Penderita memiliki riwayat hubungan seksual diluar nikah, menikah dua kali, dan saat ini
memiliki suami yang menderita HIV. Keadaan umum lemah dan berat badan 46 kg. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 90/50 mmHg,
nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu tubuh aksila 38,20C.
Hasil pemeriksaan Radiologi torak pada waktu masuk didapatkan infiltrat pada kedua lapangan
paru, terutama apek, dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang. Hasil laboratorium
didapatkan Hb 7,8 gr/dl, Leukosit 11.000, Trombosit 735, gula darah sewaktu 120, hapusan
sputum BTA +. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita ini didiagnosa sebagai
penderita HIV/AIDS dengan TB paru. Direncanakan pemeriksaan CD4, fungsi hati, fungsi ginjal,
elektrolit, pemeriksaan kultur sputum. Pada kasus ini ARV belum diberikan karena masih dalam
fase awal pemberian OAT.
JUMP 1 : TERMINOLOGI
1.Kompos Mentis : yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
3.HIV (human immunodeficiency virus) : virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan
menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan,
kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
4.Sputum BTA: : mengumpulkan sputum atau dahak pasien yang diduga terinfeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis.
5.AIDS : adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk2
radang. Sputum baru ada setelah terjadi peradangan paru setelah batuk berminggu-minggu.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering lalu timbul peradangan hingga produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan lanjut yang terjadi adalah batuk berdarah karena pecahnya pembuluh darah
pada kavitas dan terjadi ulkus pada dinding bronkus.
Sesak nafas terjadi karena adanya infiltrat pada paru. Pada penyakit yang masih ringan tidak
terjadi sesak nafas, namun akan ditemukan pada penyakit lebih lanjut yaitu bila infiltrasinya
sudah meliputi setengah paru.
Karena pada skenario telah disebutkan bahwa pasien telah didiagnosa HIV dan TB paru 10
bulan lalu, oleh karena itu dr merencanakan pemeriksan CD4 untuk mengetahui kondisi system
imun pasien dan mengetahui seberapa besar kerusakan yang disebabkan oleh infeksi HIV pada
sistem kekebalan tubuh pasien.
• Jika kadar sel CD4 menipis, misalnya pada infeksi HIV yang tidak diobati, atau ketika
kekebalan tertekan saat sebelum melakukan transplantasi organ, tubuh menjadi rentan
terhadap berbagai infeksi yang seharusnya dapat dilawan.
• Bila sudah terinfeksi, HIV menempel pada sel-sel CD4 ini, mengosongkan materi genetiknya
sehingga kode genetik inang dapat diubah untuk menghasilkan virion HIV lainnya. Dengan
demikian, sel CD4 yang dihinggapi terbunuh.
• Dinamika HIV berkembang sedemikian rupa sehingga infeksi menjadi semakin parah dan
akhirnya sel T CD8 tidak mampu untuk mengatasi populasi HIV yang terus bertambah.
• Tes CD4 menghitung kadar CD4 dalam darah. Kadar CD4 adalah kadar sel darah dalam
hitungan milimeter kubik darah (sampel darah yang sangat kecil). Angka yang lebih tinggi
menunjukkan sistem kekebalan yang lebih kuat. Jumlah CD4 seseorang yang tidak memiliki HIV
dapat berkisar antara 500 dan 1500. Orang yang hidup dengan HIV yang memiliki jumlah CD4 di
atas 500 biasanya dalam kondisi kesehatan yang cukup baik.
Tes CD4 biasanya akan dilakukan pada awal terapi pengobatan HIV atau ketika dokter
melakukan perubahan pada strategi pengobatan pasien. Secara umum, pemeriksaan ini perlu
dilakukan:
• Lebih sering untuk penderita HIV pasien dengan kondisi tertentu, misalnya pasien dalam dua
tahun pertama pengobatan atau memiliki hasil tes viral load yang tidak membaik.
• Dua kali dalam setahun untuk pengidap HIV yang sudah mengonsumsi obat harian untuk HIV,
dan memiliki hasil tes viral load yang stabil selama dua
• Sel CD4+ pada orang yang tidak terinfeksi HIV biasanya berkisar dari 600 sampai 1.500 sel per
mikroliter (MCL).
• Sel CD4+ lebih besar dari 350 tapi kurang dari 500 sel/MCL menunjukkan sistem kekebalan
tubuh mulai melemah.
• CD4+ kurang dari 350 sel/MCL menunjukkan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan
peningkatan risiko infeksi oportunistik.
Kultur dahak (sputum) adalah pemeriksaan dahak untuk mendeteksi adanya bakteri penyebab
infeksi saluran pernafasan, terutama infeksi paru-paru (pneumonia).
Kultur dahak dapat dilakukan setelah pasien menjalani pemeriksaan foto Rontgen dada, untuk
mengetahui mikroba penyebab infeksi. Selain itu, kultur dahak juga dapat dilakukan untuk
memantau efektivitas pengobatan yang dijalani.
Pada penderita HIV/AIDS yang sedang menjalani terapi ARV dan OAT,perlu diperhatikan efek
samping obat yang tumpang tindih dan seringkali sulit ditentukan penyebabnya. Efek samping
OAT lebih sering terjadi pada penderita HIV/AIDS dengan TB dibandingkan kelompok TB tanpa
HIV. Sebaiknya OAT tidak dimulai bersama-sama dengan ARV untuk mengurangi kemungkinan
interaksi obat, ketidakpatuhan minum obat, dan reaksi paradoks (tanda eksaserbasi TB), jika
penderita HIV/AIDS sudah dalam terapi ARV, pemberian ARV tetap diteruskan. Dilaporkan
bahwa 1/3 penderita TB yang dimulai dengan ARV mengalami Iimmunoreconstitution
Inflamatory Syndrome (IRIS), berupa demam,pembesaran limfonodus, infiltrat paru memburuk
dan kambuhnya inflamatori ditempat lain.
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada dan refleks
fisiologis yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk yang berlangsung
selama lebih dari 8 minggu disebut batuk kronis. Penyebab batuk bisa berasal dari kebiasaan
merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan. Batuk kronis menjadi perhatian
utama di negara berkembang, sebagai tanda gangguan saluran pernafasaan, seperti
tuberkolosis paru (TB). Gejala batuk terus menerus yang berlangsung selama 2-3 minggu dapat
diduga sebagai indikasi penyakit TB di beberapa negara Asia Tenggara
Pengobatan TBC dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan sebagai berikut:
Tahap awal
Pada tahap awal, pengobatan diberikan setiap hari. Hal ini bertujuan untuk menurunkan jumlah
kuman dalam tubuh pasien.
Pengobatan tahap awal diberikan selama 2 bulan. Ketika pengobatan dijalani secara rutin
setidaknya selama 2 minggu, penularan penyakit ini sudah sangat menurun.
Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan ditujukan untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh pasien, sehingga tingkat kekambuhan penyakit menjadi semakin kecil atau bahkan hilang
sama sekali.
Beberapa obat TBC yang wajib dikonsumsi oleh penderita penyakit ini, di antaranya:
1. Isoniazid (H)
Isoniazid bersifat bakterisidal atau membunuh kuman. Obat ini memiliki efek samping berupa
neuropati perifer, psikosis toksis, gangguan fungsi hati hingga kejang.
2. Rifampisin (R)
Sama seperti isoniazid, rifampisin bersifat bakterisidal. Efek sampingnya berupa sindrom flu,
gangguan gastrointestinal (saluran cerna), urine berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, ruam kulit, sesak napas, dan anemia hemolitik.
3. Pirazinamid (Z)
Memiliki sifat bakterisidal, dengan efek samping berupa gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati, dan gout artritis.
4. Streptomisin (S)
Streptomisin memiliki sifat bakterisidal. Efek samping yang ditimbulkan obat ini berupa nyeri di
tempat suntikan, gangguan keseimbangan dan pendengaran, renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, serta trombositopeni.
5. Etambutol (E)
Kombinasi obat TBC di atas harus menggunakan standar nasional berdasarkan rumus yang
direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) berikut ini:
Pada pasien HIV/AIDS, terjadi perubahan morfologi sumsum tulang, termasuk mielodisplasia
(perubahan abnormal pada struktur seluler), yang akhirnya menganggu lineage tersebut
sehingga jumlah ketiga sel darah di sirkulasi perifer menurun. Insiden dan keparahan sitopenia
secara umum memiliki korelasi dengan stadium penyakit. Selain itu, beberapa pasien dapat
mengalami lebih dari satu kelainan darah, seperti 8 bisitopenia (penurunan jumlah dua jenis sel
darah) dan pansitopenia (penurunan jumlah seluruh sel darah.
7. Apa penyebab tampak ilfitrat pada kedua lapang paru wanita ini?
Hal ini berhubungan dengan kadar CD4+. Pada pasien HIV dengan CD4 lebih dari 200 (mild
immunosuppresion), penampakan foto toraks biasanya menunjukkan infiltrat, kavitas, fibrosis
paru, atau penyusutan paru pada lobus atas dan/atau bilateral. Gambarannya cenderung
menyerupai TB reaktif pada pasien imunokompeten. Pada tahap ini biasanya hasil pemeriksaan
sputumnya positif. Sedangkan gambaran foto toraks pada pasien dengan CD4 yang rendah
(severe immunosuppresion) sering tidak menunjukkan gambaran khas TB dan menyerupai
gambaran TB primer. Pemeriksaan sputum biasanya akan negatif. Gambaran foto toraks
menunjukkan infiltrat interstisial terutama di lobus tengah dan bawah dan konsolidasi. Pada
sebagian pasien, dapat menunjukkan gambaran kavitas, kardiomegali, limfadenopati, efusi
pleura, dan gambaran milier.
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV menurut WHO SEARO 2007.
a. Keadaan umum :
satu bulan.
- Limfadenopati meluas
b. Kulit :
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi
pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA) tapi tidak selalu terkait dengan HIV.
c. Infeksi
kondiloma.
- Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.
10. Tes apa yang harus di lakukan dokter untuk menegakkan diagnosa infeksi bakteri?
Beberapa tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi bakteri, antara lain:
*Tes kultur darah. Dokter akan mengambil 2 atau lebih sampel darah untuk diuji di
laboratorium. Biasanya, darah diambil dari lokasi atau pembuluh darah yang berbeda.
*Tes pewarnaan gram. Dalam prosesnya, dokter akan mengambil sampel berupa dahak, nanah,
atau menyeka cairan yang terdapat pada bagian tubuh yang terinfeksi.
*Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA). Tes ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis
tuberkulosis. Pemeriksaan BTA dilakukan dengan mengambil sampel, setidaknya sebanyak 3
kali. Masing-masing sampel diambil pada waktu yang berbeda.
*Tes urine
*Tes tinja
Selain itu, pemeriksaan foto Rontgen atau biopsi juga dapat dilakukan. Biasanya, metode
pemeriksaan tersebut juga bertujuan untuk mendeteksi kondisi selain infeksi bakteri yang
mungkin diderita.
JUMP 4 : SKEMA
Farmakologi obat
antimikroba & antiviral
JUMP 5: LEARNING OBJECTIVE
1. Bakteri :
2. Virus :