Anda di halaman 1dari 13

STUDI KASUS COVID-19

Laporan Studi Kasus Ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Pertemuan Ke-1 dalam Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat Tahun Ajaran 2020/2021

Disusun Oleh :

Nabila Syifa Afia

D-III Kebidanan Bandung

NIM : P17324120037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG PENGENALAN

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG


PENDAHULUAN

Virus Corona adalah bagian dari keluarga virus yang menyebabkan penyakit
pada hewan ataupun juga pada manusia. Di Indonesia, masih melawan Virus Corona
hingga saat ini, begitupun juga di negara-negara lain. Jumlah kasus Virus Corona terus
bertambah dengan beberapa melaporkan kesembuhan, tapi tidak sedikit yang
meninggal. Usaha penanganan dan pencegahan terus dilakukan demi melawan
COVID-19 dengan gejala mirip Flu.

kasusnya dimulai dengan pneumonia atau radang paru-paru misterius pada


Desember 2019.Kasus infeksi pneumonia misterius ini memang banyak ditemukan di
pasar hewan tersebut. Virus Corona atau COVID-19 diduga dibawa kelelawar dan
hewan lain yang dimakan manusia hingga terjadi penularan. Coronavirus sebetulnya
tidak asing dalam dunia kesehatan hewan, tapi hanya beberapa jenis yang mampu
menginfeksi manusia hingga menjadi penyakit radang paru.

Kasus ini diduga berkaitan dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang menjual
berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi seperti ular,
kelelawar, dan berbagai jenis tikus. Dengan latar belakang tersebut, Virus Corona
bukan kali ini saja memuat warga dunia panik. Memiliki gejala yang sama-sama mirip
Flu, Virus Corona berkembang cepat hingga mengakibatkan infeks yang lebih parah
dan gagal organ.
TEORI COVID-19

 Pengertian Teori

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-


2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus
ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada
sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih


dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang
menular ke manusia. Walaupun lebih bayak menyerang lansia, virus ini sebenarnya
bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa,
termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Infeksi virus Corona disebut COVID-19
(Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China
pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah
menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu
beberapa bulan.

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk dalam
kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan
oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki
beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan
penyebaran dan keparahan gejala.

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan.


Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan,
seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat,
seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
 Cara virus Covid-19 menyebar
Karena COVID-19 adalah penyakit baru, banyak aspek mengenai bagaimana
penyebarannya sedang diteliti. Penyakit ini menyebar selama kontak dekat,
seringkali oleh tetesan kecil yang dihasilkan selama batuk, bersin, atau berbicara.
Tetesan ditularkan, dan menyebabkan infeksi baru, ketika dihirup oleh orang-orang
dalam kontak dekat (1 hingga 2 meter, 3 hingga 6 kaki). Mereka diproduksi selama
bernafas, namun karena mereka relatif berat, mereka biasanya jatuh ke tanah atau
permukaan.
Berbicara dengan suara keras melepaskan lebih banyak tetesan dari pada
pembicaraan normal. Sebuah penelitian di Singapura menemukan bahwa batuk
yang tidak tertutup dapat menyebabkan tetesan mencapai 4,5 meter (15 kaki).
Sebuah artikel yang diterbitkan pada bulan Maret 2020 berpendapat bahwa saran
tentang jarak tetesan mungkin didasarkan pada penelitian tahun 1930-an yang
mengabaikan efek dari udara yang dihembuskan lembab yang hangat di sekitar
tetesan dan bahwa batuk atau bersin yang tidak terbuka dapat berjalan hingga 8,2
meter (27 kaki) .
Setelah tetesan jatuh ke lantai atau permukaan, mereka masih dapat
menginfeksi orang lain, jika mereka menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan
kemudian mata, hidung atau mulut mereka dengan tangan yang tidak dicuci. Pada
permukaan, jumlah virus aktif berkurang dari waktu ke waktu hingga tidak lagi
menyebabkan infeksi. Namun, secara eksperimental, virus dapat bertahan di
berbagai permukaan selama beberapa waktu, (misalnya tembaga atau kardus
selama beberapa jam, dan plastik atau baja selama beberapa hari). Permukaan
mudah didekontaminasi dengan desinfektan rumah tangga yang membunuh virus di
luar tubuh manusia atau di tangan. Khususnya, bagaimanapun desinfektan atau
pemutih tidak boleh ditelan atau disuntikkan sebagai tindakan perawatan atau
pencegahan, karena ini berbahaya atau berpotensi fatal.
Dahak dan air liur membawa sejumlah besar virus. Beberapa prosedur medis
dapat menyebabkan virus ditransmisikan lebih mudah dari biasanya untuk tetesan
kecil seperti itu, yang dikenal sebagai transmisi udara.
Virus ini paling menular selama tiga hari pertama setelah timbulnya gejala,
meskipun penyebaran diketahui terjadi hingga dua hari sebelum gejala muncul
(penularan secara asimptomatik) dan pada tahap selanjutnya dari penyakit.
Beberapa orang telah terinfeksi dan pulih tanpa menunjukkan gejala, tetapi
ketidakpastian tetap dalam hal penularan tanpa gejala. Meskipun COVID-19 bukan
infeksi menular seksual , dicium, hubungan intim, dan rute oral feses diduga
menularkan virus.

 Gejala Covid-19
Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala flu, yaitu
demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala
dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan gejala yang
berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak
napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi
melawan virus Corona. Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan
seseorang terinfeksi virus Corona, yaitu:
- Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)
- Batuk
- Sesak napas
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu
setelah penderita terpapar virus Corona.
Demam adalah gejala yang paling umum, meskipun beberapa orang yang lebih
tua dan mereka yang memiliki masalah kesehatan lainnya mengalami demam di
kemudian hari. Dalam satu penelitian, 44% orang mengalami demam ketika mereka
datang ke rumah sakit, sementara 89% mengalami demam di beberapa titik selama
dirawat di rumah sakit.
Gejala umum lainnya termasuk batuk , kehilangan nafsu makan , kelelahan ,
sesak napas , produksi dahak , dan nyeri otot dan sendi . Gejala seperti mual ,
muntah , dan diare telah diamati dalam berbagai persentase. Gejala yang kurang
umum termasuk bersin, pilek, atau sakit tenggorokan. Beberapa kasus di China
awalnya hanya disertai sesak dada dan jantung berdebar . Penurunan indra
penciuman atau gangguan dalam rasa dapat terjadi. Kehilangan bau adalah gejala
yang muncul pada 30% kasus yang dikonfirmasi di Korea Selatan.
Seperti yang umum dengan infeksi, ada penundaan antara saat seseorang
pertama kali terinfeksi dan saat ia mengalami gejala. Ini disebut masa inkubasi .
Masa inkubasi COVID-19 biasanya lima sampai enam hari tetapi dapat berkisar dari
dua hingga 14 hari, meskipun 97,5% orang yang mengalami gejala akan
melakukannya dalam 11,5 hari infeksi.
Sebagian kecil kasus tidak mengembangkan gejala yang terlihat pada titik waktu
tertentu. Pembawa tanpa gejala ini cenderung tidak diuji, dan perannya dalam
transmisi belum sepenuhnya diketahui. Namun, bukti awal menunjukkan bahwa
mereka dapat berkontribusi pada penyebaran penyakit. Pada bulan Maret 2020,
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) melaporkan bahwa
20% dari kasus yang dikonfirmasi tetap tanpa gejala selama tinggal di rumah sakit.
RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

1. Tahap prepatogenesis
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi
sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi
SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat
batuk atau bersin. Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada
aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam.23 WHO
memperkirakan reproductive number (R0 ) COVID-19 sebesar 1,4 hingga 2,5.
Namun, studi lain memperkirakan R0 sebesar 3,28.
Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier
asimtomatis, namun mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus terkait
transmisi dari karier asimtomatis umumnya memiliki riwayat kontak erat dengan
pasien COVID-19. Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada
neonatus. Namun, transmisi secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum
terbukti pasti dapat terjadi. Bila memang dapat terjadi, data menunjukkan
peluang transmisi vertikal tergolong kecil. Pemeriksaan virologi cairan amnion,
darah tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan
negatif.
SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil
biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat terdeteksi di
feses, bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam
feses walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini
menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral.
2. Tahap Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga
tidak jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui. Pada
manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang
melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan Dengan reseptor-reseptor dan
membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope
spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-
CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan
mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru
yang muncul di permukaan sel.
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk
ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru
terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel.
Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan
Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan
bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang
baru.
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang
signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu.31 Telah diketahui bahwa
masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran virus
dengan plasma membran dari sel.32 Pada proses ini, protein S2’ berperan
penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses
fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent dan
clathrin-independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV ke
dalam sel pejamu.
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan
jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat
menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun
yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum
sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang
ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel,
antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major
histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut
berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons imunitas
humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik
terhadap virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap
SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG
dapat bertahan jangka panjang. Hasil penelitian terhadap pasien yang telah
sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+
dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun
secara bertahap tanpa adanya antigen.
Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu.
SARS-CoV dapat menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak
memiliki pattern recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel
tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi
oleh SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi
akibat MERS-CoV.
MODEL PENYEBAB PENYAKIT

Ttriad epidemilogi
Epidemiologic triangle biasa digunakan untuk menganalisis terjadi-nya
penyakit infeksi. Segitiga ini terdiri dari agen (agent), penjamu (host), &
lingkungan (environment). Pada kondisi normal, ketiga komponen teesebut
berimbang. Perubahan pada satu (atau lebih) komponen dapat menaikkan atau
menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi. Misal apabila kemampuan agen
menginfeksi meningkat, atau kekebalan tubuh penjamu rendah, atau sanitasi
lingkungan buruk, maka risiko terjadinya penyakit infeksi akan meningkat.
Pada kasus Covid-19, agen infekius-nya adalah SARS-CoV-2. penjamu-
nya adalah manusia. Karakteristik agen (SARS-CoV-2) belum terlalu detail
diketahui (khususnya terkait kemampuan virus bermutasi, obat anti-virus, &
vaksin). Karakteristik penjamu (Manusia) yang dapat mempengaruhi pajanan,
kerentanan, & respons terhada[ agen (SARS-CoV-2) a.l adalah: usia (lansia),
status fisiologis (higienitas yang kurang baik), status imunologis (penurunan
sistem kekebalan tubuh), penyakit lain yang sudah ada sebelumnya (DM,
hipertensi, penyakit kardiovaskular, pneumonia), & perilaku manusia (kurang
olah raga, merokok, diet tidak sehat). Karakteristik lingkungan (faktor ekstrinsik)
yangg mempengaruhi keberadaan agen & kerentanan terhadap agen a.l adalah:
lingkungan fisik (sanitasi lingkungan buruk), kepadatan penduduk, modus
komunikasi (fenomena dlm lingkungan yang mempertemukan penjamu dengan
agen).
Berdararkan epidemiologic triangle, solusi untuk mengendalikan kasus
Covid-19 adalah dengan memodifikasi agen (agent), penjamu (host), &
lingkungan (environment).
Angka transmission rate (R0) Covid-19 diperkirakan sekitar 2-4 (setiap
satu orang yang terinfeksi Covid-19 dapat menyebarkan kepada 2-4 orang lain
yang rentan). Berdasarkan epidemiologic triangle, angka R0 ini dapat diantisipasi
dengan melindungi orang sehat jangan jatuh sakit, dengan cara promotif &
preventif.
Angka fatality rate (CFR) Covid-19 diperkirakan antara 0,52% – 8,75%,
denga median sekitar 4%. Berarti sekitar 4 kasus kematian setiap 100 kasus
Covid-19 yang terdeteksi. CFR bervariasi & berbeda-beda di tiap-tiap wilayah
(negara), yang dipengaruhi oleh:
- Alat skrining & Alat diagnosis. Tingkat kemampuan mendeteksi kasus Covid-
19.
- Bias seleksi. Pemeriksaan hanya dilakukan pd orang2 tertentu saja.
Perbedaan kriteria siapa yangg diperiksa.
- Periode waktu antara mulai timbulnya gejala dengan waktu terjadi kematian.
- Sistem kesehatan yang kurang baik
- Banyaknya infeksi penyerta yangg lain, atau penyakit penyerta yang lain,
atau faktor pemberat yang lain (misal: banyaknya perokok).
- Faktor demografi penduduk (seperti: proporsi lansia di suatu wilayah).

- Penentuan penyebab kematian. Apakah kematian benar-benar akibat oleh


Covid-19, atau kematian terjadi pada orang dengan sakit lain namun
kebetulan positif Covid-19
KESIMPULAN

COVID-19 adalah penyakit baru yang telah menjadi pandemi. Penyakit ini harus
diwaspadai karena penularan yang relatif cepat, memiliki tingkat mortalitas yang
tidak dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitif. Masih banyak knowledge
gap dalam bidang ini sehingga diperlukan studi-studi lebih lanjut.
Masyarakat harus memiliki kebutuhan pengetahuan tentang COVID-19 yang
beragam sesuai latar belakang mereka. Penderita penyakit tertentu (jantung,
diabetes, ginjal dan penyakit lain) dan usia lanjut membutuhkan pengetahuan
tentang seberapa kuat daya tahan tubuh dalam menghadapi virus, bagaimana cara
meningkatkan kekebalan, tindakan yang harus diambil jika lingkungan sekitar ada
yang menderita gejala corona serta bagaimana penanganan dini jika virus ini
menyerang orang dengan kasus khusus ini. Ibu Hamil membutuhkan pengetahuan
kesehatan tentang ibu dan anak dalam kandungan untuk menghadapi corona.
Masyarakat umum seperti pekerja kantor, pekerja lapangan, wirausahawan dan
para pelajar membutuhkan pengetahuan peningkatan imun, tindakan preventif dan
cara pengobatan sesuai dengan latar belakang pekerjaan.
REFERENSI

Susilo, A dkk. (2019). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Dalam
jurnal penyakit dalam Indonesia. [online], 7(1). Halaman 46-49. Tersedia :
file:///C:/Documents%20and%20Settings/personal/My
%20Documents/Downloads/415-1924-1-PB.pdf. [25 Februari 2021].

Archika, N.D. (2019). Corona virus disease.[daring]. Tersedia :


https://osf.io/vydbg/download/?format=pdf. [25 Februari 2021].

Pandhita, G. (2020). SEGITIGA EPIDEMIOLOGI (EPIDEMIOLOGIC TRIANGLE)


Covid-19. [daring]. Tersedia : https://fk.uhamka.ac.id/berita-dan-artikel/segitiga-
epidemiologi-epidemiologic-triangle-covid-19/. [25 februari 2021]

Anda mungkin juga menyukai