Anda di halaman 1dari 4

PPh OP Untuk Karyawan Pegawai Tetap dengan Penghasilan Tidak Teratur

A. PPh 21 Pegawai Tidak Tetap atas Premi Tahunan


Premi asuransi merupakan biaya yang harus dibayar oleh peserta asuransi
sebagai tanggung jawab keikutsertaan dalam program asuransi setiap bulan. Besaran
nominal premi yang harus dibayar oleh peserta tergantung dengan jumlah yang
disepakati antara 2 belah pihak, yaitu pihak perusahaan asuransi dan peserta (baik itu
perusahaan atau pribadi).
Asuransi diberikan karena diharapkan pihak tertanggung memiliki
kemungkinan mengalami sebuah peristiwa yang tidak pasti. Dari gambaran tersebut,
dapat disimpulkan bahwa ada keterikatan melalui penerimaan premi asuransi sebagai
pemberian ganti rugi kepada peserta.

Jenis-Jenis Premi Asuransi


Premi asuransi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
 Premi asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan. Premi
asuransi ini akan berfungsi sebagai penambah penghasilan bruto.
 Premi asuransi yang dibayarkan sendiri oleh wajib pajak, maka premi asuransi
ini akan berfungsi sebagai pengurang penghasilan bruto.

Ketentuan Pajak Atas Premi Asuransi di Indonesia


Pengenaan pajak atas premi asuransi di Indonesia sampai saat ini masih masuk
ke kategori Jasa Bukan Jasa Kena Pajak atau Non JKP. Perhitungan premi asuransi ini
sendiri masuk ke dalam penghitungan PPh 21, dengan tarif 5% sampai dengan 30%.
Beberapa premi asuransi yang masuk dalam perhitungan PPh 21 di antaranya
premi asuransi atas Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua
dan Jaminan Pensiun. Perlu Anda ketahui bahwa jenis premi asuransi yang masuk
dalam perhitungan PPh 21 ini akan dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada wajib
pajak badan (perusahaan di dalam negeri) bukan kepada wajib pajak orang pribadi.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PPh no.36 tahun 2008
pasal 6 dan 9 disebutkan bahwa :
 Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung
atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha antara lain: premi
asuransi.
 Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
Beberapa hal yang harus Anda ingat berkenaan dengan ketentuan premi antara
lain :
 Premi asuransi yang dibayar pihak pemberi kerja (perusahaan) untuk
karyawan dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
 Beban pajak jadi kecil, biaya premi asuransi mengurangi pajak peghasilan
badan (PPh 25).
 Premi asuransi dialokasikan sebagai penghasilan karyawan: nilai gross include
pajak (gross up).
Premi Asuransi dalam Perhitungan PPh 21
Beberapa jenis premi yang sudah disebutkan di atas masuk dalam pengurang
penghasilan bruto dapat Anda hitung secara otomatis. Ada juga penghitungan fitur
bonus dan pesangon serta penghitungan BPJS Kesehatan.
1. Jaminan Kecelakaan Kerja
Iuran JKK dibayar seluruhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran yang harus
dibayar berdasarkan pada kelompok jenis usaha dan risiko sebagai berikut :
 Kelompok I: premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.
 Kelompok II: premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
 Kelompok III: premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
 Kelompok IV: premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
 Kelompok V: premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
2. Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris peserta program BPJS
Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Pengusaha wajib
menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.
3. Jaminan Kesehatan
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan sebesar 5% dari gaji per bulan.
Sebanyak 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.

B. PPh 21 Pegawai Tidak Tetap atas Tunjangan Hari Raya (THR)


Perbedaan Tunjangan Hari Raya dan Bonus
Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus akhir tahun merupakan dua jenis
pendapatan non upah yang diberikan oleh perusahaan atau instansi pemerintah dan
menjadi hak pegawai. Perbedaan dasar antar kedua jenis pendapatan ini adalah, THR
diberikan menjelang Hari Raya Keagamaan kepada seluruh karyawan yang
telah memenuhi masa kerja selama 1 bulan secara terus menerus. Sementara itu,
bonus merupakan pemberian penghargaan atau apresiasi perusahaan atas dasar
kinerja atau prestasi karyawan. THR dan bonus, keduanya merupakan pendapatan
karyawan sekaligus obyek pajak penghasilan (PPh 21) khususnya bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi.

Pemotongan Pajak Penghasilan 21 (PPh 21) atas gaji, THR, dan bonus untuk
setiap karyawan tidak sama. Di samping bergantung pada besaran obyek pajak yang
dikenakan, pemotongan PPh 21 juga dipengaruhi oleh kepemilikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Bisa dikatakan, besarnya pajak THR atau Bonus akan
berbeda bagi karyawan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
maupun belum. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan karyawan yang tidak
memiliki NPWP, akan membayar pajak 20% lebih besar dibandingkan karyawan
yang memiliki NPWP.

Dasar Hukum Pengenaan Pajak Tunjangan Hari Raya


Pengenaan Pajak THR telah ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-15/PJ/2006 Tahun 2006 tentang
Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PK/2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang
Pribadi (“Peraturan Dirjen Pajak 15/2006”).
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima
atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur
berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,
tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang
sifatnya tidak tetap.

Perhitungan Pajak THR


Tunjangan Hari Raya merupakan penghasilan bersifat tidak teratur. Lalu
mengapa nilai pajaknya lebih besar? Nilai pajak atas THR lebih besar karena
perhitungan atas Pendapatan Bersifat Tidak Teratur serta tidak disetahunkan. Hal ini
disebutkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER – 31/PJ/2012 Pasal
14 ayat 2 huruf a dan b.
“a. perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur
dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas).”

“b. dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur maka
perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar
jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.”

THR merupakan penghasilan bersifat tidak teratur yang diterima setahun sekali,
sehingga untuk menghitung nilai PPh nya tidak perlu disetahunkan. Untuk
memperjelas penghitungan pajak atas Tunjangan Hari Raya (THR), maka berikut ini
akan diuraikan secara sederhana penghitungan pajak penghasilan untuk wajib pajak
orang pribadi.

Contoh soal
Sonny merupakan karyawan tetap di PT Gemilang Jaya, sebuah perusahaan kayu lapis
dengan menerima gaji Rp6.000.000 setiap bulan. Sonny memiliki istri yang tidak
bekerja dan tanggungan satu anak. Mendekati Hari Raya Idul Fitri ini, Sonny
mendapat Tunjangan Hari Raya satu bulan gaji yang biasa diterimanya, yaitu sebesar
Rp6.000.000. Berapa besaran pajak atas THR Sonny?

Pajak atas Gaji


Gaji Bruto Setahun
Rp 6.000.000 x 12 = Rp 72.000.000

Biaya Jabatan
5% x Rp 72.000.000 = Rp 3.600.000

Gaji Netto Setahun


= Gaji Bruto Setahun – Biaya Jabatan
= Rp 72.000.000 – Rp 3.600.000
= Rp 68.400.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K1


Wajib Pajak K2 (istri tidak bekerja dan tanggungan 1 anak): Rp63.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Gaji Netto Setahun – PTKP K1

= Rp68.400.000 – Rp63.000.000
= Rp5.400.000

Pajak Penghasilan 21 (PPh 21) Terutang Setahun = 5% x Rp5.400.000 =


Rp270.000

Pajak atas Penghasilan (Gaji dan THR)


Gaji setahun : Rp72.000.000

THR : Rp6.000.000

Penghasilan Bruto = Rp78.000.000

Pengurang :
Biaya Jabatan : 5% x Rp78.000.000 = Rp3.900.000

Penghasilan Netto Setahun = Penghasilan Bruto – Pengurang = Rp78.000.000 –


Rp3.900.000 = Rp74.100.000

Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) K1


Wajib Pajak K1 (istri tidak bekerja dan memiliki satu anak) : Rp63.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Penghasilan Netto Setahun – PTKP K1 =


Rp74.100.000 – Rp63.000.000 = Rp11.100.000

Pajak Penghasilan 21 (PPh 21) terutang Setahun: 5% x Rp11.100.000 =


Rp550.000

PPh 21 atas THR (Pajak THR) = PPh 21 terutang Setahun – Pajak atas Gaji =
Rp550.000 – Rp270.000 = Rp280.000

Secara umum, perhitungan pajak atas bonus sama dengan cara perhitungan di atas.
Tinggal mengurangi pajak penghasilan secara keseluruhan dengan pajak atas gaji atau
upah.

Anda mungkin juga menyukai