kemajemukan masyarakat, kemerdekaan berpikir dan sebagainya.
Alih-alih menegakkan demokrasi sebagian kaum muslim justru terjerembab ke dalam sikap,
pemikiran, dan tindakan konservatif, fanatisme, militan, dan bahkan ekstrim yang
membahayakan bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta keberlanjutan
demokrasi pemikiran dan pliralisme di Indonesia di masa datang. Sejumlah kelompok islam
bahkan terang- terangan. Melakukan berbagai upaya kekerasan (verbal maupun fisik) dan
tindakan intoleran terhadap kelompok lain. Sejumlah lembaga yang ada di Indonesia telah
melakukan riset yang menunjukan kecenderungan, yakni meningkatnya arus ekstremisme,
fanatisme, dan radikalisme.

Lembaga-lembaga lain juga menunjukan tentang dukungan sebagian kelompok


masyarakat islam terhadap sejumlah organisasi dan terorisme. Meskipun demikian harap
dicatat bahwa mendukung bukan berarti mau bertindak (melakukan perbuatan yang tidak
seharusnya diperbuat) seperti yang dilakukan kalangan islam radikal dan kalangan para teroris
yang melakukan tindak pidana yang didefinisikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan
yang menimbulkan teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban
yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta
benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap obyek vital yang
strategis atau lingkungan hidup fasilitas umum dan fasilitas internasional yang membuat porak
poranda bangsa indonesia. Karena sikap dan tindakan tidak selamanya berjalan paralel.
Hal tersebut sangat mencemaskan nilai-nilai kebangsaan dan ke Indonesiaan kedepan.
Pancasila sebagai pilar bangsa Indonesia seharusnya mampu dipahami oleh seluruh bangsa
Indonesia dan umat islam di Indonesia. Sebenarnya persoalan munculnya terorisme di Indonesia
dapat pula di sebabkan karena bangsa Indonesia melupakan nilai-nilai luhur pancasila dan
Bhineka Tunggal Ika, yang sesungguhnya mempunyai nilai moral positif sebagai upaya
pencegahan terhadap aksi terorisme. Pancasila tidak pernah diamalkan secara praksis sehingga
menumbuh suburkan terorisme. Kalau bangsa Indonesia ini mampu memahami secara
komprehensif nilai-nilai pancasila, maka tidak mungkin tercipta terorisme. Pancasila adalah
penyelamat dan pemersatu bangsa Indonesia. Karena itu, untuk mengatasi persoalan terorisme di
Indonesia dapat dilakukan dengan jalan mencegah melalui empat pilar kebangsaan, yakni
melalui nilai-nilai pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, serta NKRI, UUD 1945. Merebaknya
aksi terorisme saat ini karena manusia Indonesia tidak mau secara bersungguh-sungguh
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaku terorisme saat ini telah menyalahi nilai-nilai pancasila, terutama dalam Dalam sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam sila pertama, setiap warga negara wajib
berketuhanan Yang Maha Esa, sikap saling menghormati dan bekerjasama antar umat beragama
perlu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai upaya menjalankan
sila pertama dengan tujuan untuk menghindari praktik aksi terorisme dan kekerasan atas nama
agama dengan tujuan menciptakan kerukunan antar umat manusia. Eksistensi manusia harus
berdialog dalam hidup bersama melalui nilai-nilai pancasila yang pada nantinya akan membawa
kedamaiaan, ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar sesama manusia, dengan tujuan agar
Tuhan pun mencintai manusia. Jika sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa ini mampu
dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegera. Tentunya, aksi terorisme dapat
dihindari sejak dini. Pancasila memuat makna keberagamaan dan kebersamaan yang dapat
mencegah aksi terorisme.
PEMBAHASAN

Fanatisme Pemicu Adanya Terorisme Di Indonesia

Ledakan bom terjadi di tiga gereja di Surabaya pada  Minggu pagi (13/5). Tiga gereja itu 
Santa Mari di Ngagel, GKI di Jalan Diponegoro, dan gereja di jalan Arjuno. Tiga bom tersebut
menyebabkan adanya korban meninggal dari jemaah yang akan melakukan ibadah. Menaggapi
kejadian tragis dan memilukan di Surabaya, Ketua DPP NasDem yang sedang berada di Aceh
menyampaikan. Seluruh warga Indonesia harus bersatu menghadapi setiap ancaman teror.  
Sebagai bangsa yang besar, tidak boleh kalah dan takut menghadapi kejadian seperti di Surabaya
karena memang itu yang dikehendaki para pelaku beserta jaringannya. Semua elemen harus
bergandengan tangan saling menjaga dan menguatkan.

Beliau mengecam seluruh tindakan teror yang dapat menimbulkan ketakutan di tengah
masyarakat. Kita berduka cita untuk seluruh korban yang meninggal dan terluka pada ledakan
bom di Surabaya. Peristiwa tersebut terjadi akibat perbuatan orang-orang pengecut yang hendak
merusak keharmonisan Indonesia, terorisme lahir dan tumbuh disebabkan banyak faktor, salah
satunya fanatisme yang berlebihan. Kebencian yang secara terus menerus disebar dan
ditanamkan akan membuat orang mencari jalan pintas dengan tindakan fatalis.

Sudah waktunya semua warga saling berbagi rasa optimis dan berhenti menyebarkan
kebencian. “Ke depan kita harapkan aparat keamanan bisa bekerja lebih efektif untuk mendeteksi
dan mencegah terjadinya aksi terorisme. Perlu dilakukan pendekatan pencegahan secara kultural.
Diciptakan banyak ruang publik dan sosial untuk warga saling menjaga dan menguatkan. Jika
sudah terjadi seperti hari ini kita juga mengharapkan aparat keamanan bisa bertindak tegas. Kita
akan  meminta anggota Fraksi NasDem DPR RI segera mendesak dan mengajak fraksi partai
lainnya untuk menyelesaikan RUU Anti Terorisme. RUU tersebut sekarang masih dibahas
Pansus semoga bisa segera selesai.  UU anti terorisme akan menjadi pedoman bagi aparat
keamanan dalam bertindak. Kejadian teror tersebut itu seolah kembali mengingatkan bahwa
fanatisme berlebihan serta kurangnya edukasi keberagaman bisa melahirkan bibit-bibit terorisme.
Terkait dengan peristiwa tersebut, penting bagi orangtua dan masyarakat untuk melindungi anak
sedari dini dari paham-paham yang bersifat fanatisme dan ekstrem. Pencegahan yang dapat
orangtua lakukan adalah dengan memberikan sudut pandang lain terhadap suatu hal. Orangtua
juga dapat memberikan pandangan mengenai dampak yang akan terjadi ketika seseorang
memiliki fanatisme terhadap suatu hal. Namun, hal ini akan sulit apabila dalam lingkungan
keluarga juga memiliki paham yang dianggap fanatik.

Jika menghadapi kondisi tersebut masyarakat juga harus bisa berperan untuk mencegah
faham-faham fanatik yang bisa berbahaya bagi orang lain dan sebagai pemicu adanya generasi-
generasi terorisme sebaiknya masyarakat bisa mengungkapkan keresahannya kepada seseorang
yang dianggap terlalu fanatisme terhadap kegiatan atau suatu kelompok atau golongan yang
sering dilakukan oleh seseorang tersebut, agar mereka menyadari bahwa perilakunya sudah
berdampak pada orang lain.

Fanatisme sering dikaitkan dengan sosok teror atau teroris yang merupakan musuh
bersama kemanusiaan, dari ideologi teroris tersebut justru membuat umat manusia Indonesia
tidak aman , tidak nyaman, selalu diselimuti rasa ketakutan, dan membuat masyarakat Indonesia
semakin goyah, teror sendiri berarti perbuatan kejam atau sewenang-wenang yang memiliki
dampak rasa trauma yang luar biasa oleh seseorang korban yang selalu di selimuti rasa ketakutan
akibat teror yang dialaminya. Teror tersebut mengacaukan sistem sosial dan hukum yang sudah
mapan dianut bangsa Indonesia.

Bila dicermati dari serangkaian peristiwa yang pernah terjadi, terorisme hakikatnya
merupakan intensifikasi rekayasa kekuatan phisik. Timbulnya terorisme bisa dilihat dari dua sisi.
Di samping memunculkan suatu keprihatinan, terorisme juga sebagai alat introspeksi diri yang
efektif. Ini berarti kita jangan hanya melihat peristiwa yang menyedihkan itu dari satu sisi, tetapi
mungkin juga dilatar belakangi suatu sistem yang memunculkan terorisme tersebut. Kondisi RI
yang demokratis memudahkan teroris mengarahkan ancaman kepada warga sipil untuk
mendesakkan kepentingannya.

Menurut buku pancasila yang saya baca pancasila dan nilai gotong royong seharusnya
menjadikan jiwa dan nilai dasar masyarakat Indonesia,karena pancasila dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya akan menentukan orientasi ,tujuan, dan menjadi nafas hidup bersama
dan berbangsa. Menelisik bangsa kini, sepantasnya kita cemas. Nilai-nilai bangsa yang
semestinya menjadi pijakan etis kian luntur sementara arus tantangan begitu kuat menerjang
segala aspek budaya,politik, dan ekonomi. Aksi anarkis dan terorisme menjadi tantangan
bersama bagi terwujudnya nilai pancasila dan gotong royong. Situasi semacam ini diperparah
pula oleh munculnya kasus intoleransi agama oleh berbagai kelompok dan ormas di berbagai
tempat. Agama justru kerap kali memberikan landasan ideology dan pembenaran simbolis bagi
aneka konflik yang membahayakan semangat persatuan bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai pilar bangsa Indonesia sejatinya harus mampu dipahami oleh seluruh
bangsa Indonesia dan umat Islam di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia ini
tentunya, diharapkan mampu menyelesaikan persoalan terorisme di Indonesia. Pancasila adalah
petunjuk, pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbuat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pelaku teroris di Indonesia sejatinya tidak mampu memahami nilai-
nilai pancasila secara komprehensif, mereka cenderung mengagungkan ideologinya dengan cara
menebar teror. Cara teror atau kekerasan itulah yang menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia
yang sudah semestinya harus dihancurkan dan dimusnahkan dalam masyarakat Indonesia.

Persoalan munculnya terorisme di Indonesia dapat pula disebabkan karena bangsa


Indonesia melupakan nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yang sesungguhnya
mempunyai nilai moral positif sebagai upaya pencegahan terhadap aksi terorisme. Pancasila
tidak pernah diamalkan secara praksis sehingga menumbuh suburkan terorisme. Kalau bangsa
Indonesia ini mampu memahami secara komprehensif nilai-nilai pancasila, maka tidak mungkin
tercipta terorisme. Pancasila adalah penyelamat dan pemersatu bangsa Indonesia. Karena itu,
untuk mengatasi persoalan terorisme di Indonesia dapat dilakukan dengan jalan mencegah
melalui empat pilar kebangsaan, yakni melalu nilai-nilai pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
serta NKRI, UUD 1945. Merebaknya aksi terorisme saat ini karena manusia Indonesia tidak mau
secara bersungguh-sungguh mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Bung Karno secara tegas berkata: ” Apabila bangsa Indonesia ini melupakan Pancasila,
tidak melaksanakan dan bahkan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur berkeping-
keping”. Oleh karena itu, manusia Indonesia harus mengimplementasikan seluruh nilai-nilai
pancasila tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila jangan hanya di sebuah wacana saja dan manis di bibir saja, akan tetapi, nilai-
nilai pancasila perlu di ejawantahkan dalam setiap tindakan dan perbuatan manusia Indonesia.
Penanaman dan pemberian pemahaman pancasila menjadi sangat signifikant saat untuk
memerangi aksi terorisme, yang mana mereka telah mengabaikan nilai-nilai pancasila. Pelaku
terorisme saat ini telah menyalahi nilai-nilai pancasila, terutama Dalam sila Pertama, Ketuhanan
Yang Maha Esa, dalam sila pertama, setiap warga negara wajib berketuhanan Yang Maha Esa,
sikap saling menghormati dan bekerjasama antar umat beragama perlu di implementasikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai upaya menjalankan sila pertama dengan
tujuan untuk menghindari praktik aksi terorisme dan kekerasan atas nama agama dengan tujuan
menciptakan kerukunan antar umat manusia. Eksistensi manusia harus berdialog dalam hidup
bersama melalui nilai-nilai pancasila yang pada nantinya akan membawa kedamaiaan,
ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar sesama manusia, dengan tujuan agar Tuhan pun
mencintai manusia. Jika sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa ini mampu dilaksanakan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegera. Tentunya, aksi terorisme dapat dihindari sejak dini.
Pancasila memuat makna keberagamaan dan kebersamaan yang dapat mencegah aksi terorisme.

Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini menekankan bahwa
setiap warga negara harus selalu menghargai harkat dan martabat orang lain, tidak boleh berbuat
tercela menghina atau bahkan melakukan ancaman atau teror. Harkat dan martabat manusia
harus dijunjung dengan cara yang adil dan beradab. Pengakuan atas harkat dan martabat
kemanusiaan yakni kedudukan dan derajat yang sama. Saling mencintai sesama manusia.

Sila ketiga, upaya merajut rasa kebangsaan dan cara mengatasi persoalan terorisme harus
dipererat kembali dengan mengimplementasikan sila ketiga atas pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga aksi terorisme dapat diatasi dengan menggunakan
pemahaman atas sila ketiga, yakni mengedepankan rasa kebangsaan bersama untuk persatuan
dan kesatuan di antara warga negara Indonesia.

Dengan demikian, di tengah merebaknya tindakan terorisme dan radikalisme, pemerintah


dan kemiliteran di Indonesia harus bisa mencegah pelaku bom bunuh diri. Karena itu, pada saat
ini bangsa Indonesia harus banyak melakukan sosialisasi serta penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai pancasila, menumbuhkan nilai-nilai rasa kebangsaan dan rasa kewarganegaraan
Indonesa harus dijadikan sebagai jalan memutus mata rantai aksi terorisme.
KESIMPULAN

Bagaimana mungkin kehidupan kerukunan beragama kita bisa harmonis seperti yang
dikonsepsikan pancasila bahwa ketuhanan kita adalah ketuhanan yang berkebudayaan yakni
ketuhanan yang saling menghargai meskipun berbeda-beda keyakinan. Jika saja pemerintah tidak
bertindak tegas kepada organisasi-organisasi yang belakangan ini menggunakan kekerasaan
terhadap kelompok minoritas dalam beribadah memeluk kepercayaannya. Padahal sudah jelas,
negara ini di merdekakan bukan hanya untuk satu golongan saja tapi semua untuk semua, itulah
semangat para pendiri republik ini. Cita-cita kebangsaan kita sudah jelas yakni Pancasila. Ke
depan tinggal bagaimana pemimpin republik ini bisa memberi keteladanan kepada rakyatnya.
Tanpa itu, Pancasila hanya akan kita jadikan slogan belaka dan kita adalah bagian yang
membuatnya kabur dan usang.
Fanatisme perlu ditekan bahkan dibasmi yang dianggap sebagai suatu virus yang
bisa berdampak luas, dengan masyarakat tetap memegang prinsip-prisip yang subtansi dan esesi
yang hakiki. Indonesia damai, aman, dan sejahtera tentulah merupakan cita-cita semua warga
bangsa. Oleh karena itu, marilah satukan keinginan dan bulatkan tekad untuk terus berusaha
menciptakan kedamaian dengan “membumikan” sikap toleransi dalam beragama, berbangsa dan
bernegara. Sudah saatnya semua pihak melakukan berbagai upaya secara lebih komprehensif dan
terarah untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang toleran dan damai di bumi Indonesia.
Jika tidak, maka kekerasan atas nama agama, akan menjadi “bom waktu” yang siap meledak
setiap saat, bukanhanya menghancurkan umat beragama, tetapi juga bangsa Indonesia tercinta
ini.
Agama mengajarkan manusia untuk menerima segala perbedaan, mengajarkan kebaikan
dan kedamaian hidup manusia. Semoga argumen ini mampu membangkitkan toleransi dan rasa
cinta terhadap sesama manusia tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras ataupun golongan.
Tidak ada yang salah dengan perbedaandan segala yang kita punya, yang salah hanyalah sudut
pandang kita yang membuat kita terpisah, karena tak seharusnya perbedaan menjadi jurang. Kita
sebagai umat manusia diciptakan untuk saling melengkapi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

Dewantara, A. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam Kacamata
Soekarno).

Dewantara, A. W. (2015). PANCASILA SEBAGAI PONDASI PENDIDIKAN AGAMA DI


INDONESIA. CIVIS, 5(1/Januari).

https://partainasdem.id/read/4986/2018/05/13/fanatisme-penyebab-terorisme-terus-tumbuh

https://www.liputan6.com/health/read/3523574/cegah-bibit-terorisme-hindari-fanatisme-
berlebihan-sejak-dini

http://krjogja.com/web/news/read/49126/Terorisme_dan_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai